BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN KONSUMEN 1. Definisi

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEPUASAN KONSUMEN
1. Definisi Kepuasan Konsumen
Kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin satis artinya cukup
baik, memadai dan facio artinya melakukan atau membuat. Kepuasan bisa
diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Tjiptono, 1997). Menurut kamus
psikologi, satisfaction adalah perasaan enak subyektif setelah suatu tujuan dicapai
baik tujuan itu fisik ataupun psikologis (Budiardjo, 1991). Oxford Advanced
Learner’s Dictionary (Tjiptono & Gregorius, 2005) mendeskripsikan kepuasan
adalah perasaan baik ketika Anda mendapatkan sesuatu atau ketika sesuatu yang
Anda ingin terjadi tidak terjadi, tindakan memenuhi kebutuhan atau keinginan.
Kepuasan konsumen menurut Wilkie (1994) yaitu merupakan respon
emosional terhadap evaluasi pengalaman mengkonsumsi produk, toko atau jasa.
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah
konsumen melakukan atau menikmati sesuatu.
Kotler dan Keller (2003) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai
perasaan konsumen, baik itu berupa kesenangan atau kekecewaan yang timbul
dari membandingkan penampilan sebuah produk dihubungkan dengan harapan
konsumen atas produk tersebut. Apabila penampilan produk yang diharapkan oleh
Universitas Sumatera Utara
konsumen tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka dapat dipastikan
konsumen akan merasa tidak puas dan apabila penampilan produk sesuai atau
lebih baik dari yang diharapkan konsumen, maka kepuasan atau kesenangan akan
dirasakan konsumen.
Kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap yang ditunjukkan
konsumen
atas
barang
atau
jasa
setelah
mereka
memperoleh
dan
menggunakannya. Ini merupakan penelitian evaluatif pascapemilihan yang
disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan pengalaman menggunakan barang
atau jasa tersebut (Mowen dan Minor, 2002).
Kepuasan konsumen adalah persepsi individu terhadap performansi suatu
produk atau jasa dikaitkan dengan harapan konsumen tersebut (Sciffman dan
Kanuk, 2004). Kepuasan konsumen didefinisikan sebagai penilaian evaluasi
pascapembelian dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberi hasil
sama atau melampaui harapan konsumen seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Expectation, Performance and Satisfaction
Tingkat Harapan
Kinerja aktual
dibandingkan harapan
di bawah minimum
desire performance
di atas minimum desire
performance
Lebih baik
Kepuasan
Kepuasan/komitmen
Sama
Non-satisfaction
Kepuasan
Lebih buruk
Ketidakpuasan
Ketidakpuasan
Sumber: Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, pengertian kepuasan konsumen dalam
penelitian ini mengacu pada pendapat Wilkie (1994) yaitu merupakan respon
emosional terhadap evaluasi pengalaman mengkonsumsi produk, toko atau jasa.
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah
konsumen melakukan atau menikmati sesuatu dimana alternatif yang dipilih
sekurang-kurangnya memberi hasil sama atau melampaui harapan konsumen.
2. Elemen Kepuasan Konsumen
Wilkie (1994) menyatakan bahwa terdapat lima elemen pada kepuasan
konsumen yaitu expectations, performance, comparison, confirmation atau
disconfirmation, dan discrepancy.
a) Expectations (harapan)
Harapan konsumen terhadap suatu barang atau jasa telah dibentuk sebelum
konsumen membeli barang atau jasa tersebut. Pada saat proses pembelian
dilakukan, konsumen berharap bahwa barang atau jasa yang mereka terima sesuai
dengan harapan, keinginan, dan keyakinan mereka.
Kepuasan konsumen sangat bergantung pada persepsi dan harapan
konsumen (Gasperz, 2002). Gasperz (2002) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi dan harapan konsumen adalah sebagai berikut :
1) Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan
konsumen ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen
produk (perusahaan).
Universitas Sumatera Utara
2) Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari perusahaan
maupun pesaing-pesaingnya.
3) Pengalaman dari teman-teman.
4) Komunikasi melalui iklan dan pemasaran
Dimana kampanye yang berlebihan dan secara aktual tidak mampu
memenuhi harapan pelangan akan mengakibatkan dampak negatif
terhadap persepsi konsumen.
b) Performance (kinerja)
Performance merupakan pengalaman konsumen terhadap kinerja aktual
barang atau jasa ketika digunakan tanpa dipengaruhi oleh harapan mereka. Selama
mengkonsumsi suatu produk atau jasa, konsumen menyadari kegunaan produk
aktual dan menerima kinerja produk tersebut sebagai dimensi yang penting bagi
konsumen.
c) Comparison (perbandingan)
Setelah mengkonsumsi barang atau jasa maka konsumen akan
membandingkan harapan terhadap kinerja barang atau jasa sebelum membeli
dengan kinerja aktual barang atau jasa tersebut.
d) Confirmation atau disconfirmation
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman mereka terhadap
penggunaan merek dari barang atau jasa yang berbeda atau dari pengalaman orang
lain. Melalui penggunaan merek lain dan komunikasi dari perusahaan serta orang
Universitas Sumatera Utara
lain, konsumen membandingkan harapan kinerja barang atau jasa yang dibeli
dengan kinerja aktual barang atau jasa tersebut. Confirmation terjadi ketika
harapan sesuai dengan kinerja aktual produk. Disconfirmation terjadi ketika
harapan lebih tinggi atau lebih rendah dari kinerja aktual produk. Konsumen akan
merasa puas ketika terjadi confirmation dan disconfirmation yaitu ketika harapan
melebihi kinerja aktual barang atau jasa.
e) Discrepancy (ketidaksesuaian)
Discrepancy mengindikasikan bagaimana perbedaan antara level kinerja
dengan harapan. Negative disconfimations yaitu ketika kinerja aktual berada
dibawah level harapan, kesenjangan yang lebih luas lagi akan mengakibatkan
tingginya level ketidakpuasan. Sebaliknya positive disconfimations yaitu ketika
kinerja aktual berada diatas level harapan. Ketika konsumen puas, maka
konsumen akan menggunakan barang atau jasa yang sama, dan ketika konsumen
merasa tidak puas maka konsumen akan menuntut perbaikan atau komplain
terhadap perusahaan.
