PROPAGANDA ISIS (Analisis Wacana Kritis terhadap Buku Pelajaran Sejarah ISIS) TESIS Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Ilmu Humaniora (M.Hum) Oleh HILMAN RIDHA NIM: 211-20222-0000-4 PROGRAM STUDI MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 LEMBAR PERNYATAAN KARYA ASLI Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Tesis ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Magister Strata 2 (Dua) di Pascasarjana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan Tesis ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Juknis (Petunjuk Teknis) Pascasarjana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan (plagiat) dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Pascasarjana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 5 Januari 2017 Hilman Ridha ii LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING Tesis saudara Hilman Ridha (NIM: 211-20222-0000-4) yang berjudul “Propaganda ISIS: Analisis Wacana Kritis terhadap Buku Pelajaran ISIS” telah diperiksa dan dinyatakan layak untuk diujikan ke Sidang Terbuka Ujian Promosi Magister. Jakarta, Januari 2017 Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag. NIP: 19700505 200003 1 003 iii PROPAGANDA ISIS (Analisis Wacana Kritis terhadap Teks Arab dalam Buku Pelajaran ISIS) TESIS Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Ilmu Humaniora (M.Hum) Oleh HILMAN RIDHA NIM: 211-20222-0000-4 Di Bawah Bimbingan DR. AKHMAD SAEHUDDIN, M.AG. NIP: 19700505 200003 1 003 PROGRAM STUDI MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 iv LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Tesis ini berjudul PROPAGANDA ISIS: Analisis Wacana Kritis terhadap Teks Arab dalam Buku Pelajaran ISIS yang ditulis oleh Hilman Ridha (NIM: 211-20222-0000-4) telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji dalam Ujian Promosi Magister Pascaarjana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Januari 2017, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum). Jakarta, Januari 2017 Tim Penguji Ketua Sidang, Pembimbing/Merangkap Penguji I, Dr. Abdullah, M.Ag NIP: 196110825 199303 1 002 Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag. NIP: 19700505 200003 1 003 Anggota, Penguji II Penguji III, Dr. Moch Syarif Hidayatullah, M.Hum NIP:1979 1229 2005011004 Dr. Darsita S. M.Hum NIP: 19610708 199303 2 001 Sekretaris Sidang, Dr. M. Adib Misbachul Islam, M.Hum NIP: 19730224 200801 1 009 v ABSTRAK HILMAN RIDHA. NIM: 211-20222-0000-4 “PROPAGANDA ISIS: ANALISIS WACANA KRITIS TERHADAP TEKS ARAB DALAM BUKU PELAJARAN ISIS” DI BAWAH BIMBINGAN DR. AKHMAD SAEHUDDIN, M.AG. Tesis ini membuktikan bahwa organisasi teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) secara sistematis dan terukur telah menyampaikan propaganda terhadap anak-anak melalui buku pelajaran yang mereka buat di wilayah yang dikuasainya. Dalam penelitian ini ditemukan adanya praktik konstruksi wacana pada struktur teks yang disampaikan oleh ISIS. Pada struktur makro, empat (4) buku pelajaran ISIS yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan satu kesatuan wacana untuk mewujudkan agenda besar ISIS mempengaruhi pikiran sasarannya. Pertama, buku pelajaran Hadist seolah dijadikan ISIS sebagai dasar legitimasi organisasi tersebut agar dapat diterima oleh seluruh umat Islam. Dalam buku ini, ISIS mencoba menunjukkan bahwa dirinya seolah-olah merupakan organisasi yang dapat diterima oleh seluruh umat Islam dengan ajaran-ajarannya yang mulia. Kedua, buku pelajaran sejarah dijadikan sebagai pembenaran bahwa apa yang dilakukan ISIS saat ini merupakan tahapan-tahapan yang juga pernah dilalui Nabi Muhammad saw. di masa lalu. Sehingga bagi orang-orang yang menentang apa yang dilakukan ISIS tersebut secara tidak langsung telah menentang apa yang dilakukan Rasul di masa lampau. Ketiga, melalui buku pelajaran olahraga, ISIS mengajarkan kepada sasarannya tentang pentingnya kesehatan fisik dalam peperangan. Dengan mengajarkan hal ini terhadap siswa Ibtidaiyah, ISIS ingin menunjukkan bahwa kewajiban berperang telah ada sedari kecil. Keempat, melalui buku Matematika, ISIS ingin menunjukkan bahwa organisasi tersebut bukanlah organisasi yang anti terhadap ilmu pengetahuan modern (sains). Selain itu, ISIS menyertai buku tersebut dengan simbol-simbol peperangan seperti senapan mesin dan bom granat, untuk mencuci otak sasarannya agar menjadi radikal dan membiasakan mereka dengan simbol-simbol tersebut. Jika dilihat dari super strukturnya, tak beda dengan buku-buku pelajaran pada umumnya, yaitu dibagi ke dalam pendahuluan, isi, dan penutup. Namun, dalam struktur mikro, wacara di buku pelajaran ISIS tersebut sangat jelas memperlihatkan orientasi, motif, dan ideologi penulisnya. Dalam beberapa wacana terindikasi bahwa ISIS hendak mengomunikasikan secara wajar sebuah pemahaman radikal kepada pembacanya. Secara ideologi, Melalui wacana yang mereka tulis, mereka bertujuan untuk mengubah cara pandang pembaca dan tertarik mengikuti mereka. Selain itu, dalam buku pelajaran ISIS tersebut, ditemukan bahwa ISIS menerapkan berbagai teknis propaganda untuk mempengaruhi pembacanya. Di antara teknik propaganda yang diterapkan adalah Name Calling, Glittering Generality, Transfer, Plain Folks, Bandwagon. Tujuan propaganda ISIS dalam wacana buku pelajaran tersebut belum dapat dilihat hasilnya saat ini, kecuali adanya beberapa operasi yang melibatkan beberapa anak-anak anggota ISIS. Di antaranya eksekusi yang dilakukan oleh 5 orang anak kecil ISIS terhadap tawanan; aksi bocah ISIS eksekusi 25 tentara Suriah jadi tontonan warga; dan aksi-aksi vi lainnya. ISIS diperkirakan lebih menginginkan dampak jangka panjang dan lebih lama berlaku terhadap anak-anak tersebut. Sedangkan, upaya kontra-propaganda yang dilakukan oleh Pemerintah Suriah dan Irak sebagai upaya meminimalisir dampak dari propaganda yang dilakukan oleh ISIS masih belum terlihat. Sejauh ini, upaya nyata yang dilakukan oleh kedua negara dan koalisinya adalah melalui pendekatan militer. Sedangkan di Indonesia sendiri, upaya yang dilakukan antara lain: teknik propaganda testimony melalui ulama moderat yang disegani; pembuatan meme, comic strip, dan video sebagai alat propaganda di media massa; serta sosialisasi konsep Islam Nusantara sebagai cara mengamalkan Islam yang rahmatan lil alamin, dll. Kata Kunci : Analisis Wacana Kritis, ISIS, Propaganda *** vii ABSTRACT HILMAN RIDHA. NIM: 211-20222-0000-4 “ISIS PROPAGANDA: CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS OF ARABIC TEXT IN ISIS TEXTBOOKS” SUPERVISED BY DR. AKHMAD SAEHUDDIN, M.AG. This thesis proved that ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) organizatation has announced the propaganda toward children systematically and measured through the curriculum in dominated region. In this research, it was found there was a practical discourse construction of text used by ISIS. At the macro-structure, the four ISIS textbooks analyzed were a unity of discourse to realize the big agenda of ISIS to affect the target’s minds. First, ISIS seemed to use Hadist textbook as a legitimation basis of the organization to be accepted by moslems. In this book, ISIS tried to show all moslems that it can be accepted with its noble doctrine. Second, History textbook was used as justification that what ISIS done was Prophet Muhammad’s alike. Therefore, for people who against what ISIS done meant they against what Prophet Muhammad done. Third, through Sport textbook, ISIS taught its targets about the importance of physical health in a war. It was taught to Ibtidaiyah students that the necessity of joining a war was an obligation. Last, ISIS used Math textbook to convince the targets that this organization admitted the modern science as well. Meanwhile, ISIS made use of the symbols such as guns and granats to brainwash the targets and to get used to those symbols. These books had the same super structure as the common books including introduction, discussion and conclusion. However, at the micro-structure, discourse of ISIS textbooks showed the orientation, motive, and ideology of the author briefly. In some discourses, there was indicated that ISIS wanted to communicate a radical concept to its readers. From the ideology point of view, ISIS aimed to change the point of view the readers. Moreover, in ISIS textbooks, it was found that ISIS apllied many propaganda strategies to convince the readers such as Name calling, Glittering Generality, Transfer, Plain Folks, Bandwagon. The purpose of this propaganda in ISIS textbook has not had its result for now, unless there were operations involving some ISIS children: there was an execution done by 5 ISIS children to its detention, 25 ISIS children executed 25 Suriah armies in front of citizen. And any others. It is assumed that ISIS wanted long term effects for the children. Meanwhile, the contra-propaganda conducted by Suriah and Iraq goverments as a way to minimize the effect of propaganda of ISIS have not seen yet. What have been done by both countries and their allies was through military approach. Whereas, Indonesian goverment did testimony propaganda strategy through respected moderate ulama; creating meme, comic strip, and videos as medium to share propaganda in mass media; and socializing the concept of Islam Nusantara. Keyword: Critical Discourse Analysis, ISIS, Propaganda viii KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya, akhirnya tesis yang berjudul “Propaganda ISIS: Analisis Wacana Kritis Terhadap Teks Arab dalam Buku Pelajaran ISIS” dapat terselesaikan. Tesis ini ditulis guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Magister Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya menyadari bahwa tesis ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa dukungan dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh karenanya, saya menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen Pembimbing, Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag, yang selalu dengan kesungguhan hati membimbing, mendukung, dan mengarahkan selama ini. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada para dosen penguji, Dr. Darsita Soeparno, M.Hum, Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum, Dr. Abdullah, M.Ag, dan Dr. M. Adib Misbachul Islam, M.Hum, yang telah memberikan penilaian dan koreksi demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, beserta segenap jajarannya yang telah berupaya menciptakan situasi kondusif di UIN Jakarta sehingga memperlancar proses pengurusan administrasi tesis. Ucapan yang sama juga saya tujukan kepada Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Prof. Dr. Sukron Kamil, beserta seluruh dosen dan staf administrasi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, termasuk rekan-rekan mahasiswa yang telah menaruh simpati dan bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada kedua orang tua tak pernah putus dan dukungan moril maupun materil sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dan memenuhi mimpi mereka berdua. Tak lupa ucapan terima kasih saya sampaikan pada kakak-kakak tersayang yang senantiasa mendukung penyelesaian pendidikan ini. Ucapan terima kasih, secara khusus, saya sampaikan kepada istri tersayang, Vella Anggresta, M.Pd.E, atas dukungan dan untaian semangat tiada henti guna mendukung penelitian ini. ix Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun telah membantu saya baik moril maupun materil selama saya mengikuti pendidikan sampai selesai. Pada kesempatan ini saya juga memohon maaf atas segala kesalahan yang mungkin terjadi selama menjalani pendidikan S2. Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan kebaikan dan manfaat bagi siapapun yang membutuhkan. Pejaten Timur, Januari 2017 Hilman Ridha x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PERNYATAAN KARYA ASLI ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR ix DAFTAR ISI xi BAB I: PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8 D. Metodologi Penelitian 9 E. Objek Penelitian 13 F. Kajian Terdahulu 14 G. Sistematika Penulisan 16 BAB II: KERANGKA TEORI 18 A. Ekstremisme dan Bahasa 18 B. Analisis Wacana 21 C. Analisis Wacana Kritis 22 D. Karakteristik Analisis Wacana Kritis 27 E. Analisis Wacana Kritis Socio-Cognitive Approach ala Teun A. van Dijk 37 F. Teknik dan Analisis Propaganda 39 BAB III: KEMUNCULAN, IDEOLOGI DAN GERAKAN ISIS 49 A. Awal Kemunculan 49 B. Jaringan, Loyalis, dan Wilayah Dudukan 52 C. Ideologi 57 D. Pendanaan 61 xi E. Media dan Propaganda 65 F. Kejahatan Agama 68 BAB IV: ANALISIS DATA 75 A. Sekilas tentang Kurikulum ISIS 75 B. Analisis Wacana Kritis atas Empat Buku Kurikulum ISIS 77 C. Teknik dan Analisis Propaganda 103 1. Teknik Propaganda 103 2. Analisis Propaganda 113 BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 127 A. Kesimpulan 127 B. Rekomendasi 128 DAFTAR PUSTAKA 129 LAMPIRAN xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan propaganda “Negara Islam” yang digaungkannya, telah banyak kelompok-kelompok radikal yang bergabung mendukung ISIS. Rohan Gunaratna, peneliti terorisme dari Universitas Nanyang Singapura, pernah merilis ada 18 kelompok radikal di Indonesia yang menyatakan dukungannya terhadap ISIS, 15 di antaranya sudah membaiat Abu Bakar AlBaghdadi sebagai khalifah mereka dan 3 lainnya baru sekadar menyatakan dukungan.1 Di tingkat global sudah 31 kelompok radikal yang menyatakan dukungan terhadap ISIS, salah satunya adalah Boko Haram yang sudah menyebabkan kematian puluhan ribu warga Nigeria dan mengakibatkan sejuta orang lainnya mengungsi dalam beberapa tahun terakhir.2 1 Kelima belas kelompok yang disebutkan Gunaratna adalah Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharuut Tauhid (JAT), Ring Banten, Jamaah Tawhid wal Jihad, Forum Aktivis Syariah Islam (Faksi), Pendukung dan Pembela Daulah, Gerakan Reformasi Islam, Asybal Tawhid Indonesia, Kongres Umat Islam Bekasi, Umat Islam Nusantara, Ikhwan Muwahid Indunisy Fie, Jazirah al-Muluk (Ambon), Ansharul Kilafah Jawa Timur, Halawi Makmun Group, Gerakan Tawhid Lamongan, Khilafatul Muslimin, Laskar Jundullah. Lihat: “18 Kelompok Ekstrimis-Islam Pro ISIS di Indonesia” dalam www.islam-institute.com diakses pada Sabtu, 5 Des 2015. 