Sedangkan menurut Supranto (2001) terdapat enam elemen evaluasi
kepuasan konsumen, yaitu:
a) Product, yaitu bagaimana konsumen merasa puas terhadap fisik produk.
b) Sales, yaitu pelayanan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan.
c) After sales services, yaitu pelayanan yang diberikan kepada konsumen
setelah terjadi transaksi jual beli.
d) Location, yaitu lokasi distribusi suatu barang dan jasa yang
mempengaruhi kepuasan konsumen.
Universitas Sumatera Utara
e) Culture, yaitu budaya atau tradisi konsumen yang dapat mempengaruhi
kepuasan konsumen akan nilai suatu produk.
f) Time, yaitu pengaruh waktu terhadap kualitas barang dan jasa.
3. Tipe-Tipe Kepuasan Konsumen
Stauss & Neuhaus (dalam Tjiptono & Gregorius, 2005) membedakan tiga
tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan, yakni :
a. Demanding customer satisfaction
Tipe ini merupakan tipe kepuasan yang aktif. Adanya emosi positif dari
konsumen, yakni optimisme dan kepercayaan.
b. Stable customer satisfaction
Konsumen dengan tipe ini memiliki tingkat aspirasi pasif dan perilaku
yang menuntut. Emosi positifnya terhadap penyedia jasa bercirikan
steadiness dan trust dalam relasi yang terbina saat ini. Konsumen
menginginkan segala sesuatunya tetap sama.
c. Resigned customer satisfaction
Konsumen dalam tipe ini juga merasa puas. Namun, kepuasannya bukan
disebabkan oleh pemenuhan harapan, namun lebih didasarkan pada kesan
bahwa tidak realistis untuk berharap lebih.
d. Stable customer dissatisfaction
Konsumen dalam tipe ini tidak puas terhadap kinerjanya, namun mereka
cenderung tidak melakukan apa-apa.
Universitas Sumatera Utara
e. Demanding dissatisfaction
Tipe ini bercirikan tingkat aspirasi aktif dan perilaku menuntut. Pada
tingkat emosi, ketidakpuasannya menimbulkan protes dan oposisi.
4. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler & Amstrong (1997), ada empat metode yang bisa
digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu :
a. Sistem Keluhan dan Saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada konsumen (customer oriented)
akan memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya bagi konsumen
untuk menyampaikan pendapat, saran dan keluhan konsumen. Media yang
bisa digunakan antara lain adalah kotak saran, guest comment.
b. Survei Kepuasan Konsumen
Penelitian mengenai kepuasan konsumen banyak dilakukan dengan
menggunakan metode survei, baik melalui pos, telepon maupun
wawancara pribadi. Keuntungan dari menggunakan metode survei adalah
perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung
dari konsumen dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa
perusahaan memperhatikan konsumennya. Metode ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1) Directly Reported Satisfaction
Survei kepuasan konsumen dilakukan secara langsung melalui
pertanyaan seperti “Seberapa puaskah Saudara terhadap produk X?
Apakah sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas dan sangat
puas?”.
2) Derived Reported Dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yaitu
besarnya harapan konsumen terhadap atribut tertentu dan besarnya
kinerja yang dirasakan konsumen.
3) Problem Analysis
Konsumen
yang
dijadikan
responden
diminta
untuk
mengungkapkan dua hal pokok, yaitu masalah-masalah yang
dihadapi oleh konsumen yang berkaitan dengan penawaran dari
perusahaan dan saran-saran untuk melakukan perbaikan.
4) Importance Performance Analysis
Responden diminta untuk mengurutkan berbagai atribut dari
penawaran, mulai dari yang paling penting hingga yang kurang
penting. Selain itu, responden juga diminta untuk mengurutkan
kinerja perusahaan dalam masing-masing atribut dari yang paling
baik hingga yang kurang baik.
Universitas Sumatera Utara
c. Ghost Shopping
Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang
(ghost shopper) untuk bersikap sebagai konsumen di perusahaan pesaing.
d. Analisa Konsumen yang Hilang
Metode ini dilaksanakan dengan cara perusahaan menghubungi para
konsumennya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih
pemasok dan perusahaan menanyakan penyebab konsumen berhenti
membeli atau beralih pemasok.
Menurut Tjiptono (1997), metode yang digunakan untuk mengukur
kepuasan konsumen dapat dengan cara :
a. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan.
b. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka
mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang
dirasakan.
c. Responden diminta untuk menuliskan masalah yang mereka hadapi
berkaitan dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk
menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan
dengan penawaran dari perusahan dan juga diminta untuk
menuliskan perbaikan yang mereka sarankan.
Universitas Sumatera Utara
d. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen dari
penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan
seberapa baik kinerja perusahan dalam masing-masing elemen.
5. Ciri-Ciri Konsumen yang Puas
Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007) menyebutkan bahwa outcome atau
hasil yang diharapkan dari adanya kepuasan konsumen adalah peningkatan
penggunaan, pembelian ulang, loyalitas dan word of mouth. Sedangkan menurut
Kotler & Amstrong (2000) ciri-ciri konsumen yang puas adalah sebagai berikut :
a. Loyal terhadap produk
Konsumen yang terpuaskan cenderung akan menjadi loyal. Konsumen
yang puas terhadap produk yang dikonsumsinya akan mempunyai
kecenderungan untuk membeli ulang dari produsen yang sama. Keinginan
untuk membeli ulang karena adanya keinginan untuk mengulang
pengalaman yang baik dan menghindari pengalaman yang buruk.
b. Adanya komunikasi dari mulut ke mulut yang bersifat positif
Kepuasan adalah merupakan faktor yang mendorong adanya komunikasi
dari mulut ke mulut (word of mouth communication) yang bersifat positif.
Hal ini dapat berupa rekomendasi kepada calon konsumen yang lain dan
mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk dan perusahaan yang
menyediakan produk.
c. Perusahaan menjadi pertimbangan utama ketika membeli produk lain.
Hal ini merupakan proses kognitif ketika adanya kepuasan.
Universitas Sumatera Utara
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen.
Zeithaml dan Bitner (1996) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen
dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
a. Kualitas Produk
Konsumen puas jika setelah membeli dan menggunakan produk, ternyata
kualitas produknya baik. Kualitas barang yang diberikan bersama-sama
dengan pelayanan akan mempengaruhi persepsi konsumen. Ada delapan
elemen dari kualitas produk, yakni kinerja, fitur, reliabilitas, daya tahan,
pelayanan, estetika, sesuai dengan spesifikasi, dan kualitas penerimaan.
b. Harga
Pembeli biasanya memandang harga sebagai indikator dari kualitas suatu
produk. Konsumen cenderung menggunakan harga sebagai dasar menduga
kualitas produk. Maka konsumen cenderung berasumsi bahwa harga yang
lebih tinggi mewakili kualitas yang tinggi.
c. Faktor situasi dan personal
Faktor situasi atau lingkungan dan pribadi, mempengaruhi tingkat
kepuasan seseorang terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya. Faktor
situasi seperti kondisi dan pengalaman akan menuntut konsumen untuk
datang kepada suatu penyedia barang atau jasa, hal ini akan
mempengaruhi
harapan
terhadap
barang
atau
jasa
yang
akan
dikonsumsinya. Efek yang sama terjadi karena pengaruh faktor personal
seperti emosi konsumen.
Universitas Sumatera Utara
d. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan sangat bergantung pada tiga hal, yaitu sistem,
teknologi dan manusia. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa sangat
bergantung pada kualitas jasa yang diberikan.
Menurut Kotler (2002), ada lima dimensi kualitas pelayanan penjualan
yang dapat meningkatkan kepuasan konsumen, sebagai berikut :
1. Keandalan (Reliability)
Kemampuan untuk melaksanakan pelayanan pada konsumen yang
dijanjikan secara terpercaya dan akurat.
2. Daya Tanggap (Responsiveness)
Kemampuan
untuk
membantu,
melayani
dan
memberikan
pelayanan dengan cepat dari perusahaan kepada konsumen.
3. Kepastian (Confidence)
Pengetahuan dan kesopanan yang dimiliki karyawan perusahaan,
serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan pada konsumen.
4. Empati (Empathy)
Kesediaan untuk peduli kepada konsumen, dan memberikan
perhatian secara pribadi kepada konsumen yang membutuhkan
pelayanan.
5. Berwujud (Tangible)
Penampilan fisik yang dimiliki perusahaan, peralatan, petugas,
karyawan dan materi komunikasi yang ada pada perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007) mengatakan bahwa faktor situasi
yang mempengaruhi perilaku konsumen memiliki lima dimensi yaitu physical
surrounding, social surrounding, temporal perspective, task definition dan
attecendent states. Physical surrounding (lingkungan fisik) meliputi dekorasi,
suara, aroma, pencahayaan, suhu, dan penataan barang. Lingkungan fisik ini
sering diterapkan terutama pada retail. Semua fitur-fitur fisik tersebut dikenal
sebagai store atmosphere.
B. Persepsi
1. Definisi Persepsi
Secara etimologi persepsi berasal dari bahasa latin perceptio yang berarti
menerima atau mengambil. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dengan
mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka
agar memberi makna kepada lingkungan mereka (Robbins, 2001). Rollinson
(2005) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses mental yang meliputi
seleksi, organisasi, struktur dan interpretasi informasi dalam usaha menyimpulkan
dan memberi arti terhadap informasi yang ada.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa persepsi
adalah suatu proses dengan mana stimuli dipilih, diorganisir dan diinterpretasi
menjadi informasi yang bermakna. Stimuli adalah input dari obyek tertentu yang
dilihat oleh konsumen melalui satu atau beberapa panca inderanya. Definisi
singkat tersebut memiliki 2 basis. Persepsi memiliki basis fisiologis karena
Universitas Sumatera Utara
persepsi menggunakan panca indera manusia sekaligus memiliki basis budaya,
ekonomi, sosial dan psikologi karena proses ini melibatkan organisir dan
intepretasi stimuli (Ferrinadewi, 2008).
Eksternal stimulus Panca indera
Pandangan
Mata
Suara
Telinga
Aroma
Hidung
Rasa
Mulut
Tekstur
Kulit
Paparan
Perhatian
Intepretasi
Gambar 2.1 Proses Perceptual oleh Solomon (dalam Ferrinadewi, 2008)
Seperti pada gambar, stimuli eksternal dapat diterima oleh konsumen
melalui beberapa saluran. Konsumen dapat melihat iklan, mendengarkan lagu atau
jingle iklan, mencium aroma produk atau toko, merasakan sedapnya rasa es krim,
atau merasakan lembutnya kain sutera. Stimuli ekternal merupakan bahan mentah
diterima oleh panca indera kita yang berfungsi sebagai sensory receptors atau
sensor penyerap. Melalui sensor penyerap, bahan mentah tersebut akan memicu
terjadinya proses internal sampai terjadinya intepretasi. (Ferrinadewi, 2008).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi bisa berada pada pihak pelaku
persepsi, target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi
itu dilakukan (Robbins, 2001).