2 Ketiga puluh satu kelompok dimaksud adalah Al-I'tisam of the Quran and Sunnah (Sudan), Abu Sayyaf (Filipina), Ansar al-Khilafah (Filipina), Ansar al-Tawhid di India (India), Pejuang Pembebasan Islam Bangsamoro (BIFF [Filipina]), Bangsmoro Justice Movement (BJM [Filipina]), Batalion al-Huda Battalion di Maghreb (Aljazair), Brigade Pahlawan Islam Khorasan (Afganistan), Para Tentara Kalifah Aljazair (Aljazair), Jundullah (Pakistan), Gerakan Islam Uzbekistan (IMU [Pakistan]), Dewan Pemuda Syura Islam (Libya), Jaish al-Sahabah di Levant (Suriah), Faksi Katibat al-Imam Bukhari (Syria), Jamaat Ansar Bait al-Maqdis (Mesir) Jund al-Khilafah Mesir (Mesir), Liwa Ahrar al-Sunna di Baalbek (Lebanon), Negara Islam Libta (Darnah [Libya]), Para Singa Libya 1 Banyaknya dukungan terhadap ISIS tersebut, tidak dapat dilepaskan dari upaya mereka menyebar propaganda-propaganda di berbagai media, baik internet, media sosial, cetak, dan elektronik.3 Dalam melaksanakan propaganda ini, ISIS nampaknya menggunakan dua strategi. Strategi pertama yaitu hard propaganda, dengan cara menyebarkan propaganda dalam bentuk video, gambar, dan teks yang berisi ancaman, kekejaman, dan klarifikasi atau klaim terhadap sebuah aksi teror. Upaya tersebut dimaksudkan untuk menakut-nakuti musuh mereka, sekaligus untuk menebar ancaman ke seluruh dunia. Tidak jarang ISIS juga mempublikasikan kekuatan militer dan armada perang mereka untuk tujuan yang sama. Kedua, ISIS menyebar soft propaganda, dengan format yang sama dengan di atas, namun berisi kondisi positif di wilayah yang dikuasai ISIS, misalnya persaudaraan antar militan, perayaan hari besar keagaamaan, pendidikan, gaji dan fasilitas yang diberikan kepada militan, dan bahkan memperlihatkan perempuan-perempuan yang bersedia dinikahi oleh mujahidin. Selain itu, ISIS juga menyebarkan dalil-dalil syar‟i dan testimoni ulama4 yang mendukung (Tak Terkonfirmasi), Dewan Syura Shabab al-Islam Darnah (Libya), Mujahidin Indonesia Timor (MIT [Indonesia]), Dewan Syura Mujahidin di Jerusalem (MSCJ [Egypt]), Tehreek-e-Khilafat (Pakistan), Batalion Okba Ibn Nafaa (Tunisia), Mujahidin Yaman (Yaman), Pendukung Negara Islam Yaman (Yaman), Brigade al-Tawheed di Khorasan (Afganistan), Pendukung Negara Islam di Tanah Dua Masjid Suci (Arab Saudi), Ansar al-Islam (Irak), Pemimpin Mujahid Khorasan (Pakistan), Boko Haram (Nigeria). Lihat: “Sebanyak 31 Kelompok Militan Dukung ISIS” dalam internasional.kompas.com, diakses pada Sabtu, 5 Des. 2015. 3 4 Muhammad AS Hikam, Deradikalisasi, Jakarta: Kompas, 2016, h. 17 Testimony ulama merupakan cara yang sangat efektif bagi ISIS untuk mencari dukungan. Di Indonesia, melalui video testimony dukungan dari Abu Bakar Baasyir di LP Nusa Kambangan pada awal 2014, ISIS akhirnya memperoleh dukungan dari kelompok-kelompok radikal di Indonesia, seperti Jamaah Ansharu Tauhid, Tauhid wal Jihad (TWJ), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dll. Sebaliknya, di Yordania, melalui testimony negatif dari Abu Muhammad Al-Maqdisy, ISIS kehilangan dukungan dari organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). 2 apa yang mereka lakukan. Upaya ini bertujuan untuk mempengaruhi umat Islam agar mendukung ISIS dan untuk merekrut anggota dari berbagai negara. Salah satu upaya soft propaganda ISIS yang mengancam saat ini berupa penyebaran buku kurikulum pelajaran untuk diajarkan di sekolah-sekolah dalam rangka menyebarkan paham dan ideologi mereka. Di sejumlah wilayah di Irak dan Suriah yang dikuasainya, ISIS melarang keras semua lagu kebangsaan dan lagu wajib nasional yang mengajarkan patriotisme di sekolah-sekolah. Selain menerapkan kurikulum baru, mereka juga menghapus beberapa pelajaran seperti filsafat dan kimia, serta memodifikasi pelajaran sains agar sesuai dengan ideologi mereka. Kurikulum tersebut diduga dibuat sendiri oleh pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi. Dalam panduan kurikulum, setiap rujukan ke Irak atau Suriah harus diganti dengan negara Islam/ISIS. Gambar-gambar dalam buku yang melanggar interpretasi Islam ultra-konservatif akan dirobek. Lagu kebangsaan dan lirik yang mendorong rasa cinta tanah air dianggap sebagai hal musyrik dan menodai agama, serta dilarang keras. Aturan baru itu tercantum dalam buletin dua halaman dan ditempel di masjid, pasar atau tiang listrik. Edaran kurikulum baru tersebut diakhiri dengan peringatan keras disertai ancaman.5 Sebagai penganut transnasionalisme, ISIS telah menyebarkan kurikulum itu ke seluruh dunia bersamaan dengan ideologi yang mereka anut, tak terkecuali ke Indonesia. Sebagai sebuah wacana dan karya sastra, buku pelajaran yang dibuat ISIS tersebut tidak hanya berisi hal-hal yang menyangkut keilmuan semata. Namun, sebagai organisasi yang secara politik bertujuan membangun Negara Islam, ISIS menyelipkan buku tersebut dengan propaganda-propaganda untuk keuntungan organisasi mereka. Dalam teori sosiologi sastra, disinyalir bahwa dalam setiap karya sastra akan ditemukan adanya hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dan 5 www.beritasatu.com, diakses Selasa, Des. 2015. 3 profesinya, serta segmen pembaca yang ditujunya.6 Melalui buku tersebut, nampaknya ISIS berupaya membentuk kader-kader militan dan penerus ideologi Salafi-Jihadis mereka. Buku itu pula digunakan untuk menyebarkan ideologi tersebut ke seluruh penjuru dunia, untuk diajarkan oleh pendukungnya ke anak-anak mereka. Maka tidak salah jika penulis berasumsi bahwa buku-buku pelajaran tersebut sarat dengan propaganda yang yang akan membrainwash pemikiran sasarannya (anak-anak) agar mengikuti keinginan ISIS. Buku pelajaran ISIS, yaitu Buku Pelajaran Hadist, Buku Pelajaran Sejarah, Buku Pelajaran Matematika, dan Buku Pelajaran Matematika, sekilas terlihat seperti buku pelajaran pada umumnya. Namun, jika ditelisik lebih dalam akan ditemukan muatan propaganda yang dilakukan ISIS secara nyata. Seperti halnya dalam buku pelajaran Matematika pada halaman 7 dan 18, ISIS menggunakan visualisasi gambar „senjata api‟.7 Dalam buku Matematika untuk anak sekolah dasar pada umumnya, benda-benda yang digunakan adalah yang dekat dengan lingkungan anak-anak dan memiliki stigma yang positif, seperti buah jeruk dan pensil.8 Akhlan Husen menjelaskan bahwa dalam pemilihan visualisasi gambar dalam buku ajar setidaknya terdapat dua (2) kategori yang harus dipenuhi. Pertama, Keserasian Ilustrasi dengan Wacana/Teks Bacaan, yakni agar dapat berfungsi secara optimal, pemilihan dan peletakan gambar harus disesuaikan dengan teks bacaan atau wacana. Teks bacaan atau wacana harus berkaitan atau sejalan dengan ilustrasi atau gambar yang dicantumkan berkenaan dengan teks bacaan tersebut. Kaitan itu tidak cukup hanya dengan informasi- 6 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab (Klasik & Modern), Jakarta: Rajawali Press, 2012, 7 Tim Penulis ISIS, Al-Riyadiyat Li-l-Shaf Al-Khamis Al-Ibtidaiy, tp, 1437, h.7 dan 18. 8 Nur Fajariyah dan Devi Triatnawati, Cerdas Berhitung Matematika Untuk SD/MI Kelas 3, h. 113. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, h.45 4 informasi yang ada di dalam buku suatu teks bacaan melainkan juga dengan gagasan-gagasan utama di dalam teks bacaan itu. Dengan demikian, pemilihan dan pencantuman ilustrasi juga akan dengan sendirinya berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan tema/topik yang telah ditetapkan. Kedua, Segi Moral/Akhlak. Faktor-faktor aspek akhlak yang harus dipertimbangkan dalam penulisan buku ajar meliputi pertama, sifat-sifat baik seperti kejujuran, sifat amanah (terpercaya), keberanian, selalu menyampaikan hal-hal yang baik, kesopanan, ketaatan beribadah, persaudaraan, kesetiakawanan, mencintai/mengasihi sesama makhluk, berbakti kepada orang tua, taat kepada pemimpin, dan sebagainya. Kedua, hendaknya dalam buku ajar tidak mencantumkan sesuatu yang dapat membangkitkan sifatsifat buruk seperti kecurangan, pengecut, ketidaksopanan, keingkaran, kemungkaran, kejahilan, kekerasan, keberingasan, permusuhan, kekejian, kemalasan, sering berbohong, dan sebagainya. 9 Sebaliknya dalam buku pelajaran Matematika ini, ISIS memvisualisasikan gambar senjata yang dekat dengan nilai-nilai kekerasan. Hal tersebut dinilai merupakan strategi ISIS, untuk mendekatkan dan memperkenalkan aspek-aspek kekerasan yang sesuai dengan ideologi ISIS bagi sasarannya. Selain visualisasi gambar kekerasan tersebut, dalam Buku Pelajaran Sejarah di bagian pendahuluan, terdapat dua (2) buah leksikon دًلتyang berada dalam dua (2) klausa yang berbeda. Pada klausa pertama, leksikon دًلتberfungsi sebagai subjek, sekaligus sebagai actor. Dalam klausa tersebut, دًلتdigabungkan dengan ajektiva اإلسالهيت. Dalam kalimat berikutnya, meskipun tidak terdapat leksikon دًلت, namun kalimat tersebut masih merujuk terhadap hal tersebut. Demikian pula, pada klausa kedua, leksikon دًلت, difungsikan juga sebagai objek sekaligus actor, dan digabungkan dengan ajektiva الخالفت. Kedudukan 9 Akhlan Husen, dkk. Telaah Kurikulum dan Buku Teks Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. H.17-18 5 fungsional دًلتsebagai actor menunjukkan bahwa ISIS sebagai konsep yang aktif dan memiliki kekuatan (power) dalam konstruksi wacana tersebut. Klausa pertama: 10 فإنو بفضل هللا حعالى ًحسن حٌفيقو حذخل الذولة اإلسالمية اليٌم عيذا جذيذا Berkat karunia dan pertolongan Allah, sekarang ini negara Islam memasuki babak baru. Klausa kedua: ً بعذ ها حزكج ىذه الٌافذاث الكفزيت ًحلك االنحزافاث البذيعيت أثزىا الٌاضح في أبناء األمة اإلسالهيت نيضج دولة الخالفة بخٌفيق هللا حعالى بأعباء ردىن إلى جوادة الخٌحيذ الزاكيت ًرحبت اإلسالم الٌاسعت ححج رايت الخالفت الزشيذة ًدًحخيا الٌارفت بعذ ها اجخالخين الشياطين عنيا إلى 11 ًىذاث الجاىليت ًشعابيا الويلكت Setelah meninggalkan virus-virus kekufuran dan penyimpangan-penyimpangan yang jelas mempengaruhi generasi umat Islam, maka bangkitlah negara Khilafah atas pertolongan Allah untuk mengembalikan keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan Islam yang luas di bawah panji Khilâfah yang lurus dan naungan pohonnya setelah diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan bukitnya yang membinasakan. 10 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 11 Ibid, h.3 3. 6 Dalam dua klausa ini, ada dua (2) konsep yang ingin ditekankan oleh ISIS terhadap sasarannya, yaitu Negara Islam dan Negara Khilafah. Pada konsep pertama, ISIS menekankan bahwa berdirinya Negara Khilafah tersebut merupakan atas karunia dan pertolongan Allah SWT, artinya proses berdirinya Negara Khilafah ISIS tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Teknik propaganda yang digunakan ISIS dalam klausa ini adalah Plain Folks, yaitu teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena konsep tersebut sesuai dengan ajaran Islam. 12 Sedangkan pada konsep kedua, terdapat leksikon األهت (umat) yang seolah-olah ingin menunjukkan bahwa konsep Negara Islam yang didirikan oleh ISIS merupakan solusi bagi persoalan Umat Islam, sehingga layak untuk didukung oleh seluruh umat Islam. Sehingga teknik propaganda yang digunakan dalam klausa tersebut adalah Bandwagon, yaitu teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa umat Islam telah menerima konsep ideologi ISIS, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti ide yang disampaikan ISIS tersebut dan segera menggabungkan diri dengan ISIS. 13 Oleh karena itu, dalam wacana ini terlihat bagaimana upaya ISIS melalui konsep Daulah Khilafah dan Daulah Islamiyah-nya telah melakukan upaya legitimasi kekuasaan dari umat Islam. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Van Dijk bahwa Analisis Wacana Kritis memfokuskan diri pada bagaimana struktur wacana diangkat, dilegitimasi, dan direproduksi atau melawan relasi kekuasaan dan dominasi di dalam masyarakat.14 12 Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE Publication, 2012, h.290 13 Ibid, h.292 14 Teun A. Van Dijk, “Critical Discourse Analysis” dalam www.discourses.org, diakses 4 Jan 2016; lihat pula: Teun A. van Dijk, Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008, h. 65. 7 Melihat sejumlah fakta dan asumsi di atas, penulis hendak meneliti lebih jauh bagaimana ISIS menjadikan buku-buku pelajaran yang diterapkan di wilayah kekuasaan ISIS di Suriah dan Irak dan disebarkan terhadap simpatisan-simpatisannya di seluruh dunia tersebut sebagai media propaganda, teknik apa yang digunakan, serta dampak apa yang ditimbulkan akibat propaganda tersebut. Oleh karena itu penulis memberi judul penelitian ini dengan “Propaganda ISIS: Analisis Wacana Kritis Terhadap Teks Arab dalam Buku Pelajaran Sejarah ISIS” B. Batasan dan Rumusan Masalah Guna mewujudkan tujuan agar ISIS bisa diterima dan didukung oleh mayoritas umat Islam dan sebagai pembenaran bagi tindakan-tindakan yang dilakukannya, ISIS sering sekali membuat propaganda-propaganda melalui media cetak, elektronik, dan internet. Penelitian ini akan fokus pada analisis wacana buku pelajaran sejarah kelas V SD yang telah mereka buat yang memiliki kecenderungan berbentuk soft propaganda. 15 Secara spesifik, penelitian tentang buku ISIS ini ingin menjawab pertanyaan mendasar berikut: Bagaimana bentuk propaganda dalam Buku Pelajaran Sejarah ISIS? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan secara rinci bentuk propaganda yang dilakukan ISIS dalam Buku Pelajaran Sejarah. Selain tujuan tersebut, penelitian ini juga bermanfaat besar, baik bagi pemangku kebijakan maupun bagi masyarakat umum. Sejauh ini, 15 Salah satu bentuk soft propaganda ISIS adalah video yang diterbitkan oleh Furat Media, yang memperlihatkan kehidupan masyarakat Suriah di bawah naungan ISIS di saat Hari Raya Idul Adha. Terlihat dalam video tersebut masyarakat tampak bahagia memotong dan membagikan hewan korban. Metode propaganda ini dilakukan ISIS untuk mempengaruhi umat Islam agar tertarik untuk berjihad di Suriah. Lihat: “Idul Adha https://www.youtube.com/watch?v=70kXpwt48tE 8 di Bumi Khilafah” lihat : sebagai pelaku kejahatan dan separatis, ISIS tidak diberikan kesempatan bebas untuk berkembang di Indonesia. Pemerintah, terutama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Polisi Republik Indonesia (Polri), sudah ekstra ketat mengawasi masuk dan tersebarnya paham tersebut ke Indonesia, namun terhadap gerakan radikalisme dan ekstrimisme sebagai cikal-bakal dan kelompok yang mudah dipengaruhi ISIS pemerintah masih tampak sangat longgar. Melalui hasil penelitian ini diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih tersadar lagi akan bahaya radikalisme yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Semua paham keagamaan di Indonesia yang menghalalkan pembunuhan non muslim, apalagi sesama muslim, adalah paham yang berbahaya dan tidak boleh ditolelir perkembangannya demi terjaganya keutuhan dan kekayaan bangsa. Dengan ditemukannya modus operandi penyampaian propaganda yang dilakukan oleh ISIS, maka pihak-pihak seperti Pemerintah, Aparat Keamanan, Intelijen, dan pemuka agama dapat melaksanakan upaya pencegahan yang tepat agar propaganda ISIS tersebut tidak menyebar dan diterima oleh masyarakat luas. D. Metodologi Penelitian Secara umum metodologi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka (library research), sehingga hal pertama yang dilakukan penulis dalam penelitian ini berkonsentrasi memperoleh data dan informasi sebanyak-banyaknya tentang ISIS untuk kemudian disampaikan kembali sesuai kebutuhan. Kedua, penelitian ini menggunakan pendekatan bahasa, yakni analisis wacana kritis (critical discourse analysis [CDA]). Tujuannya adalah untuk mengkaji lebih dalam buku-buku pelajaran yang sudah diterbitkan ISIS. Istilah CDA ini tidak hanya mengacu kepada studi bahasa semata, tetapi berusaha menghubungkannya dengan konteks, dalam arti bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya ideologi dan kekuasaan. CDA melihat wacana atau 9 pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik sosial juga dapat menampilkan ideologi: ia dapat mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang di antara kelas sosial. CDA melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. CDA memahami wacana dalam kerangka tindakan, konteks, historis, kekuasaan, dan ideologi.16 Secara spesifik teori CDA yang dipakai adalah CDA perspektif Foucault dan Wodak. Menurutnya, selain dipahami sebagai serangkaian kata atau preposisi dalam teks dan sebagai praktik sosial, wacana juga dilihat sebagai sesuatu yang memproduksi yang lain, seperti gagasan, konsep, efek, dan ideologi. Wacana dapat dideteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Hal yang menarik yang diungkapkan oleh Foucault adalah hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan. Ia mendefinisikan kuasa tidak sebagai terma “kepemilikan”, tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup dimana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan dengan yang lain. Jika teoritisi lain memusatkan subjek kuasa kepada negara, Foucault memusatkan subjek kuasa kepada selain negara, 16 Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta, LKiS, 2001, h 7; Lihat pula: Ruth Wodak, Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage Publication, 2009; Lihat pula: Untung Yuwono, “Ketika Perempuan Lantang Menentang Poligami: Sebuah Analisis Wacana Kritis tentang Antipologami” dalam Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Vol. 10, No. 1, April 2008, h. 2; Lihat pula: Ibnu Hamad, Konstruksi realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discource Analysis, Jakarta: Granit, h. 31; Lihat pula: David Machin and Andrea Mayr, How to Do Critical Discourse Analysis: A Multimodal Introduction, London: Sage, 2012; Lihat pula: Rebecca Rogers (Ed.) An Introduction to Critical Discourse Analysis in Education, New York: Routledge, 2011. 10 termasuk kepada individu. Terkait dengan kuasa, wacana menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Kebenaran di sini oleh Foucault tidak dipahami sebagai sesuatu yang datang dari langit, bukan pula sebagai konsep yang abstrak, melainkan diproduksi. Setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri, sehingga khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan produsen wacana. Di sini kekuasaan selalu berpretensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang disebabkan lewat wacana yang dibentuk oleh kekuasaan, baik oleh negara, kelompok atau individu.17 Dalam banyak propaganda yang dibuat oleh ISIS, mereka mencoba mempengaruhi umat Islam dan masyarakat internasional, sehingga menimbulkan efek yang mereka inginkan seperti rasa takut (bagi musuh mereka) dan mendukung (bagi sebagian umat Islam) Agar lebih operasional, analisis wacana ini mengacu kepada analisis yang dikemukakan oleh Teun A. Van Dijk, namun akan dilengkapi dengan analisis yang dikemukakan oleh Roger Fowler, Robert Hidge, dan Fairclough terutama tentang kosakata dan intertualitas. Sebab dalam pandangan keduanya, kosakata dalam wacana menjadi sangat penting untuk membuat klasifikasi, membatasi pandangan, pertarungan memarjinalisasi, termasuk menyampaikan ideologi dan kekuasaan. wacana, Sementara kajian intertekstualitas diperlukan untuk memperkuat ideologi yang disampaikan. Pertimbangan menggunakan analisis Teun A. Van Dijk paling banyak dipergunakan. Pasalnya, Van Dijk lebih mampu mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga dapat didayagunakan secara praktis. Teori yang dipakainya sering disebut dengan “kognisi sosial”. Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, sebab 17 Lihat: Alec Mc Houl, A Foucault Primer: Discourse, Power And The Subject, New York: Routledge, 2015; Lihat pula: Ruth Wodak, Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage Publication, 2009; Lihat pula: Sara Mills, Discourse, New York: Routledge, 1997; Lihat pula: Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta, LKiS, 2001, h.65. 11 teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Meski begitu, teks tetap tidak bisa diabaikan, karenanya ia mengajukan elemen-elemen teks yang harus diurai, seperti struktur teks, tematik, skematik, latar, detail, maksud, koherensi, pengingkaran, bentuk kalimat, praanggapan, metafora, dan sebagainya. Setelah mengurai elemen-elemen teks, analisis wacana dilanjutkan pada model kognisi sosial dan analisis sosial.18 Terakhir, guna semakin menajamkan analisis wacana ini, penulis mencoba menemukan teknik propaganda apa yang digunakan dalam wacana tersebut. Teori yang digunakan adalah teknik propaganda yang dikedepankan oleh Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee. Pertimbangan penulis untuk menemukan teknik propaganda yang digunakan dalam wacana ISIS ini adalah untuk mengungkapkan bagaimana upaya ISIS agar wacananya tersebut dapat diterima dan mempengaruhi ide pembaca sasaran. Selanjutnya, analisis tersebut juga diharapkan memperoleh bagaimana strategi yang tepat untuk mengcounter ide tersebut melalui kontra-propaganda. Kemudian, metode analisis yang dipakai adalah data yang sudah dihimpun, baik data primer maupun data sekunder, diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, seperti yang berhubungan ajaran, ideologi, propaganda, dan ajakan bertindak kriminal, terutama yang didasarkan pada ajaran agama. Setelah data diperoleh, penulis melakukan pra analisis seperti membandingkan dan menyajikannya dalam bentuk penggalan-penggalan seperlunya agar lebih memudahkan kegiatan analisis.19 Kemudian, data itu dianalisis berdasarkan pendekatan bahasa (analisis wacana kritis). Elemen-elemen wacana yang dianggap penting akan menjadi 18 Teun A. van Dijk, Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008; Lihat pula: Teun A Van Dijk, Ideology: A Multidisciplinary Approach, London: Sage Publication, 1998; Lihat pula: Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta, LKiS, 2001, h.221-281; Lihat pula: Teun A Van Dijk, Discourse Studies: A Multidisciplinary Introduction, NewYork: Sage Publication, 2011. 19 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011, h.263. 12 bagian dari kegiatan analisis, seperti penggunaan kosakata, metafora, struktur kalimat, dan repetisi elemen tertentu yang biasanya menunjukkan penegasan, penekanan, muatan ideologi tertentu. Setelah itu, dilanjutkan dengan analisis kognisi sosial ala Van Dijk, struktur sosial, dan analisis yang menampilkan hubungan antara wacana yang diproduksi dengan aksi kriminal yang hendak disembunyikan, sekaligus melihat seberapa besar pengaruh wacana itu dalam mempengaruhi kelompok lain seolah-olah seideologi dengan mereka, sehingga mau bergabung dengan mereka. Di sinilah pandangan, interpretasi, dan tinjauan kritis dari penulis akan disajikan bersamaan untuk mencari kesesuaian dan hubungan dialektik antara asumsi, teori, data, dan temuan penelitian. Tidak lupa pula, penulis menyertai analisis tersebut dengan menemukan teknik propaganda yang digunakan pengarang buku tersebut dalam wacana yang ditampilkannya serta menemukan tujuan di balik wacana tersebut. E. Objek Penelitian Adapun objek penelitian ini adalah kelompok ekstrem ISIS dengan data primer yang diteliti adalah Buku Pelajaran ISIS, khususnya Buku Pelajaran Sejarah. Buku ini akan dikaji secara kritis termasuk tema atau pembahasan-pembahasan yang terkandung di dalamnya. Hasil dari analisis wacana kritis yang dilakukan, diharapkan mampu melihat bagaimana ideologi, kekuasaan, dan dominasi ISIS yang ditampilkan dalam bentuk wacana, sekaligus melihat bagaimana wacana dan ajaran Islam dimanfaatkan untuk mempengaruhi pihak lain, khususnya pelajar agar seideologi dengan mereka. Selain itu, penulis juga berusaha melengkapi data primer di atas dengan data-data sekunder lainnya dengan cara dokumentasi, seperti buku, artikel, audio, dan video yang memuat propaganda, aksi kejahatan, ajakan, dan ajaran ISIS, baik dari media online, perpustakaan maupun lapangan untuk membuktikan seberapa akurat temuan yang dihasilkan dari penelitian ini. Dengan demikian, asumsi yang dibangun dalam riset ini semakin kuat dan 13 kesimpulan yang dihasilkan semakin akurat. Berdasarkan jenisnya dan pemerolehan data, penelitian terkategori sebagai penelitian kualitatif, dimana hasil penelitian tidak berupa angka-angka dan persentase, melainkan berupa penafsiran yang tentu saja terkontaminasi oleh pandangan subjektif. Meski demikian, penulis berupaya bersikap netral dalam mengolah data dan memberikan penilaian atau penafsiran secara objektif berdasarkan data, fakta, dan realita empiris.20 Secara khusus, penyusunan hasil penelitian ini mengacu kepada “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. F. Kajian Terdahulu Guna menghindari penelitian serupa, maka penulis juga melakukan penelusuran atau kajian atas hasil penelitian ISIS yang sudah pernah dilakukan. Di samping menghindari penelitian serupa, kajian terdahulu juga berfungsi mempertajam penelitian yang sudah dilakukan. Selaku kelompok ekstrim yang tergolong fenomenal, kelompok ISIS tentu sudah banyak yang meneliti, baik dari kalangan akademisi, jurnalis, aparat pemerintahan, maupun aktivis anti-radikalisme, baik di tingkat lokal, global, maupun internasional. Di tingkat lokal, misalnya, Joko Tri Haryanto dari Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, sudah meneliti paham ISIS yang masuk ke Indonesia. Berdasarkan hasil penelitiannya, Haryanto menyebutkan bahwa gerakan para pendukung ISIS di Indonesia, khususnya Jawa Tengah, sudah terstruktur, sistematif, dan masif. Penelitian dilakukan langsung di basis gerakan Islam radikal di Solo pada Agustus 2014. Gerakan ISIS di Solo dinilai sudah terstruktur karena mampu memunculkan simbolsimbol ISIS secara serempak di wilayah publik, seperti memasang bendera dan tulisan di sejumlah sudut kota. Menurut Joko, gerakan pendukung ISIS juga tersistem dalam kelompok 20 Sandjaja & Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006, h. 144. 14 strategis di kalangan kampus. Hal ini terbukti dengan keterlibatan Amir Mahmud, dosen program pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang baru dipecat oleh lembaganya. Joko menjelaskan, Amir Mahmud merupakan ketua Forum Pendukung Daulah Islamiyah yang sangat mendukung gerakan ISIS di Indonesia.21 Penelitian tentang gerakan ISIS juga sudah dilakukan oleh Abdul Muta‟ali sekaligus Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesia. Berdasarkan penelitian dan juga pengamatannya, jika sebelumnya ISIS diisukan teroris milik Sunni atau Syiah, dimana Sunni selalu dikaitkan dengan Al-Qaeda, namun nyatanya ISIS juga memerangi Sunni dan Syiah. Menurut Abdul Muta‟ali, jika bukan khawarij maka ada operator lain yang mengendalikan ISIS. Indikasi ISIS sebagai khawarij adalah menghalalkan segala cara, dan sistem khilafah yang tidak jelas. Pusat Kajian Timteng menemukan data bahwa ISIS pernah mengundang Hizbut Tahrir Lebanon untuk berbicara tentang sistem khilafah islamiyah. Tapi yang terjadi, ISIS malah membunuh ikhwan Hizbut Tahrir Lebanon. Muta‟ali menyimpulkan bahwa khilafah yang dijalankan ISIS bukan bagian dari Hizbut Tahrir atau Al Qaeda, juga bukan dari Ikhwanul Muslimin, melainkan Khawarij dengan format baru. Khawarij itu adalah ISIS. Selain suka menghalalkan darah sesama muslim, ISIS punya ajaran tentang hak kepemilikan. Maksudnya, setiap anggota yang dibaiat ISIS dianggap milik bersama. Justifikasi ISIS sebagai khawarij, karena adanya mata rantai geneologis dan historis dari sosok Abu Bakar al Baghdadi dan tempat dimana dia bermukim di suatu tempat yang bernama Harura. Harura adalah daerah yang terisolasi, sebuah tempat bersejarah, ketika Khawarij diusir, bukan hanya oleh kubu Ali bin Abi Thalib, tapi juga diusir 21 Lihat: https://m.tempo.co/read/news/2014/08/15/058599852/peneliti-nilai-gerakan-isis- terstruktur-dan-masif, Edisi 15 Agustus 2014, diakses 9 Des. 2015. 15 oleh kubu Muawiyah bin Abu Sofian. Kelompok khawarij ini kemudian menarik diri ke Irak, berlindung dan membuat perkampungan sendiri, yakni Harura, di Baghdad.22 G. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bab. Adapun sistematika penulisannya dapat digambarkan sebagai berikut: Bab I merupakan Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian yang mengulas sekilas objek penelitian, data penelitian, teori yang dipakai, dan model kerja analisis. Bab II merupakan kerangka teoritis. Bab ini terdiri dari dua sub pembahasan, yaitu ekstrimisme dan analisis wacana kritis. Bab III berisi pembahasan tentang Islamic State of Iraq and Syam (ISIS), mulai dari sejarah kemunculan, asal-usul atau cikal bakal, ideologi, wilayah kekuasaan, jaringan, wilayah dudukan, pendanaan, propaganda, hingga aksi-aksi kejahatan yang mereka lancarkan. Bab IV merupakan bab inti yang berisi temuan-temuan penelitian. Sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam bab pendahuluan berupaya dijawab dengan baik dengan berdasarkan teori-teori yang dipergunakan. Bab V adalah bab penutup yang berisi kesimpulan, saran, dan rekomendasi berdasarkan temuan yang ada. 22 Lihat: Koran Elektronik Republika; http://www.republika.co.id/berita/koran/islam-digest- koran/15/09/13/num7e21-dr-abdul-mutaali-konflik-timteng-tak-tentu-muaranya Edisi 13 September 2015, diakses 9 Des. 2015. 