Universitas Sumatera Utara
a. Pelaku persepsi
Faktor-faktor yang berasal dari pelaku persepsi adalah sikap, motif,
kepentingan, pengalaman, dan pengharapan.
b. Objek persepsi
Faktor-faktor yang berasal dari objek persepsi adalah hal baru, gerakan, bunyi,
ukuran, latar belakang, dan kedekatan.
c. Situasi
Faktor-faktor yang berasal dari situasi adalah waktu, keadaan (tempat kerja),
dan keadaan sosial.
B. STORE ATMOSPHERE
1. Definisi Store Atmosphere
Store atmosphere menurut Berman dan Evan (2007) merupakan
karakteristik fisik toko yang dapat menunjukkan image toko dan menarik
konsumen. Sedangkan Levy dan Weitz (2001) menyatakan bahwa store
atmosphere adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan,
warna, musik, dan wangi-wangian untuk menstimulasi persepsi dan respon
emosional pelanggan dan akhirnya mempengaruhi perilaku pelanggan dalam
membeli barang.
Store atmosphere menurut Kotler (dalam Foster, 2008) adalah suasana
(amosphere) setiap toko yang memudahkan atau menyulitkan untuk berputarputar didalamnya. Setiap toko mempunyai penampilan yang berbeda-beda baik itu
kotor, menarik, megah, dan suram. Suatu toko harus membentuk suasana
Universitas Sumatera Utara
terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen
untuk membeli di toko tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan defenisi Store atmosphere
yang dikemukakan oleh Berman dan Evan (2007) yaitu merupakan karakteristik
fisik toko yang dapat menunjukkan image toko dan menarik konsumen.
2. Aspek-aspek Store Atmosphere
Store atmosphere memiliki aspek-aspek yang semuanya berpengaruh
terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Aspek-aspek store atmosphere
terdiri atas exterior, general interior, store layout, dan interior display (Berman
dan Evan, 2007).
1. Exterior
Berman dan Evan (2007) mengemukakan penjelasan dari exterior sebagai
berikut: Exterior sebuah toko mempunyai pengaruh yang kuat terhadap image
toko dan harus direncanakan secara matang. Konsumen terkadang menilai sebuah
toko dari tampilan depannya saja. Bagian depan sebuah toko merupakan
keseluruhan phsycal exterior sebuah toko, dan konstruksi material lainnya.
Yang termasuk exterior toko ialah pintu masuk toko, pintu masuk toko
harus memperlihatkan tiga hal utama yaitu:
1. Jumlah pintu masuk yang dibutuhkan, sebuah toko diharapkan harus bisa
mengatur antara pintu keluar dan pintu masuk toko, pintu masuk toko juga
harus dapat menghalangi terjadinya potensi pencurian.
Universitas Sumatera Utara
2. Tipe dari pintu masuk yang dipilih, apakah dapat secara otomatis
membuka sendiri atau yang bersifat manual. Lantai jalan masuk dapat
menggunakan keramik, semen atau karpet.
3. Jalan masuknya, jalan yang lebar dan lapang dapat menciptakan
atmosphere yang baik dibanding dengan jalan yang kecil dan sempit.
Etalase toko memilik arti yang sangat penting bagi exterior toko. Etalase toko
mempunyai dua tujuan utama yaitu:
a. Sebagai identifikasi dari sebuah toko
b. Sebagai alat untuk menarik orang agar masuk kedalam toko
Dibutuhkan perencanaan yang lebih matang dalam membuat etalase toko. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam membuat etalase toko adalah mengenai jumlah,
ukuran, warna dan tema yang digunakan serta frekuensi pergantiannya pertahun.
Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan store atmosphere adalah
melalui penataan yang unik dan menarik perhatian. Bagian depan toko yang
berbeda, papan nama toko yang menarik, sirkulasi udara yang menarik, dekorasi
etalase yang baik dan bangunan toko yang tidak biasa adalah merupakan
kelengkapan-kelengkapan yang dapat menarik perhatian karena keunikannya.
Lingkungan disekitar toko perlu diperhatikan. Lingkungan luar toko dapat
berpengaruh terhadap citra mengenai harga produk, level, serta pelayanan toko,
menunjukan keadan demografi dan gaya hidup serta orang-orang yang tinggal
disekitar toko. Fasilitas parkir berpengaruh terhadap atmosphere. Tempat parkir
yang dekat dengan toko serta gratis mencitrakan kesan yang lebih positif dari pada
tempat parkir yang memungut biaya. Pembeli potensial tidak mau memasuki toko
Universitas Sumatera Utara
apabila harus bersusah payah memarkir kendaraannya. Atmosphere toko dapat
berkurang kenyamannya apabila tempat parkir sempit dan padat.
2. General Interior
Saat pelanggan berada dalam sebuah toko, maka banyak elemen-elemen
yang mempengaruhi persepsi mereka. Perlengkapan toko dapat direncanakan
berdasarkan kegunaan dan estetikanya. Meja, rak barang, merupakan bagian dari
dekorasi interior. Toko untuk kalangan atas akan benar-benar mendandani
perlengkapannya dengan berkelas. Dinding toko juga dapat mempengaruhi
atmosphere. Pemilihan wallpaper pada setiap toko harus berbeda sesuai dengan
keadaan toko.