16 BAB II KERANGKA TEORI A. Ekstremisme dan Bahasa Dalam KBBI disebutkan, istilah ekstrem berarti (1) paling ujung, paling tinggi, paling keras, (2) sangat keras, teguh, fanatik, keterlaluan, berlebihan, dan melampui batas.1 Kemudian, ekstremisme sendiri diartikan sebagai paham atau keyakinan yang sangat kuat terhadap suatu pandangan, bersikap tak kenal kompromi, melampaui batas kewajaran, dan bertentangan dengan hukum yang berlaku. Paham ekstremisme ini tak jarang menggunakan cara kekerasan dan berlaku fanatik dalam mencapai tujuan.2 Ekstremisme tentu tidak hanya milik satu bidang tertentu, namun praktiknya ekstremisme lebih sering dialamatkan pada paham agama yang keras dan berlebihan, daripada dialamatkan pada soal ekonomi atau politik. Karakter kelompok esktrim ini tercermin dalam sikap yang tidak menghormati pihak lain, bahkan cenderung merugikan. Pandangan yang mereka anut hanyalah hitam dan putih. Artinya, hanya kelompok merekalah yang benar dan yang lain salah. 3 Oleh sebab itu, ekstremisme merupakan paham yang harus dihindari, terlebih dalam agama sebab dapat mencoreng citra agama itu sendiri. Yang dimaksud bahasa dalam hal ini merujuk kepada wacana dalam buku kurikulum ISIS. Adapun yang dimaksud wacana, menurut Richards dalam Longman Dictionary of 1 2 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 292. Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Indonesia dari Muslim Puritan, terjemahan Helmi Mustafa dari The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremis, Jakarta: Serambi, 2006, h. 29. 3 Istilah Ekstremisme Lebih Tepat Daripada Radikalisme, http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/04/21/nn5kh4-istilahekstremisme-lebih-tepat-daripada-radikalisme, diakses pada 13 Maret 2016. 18 lihat Language Teaching, tidak hanya mengacu kepada salah satu jenis pembicaraan tetapi sudah merambah kepada makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam pembicaraan tersebut. Karenanya, wacana, menurutnya, lebih menekankan pada cara berpikir dan berbicara tentang sesuatu yang sudah terinstitusi.4 Dalam Discourse: A Critical Introduction, wacana merupakan seluruh bentuk aktivitas wicara manusia yang menggunakan tanda bahasa dan menghasilkan makna yang ada hubungannya dengan kegiatan sosial, budaya, dan sejarah mereka.5 Sementara itu, J. S. Badudu mendefinisikan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lain, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuk makna yang serasi di antara rentetan kalimat tersebut; (2) kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi dan berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulisan. 6 Selanjutnya, Hawthorn mendefinisikan wacana sebagai komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sementara Roger Fowler memaknai wacana sebagai komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman. 4 Jack C. Richards and Richard W. Schmidt, Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics, New York: Routledge, 1985, h. 174. 5 Jan Blommaert, Discourse: A Critical Introduction, Britania, Cambride University Press, 2005, h. 3. 6 J.S Badudu, “Wacana”, Jakarta: Kompas, 2000, h. 4. 19 Johnstone dalam bukunya yang berjudul Discourse Analysis menungkapkan bahwa wacana adalah komunikasi secara nyata dengan bahasa sebagai medianya. Mendukung pernyataan tersebut, Clark dalam artikelnya Discourse in Production yang dimuat dalam Handbook of Psycholinguistics menjelaskan wacana sebagai penggunaan bahasa secara menyeluruh melebihi tataran bunyi, kata dan kalimat. Pendapat tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Kridalaksana berkaitan dengan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap yang di dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.7 Satuan bahasa terlengkap yang dimaksudkan dalam suatu wacana dapat berupa rentetan kalimat yang saling berkaitan dan mampu menghubungkan proposisi-proposisi yang ada menjadi kesatuan yang utuh. Definisi-definisi tersebut merupakan definisi wacana secara konvensional yang menempatkan wacana sebagai konstruksi yang netral dan bebas nilai. Sedikit berbeda dengan ketiga pendapat tersebut, Fowler et al, Fairclough, van Dijk, van Leeuweun dan Wodak mendefinisikan wacana secara kritis dengan menempatan wacana sebagai konstruksi yang tidak bebas nilai dan tidak netral. Wacana merupakan wujud dari tindakan sosial yang diproduksi dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak yang memproduksinya. Sesuai dengan masalah yang akan dikaji, maka penelitian ini berpedoman pada definisi wacana yang tidak bebas nilai dan tidak netral tersebut. Dari sejumlah pengertian di atas, wacana tampak sebagai hubungan antara konteks sosial, termasuk kepercayaan, nilai, ideologi, pesan yang terkandung di dalamnya, dengan pemakaian bahasa. Sebuah teks tak pernah terlepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipuasi pembaca ke arah suatu ideologi.8 Dengan demikian, wacana dalam pengertian-pengertian di atas dapat dianalisis guna melihat ideologi, gagasan, kepercayaan, dan pesan tadi, sebagaimana yang akan dipaparkan berikutnya. 7 Kridalaksana, Kamus Linguistik, Edisi Ketiga, Jakarta: Gramedia, 2t003, h. 231. 8 Aart van Zoest, Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik, Jakarta: Intermasa, 1991, h. 70 20 Memperhatikan dua aspek di atas, bahasa (wacana) dan ekstremisme, maka akan diperoleh bahwa penggunaan wacana sebagai media penyebaran ideologi ekstrem dan radikal sangat mungkin dilakukan. Hal tersebut didukung konstruksi wacana yang tidak bebas nilai dan tidak netral. Sebuah wacana tidak terlepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipuasi pembaca ke arah suatu ideologi. B. Analisis Wacana Analisis terhadap wacana pada mulanya dipelopori oleh Zellig Harris pada tahun 1952 dengan menuliskan sebuah artikel yang berjudul “Discourse Analysis” yang dimuat pada jurnal Language. Para linguis pada era tersebut disibukkan dengan analisis kebahasaan pada tataran morfologi dan sintaksis saja yang hanya mengkaji bahasa sampai pada tataran kalimat. Harris dalam artikelnya menuliskan tentang perlu dilakukannya analisis yang lebih komperehensif terhadap bahasa yang tidak berhenti pada tataran internal kebahasaan saja (kalimat), tetapi mengkaji lebih lanjut tataran eksternal yang menyelimuti tataran internal tersebut, yakni keterkaitan antara teks dengan kontesksnya.9 Analisis wacana baru mulai banyak dilakukan oleh para ahli pada tahun 1960-an. Renkema mendefinisikan analisis wacana sebagai disiplin ilmu yang mengkaji hubungan antara bentuk dan fungsi dalam komunikasi verbal. Brown dan Yule dalam bukunya yang berjudul Discourse Analysis menjelaskan bahwa analisis wacana berarti melakukan analisis terhadap bahasa yang digunakan. Begitu pula dengan van Dijk dalam karyanya News as Discourse yang menjelaskan bahwa dalam konteks berita, analisis wacana merupakan kajian interdisipliner atas wacana publik dalam media massa, baik yang menyangkut masalah sosial, 9 PELLBA 6, Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keenam, Analisis Wacana dan Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Kanisius, 1933, h. 3. 21 ekonomi, maupun budaya.10 Cook menambahkan bahwa dalam analisis wacana tidak cukup hanya menganalisis unsur kebahasaan saja, tetapi harus memperhitungkan konteks sosial dan psikologis yang membangun wacana tersebut agar lebih berarti dan berguna bagi para penggunanya. Kehadiran konteks yang dihubungkan dengan faktor kebahasaan ternyata tidak cukup memuaskan bagi proses analisis wacana. Pengaruh paradigma kritis mengahadirkan terobosan yang disebut analisis wacana kritis. 11 C. Analisis Wacana Kritis Analisis wacana kritis berangkat dari ketidakpuasan para ahli wacana atas analisis wacana yang hanya berkutat pada faktor kebahasaan. Analisis linguistik belaka diyakini tidak dapat mengungkapkan signifikansi kritis. Dari situlah diperlukan kajian bahasa kritis yang bertujuan mengungkap relasi-relasi kuasa tersembunyi (hidden powers) dengan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks lisan atau tulisan. Kajian bahasa kritis tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek kebahasaan saja, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan yang terdapat dalam wacana publik. Itu pula yang mendorong para ahli mendefiniskan wacana dengan terma yang lebih luas lagi. Ruth Wodak sendiri dalam Methods for Critical Discourse Analysis menyatakan analisis wacana kritis tidak saja terfokus pada investigasi sebuah unit bahasa, tetapi juga harus menyasar pada kajian fenomena sosial, yang perlu dikaji dengan multi-disiplin dan pendekatan berbagai metode.12 10 Teun A. van Dijk, News As Discourse, New York: Routledge, 1998. 11 Guy Cook, Discourse, New York: Oxford University Press, 1989, h. ix. 12 Ruth Wodak dan Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage, 2009, h. 2. 22 Sekelompok pengajar dari Universitas East Anglia, yakni Fowler, Hodge, Kress dan Trew melalui bukunya yang berjudul Language and Control dengan pendekatan linguistik kritis yang mereka gagas memaknai wacana sebagai praktik sosial yang bertujuan. Wacana tidak serta merta hadir begitu saja, melainkan hadir dengan tujuan tertentu yang ingin disampaikan pada khalayak penikmatnya. Teks tidak pernah dipandang sebagai sesuatu yang netral yang bebas nilai. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai suatu tindakan. Wacana bertindak dalam menentukan ke arah mana khalayak akan dibawa. Tugas utama analisis wacana kritis adalah menguraikan relasi kuasa, dominasi dan ketimpangan yang diproduksi dalam wacana. Sementara itu, Renkema dalam bukunya Introduction to Discourse Studies menambahkan bahwa studi wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji hubungan bentuk dan fungsi dalam komunikasi verbal. Menurutnya analisis wacana kritis dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi masalah-masalah sosial, terutama masalah diskriminasi. Analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai faktor penting sebagai perwujudan kuasa pihak tertentu. Suatu teks diproduksi dengan ideologi tertentu yang ingin disampaikan kepada khalayak pembacanya. Hubungan antara wacana dan kekuasaan secara spesifik diajukan oleh Van Dijk yang menyebutkan bahwa analisis wacana kritis atau Critical discourse analysis (CDA) sebagai a type of discourse analytical research that primarily studies the way sosial power abuse, dominance, and inequality are enacted, reproduced, and resisted by text and talk in the sosial and political context. 13 Perkembangan analisis wacana kritis oleh para ahli telah melahirkan beragam teori dengan pendekatan yang juga beragam yang digunakan dalam penelitian. Fowler, Hodge, Kress dan Trew mengaplikasikan teori fungsional grammar Halliday untuk melakukan 13 Teun A. Van Dijk, “Critical Discourse Analysis” dalam www.discourses.org, diakses 4 Jan 2016; lihat pula: Teun A. van Dijk, Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008, h. 65. 23 analisis wacana kritis. Halliday melalui teori tersebut menyatakan bahwa bahasa memiliki 3 fungsi utama, yakni mengkomunikasikan proses terjadinya peristiwa di dunia dan semua yang terlibat di dalamnya (fungsi ideasional), mengekspresikan sikap penutur terhadap proposisi yang sudah disusun dan mengekspresikan relasi antara penutur dan mitra tutur (fungsi interpersonal) dan menyajikan ekspresi tersebut secara koherensif dan memadai melalui teks (fungsi tekstual). Fowler, Hodge, Kress dan Trew menerapkan analisis terhadap 3 fungsi bahasa tersebut untuk membedah ideologi yang ada pada wacana. Analisis yang dilakukan hanya pada tataran teks saja, yakni menganalisis elemen pilihan kosakata yang digunakan pada teks, nominalisasi dan pilihan kalimat yang digunakan. Van Leeuwen dalam bukunya yang berjudul Discourse and Practice menggunakan pendekatan eksklusi dan inklusi untuk menganalisis bagaimana aktor-aktor dalam wacana ditampilkan, apakah aktor tersebut ditampilkan secara utuh, hanya sebagian atau bahkan dihilangkan. Eksklusi merupakan pengeluaran atau penghilangan aktor dari suatu wacana. Proses eksklusi direalisasikan melalui 3 strategi, yakni pasivasi (penghilangan aktor dalam wacana yang paling umum dilakukan dengan menggunakan kalimat pasif untuk menjabarkan suatu peristiwa), nominalisasi (proses mengubah verba menjadi nomina) dan penggantian anak kalimat. Berlawanan dengan eksklusi, inklusi berkaitan dengan bagaimana aktor dimasukkan atau dihadirkan dalam wacana. Proses inklusi direalisasikan melalui 6 strategi, yakni diferensiasi-indiferensiasi pembanding), (menghadirkan objektivasi-abstraksi, aktor atau nominasi-kategorisasi, peristiwa lain sebagai nominasi-identifikasi, determinasi-indeterminasi dan asimilasi-individualisasi. Jenis pendekatan ini memungkinkan untuk meninjau lebih dalam dan terperinci tentang posisi aktor dalam wacana.14 14 Theo van Leeuwen, Discourse and Practice : New Tools for Critical Analysis, Britania Raya: Oxford University 2008, h. 29. 24 Namun untuk melihat bagaimana terbentuknya wacana secara utuh masih belum bisa dikatakan terperinci mengingat van Leeuwen hanya melakukan analisis pada tataran teks saja. Sejalan dengan van Leeuweun, bisa dilihat pada karya Mills yang berjudul Discourse. Analisis wacana kritis dilakukannya dengan memfokuskan pada bagaimana aktor-aktor ditampilkan pada wacana. Yang membedakan keduanya adalah fokus kajian yang meraka lakukan, yakni Mills yang lebih terkenal dengan kajian wacana feminismenya. Ia ingin mengkaji bagaimana bias media dalam menampilkan wanita sehingga terjadi pemarjinalan di dalamnya. Model analisis wacana kritis Mills berusaha menghubungkan posisi aktor sosial dan posisi suatu peristiwa untuk mengungkapkan adanya pemarjinalan. Posisi subjek dan objek dalam suatu peristiwa dikaji secara mendalam olehnya untuk melihat aktor mana yang memiliki posisi yang lebih tinggi dan memiliki kuasa untuk menentukan wacana yang akan dilemparkan pada publik. Aktor yang berperan sebagai subjek diasumsikan sebagai aktor yang memiliki kesempatan untuk mendefinisikan dan melakukan pencitraan terhadap dirinya.15 Di sisi lain, aktor yang menjadi objek adalah pihak yang didefinisikan dan digambarkan kehadirannya oleh orang lain. Analisis terhadap posisi subjek-objek diyakini Mills mengandung muatan ideologi tertentu. Kelebihan pendekatan wacana kritis yang dilakukannya adalah memperhitungkan posisi pembaca dalam teks. Berita bukanlah semata sebagai hasil produksi dari pewarta berita dan pembaca tidak serta merta ditempatkan sebagai sasaran. Mills menganggap berita sebagai hasil negoisasi antara pewarta berita dan pembacanya. Berbeda dengan van Leeuwen dan Mills, pendekatan analisis wacana kritis van Dijk, yang dikenal dengan pendekatan kognisi sosial, menyertakan analisis terhadap kognisi pembuat wacana dalam proses pembentukan wacana dan juga melibatkan analisis kebahasaan 15 Sara Mills, Discourse, New York: Routledge, 1997. 25 secara lebih mendalam untuk membongkar relasi kuasa dan dominasi yang diproduksi pada wacana. Van Dijk mengklasifikasikan elemen wacana menjadi 3, yakni teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Tataran teks dibagi menjadi 3, yakni struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Struktur makro adalah strukur luar pembentuk wacana. Superstruktur berkaitan dengan skematik wacana. Struktur mikro mencakup elemen-elemen kebahasaan yang digunakan dalam wacana. Van Dijk menetapkan 4 elemen kebahasaan yang dikaji pada tataran struktur mikro, yakni elemen sintaksis, semantis, stilistik dan retoris. Kognisi sosial hadir untuk menjembatani antara teks dan konteks. Kognisi sosial berkaitan dengan proses mental dan kognisi pembuat wacana dalam proses produksi wacana. Adanya analisis terhadap kognisi sosial melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada pembuat wacana akan lebih memperjelas bagaimana wacana diproduksi dan konteks seperti apa yang mempengaruhinya.16 Untuk analisis konteks sosial dilakukan melalui studi intertekstualitas, yakni mengkaitkan suatu wacana dengan wacana terkait yang ada sebelum dan sesudahnya. Keterkaitan antara teks, kognisi sosial dan konteks sosial mencerminkan kecenderungan suatu wacana. Kelebihan proses analisis wacana yang dilakukan oleh van Dijk adalah bagaimana ia menghubungkan antara teks dan konteks melalui kognisi sosial pembuat wacana. Senada dengan van Dijk, analisis wacana kritis Fairclough dalam bukunya Critical Discourse Analysis menggunakan perantara dalam menghubungkan antara teks dan konteks, yakni melalui praktik wacana. Pendekatan analisis wacana kritis model Fairclough 16 Teun A. van Dijk, Discourse as Structure and Process, Volume 1, London: Sage, 1997, h. 296. 26 mengklasifikasikan tiga dimensi wacana yang terdiri atas teks, praktik wacana dan praktik sosiokultural.17 Dimensi teks secara bersamaan memiliki tiga fungsi, yakni representasi, relasi, dan identitas. Fungsi representasi berkaitan erat dengan bagaimana realitas sosial ditampilkan dalam bentuk teks. Praktik wacana menurut Fairclough merupakan tahapan yang berkaitan dengan bagaimana cara pemroduksi wacana membentuk sebuah wacana, dalam media massa hal ini berkaitan dengan bagaimana para pekerja media (penulis berita) memproduksi teks. Hal ini berkaitan dengan penulis berita itu sendiri selaku pribadi, hubungan kerja penulis berita dengan sesama pekerja media lainnya, institusi media tempat penulis berita bernaung, cara meliput berita, menulis berita, sampai menjadi berita di dalam media. Praktik sosiokultural dibagi menjadi 3 level, yakni level situasional (situasi pembangun wacana), institusional (pengaruh institusi) dan sosial (pengaruh sosial masyarakat). Perbedaan antara van Dijk dan Fairclough terletak pada tata cara analisis pada tataran teks. Meskipun Fairclough sudah melakukan analisis unsur-unsur kebahasaan yang lebih komperehensif, tetapi pengklasifikasian unsur-unsur kebahasaan tersebut masih belum mendetail dalam artian tidak diklasifikasikan secara gamblang unsur kebahasaan yang dikaji seperti pada analisis yang dilakukan oleh van Dijk.18 D. Karakteristik Analisis Wacana Kritis Dalam analisis wacana kritis/AWK atau Critical Discourse Analysis/CDA, teks bukanlah sesuatu yang bebas nilai dan menggambarkan realitas sebagaimana adanya. Kecenderungan pribadi dari sang produsen teks dan struktur sosial yang melingkupi sang produsen teks ikut 17 Chris Featherman, Discourses of Ideology and Identity: Social Media and the Iranian Election, New York: Routledge, 2015, h. 64. 18 Bethan Benwell dan Elizabeth Stokoe, Discourse and Identity, Edinburgh University Press, 2006, h. 102. 27 mewarnai isi teks. Bahasa tidak netral melainkan membawa pesan ideologi tertentu yang dipengaruhi oleh sang pembuat teks. AWK memahami wacana tidak semata-mata sebagai suatu studi bahasa, tetapi AWK juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks yang dimaksud adalah konteks praktik kekuasaan yang bertujuan untuk memarginalkan individu atau kelompok tertentu. Wacana mempengaruhi dan dipengaruhi oleh konteks sosial. Fairclough menyebut wacana sebagai bentuk “praktik sosial” yang berimplikasi adanya dialektika antara bahasa dan kondisi sosial. Wacana dipengaruhi oleh kondisi sosial, akan tetapi kondisi sosial juga dipengaruhi oleh wacana. Fenomena linguistik bersifat sosial yang mana bahwa linguistik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh lingkungan sosialnya, sementara fenomena sosial juga memiliki sifat linguistik karena aktivitas berbahasa dalam konteks sosial tidak hanya menjadi wujud ekspresi atau refleksi dari proses dan praktik sosial, namun juga merupakan bagian dari proses dan praktik sosial tersebut. 19 Dalam kaca mata analisis wacana kritis, menurut Fairclough dan Wodak dalam Van Dijk praktik wacana bisa jadi menampilkan ideologi: ia dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak berimbang antara kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas. Perbedaan dalam posisi sosial itu yang ditampilkan melalui wacana, sebagai contoh, dalam sebuah wacana keadaan yang rasis, seksis, atau ketimpangan kehidupan sosial, digambarkan secara wajar/alamiah, dan sesuai seperti pada kenyataannya. Analisis wacana kritis melihat bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Analisis wacana kritis menyelidiki dan berusaha membongkar bagaimana penggunaan bahasa oleh kelompok sosial saling bertarung dan berusaha memenangkan pertarungan ideologi tersebut. Berikut ini disajikan karakteristik 19 Umar Fauzan, Analisis Wacana Kritis: Menguak Ideologi dalam Wacana. Yogyakarta: Idea Press, 2016, h. 4. 28 penting dari analisis wacana kritis yang disarikan dari tulisan Van Dijk, Fairclough, dan Fairclough & Wodak, dan Eriyanto.20 Tindakan Karakter penting pertama dalam analisis wacana kritis yaitu wacana dipahami sebagai tindakan. Dengan pemahaman ini, wacana disosialisasikan sebagai bentuk interaksi. Wacana tidak didudukkan seperti dalam ruang tertutup dan hanya berlaku secara internal semata. Ketika seseorang berbicara, maka dia menggunakan bahasa untuk tujuan berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi bahasa verbal. Dia berbicara bisa jadi untuk meminta atau memberi informasi, melarang seseorang untuk tidak melakukan sesuatu, mempengaruhi orang lain agar mengikuti jalan pikirannya, membujuk seseorang untuk menyetujui dan melaksanakan apa yang menjadi keinginannya, dan sebagainya. Ketika seseorang menulis, dia juga sedang berusaha berinteraksi dengan orang lain melalui bahasa tulisan. Seseorang ketika membuat tulisan deskriptif, dia menggambarkan sesuatu secara rinci dan lengkap dengan tujuan agar pembaca dapat memiliki gambaran terhadap objek yang sedang dideskripsikan. Seorang manajer menulis surat teguran kepada bawahannya dengan tujuan agar bawahannya tidak mengulangi perbuatan atau kesalahan yang sama seperti yang sudah dilakukan. Dari beberapa contoh tersebut dapat diketahui bahwa baik melalui bahasa lisan maupun tulisan, ada pesan yang ingin disampaikan. Pesan yang tidak hanya berlaku searah antara pembawa pesan dengan penerima pesan semata, namun berlaku secara timbal balik dimana ada pesan dari si penerima pesan yang kemudian menyampaikan pesan sehingga memposisikan dirinya menjadi pembawa pesan. Dari sini dapat dilihat bahwa orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan seperti ia berbicara atau ia menulis untuk dirinya sendiri. 20 Umar Fauzan, “Analisis Wacana Kritis”. Lihat: www.academia.edu, diakses 4 Jan. 2014. 29 Menurut Badara, penggunaan bahasa tidak bisa ditafsirkan dengan penggunaan bahasa ketika seseorang mengigau atau ketika sedang dihipnotis. Seseorang berbicara, menulis, dan menggunakan bahasa adalah untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Dengan pemahaman seperti di atas, maka analisis wacana kritis memandang bahwa wacana memiliki beberapa konsekuensi. Konsekuensi pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang memiliki tujuan; apakah untuk mempengaruhi orang lain, mendebat, membujuk, menyanggah, memotivasi, bereaksi, melarang, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran. Konteks Memahami analisis wacana tidak hanya memahami bahasa sebagai mekanisme internal dari linguistik semata, melainkan juga hendaknya melihat unsur di luar bahasa. Guy Cook dalam Sobur, mengatakan bahwa wacana meliputi teks dan konteks. Teks merupakan semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks merupakan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan lain sebagainya. Adapun wacana disini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks. Eriyanto melihat bahwa titik perhatian analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Di sini, dibutuhkan tidak hanya proses kognisi dalam arti umum, tetapi juga gambaran spesifik dari budaya yang dibawa. Studi mengenai bahasa disini memasukkan konteks, karena bahasa selalu berada dalam konteks dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipasi, interaksi, situasi, dan sebagainya. Berdasarkan konsep wacana yang merupakan perwujudan teks dan konteks 30 secara bersama-sama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wacana dapat dibentuk berdasarkan konteks tertentu. Menurut Eriyanto wacana bisa ditafsirkan dalam kondisi dan situasi yang khusus. Dalam kondisi inilah, maka analisis wacana kritis menempatkan teks pada situasi tertentu; wacana berada dalam situasi sosial tertentu. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan berpengaruh atas produksi dan penafsiran teks yang dimasukkan ke dalam analisis. Lebih lanjut Eriyanto menyebutkan beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana. Secara umum, konteks tersebut terbagi menjadi dua. Pertama, jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnik, agama, dalam banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana. Setting, seperti tempat privat atau publik, dalam suasana formal atau informal, atau pada ruang tertentu akan memberikan wacana tertentu pula. Berbicara di ruang pengadilan berbeda dengan berbicara di pasar, atau berbicara di rumah berbeda dengan berbicara di ruang kelas, karena situasi sosial dan aturan yang melingkupinya berbeda, menyebabkan partisipan komunikasi harus menyesuaikan diri dengan konteks yang ada. Salah satu karakteristik yang sangat penting dari analisis wacana kritis adalah pelibatan konteks dalam melihat penggunaan bahasa. Eriyanto dan Badara berpendapat analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana dalam hal ini diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Menurut mereka lebih lanjut bahwa analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Menurut Van Dijk serta Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melibatkan konteks dalam lingkup latar, 31 situasi, historis, kekuasaan, dan ideologi. Konteks latar dan situasi dalam AWK relatif sama dengan situational context (konteks situasi), background knowledge context (konteks latar belakang pengetahuan), atau any background knowledge (latar belakang pengetahuan apa pun) dalam analisis wacana pragmatis. Dalam hal konteks historis, pemahaman atas wacana hanya akan diperoleh jika memperhitungkan konteks historis saat wacana itu diciptakan. Sementara konteks kekuasaan menurut analisis wacana kritis menjadi kontrol atas produksi wacana, dan ideologi menjadi penentu proses reproduksi wacana. Contoh menarik mengenai konteks dalam analisis wacana kritis disuguhkan oleh Subagyo, yaitu ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan rekaman pembicaraan telepon para tersangka (Urip Tri Gunawan, Artalita Suryani, dll). Menurut Subagyo dengan pemahaman konteks dalam AWK, para linguis dapat berperan mengurai makna atau maksud di balik percakapan yang penuh fenomena suprasegmental itu. Jeda, intonasi, tekanan, juga nama panggilan (term of address) dan nama acuan (term of reference) yang digunakan para tersangka merupakan ungkapan polos yang mencuatkan apa makna atau maksud sesungguhnya dari segala yang mereka katakan. Tugas para linguis adalah menduduksoalkan aneka gejala bahasa dalam bingkai peristiwa sosial, politik, kebudayaan dan peradaban manusia yang nyata di sekitarnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah segala sesuatu di luar bahasa itu sendiri. Wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya. Analisis wacana kritis melibatkan konteks dalam lingkup latar, situasi, historis, kekuasaan, dan ideologi. Historis Aspek lain yang penting dalam analisis wacana kritis adalah aspek historis. Ketika analisis wacana kritis menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu berarti wacana diproduksi 32 dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Untuk memahami makna lagu Galang Rambu Anarki dari Iwan Fals dan mengungkapkan wacana apa yang ingin dibangun tentu saja dengan cara menoleh ke masa kapan lagu tersebut diciptakan. Simak potongan bait lagu tersebut, BBM naik tinggi susu tak terbeli. Orang pintar tarik subsidi. Anak kami kurang gizi. Secara gamblang, potongan lagu tersebut memberi petunjuk tentang histori atau sejarah kapan lagu tersebut diciptakan. Analisis wacana kritis tidak hanya mencari tahu kapan tentang sesuatu hal terjadi, namun menggunakannya untuk mengetahui lebih lanjut tentang mengapa wacana tersebut dibangun. Aspek historis ini menjadi salah satu penuntun untuk menjawab pertanyaan tersebut. Eriyanto menyebut bahwa salah satu aspek yang penting untuk bisa mengerti suatu teks adalah dengan menempatkan wacana tersebut dalam konteks historis tertentu. Eriyanto memberi contoh melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa yang menentang Suharto. Pemahaman mengenai wacana teks tersebut hanya dapat diperoleh apabila kita dapat memberikan konteks historis di mana teks tersebut dibuat, misalnya: situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis diperlukan suatu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau di kembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti itu, dan seterusnya. 