Menurut Sunarto (2007) penjualan bisa didongkrak naik melalui
pencahayaan yang baik, hal ini dikarenakan persepsi pelanggan mudah sekali
dipengaruhi pencahayaan dan barang yang kelihatan biasa bertambah nilainya dari
persepsi pelanggan jika diberi pencahayaan yang baik. Penerangan yang
mencolok pada satu pajangan akan memusatkan perhatian pengunjung pada
pajangan tersebut. Secara umum pencahayaan keseluruhan bagian dalam pasar
swalayan akan memudahkan pengunjung untuk melihat (Sunarto, 2007).
Pemasangan musik di dalam gerai toko juga dapat mempengaruhi perilaku
konsumen, seperti riset yang dikemukakan oleh Mowen dan Minor (2002). Riset
pertama dilakukan pada sebuah supermarket yang menghasilkan kesimpulan
bahwa pengunjung berjalan lebih cepat atau lambat sebanding dengan tempo
musik yang dipasang, selain itu pengunjung akan membeli lebih banyak 38% dari
kebutuhan hariannya bila diperdengarkan musik bertempo lambat. Riset kedua
Universitas Sumatera Utara
dilakukan pada sebuah restoran yang menghasilkan kesimpulan bahwa waktu
rata-rata yang diperlukan konsumen untuk menyelesaikan makan malam adalah
56 menit bila diperdengarkan musik bertempo lambat, dan 45 menit bila
diperdengarkan musik bertempo cepat. Banyak peritel mengetahui bahwa dengan
memberikan musik yang bagus, semakin mudah harmonisasi antara unsur rasa,
aroma, bunyi dan selera serta dapat memberikan rasa ceria orang yang berbelanja
(Amir, 2004).
Pewarnaan di dalam toko adalah sumber pengaruh yang potensial pada
persepsi maupun perilaku konsumen. Seperti menurut Engel, Blackwell &
Miniard (1995), warna-warna yang hangat akan mengundang orang untuk
mendekat, warna-warna sejuk dinilai lebih positif, menarik dan merilekskan.
Warna hangat (merah, kuning, dan jingga) sifatnya cenderung menstimulasi,
positif, agresif, menarik perhatian dan menghasilkan respon yang aktif.
Kebanyakan orang-orang dari daerah beriklim hangat, seperti Indonesia, paling
responsif terhadap warna-warna ini. Bagi konsumen Indonesia warna hitam/ungu
identik dengan suasana duka namun kedukaan identik dengan warna putih di
Jepang (Ferrinadewi, 2008). Seperti pencahayaan, pewarnaan dapat diatur
sedemikian rupa untuk menonjolkan suatu pajangan yang diberikan warna
mencolok dari pajangan lain.
Konsumen juga dapat dipengaruhi dengan temperatur udara yang ada di
dalam toko, kurang sejuknya udara dapat mempercepat keberadaan pelanggan di
dalam toko. Ruangan yang luas dan tidak padat dapat menciptakan suasana yang
berbeda dengan ruangan yang sempit dan padat, pelanggan dapat berlama-lama
Universitas Sumatera Utara
apabila mereka tidak terganggu oleh orang lain ketika mereka sedang membeli
dan melihat-lihat produk yang dijual.
Para konsumen lebih suka datang kembali ke toko yang aroma ruangannya
terjaga. Hal tersebut membuat konsumen merasa lebih nyaman dalam berbelanja.
Mowen dan Minor (2002) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa konsumen
lebih sering kembali ke toko-toko yang diberi wewangian dan menganggap
barang-barang yang dijual di toko ini mempunyai kulitas lebih baik daripada
barang-barang yang dijual di toko yang tidak diberi wewangian.
Dalam bidang jasa, aroma pun banyak digunakan untuk mempengaruhi
perasaan dan perilaku konsumen. Sebuah restoran dapat memberi aroma tertentu
yang menciptakan mood dan rasa nyaman. Informasi semacam ini akan tersimpan
dalam ingatan bawah sadar mereka dan ketika mereka mencium aroma yang sama
di lain waktu, terpicu kembali ke restoran tersebut (Ferrinadewi, 2008).
3. Store layout
Dalam poin ini, perencanaan store layout meliputi penataan penempatan
ruang untuk mengisi luas lantai yang tersedia, mengklasifikasikan produk yang
akan ditawarkan, pengaturan lalu lintas di dalam toko, pengaturan lebar ruang
yang dibutuhkan, pemetaan ruang toko dan menyusun produk yang ditawarkan
secara individu. Pembagian ruang toko meliputi ruangan-ruangan sebagai berikut:
a. Ruang penjualan yang merupakan tempat produk-produk dipajang serta
merupakan interaksi antara penjual dan pembeli.
Universitas Sumatera Utara
b. Ruang merchandise yang merupakan ruang untuk produk-produk dengan
kategori nondisplay items.
c. Ruang karyawan merupakan ruang khusus untuk karyawan.
d. Ruang untuk pelanggan yang meliputi kursi, restroom, restoran dan
lainnya.
Penempatan produk dilakukan berdasarkan karakteristik dari masingmasing produk. Klasifikasi produk dilakukan berdasarkan pada pembagian
sebagai berikut:
a. Produk yang menjadi kebutuhan.
b. Produk yang dapat memotivasi pelanggan untuk melakukan pembelian.
c. Produk untuk target pasar tertentu.
d. Produk yang membutuhkan penanganan khusus.
Pengaturan lalu lintas di dalam toko dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pola yaitu; straight (gridiron) traffic flow dan curving (free-flowing) traffic flow.
Masing-masing pola memiliki kelebihan sendiri. Pada pola straight (gridiron)
traffic flow atau arus lalu lintas lurus, tata letak toko dibuat secara berlajur-lajur.
Lajurnya terdiri atas lorong-lorong dimana setiap lorong diletakkan barang
khusus. Cara ini sudah umum digunakan di supermarket dan toko-toko makanan
lainnya. Dengan konsep tata letak grid ini, diharapkan barang yang bisa dipajang
cukup banyak, tapi cukup memberikan keleluasaan bagi pelanggan untuk “hilir
mudik”. Yang harus kita pertimbangkan dalam metode ini adalah barang-barang
mana yang harus kita tampilkan di lorong utama. Tentu saja, kurang bijak bila
barang yang kita letakkan di lorong utama adalah barang-barang yang kurang laku
Universitas Sumatera Utara
dan paling jarang dicari orang (Amir, 2004). Pola straight (gridiron) traffic flow
memiliki kelebihan sebagai berikut:
1) Dapat menciptakan atmosphere yang efisien.
2) Menciptakan ruang yang lebih banyak untuk memajang produk.
3) Menghemat waktu belanja.
4) Mempermudah mengontrol barang dan dapat menerapkan self
service.
Gambar 2.2 Pola straight (gridiron) traffic flow
Pola curving (free-flowing) traffic flow atau arus lalu lintas berbelok
barang-barang dagangan diletakkan secara mengelompok dengan pola yang
memudahkan pelanggan untuk hilir mudik. Meskipun agak tidak teratur
pelanggan bebas untuk melihat kelompok-kelompok barang. Diharapkan, dengan
tata letak seperti ini, para pelanggan akan melakukan pembelian spontan (impulse
buying). Kita juga berharap pelanggan dapat melihat-lihat, memilih (browsing)
lebih banyak pilihan barang dari satu tempat ke tempat lain. Dibandingkan dengan
pola grid, pola free flow ini menuntut biaya lebih tinggi, karena konsekuensinya
Universitas Sumatera Utara
adalah penyediaan ruangan yang lebih luas. Pola free flow ini memiliki kelebihan
sebagai berikut:
a. Dapat menciptakan atmosphere yang lebih bersahabat.
b. Mengurangi rasa terburu-buru pelanggan.
c. Pelanggan dapat berjalan-jalan keliling toko dengan pola yang
berbeda-beda.
d. Merangsang pembelian yang tidak direncanakan.
Gambar 2.3 Pola curving (free-flowing) traffic flow
4. Interior Display
Poster, papan petunjuk dan ragam interior display lainnya dapat
mempengaruhi atmosphere toko, karena memberikan petunjuk bagi pelanggan.
Selain memberikan petunjuk bagi pelanggan, interior display juga dapat juga
dapat merangsang pelanggan untuk melakukan pembelian.
Amir (2004) mengemukakan bahwa ada beberapa penunjuk yang
umumnya digunakan oleh peritel sebagai bagian dari komunikasi in-store :
Universitas Sumatera Utara
 Promotional signs: menginformasikan mengenai harga diskon untuk
event-event tertentu.
 Locational sign: memberikan arahan tentang departemen tertentu.
 Institutional sign: memberikan kebijakan-kebijakan peritel yang perlu
diketahui konsumen. Misalnya, “Kami akan mengganti barang Anda yang
salah beli…dalam waktu…”
Macam interior display antara lain:
a. Assortment display
Merupakan bentuk interior display yang digunakan untuk berbagai macam
produk yang berbeda dan dapat mempengaruhi pelanggan untuk merasakan,
melihat dan mencoba produk. Kartu ucapan, majalah, buku dan produk sejenis
lainnya merupakan produk-produk yang menggunakan assortment display.
b. Theme-setting displays
Merupakan bentuk interior displays yang menggunakan tema-tema
tertentu theme-setting displays digunakan dengan tujuan untuk membangkitkan
suasana atau nuansa tertentu. Biasanya, digunakan dalam even-even tertentu
seperti menyambut hari kemerdekaan dan hari besar lainnya.
c. Ensemble displays
Merupakan bentuk interior displays yang digunakan untuk satu stel
produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk. Biasanya
digunakan untuk produk satu sel pakaian (sepatu, kaus kaki, celana, baju, dan
jaket).
Universitas Sumatera Utara
d. Rack displays
Merupakan bentuk interior displays yang memiliki fungsi utama sebagai
tempat atau gantungan untuk produk yang ditawarkan. Bentuk lain dari rack
displays adalah case displays digunakan untuk produk-produk seperti catatan,
buku dan sejenisnya.
e. Cut case
Merupakan interior displays yang murah, hanya menggunakan kertas
biasa.
Biasanya
digunakan
di
supermarket
atau
toko
yang
sedang
menyelenggarakan diskon. Bentuk lain dari cut case adalah dump bin, merupakan
tempat menumpuk pakaian-pakaian atau buku-buku yang sedang diskon.
Interior display dapat terlihat dari penataan Point Of Purchase (POP) dan
papan informasi. Menurut Royan (2003), melalui papan informasi seorang
manajer
akan
mengumumkan
berbagai
diskon
barang
tertentu
atau
mengumumkan pemenang undian atau pengumuman mengenai pembukaan
cabang baru atau hal-hal lain yang berhubungan dengan store. Semakin banyak
perusahaan yang berinvestasi jutaan dolar dalam penyediaan POP. Pengeluaran
tahunan berbagai material in-store yang di Amerika Serikat dapat mencapai US$
13 miliar. Investasi dalam material in-store yang menyediakan jasa-jasa
bermanfaat bagi seluruh partisipasi dalam proses pemasaran yakni para produsen,
pengecer, serta konsumen (Shimp, 2003).