21 Kekuasaan Konteks kekuasaan menjadi salah satu ciri pembeda utama antara analisis wacana dengan analisis wacana kritis. Menurut Eriyanto setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat, misalnya: kekuasaan laki-laki dalam wacana 21 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 9. 33 mengenai seksisme, kekuasaan kaum kulit putih atas kulit hitam, atau kekuasaan perusahaan yang berbentuk dominasi pengusaha kelas atas kepada bawahan, dan sebagainya. Pemakai bahasa bukan hanya pembicara, penulis, pendengar, atau pembaca, namun ia juga bagian dari anggota kategori sosial tertentu, bagian dari kelompok profesional, agama, komunitas atau masyarakat tertentu. Fakta di atas mendorong analisis wacana kritis untuk tidak membatasi diri pada detail teks atau struktur wacana saja, tetapi juga menghubungkannya dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tertentu. Dalam konteks kelas, percakapan antara guru dan murid juga hampir selalu didominasi oleh guru yang mengimplikasikan adanya unsur kekuasaan yang dipraktekkan di ruang kelas. Percakapan antara seorang manajer dan sekretaris di kantor memungkinkan adanya praktik kekuasaan yang bermain, dimana seorang sekretaris tidak akan berani membantah apa yang diucapkan oleh manajer tersebut. Percakapan guru dan murid, antara manajer dan sekretaris, atau antara buruh dan majikan bukanlah percakapan yang alamiah, karena disitu terdapat dominasi kekuasaan guru dan murid, antara manajer dan bawahan, majikan terhadap buruh tersebut. Aspek kekuasaan tersebut perlu dikritisi untuk mengamati hal-hal yang tersembunyi; bisa jadi murid menjawab karena takut kepada gurunya, mungkin saja seorang sekretaris menuruti semua perkataan manajernya karena takut dipecat, atau jangan-jangan apa yang dikatakan oleh buruh tadi hanyalah untuk menyenangkan atasannya. Dalam konteks dunia pertelevisian di Indonesia, di antara pembawa program berita televisi dan pemirsa program berita televisi juga terkandung unsur konteks kekuasaan yang bermain dimana dengan kekuasaan modal besar yang dimiliki, pemilik modal penyelenggara televisi akan menghadirkan berita yang patut dicurigai kenetralannya ke ruang publik. Wacana memandang kekuasaan adalah sebagai suatu kontrol. Eriyanto dan Badara berpendapat bahwa seseorang atau suatu kelompok tertentu mengontrol orang lain atau kelompok lain melalui wacana. Kontrol dalam konteks ini tidak selalu harus 34 dalam bentuk fisik secara langsung, namun juga kontrol yang dilakukan secara mental atau praktis. Kelompok yang dominan mungkin membuat kelompok lain bertindak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Kontrol ini bisa terjadi karena menurut Van Dijk dalam Eriyanto, mereka lebih memiliki akses dibandingkan dengan kelompok yang tidak dominan. Kelompok dominan lebih mempunyai akses seperti pengetahuan dan pendidikan dibandingkan dengan kelompok yang tidak dominan. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat bermacammacam, dapat berupa kontrol atas konteks yang secara mudah dapat dilihat dari siapakah yang boleh dan harus berbicara, sementara siapa pula yang hanya bisa mendengar dan mengiyakan.22 Seorang sekretaris dalam suatu rapat, karena tidak mempunyai kekuasaan, maka tugasnya hanya mendengar dan menulis namun dia tidak berbicara. Di dalam hal penayangan berita di televisi, konteks kekuasaan menentukan sumber mana atau bagian mana yang perlu, yang tidak perlu, atau bahkan dilarang untuk diberitakan. Konteks kekuasaan juga mengontrol struktur wacana berita yang ditayangkan di televisi. Ideologi Analisis wacana kritis meneropong ideologi yang tersembunyi dalam penggunaan bahasa. Ideologi merupakan kajian sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini menurut Eriyanto karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Teori-teori klasik menyatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Salah satu strategi utamanya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Wacana dalam pendekatan semacam itu dipandang sebagai medium oleh kelompok yang dominan untuk mempengaruhi dan mengomunikasikan 22 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 12. 35 kepada khalayak kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga kekuasaan dan dominasi tersebut tampak sah dan benar.23 Menurut Badara ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Adapun secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Van Dijk menyatakan apabila kognisi sosial dalam kelompok sosial kegiatan sosial yang seharusnya berbeda, namun ternyata memiliki kesamaan, maka hal itu sudah ada dalam kerangka fundamental yang sama, yaitu ideologi. Ideologi berbentuk norma dasar, nilai, dan prinsip-prinsip lain digerakkan oleh realisasi minat dan tujuan dari sebuah kelompok, melalui reproduksi dan usaha legitimasi kekuasaannya. Dalam perspektif seperti itu, beberapa implikasi yang berkaitan dengan ideologi seperti yang dijelaskan berikut. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual: ia membutuhkan share di antara anggota kelompok organisasi atau kolektivitas dengan orang lainnya. Hal yang di-share-kan tersebut bagi anggota kelompok digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap. Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di antara anggota kelompok. Oleh karena itu, ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk identitas diri kelompok, membedakan dengan kelompok lain. Ideologi di sini bersifat umum, abstrak, dan nilai-nilai yang terbagi antar anggota kelompok menyediakan dasar bagaimana masalah harus dilihat. Dengan pandangan semacam itu, wacana tidak dipahami sebagai 23 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 13. 36 sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana selalu terkandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh karena itu, analisis wacana tidak dapat menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana. Dalam teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul tersebut merupakan pencerminan dari ideologi seseorang, apakah dia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis dan sebagainya. 24 E. Analisis Wacana Kritis Socio-Cognitive Approach ala Teun A. van Dijk Model van Dijk yang disajikan terakhir ini secara spesifik akan dipergunakan dalam analisis data penelitian. Model van Dijk ini sering disebut sebagai ”kognisi sosial”. Menurutnya penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanyalah hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Dalam hal ini harus dilihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. Model van Dijk lebih menekankan pada kognisi sosial individu yang memproduksi teks tersebut. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Dijk menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut ke dalam suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisi sosial mempelajari proses induksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. 24 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 13. 37 Aspek konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.25 Dalam kerangka analisis wacana kritis model Van Dijk, struktur wacana tersusun atas tiga bangunan struktur yang membentuk satu kesatuan. Masing-masing adalah struktur makro, super struktur, dan struktur mikro (macro structure, superstructure, and micro structure). Struktur makro menunjuk pada makna keseluruhan (global meaning) yang dapat dicermati dari tema atau topik yang diangkat oleh suatu wacana. Super-struktur menunjuk pada kerangka suatu wacana atau skematika, seperti kelaziman percakapan atau tulisan yang dimulai dari pendahuluan, dilanjutkan dengan isi pokok, diikuti oleh kesimpulan, dan diakhiri dengan penutup. Dalam bukunya, News as Discourse, Van Dijk menyimpulkan bahwa bangunan wacana harus mempertimbangkan aspek makna global atau makna umum (global meaning/generic meaning) yang ditunjukkan lewat analisis struktur makro dan super struktur yang posisinya jauh di atas analisis kata dan kalimat, meskipun analisis struktur mikro juga patut diperhitungkan.26 Selain struktur makro dan super struktur di atas, Van Dijk juga melihat struktur mikro ketika melihat wacana. Struktur mikro menunjuk pada makna setempat (local meaning) suatu wacana dapat digali dari aspek semantik, sintaksis, stilistika, dan retorika. Aspek semantik suatu wacana mencakup latar, rincian, maksud praanggapan, serta nominalisasi. Aspek sintaksis suatu wacana berkenaan dengan bagaimana frasa dan atau 25 Teun A van Dijk, “Discourse and Cognition in Society”, dalam David Crowley and David Mitchell, Communication Theory Today, Cambridge, Polity Press, 1994, h. 107-108; lihat pula: Hanna Pishwa, Language and Social Cognition: Expression of the Social Mind, Berlin: Walter de Gruyter, 2009, h. 25; lihat: Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 299. 26 Teun A van Dijk, Macrostructures: an Interdisciplinary Study of Global Structures in Discourse, Interaction, and Cognition, California: L. Erlbaum Associates, 1980, h. 40; lihat pula: Teun A van Dijk, Discourse and Knowledge: A Sociocognitive Approach, Britania: Cambridge University Press, 2014, h. 52. 38 kalimat disusun untuk dikemukakan. Ini mencakup bentuk kalimat, koherensi, serta pemilihan sejumlah kata ganti. Aspek stilistika suatu wacana berkenaan dengan pilihan kata dan lagak gaya yang digunakan oleh pelaku wacana. Dalam kaitan pemilihan kata ganti yang digunakan dalam suatu kalimat, aspek leksikon ini berkaitan erat dengan aspek sintaksis. Aspek retorika suatu wacana menunjuk pada siasat dan cara yang digunakan oleh pelaku wacana untuk memberikan penekanan pada unsur-unsur yang ingin ditonjolkan. Ini mencakup penampilan grafis, bentuk tulisan, metafora, serta ekspresi yang digunakan. Dengan menganalisis keseluruhan komponen struktural wacana, dapat diungkap kognisi sosial pembuat wacana. Secara teori, pernyataan ini didasarkan pada penalaran bahwa cara memandang terhadap suatu kenyataan akan menentukan corak dan struktur wacana yang dihasilkan.27 F. Teknik dan Analisis Propaganda Dalam bukunya, Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee mereka membagi teknik propaganda kedalam tujuh bentuk sebagai berikut:28 a) Name Calling, teknik memberikan label buruk pada sesuatu gagasan/orang/lembaga supaya sasaran tidak menyukai atau menolaknya. b) Glittering Generality, teknik menghubungkan sesuatu dengan „kata yang baik‟ dipakai untuk membuat sasaran menerima dan menyetujui sesuatu tanpa memeriksa bukti-bukti. 27 Teun A. van Dijk, News As Discourse, New York: Routledge, 2009, h. 1. Teun Adrianus van Dijk, Discourse and Communication: New Approaches to the Analysis of Mass Media, Berlin: Walter de Gruyter, 1985, h. 69. 28 Alfred McClung Lee & Alizabeth Briant Lee, The Fine Art of Propaganda: A Study of Father Coughlin's Speeches. New York: Institute for Propaganda Analysis and Harcourt, Brace and Company, 1939 dalam Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE Publication, 2012, h.267. 39 c) Transfer, teknik membawa otoritas, dukungan, gengsi dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima. d) Testimoni (kesaksian), teknik memberi kesempatan pada orang-orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan atau program atau produk atau seseorang itu baik atau buruk. e) Plain Folks, teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka adalah bagian dari „rakyat‟. f) Card Staking, meliputi pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang, atau produk. Teknik ini memilih argument atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan mengabaikan hal-hal yang mendukung posisi itu. Argument-argumen yang dipilih bisa benar atau salah. g) Bandwagon, teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima programnya, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti kelompok dan segera menggabungkan diri pada kelompok. Garth S. Jowett dan Victoria O‟Donnell dalam Propaganda and Persuasion telah menyusun 10 langkah analisis propaganda yaitu identifikasi ideologi dan tujuan, identifikasi konteks, identifikasi propagandis, penyelidikan struktur organisasi propaganda, identifikasi target pembaca, pemahaman tentang teknik pemanfaatan media, analisis teknik khusus untuk 40 memaksimalkan efek dari propaganda, analisis reaksi pembaca, identifikasi dan analisis kontrapropaganda (jika ada), dan penilaian/evaluasi.29 Sepuluh langkah ini digunakan untuk menjawab pertanyaan berikut: Untuk tujuan apa, dalam konteks apa, siapa yang melakukan, melalui organisasi apa, siapakah yang menjadi target serta mendapatkan reaksi yang diinginkan? Selain itu, jika ada oposisi, apa yang propagandis lakukan? Akhirnya, bagaimana atau apa hasil yang diperoleh? a) Tujuan Propaganda Tujuan propaganda adalah untuk mempengaruhi orang agar mengadopsi keyakinan dan sikap yang sesuai dengan keinginan dari propagandis atau untuk terlibat dalam pola-pola tertentu yang diinginkan. Tidak jarang propaganda juga bertujuan untuk memperoleh uang, bergabung dengan kelompok, atau menunjukkan sikap tertentu. Propaganda juga memiliki tujuan untuk mempertahankan legitimasi lembaga atau organisasi yang diwakilinya dan dengan demikian untuk memastikan legitimasi kegiatannya. Propaganda mencoba untuk mempertahankan posisi dan kepentingan yang diwakili oleh "pejabat" yang mensponsori propaganda. Propaganda berupaya untuk membuat orang untuk berpartisipasi atau mendukung organisasi. Ia mencoba untuk mengubah orang dari yang bersikap apatis menjadi antusias terhadap suatu hal.30 b) Konteks Propaganda Propaganda selalu berhubungan dengan kondisi yang terjadi pada suatu waktu. Oleh karena itu, penting untuk memahami iklim zaman yang terjadi saat propaganda dibuat. Analis propaganda perlu menyadari peristiwa yang telah terjadi dan menafsirkan peristiwa tersebut. Apa yang diharapkan oleh propagandis di tengah peristiwa sosial 29 Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE Publication, 2012, h.290 30 Ibid, h.292 41 yang terjadi di dunia (misalnya, perang, perdamaian, hak asasi manusia, krisis ekonomi)? Apa yang dirasakan masyarakatnya? Apa isu-isu atau permasalahan spesifik yang teridentifikasi? Seberapa luas isu tersebut dirasakan? Apa kendala yang membuat masalah