Yang termasuk alat-alat POP yaitu: poster, shelf taker, signs, open display,
units counters units/checkout (Lavini, 2008). Secara terperinci, pengertian dari
alat-alat POP tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Poster (poster) yaitu tampilan berupa kertas atau sejenisnya yang
dipajang sedemikian rupa.
2. Shelf Talker Printed yaitu gambar-gambar iklan yang terdapat di
dalam sebuah toko.
3. Signs (tanda petunjuk) yaitu petunjuk yang dapat terbuat dari logam,
kayu kertas, plastik, dan lain-lain.
4. Open Display (pajangan terbuka) yaitu tempat dimana produk-produk
dapat dijangkau dan dilihat konsumen.
5. Units Counters Units / Checkout (konter unit) yaitu pajangan produk
yang diletakan di dekat kasir.
Fungsi dasar POP menurut Shimp (2003) adalah untuk :
a. Informing (pemberi informasi)
1) Memberikan informasi mengenai produk atau toko kepada konsumen
2) Menarik perhatian konsumen
3) Memikat dan mengarahkan konsumen kepada merek tertentu
b. Reminding (pengingat)
Mengingatkan kepada konsumen tentang produk yang telah diinformasikan
sebelumnya melalui bauran promosi lainnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Encouraging (menstimulus)
Mendorong konsumen untuk membeli produk atau merek tertentu.
d. Merchandising (produk)
1) Memperagakan produk dan memberikan fasilitas kepada konsumen
untuk memeriksa dan mengamati produk.
2) Menyediakan pajangan yang efektif bagi pengecer.
3) Membantu pengecer dalam memanfaatkan ruangan.
Menurut Shimp (2003) keuntungan pelaksanaan POP dapat dirasakan oleh :
1) Produsen
a.
POP menjaga nama perusahaan dan merek sebelum konsumen
melakukan penguatan kembali citra merek yang telah dibangun
sebelumnya melalui iklan.
b.
POP mengundang perhatian promosi penjualan dan membantu
menstimulus rangsangan pembelian.
c.
POP adalah cara efektif untuk meningkatkan volume penjualan.
2) Bagi konsumen
POP memberikan informasi mengenai produk dan turut memecahkan
permasalahan konsumen pada saat pembelian yang tiba-tiba.
Universitas Sumatera Utara
3) Bagi ritel
Menurut Shimp (2003) manfaat POP bagi ritel adalah :
a) POP menarik perhatian konsumen
b) POP memperpanjang waktu konsumen untuk menghabiskan di toko
c) POP membantu para pengecer memanfaatkan ruang yang tersedia
demi keuntungan yang tersedia dan demi keuntungan tertinggi
dengan memenampilkan beragam produk dalam unit yang sama.
d) POP memungkinkan pengecer untuk mengatur rak-rak dan lantai
ruangan dengan lebih baik.
e) POP meningkatkan kontrol persediaan, volume, perputaran stok,
serta profitabilitas.
3. Tujuan Store Atmosphere
Store Atmosphere mempengaruhi penilaian konsumen mengenai kualitas
dan image suatu toko. Store atmosphere juga mempengaruhi mood atau suasana
hati serta kemauan mereka untuk mengunjungi dan betah berlama-lama di suatu
toko (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).
Sedangkan menurut Lamb, Hair & McDaniel (2002) tujuan dari atmosfir
toko ada dua yaitu:
1) Penampilan toko eceran membantu menentukan citra toko, dan
memposisikan toko eceran dalam benak konsumen.
Universitas Sumatera Utara
2) Tata letak toko yang efektif tidak hanya akan menjamin kenyamanan dan
kemudahan, melainkan juga mempunyai pengaruh yang besar pada pola
lalu lintas konsumen dan perilaku belanja.
4. Persepsi terhadap Store Atmosphere
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana individu-individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna
kepada lingkungan mereka (Robbins, 2001). Rollinson (2005) mengemukakan
bahwa persepsi adalah proses mental yang meliputi seleksi, organisasi, struktur
dan interpretasi informasi dalam usaha menyimpulkan dan memberi arti terhadap
informasi yang ada. Robbins (2001) mengatakan bahwa perbedaan persepsi bisa
dipengaruhi oleh faktor individu, objek yang dipersepsikan, dan lingkungan atau
situasi terjadinya proses persepsi tersebut.
Persepsi adalah suatu proses dengan mana stimuli dipilih, diorganisir dan
diinterpretasi menjadi informasi yang bermakna. Stimuli adalah input dari obyek
tertentu yang dilihat oleh konsumen melalui satu atau beberapa panca inderanya
(Ferrinadewi, 2008).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap
store atmosphere adalah proses individu memilih, mengorganisir dan menafsirkan
kesan inderanya terhadap aspek-aspek store atmosphere.
Universitas Sumatera Utara
D. HUBUNGAN
PERSEPSI
TERHADAP
STORE
ATMOSPHERE
DENGAN KEPUASAN KONSUMEN
Setiap konsumen dipengaruhi oleh tiga hal dalam pembentukan kesan,
yaitu pribadi konsumen itu sendiri, objek yang dipersepsikan, dan situasi dimana
keadaan itu berlangsung (Robbins, 2001). Demikian juga dalam memilih tempat
berbelanja. Sebelum berbelanja, konsumen melakukan penilaian terhadap atributatribut yang dimiliki tempat berbelanja.