ini tidak terselesaikan? Apakah ada perebutan kekuasaan? Siapa yang terlibat, dan apa yang dipertaruhkan? Analis propaganda juga perlu mengetahui dan memahami latar belakang sejarah. Peristiwa apa yang melatarbelakangi kondisi tersebut? Keyakinan, nilai-nilai, mitos apa yang dipegang oleh masyarakat? Karena sebuah mitos bukan hanya fantasi atau kebohongan melainkan adalah model untuk aksi sosial.31 c) Identifikasi Sumber Propaganda Sumber propaganda cenderung berasal dari lembaga atau organisasi. Kadang-kadang, akan ada keterbukaan tentang identitas organisasi di balik propaganda; tidak jarang juga perlu untuk menyembunyikan identitas untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh lembaga. Ketika identitas organisasi tersebut tersembunyi, tugas analis propaganda adalah menemukannya. Terkadang bahkan sebuah organisasi hanyalah sebuah agen penghubung dari sebuah organisasi besar. Beberapa pedoman untuk menentukan identitas propagandis adalah melalui ideologi, tujuan, dan konteks pesan propaganda. Analis kemudian dapat bertanya, siapa atau apa yang diuntungkan dari keadaan ini? Perspektif sejarah juga sangat membantu. Propaganda yang menyembunyikan sumbernya biasanya memiliki tujuan yang lebih besar daripada yang mudah dilihat. Ketika propagandis adalah personal, maka akan lebih mudah untuk mengidentifikasi karena propagandis biasanya memiliki apa yang disebut 31 Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE Publication, 2012, h.293 42 verbal compulsion (kekeliruan verbal). Carilah orang yang sering membericarakan propaganda tersebut atau berbicara berdasarkan otoritas sebuah organisasi. d) Struktur Organisasi Propaganda Kampanye propaganda yang sukses cenderung berasal dari sentralisasi, otoritas yang kuat, pengambilan keputusan yang menghasilkan pesan yang konsisten di seluruh strukturnya. Untuk alasan ini, kepemimpinan akan menjadi kuat dan terpusat, dengan hirarki dibangun ke dalam organisasi. Analis propaganda dapat menyelidiki bagaimana pemimpin mendapat posisi dan mencoba untuk menentukan bagaimana pemimpin menginspirasi loyalis dan pendukungnya. Pemimpin akan memiliki gaya tertentu yang memungkinkan dia untuk mempengaruhi, mempertahankan, dan menguasai unit organisasi. Dalam hal ini, seorang peneliti dapat menanyakan bagaimana cara mendaftar ke dalam organisasi? Apakah ada bukti konversi atau simbol tertentu dari keanggotaan? seperti pakaian khusus atau seragam, atau kegiatan yang menciptakan identitas baru untuk keanggotaan? Apakah ada ritual khusus sebagai bentuk transformasi identitas baru? Apakah strategi khusus yang dirancang untuk meningkatkan keanggotaan? Apa imbalan atau hukuman digunakan untuk meningkatkan keanggotaan dalam organisasi? e) Target Propaganda Sebuah target sengaja ditentukan dan dipilih oleh propagandis untuk efektivitas hasil yang diperoleh. Pesan propaganda ditujukan untuk kelompok/masyarakat yang paling mungkin berguna untuk propaganda jika sasaran merespon positif. f) Media Propaganda Secara sederhana, mungkin tidak tampak sulit untuk menentukan bagaimana propagandis menggunakan media. Analis dapat meneliti media mana yang digunakan oleh propagandis. Propaganda modern menggunakan semua media yang tersedia; cetak, 43 radio, televisi, film, Internet, e-mail, media sosial, telepon, faximili, surat, poster, pertemuan, rapat, kontak individu dengan individu (KIDI), selebaran, mading, pidato, bendera, nama jalan, monumen, koin, perangko, buku, drama, komik, puisi, musik, museum, acara olahraga, acara budaya, laporan perusahaan, perpustakaan, beasiswa dan penghargaan atau hadiah. Namun, fokus utama harus pada bagaimana media tersebut digunakan. Propagandis mungkin menunjukkan video kemudian membagikan selebaran. Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan potensi media. Ketika target melihat media tersebut, apa selanjutnya yang diinginkan? Apakah target diminta untuk menanggapi pesan di media? Apakah tampak bahwa penonton diminta untuk bereaksi tanpa berpikir? Apakah media yang digunakan sedemikian rupa adalah untuk menyembunyikan tujuan dan identitas propagandis sebenarnya? Propaganda berkaitan dengan kontrol arus informasi, mengendalikan opini dan perilaku publik dengan cerdas. Informasi tertentu akan dirilis secara berurutan atau bersama-sama dengan informasi lainnya. Ini adalah cara mendistorsi informasi. Propaganda mungkin muncul di media yang memiliki monopoli di daerah sasaran. Sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan kontrapropaganda bagi pihak lawan. Pemilihan media juga dapat berhubungan dengan persoalan ekonomi, serta akses yang paling efektif untuk penonton. Penonton terletak di wilayah terpencil tanpa akses ke media besar harus dicapai dengan cara yang tepat. Kadang-kadang, cara-cara pesan didistribusikan membutuhkan inovasi untuk sampai ke sasaran. g) Teknik Khusus untuk Meningkatkan Efek Propaganda Sebuah propaganda biasanya harus dievaluasi berdasarkan efek-efek yang ditimbulkannya. Misalnya, jika yang diinginkan oleh propagandis adalah sebuah perilaku, seperti „menyumbangkan‟, „bergabung‟, dan „membunuh‟, akan tetapi efek 44 yang ditimbulkan mungkin hanya berupa sikap, seperti „mendukung‟ atau „menolak‟. Oleh karena itu, propagandis perlu menambahkan teknik-teknik khusus agar propaganda tersebut dapat dicapai, misalnya dengan menambahkan teknik propaganda lainnya. Diantaranya adalah sebagai berikut: a. Memperhatikan Kecenderungan Sasaran Pesan propaganda memiliki dampak yang lebih besar ketika sejalan dengan pendapat dan keyakinan yang ada. Oleh karena itu, seorang propaganda sering menggunakan keyakinan (agama) untuk memperkuat propaganda. Propaganda berupa pesan yang mendukung sasaran cenderung akan efektif untuk meraih perhatian sasaran. Namun, selanjutnya propagandis menggunakan kanalisasi untuk mengarahkan pola perilaku dan sikap tersebut menjadi yang diinginkan oleh propagandis. b. Pemimpin opini Teknik lain adalah propaganda dapat lebih efektif bekerja melalui orang-orang yang memiliki kredibilitas dalam masyarakat (tokoh). Selain itu, sebuah propaganda diharapkan tidak menyinggung pemimpin yang dihormati, simbol-simbol negara, dan agama. c. Kontak Individu dengan Individu Analis perlu juga mencari tahu apakah ada kontak propagandis dengan individu lainnya. Hal ini biasa dilakukan oleh propagandis untuk menyebarkan propaganda dengan pendekatan yang lebih bersahabat dan eksklusif. d. Norma Kelompok Norma kelompok adalah keyakinan, nilai-nilai, dan perilaku yang berasal dari keanggotaan dalam kelompok. Hal tersebut dapat berupa norma-norma budaya atau norma-norma sosial. Penelitian tentang perilaku kelompok menunjukkan bahwa orang akan ikut atau patuh dengan suatu kelompok bahkan ketika kelompok tersebut 45 bertentangan dengan nilai individu. Propagandis dapat memanipulasi cipta kondisi suatu kelompok, sehingga akan menimbulkan reaksi yang sama dari kelompok tersebut e. Reward dan Punishment Cara lain untuk mendapatkan simpati publik adalah melalui sistem imbalan dan hukuman. Seorang propagandis bahkan dapat menggunakan ancaman dan bujukan untuk membuat sasaran patuh. Upaya nonsimbolis disajikan untuk memperolah efek simbolis pada sasaran. Misalnya, publikasi penyiksaan terhadap penjahat dilakukan agar memperoleh efek yang diinginkan dari pihak lain. Ketika Taliban berkuasa di Afghanistan, perempuan yang dituduh berzina dilempari batu sampai mati sebelum banyak pihak dari dunia internasional memberikan bantuan dana terhadap Afghanistan. f. Monopoli Sumber Komunikasi Salah satu strategi optimalisasi propaganda adalah monopoli sumber komunikasi. Ketika orang mendengar hal yang sama berulang-ulang, alam bawah sadar mereka akan mengikutinya. g. Penggunaan Bahasa Propagandis dapat juga menggunakan simbolisasi verbal yang juga dapat mempengaruhi sasaran. Misalnya dengan menggunakan bahasa figur seperti orang tua, guru, pahlawan, dan dewa seperti "Bapak Bangsa”, "Ibu Gereja," "Paman Sam", "Pemimpin Tercinta”. Bahasa yang digunakan dapat bersifat positif maupun negatif. Noam Chomsky mencontohkan propaganda Barat terhadap Uni Soviet selama Perang Dingin dengan penggunaan bahasa: 'bau busuk yang dapat menyebar' dan 'virus' yang dapat 'menginfeksi' orang lain, sukses membuat citra Uni Soviet buruk di dunia internasional. 46 h. Musik sebagai Propaganda Musik merupakan salah satu teknik propaganda yang penting. Lagu-lagu patriotik, telah sukses menimbulkan semangat para tentara. Musik atau lagu sebagai propaganda biasanya menggunakan Bahasa dan melodi yang mudah diingat dan dinyanyikan. h) Reaksi Sasaran terhadap Propaganda Jika propaganda dilakukan secara terbuka, biasanya media massa sering melakukan jajak pendapat atau survei untuk menilai reaksi pembaca terhadap sebuah propaganda. Namun, hal yang paling penting untuk dicari adalah perilaku sasaran. Perilaku tersebut bisa dalam bentuk mengirim surat kepada editor, bergabung dengan organisasi, membuat kontribusi, membeli barang yang dijual propagandis, membentuk kelompok-kelompok cabang yang bersuborganisasi dengan organisasi utama, demonstrasi, atau menulis di blog dan di media sosial. Analis juga dapat melihat apakah target menggunakan identitas simbolik baru? dan lain sebagainya. i) Kontrapropaganda Dalam masyarakat yang bebas, persaingan antar media yang kompetitif, kontrapropaganda dapat dilihat secara jelas. Namun, ketika media benar-benar dikontrol, kontrapropaganda dapat ditemukan di bawah tanah. Kontrapropaganda bawah-tanah dapat menggunakan berbagai bentuk media, seperti selebaran dan grafiti, teater, sastra, video, film, dan situs web. Twitter banyak digunakan sebagai kontrapropaganda di Iran dan negara-negara yang lainnya. Kontrapropaganda dapat menjadi aktif seperti propaganda itu sendiri untuk mempengaruhi sasarannya. 47 j) Efek dan Evaluasi Efek yang dimaksudkan di sini adalah apakah tujuan propaganda telah terpenuhi. Jika tidak tujuan keseluruhan, maka mungkin beberapa tujuan dan/atau tujuan tertentu telah dicapai. Jika propaganda telah gagal untuk mencapai tujuan, analis propaganda harus mencoba untuk menjelaskan kegagalan dalam analisisnya. Perubahan jumlah keanggotaan organisasi merupakan salah satu keberhasilan sebuah propaganda. Sedangkan, evaluasi adalah menilai hubungan teknik dan sarana yang digunakan oleh propagandis dengan hasil yang diperoleh. Bagaimana pemilihan media dan berbagai teknik propaganda mempengaruhi hasil?32 *** 32 Gareth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE Publication, 2012, h.307. 48 BAB III KEMUNCULAN, IDEOLOGI, DAN GERAKAN ISIS A. Awal Kemunculan Kemunculan Islamic State of Iraq and Syam (ISIS) atau Dawlah Islâmiyyah fi ‘Irâq wa alSyâm (DA‗ISY), tidak dapat dilepaskan dari organisasi asalnya, yaitu Tauhid wal Jihad yang didirikan pada tahun 1999 dan dipimpin seorang radikalis berkebangsaan Yordania bernama Abu Mush'ab al-Zarqawi. Pada Oktober 2004, pimpinan organisasi itu berbaiat kepada Osama bin Laden dan organisasinya berganti nama menjadi Tanzīm Qāʻidat al-Jihād fī Bilād al-Rāfidayn atau lebih dikenal dengan al-Qaeda1 in Iraq (AQI). Pada Januari 2006, AQI bergabung dengan sejumlah kelompok radikal Irak lainnya dan membentuk Dewan Syura Mujahidin. Pada 12 Oktober 2006, Dewan Syura Mujahidin kembali bergabung dengan beberapa faksi pemberontak disusul dengan pendeklarasian ad-Dawlah al-ʻIraq al-Islāmiyah atau Negara Islam Irak (NII) yang dipimpin oleh Abu Umar al-Baghdadi. Setelah Abu Umar 1 Al-Qaeda adalah suatu organisasi paramiliter fundamentalis Islam Sunni yang salah satu tujuan utamanya adalah mengurangi pengaruh luar terhadap kepentingan Islam. Penamaan Al-Qaeda mengikuti ejaan bahasa Inggris, sebab asal nama organisasi tersebut berasal dari bahasa Arab alQâ‘idah. Organisasi ini digolongkan sebagai organisasi teroris internasional oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, PBB, Britania Raya, Kanada, Australia, dan beberapa negara lain. Walaupun secara filosofis anggotanya bersifat heterogen, sebagian besar anggota berpengaruh dari organisasi ini dianggap mengikuti manhaj Salafi. Al-Qaeda didirikan oleh seorang veteran Perang Afghanistan asal Arab Saudi, Osama bin Laden. Kelompok paramiliter ini awalnya diawaki oleh milisi eks-Perang Afghanistan dengan tujuan memberikan perlawanan terhadap pihak-pihak yang dituding memusuhi Islam seperti Amerika Serikat dan Israel. Setelah pendiri sekaligus tokoh sentral Osama bin Laden tewas dalam sebuah operasi AS, organisasi ini dipimpin oleh Ayman az-Zawahiri. Organisasi ini makin dikenal terutama setelah peristiwa serangan 9 September 2001, yang diklaim pemimpin organisasi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap AS. Lihat: Mathieu Guidère, Historical Dictionary of Islamic Fundamentalism, Toronto: The Scarecrow Press, 2012, h. 280. 49 al-Baghdadi tewas dalam operasi gabungan Amerika Serikat dan Irak pada April 2010, Abu Bakar al-Baghdadi diangkat menjadi pemimpin baru kelompok tersebut pada 15 April 2010. Berbeda dengan Abu Umar, Abu Bakar al-Baghdadi ini merupakan orang yang tak dikenal di kalangan anggota Tawhid wal Jihad senior. Namun, Abu Bakar al-Baghdadi dipaksakan maju sebagai pemimpin organisasi tersebut karena peran Haji Bakar.2 Krisis di Suriah memanas sejak tahun 2011, yaitu berawal ketika terjadi aksi unjuk rasa menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Beberapa bulan berikutnya, kerusuhan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan memicu militerisasi konflik secara bertahap. Bulan Agustus 2011, al-Baghdadi, selaku pemimpin Negara Islam Irak, mulai mengirimkan anggotanya yang berpengalaman dalam perang gerilya untuk mendirikan organisasi di Suriah. Di bawah pimpinan Abu Muhammad al-Julani asal Suriah, kelompok ini mulai merekrut anggota dan mendirikan sel di seluruh Suriah. Bulan Januari 2012, kelompok ini meresmikan dirinya dengan nama Jabhat al-Nushra li Ahl al-Syam—Jabhat al-Nusra—biasa dikenal dengan nama Front al-Nusra, dan sejak 2016 telah mengubah namanya menjadi Jabhat Fath As-Syam. Al-Nusra berkembang menjadi pasukan tempur berpengalaman. Mereka didukung warga Suriah yang menentang pemerintahan Bashar al-Assad. Pasukan itu kemudian berhasil menguasai daerah-daerah yang mayoritas dihuni warga Sunni di Provinsi al-Raqqah, Idlib, Deir ez-Zor, dan Aleppo.3 Sebagai upaya menyatukan kembali Front Al-Nusra dan ISIS, maka pada 8 April 2013, al-Baghdadi merilis pernyataan bahwa Front al-Nusra didirikan, didanai, dan dibantu 2 Roggio, Bill (16 October 2006). "The Rump Islamic Emirate of Iraq". Long War Journal. Diakses tanggal 8 Maret 2016. 