Bagaimana konsumen memberi penilaian bahwa sebuah produk atau toko
lebih baik dari pesaingnya. Bagaimana konsumen akan menilai bahwa produk
tersebut memiliki daya tahan yang kuat sehingga dapat dipakai lebih lama dan
tidak mudah rusak. Seorang konsumen mungkin akan berpendapat bahwa berat
furnitur tersebut menandakan daya tahan yang lama karena dibuat dari bahan yang
berkualitas, padahal kualitas furnitur tidak dinilai dari beratnya semata. Hal-hal
semacam ini erat kaitannya dengan alam pikir atau persepsi konsumen, bagaimana
konsumen menerima sejumlah rangsangan dan menyatukan berbagai hal tersebut
menjadi gambaran yang sempurna bagi dirinya. Pemasar dapat memanfaatkan
fenomena ini apabila tidak ingin menjadi korban persepsi konsumen yang keliru
karena banyak tindakan atau perilaku konsumen yang disebabkan persepsi
tertentu (Ferrinadewi, 2008).
Kepuasan konsumen sangat bergantung pada persepsi dan harapan
konsumen (Gasperz, 2002). Persepsi merupakan proses yang kompleks.
Seringkali terjadi di mana pesan yang satu tidak berhubungan dengan pesan yang
akhirnya memasuki otak konsumen, karena itu memahami proses persepsi sangat
Universitas Sumatera Utara
penting bagi pemasar agar dapat menciptakan komunikasi yang efektif pada
konsumen (Ferrinadewi, 2008).
Zeithaml dan Bitner (1996) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor pelayanan. Pelayanan
yang diberikan suatu ritel dapat berupa pemberian lingkungan fisik yang nyaman
bagi konsumen. Lingkungan fisik ini dikenal sebagai store atmosphere atau
suasana toko.
Menurut Anglin, Morgan dan Stoltman (1999) dalam jurnalnya An
investigation of Retail Shopping situations, International Journal of Retail &
Distribution Management, suasana toko bukan hanya menjadi pelengkap dari
salah satu strategi bauran ritel, tetapi lebih dari itu merupakan bagian yang
terpenting yang akan menjadi alasan bagi seorang konsumen untuk berkunjung ke
ritel. Atmosphere harus menghadirkan nilai positif dari tingkah laku pembelian,
hal ini diperlukan karena adanya pengaruh situasi yang membentuk emosi dari
konsumen dalam melindungi keputusan dari sikap menghindar atau meninggalkan
tempat ritel.
Store Atmosphere mempengaruhi penilaian konsumen mengenai kualitas
dan image suatu toko. Store atmosphere juga mempengaruhi mood atau suasana
hati serta kemauan mereka untuk mengunjungi dan betah berlama-lama di suatu
toko (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).
Menurut Engel, Blackwell & Miniard (1995) atribut-atribut yang
mempengaruhi konsumen dalam memilih tempat berbelanja yaitu harga, lokasi,
sifat dan kualitas keragaman barang, iklan dan promosi, personel penjualan,
Universitas Sumatera Utara
pelayanan yang diberikan, atribut fisik tempat berbelanja dan atmosfer tempat
berbelanja.
Store atmosphere bertujuan untuk menarik perhatian konsumen untuk
berkunjung, memudahkan mereka untuk mencari barang yang dibutuhkan,
mempertahankan mereka untuk berlama-lama berada di dalam toko, memotivasi
mereka untuk membuat perencanaan secara mendadak, mempengaruhi mereka
untuk melakukan pembelian, dan memberikan kepuasan dalam berbelanja (Levy
& Weitz, 2001). Store Atmosphere mempengaruhi penilaian konsumen mengenai
kualitas dan image suatu toko. Store atmosphere juga mempengaruhi mood atau
suasana hati serta kemauan mereka untuk mengunjungi dan betah berlama-lama di
suatu toko (Hawkins, Mothersbaugh & Best, 2007).
Penelitian Donovan dan Rossiter (dalam Peter & Olson, 2000), seperti
pada gambar 2.4 menunjukkan bahwa store atmosphere mempengaruhi status
emosi konsumen, yang mana pada gilirannya, akan mempengaruhi perilaku
mendekat atau menjauh konsumen.
Perangsang
Lingkungan
STATUS EMOSI :
Senang, Bergairah,
Menguasai
Tanggapan
mendekati
atau
menghindar
Gambar 2.4 Penelitian Donovan dan Rossiter (Peter & Olson, 2000)
Store atmosphere juga dapat memberi pesan kepada konsumen, seperti “toko ini
mempunyai barang berkualitas tinggi, pelayanannya bagus” dan sebagainya
(Mowen & Minor, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Store atmosphere merupakan salah satu stimulus penting dari retailing mix
yang mampu mempengaruhi kepuasan dan minat beli. Perilaku belanja adalah
perilaku yang membutuhkan suasana hati yang menyenangkan, semakin bisa
membuat suasana toko yang menggairahkan dengan tata letak, warna toko hingga
alunan musik, semakin bisa menarik pengunjung untuk bertransaksi. Misalnya
seperti yang dikemukakan oleh Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007), dengan
penerapan warna-warna cool (seperti biru) bisa meningkatkan penjualan dan
kepuasan konsumen. Begitu juga jika konsumen memasuki toko yang terlalu
crowding atau terlalu sesak oleh merchandise maka konsumen akan merasa tidak
nyaman dan akan mengambil langkah untuk mengganti pilihannya.
E. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
-
Hipotesa nol (Ho): Tidak ada hubungan antara persepsi terhadap store
atmosphere dengan kepuasan konsumen ritel Indomaret di Medan.
-
Hipotesa alternatif (Ha): Ada hubungan antara persepsi terhadap store
atmosphere dengan kepuasan konsumen ritel Indomaret di Medan.
Universitas Sumatera Utara
Download