3 Lihat: "Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)". Encyclopedia Britannica. Diakses tanggal 1 February 2015. Link : https://www.britannica.com/topic/Islamic-State-in-Iraq-and-theLevant. 50 oleh Negara Islam Irak, dan keduanya bergabung menjadi Negara Islam Irak dan al-Syam atau yang lebih dikenal dengan ISIS/ISIL/DAISY. Namun, Abu Mohammad al-Julani dan Ayman al-Zawahiri, masing-masing pemimpin al-Nushra dan al-Qaeda, menolak penyatuan tersebut. Al-Julani membantah penggabungan kedua kelompok tersebut dan mengaku bahwa tak satu pun petinggi al-Nushra yang diberitahu soal penggabungan ini. Namun, al-Baghdadi merilis pernyataan yang isinya menolak keputusan al-Zawahiri dan menyatakan bahwa penggabungan akan tetap berjalan. Bulan Oktober 2013, al-Zawahiri memerintahkan pembubaran ISIS dan mengangkat Front al-Nusra sebagai pemimpin operasi jihadis di Suriah, tetapi al-Baghdadi menolak keputusan al-Zawahiri dengan sejumlah alasan. AlBaghdadi pun melanjutkan operasinya di Suriah. Perpecahan di antara mereka tak terelakkan. Perang saudara pun pecah. ISIS melancarkan sejumlah serangan darat kepada semua pihak yang tidak setuju dengan dirinya.4 Upaya saling klaim dan berebut kekuasaan antara al-Qaeda dan ISIS ini berlangsung cukup lama, yaitu selama delapan bulan. Selanjutnya, pada 3 Februari 2014 al-Qaeda memutus semua hubungan dengan ISIS karena dianggap sulit diajak berunding dan sangat keras kepala. Sementara pada 29 Juni 2014, kelompok ini menyatakan diri sebagai negara Islam sekaligus kekhalifahan dunia yang dipimpin oleh khalifah Abu Bakar al-Baghdadi, atau yang dikenal dengan Amirul Mukminin di kalangan para pendukungnya, dan berganti nama menjadi ad-Dawlah al-Islāmiyah (Negara Islam), tanpa nama Iraq dan Syam. Sejak itu, ISIS mulai dikenal luas, terutama setelah memukul mundur pasukan pemerintah Irak dari kotakota besar di Irak Barat dalam sebuah serangan pada awal 2014. Hilangnya kendali Irak atas wilayahnya sendiri mengakibatkan pecahnya pemerintahan Irak dan memicu aksi militer 4 "ISI Confirms That Jabhat Al-Nusra Is Its Extension in Syria, Declares 'Islamic State of Iraq And Al-Sham' As New Name of Merged Group". MEMRI. Middle East Media Research Institute. 8 April 2013. Diakses tanggal 15 Mei 2016. 51 Amerika Serikat di Irak. Sebagai kekhalifahan, ISIS mengklaim kendali agama, politik, dan militer atas seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, dan keabsahan semua keamiran, kelompok, negara, dan organisasi tidak diakui lagi oleh ISIS setelah kekuasaan khilafah meluas dan pasukannya tiba di wilayah mereka.5 B. Jaringan, Loyalis, dan Wilayah Dudukan Sejak itulah ISIS gencar melakukan invasi untuk melebarkan wilayah kekuasaannya sekaligus menarik dukungan dari kelompok-kelompok lain. Hasilnya cukup berhasil. Pada Juli 2014, ISIS berhasil merekrut lebih dari 6.300 orang, sebagaimana yang dilaporkan oleh Syrian Observatory for Human Rights. Beberapa di antaranya diduga pernah menjadi bagian dari Pasukan Pembebasan Suriah. Pada 23 Juli 2014, pemimpin Abu Sayyaf, Isnilon Totoni Hapilon, dan sejumlah pria bertopeng berbaiat kepada al-Baghdadi lewat rekaman video, sehingga ISIS juga hadir di Filipina. Bulan September 2014, kelompok ini mulai menculik orang-orang untuk dimintai tebusan atas nama ISIS.6 Pada 3 Agustus 2014, ISIS menduduki kota Zumar, Sinjar, dan Wana di Irak utara.7 Pada akhir Oktober 2014, 800 militan radikal yang menguasai sebagian kota Derna dan Libya berbaiat kepada Abu Bakr al-Baghdadi. Derna menjadi kota pertama di luar Suriah dan Irak yang menjadi bagian dari ISIS.8 5 "Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 13 Desember 2015. 6 Maria A. Ressa, (4 August 2014). Rappler (Pasig City, Philippines) http://www.rappler.com/nation/65199-abu-sayyaf-leader-oath-isis, diakses pada 24 Maret 2016. 7 Tim Arango, (3 August 2014). "Sunni Extremists in Iraq Seize 3 Towns From Kurds and Threaten Major Dam". The New York Times. Diakses tanggal 24 Maret 2016. 8 "Libyan city declares itself part of Islamic State caliphate". Chapter 24, diakses pada 6 Maret 2016. 52 Kemudian, 10 November 2014, faksi besar dari kelompok militan Anshar Bait al-Maqdis asal Mesir menyatakan diri berbaiat kepada ISIS.9 Salah satu wilayah yang menjadi target pengaruh ISIS adalah Yaman. Pada pertengahan Januari 2015, seorang pejabat Yaman mengatakan bahwa ISIS memiliki puluhan anggota di Yaman, dan mereka berebut kekuasaan dengan al-Qaeda di Jazirah Arab atau Al-Qaeda in Arab Peninsula (AQAP).10 Pada bulan itu pula, pejabat Afghanistan membenarkan bahwa ISIS hadir di Afghanistan setelah merekrut 135 militan pada akhir Januari.11 Pada akhir Januari 2015, dikabarkan anggota ISIS telah menyusup ke Uni Eropa dengan berpura-pura menjadi pengungsi sipil yang mengungsi dari zona perang Irak dan Syam. Seorang perwakilan ISIS mengklaim bahwa ISIS berhasil menyelundupkan 4.000 anggotanya, dan mereka merencanakan rangkaian serangan di Eropa sebagai balasan atas serangan udara terhadap target-target ISIS di Irak dan Suriah.12 Di benua Afrika, ISIS telah melebarkan sayapnya ke Libya, Nigeria, Niger, Chad, dan Kamerun. Pada awal Februari 2015, militan ISIS di Libya berusaha menduduki sebagian pedesaan di sebelah barat Sabha dan wilayah yang mencakup kota Sirte, Nofolia, dan pangkalan militer di selatan kedua kota tersebut. Pada bulan itu juga, sebagian anggota Ansar al-Sharia di Yaman berpisah dari al-Qaeda dan berbaiat kepada ISIS. Pada awal Maret 2015, 9 "Egypt jihadists vow loyalty to IS as Iraq probes leader's fate". Agence France-Presse (10 November 2014). Diakses 9 Maret 2016. 10 "ISIS gaining ground in Yemen, competing with al Qaeda". CNN. 21 January 2015. http://edition.cnn.com/2015/01/21/politics/isis-gaining-ground-in-yemen/. Diakses tanggal 10 Maret 2016. 11 "Officials confirm ISIL present in Afghanistan". Al Jazeera. http://www.aljazeera.com/news/asia/2015/01/afghan-officials-confirm-isil-presence.html. Diakses pada 10 Maret 2016. 12 Giglio, Mike; al-Awad, Munzer. "ISIS Operative: This Is How We Send Jihadis To Europe". BuzzFeed. Diakses pada 10 Maret 2016. 53 ISIS menduduki sebagian kecil wilayah Libya, termasuk sebuah kota di sebelah barat Derna, wilayah sekitar Sirte, sepetak lahan di Libya selatan, sebagian wilayah dekat Benghazi, dan sebagian wilayah di sebelah timur Tripoli. Pada 7 Maret 2015, Boko Haram juga menyatakan berbaiat kepada ISIS sehingga ISIS hadir di Nigeria, Niger, Chad, dan Kamerun. Bahkan, pada 13 Maret 2015, kelompok militan dari Gerakan Islam Uzbekistan berbaiat kepada ISIS, kelompok tersebut merilis video lain pada 31 Juli 2015 yang menampilkan baiat pemimpin spiritualnya kepada ISIS. Tanggal 30 Maret 2015, pejabat syariah senior Ansar al-Sharia di Libya, Abdullah Al-Libi, pindah ke ISIS. 13 Berdasarkan data yang dimiliki Reuters, disebutkan bahwa 90% pejuang ISIS di Irak adalah warga Irak dan 70% pejuang di Suriah adalah warga Suriah. Artikel tersebut menyatakan bahwa kelompok tersebut memiliki 40.000 pejuang dan 60.000 pendukung di Irak dan Suriah.14 Kemudian, menurut laporan Dewan Keamanan PBB Maret 2015, 22.000 pejuang asing dari 100 negara telah berangkat ke Suriah dan Irak, sebagian besar hendak mendukung ISIS. Laporan tersebut memperingatkan bahwa Suriah dan Irak telah menjadi "tempat pendidikan ekstremis tahap akhir". Pada pertengahan 2014, pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi menyerukan, "Berangkatlah, wahai umat Islam, ke negaramu ...". Laporan PBB Mei 2015 menunjukkan bahwa 25.000 pejuang asing dari 100 negara telah bergabung dengan berbagai kelompok "Islamis". Banyak di antaranya yang bekerja untuk ISIS atau alQaeda.15 Terrorism Research and Analysis Consortium (TRAC) mengidentifikasi 60 kelompok jihadis di 30 negara yang telah berbaiat atau mendukung ISIS per November 2014. 13 Von Drehle, David (26 February 2015). "What Comes After the War on ISIS". Time. Diakses pada 7 Maret 2016. 14 "Saddam's former army is secret of Baghdadi's success". Reuters. 16 June 2015. Diakses pada 5 Maret 2016. 15 "UN says '25,000 foreign fighters' joined Islamist militants". BBC News. 2 April 2015. Diakses pada 2 Maret 2016. 54 Kelompok-kelompok ini sebelumnya berafiliasi dengan al-Qaeda sehingga menunjukkan adanya peralihan kepemimpinan jihad global ke ISIS.16 Tidak hanya di luar negeri, pengaruh ISIS telah menyebar di dalam negeri. Di Indonesia, para pendukung ISIS tidak kurang dari 18 kelompok radikal, sebagaimana yang pernah disebutkan oleh Rohan Gunaratna, peneliti terorisme dari Universitas Nanyang Singapura, 15 di antaranya sudah membaiat Abu Bakar Al-Baghdadi sebagai khalifah mereka dan 3 lainnya baru sekadar menyatakan dukungan. Kelima belas kelompok tersebut adalah Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharuut Tauhid (JAT), Ring Banten, Jamaah Tawhid wal Jihad (TWJ), Forum Aktivis Syariah Islam (Faksi), Pendukung dan Pembela Daulah, Gerakan Reformasi Islam, Asybal Tawhid Indonesia, Kongres Umat Islam Bekasi, Umat Islam Nusantara, Ikhwan Muwahid Fie Indunisy, Jazirah al-Muluk (Ambon), Ansharul Kilafah Jawa Timur, Halawi Makmun Group, Gerakan Tawhid Lamongan, Khilafatul Muslimin, Laskar Jundullah. Kelima belas kelompok tersebut bergabung dalam satu organisasi yang diberi nama Jamaah Ansharu Daulah (JAD).17 Di tingkat global, sebagaimana yang dirilis kompas.com sudah 31 kelompok radikal yang menyatakan dukungan terhadap ISIS, termasuk nama-nama kelompok yang sudah disebutkan di atas, seperti Boko Haram yang sudah menyebabkan kematian puluhan ribu warga Nigeria dan mengakibatkan sejuta orang lainnya mengungsi dalam beberapa tahun terakhir. Ketiga puluh satu kelompok dimaksud adalah Al-I'tisam of the Quran and Sunnah (Sudan), Abu Sayyaf (Filipina), Ansar al-Khilafah (Filipina) Ansar al-Tawhid di India 16 Mohammed, Riyadh (16 November 2014). "ISIS Beheads Another American As 60 New Terror Groups Join". The Fiscal Times. Diakses pada 7 Maret 2016. 17 Lihat: ―18 Kelompok Ekstrimis-Islam Pro ISIS di Indonesia‖ dalam http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/24/nlove5-18-kelompok-indonesia-milikihubungan-dengan-isis, diakses pada Sabtu, 5 Des 2015. 55 (India), Pejuang Pembebasan Islam Bangsamoro (BIFF [Filipina]), Bangsmoro Justice Movement (BJM [Filipina]), Batalion al-Huda Battalion di Maghreb (Aljazair), Brigade Pahlawan Islam Khorasan (Afganistan), Para Tentara Kalifah Aljazair (Aljazair), Jundullah (Pakistan), Gerakan Islam Uzbekistan (IMU [Pakistan]), Dewan Pemuda Syura Islam (Libya), Jaish al-Sahabah di Levant (Suriah), Faksi Katibat al-Imam Bukhari (Syria), Jamaat Ansar Bait al-Maqdis (Mesir) Jund al-Khilafah Mesir (Mesir), Liwa Ahrar al-Sunna di Baalbek (Lebanon), Negara Islam Libta (Darnah [Libya]), Para Singa Libya (Tak Terkonfirmasi), Dewan Syura Shabab al-Islam Darnah (Libya), Mujahidin Indonesia Timor (MIT [Indonesia]), Dewan Syura Mujahidin di Jerusalem (MSCJ [Egypt]), Tehreek-e- Khilafat (Pakistan), Batalion Okba Ibn Nafaa (Tunisia), Mujahidin Yaman (Yaman), Pendukung Negara Islam Yaman (Yaman), Brigade al-Tawheed di Khorasan (Afganistan), Pendukung Negara Islam di Tanah Dua Masjid Suci (Arab Saudi), Ansar al-Islam (Irak), Pemimpin Mujahid Khorasan (Pakistan), Boko Haram (Nigeria).18 Dengan didukung kekuatan Foreign Fighter dari luar negeri, ISIS telah menjadi kekuatan militan terbesar dan berpengaruh di Timur Tengah. Pada awal 2015, wartawan Mary Anne Weaver memperkirakan bahwa ISIS beranggotakan 15.000 pejuang dari lebih dari 80 negara pada November 2014. Intelijen Amerika Serikat memperkirakan peningkatan jumlah pejuang asing sebesar 20.000 orang pada Februari 2015, termasuk 3.400 orang dari negara-negara Barat. Statistik per negara: 3.000 pejuang dari Tunisia, 2.500 dari Arab Saudi, 1.700 dari Rusia, 1.500 dari Yordania, 1.500 dari Maroko, 1.200 dari Perancis, 1.000 dari Turki, 900 dari Lebanon, 700 dari Jerman, 600 dari Libya. 600 dari Britania Raya, 500 dari Indonesia, 500 dari Uzbekistan, 500 dari Pakistan, 440 dari Belgia, 360 dari Turkmenistan, 360 dari Mesir, 350 dari Serbia, 330 dari Bosnia, 300 dari China, 300 dari Kosovo, 300 18 Lihat: ―Sebanyak 31 Kelompok Militan Dukung ISIS‖ dalam internasional.kompas.com, diakses pada Sabtu, 5 Des. 2015. 56 dari Swedia, 250 dari Australia, 250 dari Kazakhstan, 250 dari Belanda, 200-300 dari Azerbaijan, 200 dari Austria, 200 dari Aljazair, 200 dari Malaysia, 190 dari Tajikistan, 180 dari Amerika Serikat, 150 dari Norwegia, 150 dari Denmark, 140 dari Albania, 133 dari Spanyol, 130 dari Kanada, 110 dari Yaman, 100 dari Sudan, 100 dari Kyrgyzstan, 80 dari Italia, 70–80 dari Palestina, 70 dari Somalia, 70 dari Kuwait, 70 dari Finlandia, 50 dari Ukraina, 40–50 dari Israel, 40 dari Irlandia, 40 dari Swiss, sedikitnya 30 dari Georgia, 23 dari Argentina, 18 dari India, 10–12 dari Portugal, dan 3 dari Filipina. Menurut pernyataan mantan pemimpin senior NI, para pejuang mendapatkan suplai makanan, bensin, dan rumah tanpa upah, tidak seperti pejuang Irak atau Suriah.19 C. Ideologi Menurut Richard, sebagaimana dikutip Reno Muhammad, ISIS memiliki kemiripan dengan kelompok Salafi atau Wahhabi. ISIS mengikuti penafsiran Islam ekstrem, mendukung kekerasan agama, dan menganggap Muslim yang tidak sepakat dengan penafsirannya sebagai kafir atau murtad.20 Menurut Hayder al-Khoei, pemikiran ISIS diwakili oleh simbolisme Bendera Hitam yang digunakan Muhammad saat bertempur. Bendera tersebut menampilkan lambang Muhammad di dalam lingkaran putih disertai tulisan Tiada Tuhan selain Allah. Simbolisme seperti itu mengacu pada kepercayaan ISIS bahwa kelompoknya akan mengembalikan kejayaan kekhalifahan Islam zaman dulu beserta seluruh pengaruh politik, agama, dan eskatologinya. Menurut sejumlah pengamat, ISIS terbentuk dari ideologi Ikhwanul Muslimin, kelompok Islamis pasca-Utsmaniyah pertama yang berdiri pada akhir 19 Mary Anne Weaver (19 April 2015). "Her Majesty‘s Jihadists". The New York Times. http://www.nytimes.com/2015/04/19/magazine/her-majestys-jihadists.html?_r=0, Diakses tanggal 14 Februari 2016. 20 Reno Muhammad, ISIS: Mengungkap Fakta Terorisme Berlabel Islam, Jakarta: Noura Book, 2014, h. xiv. 57 1920-an di Mesir. ISIS mengikuti prinsip jihadis global dan ideologi garis keras al-Qaeda dan kelompok jihadis modern lainnya. Namun demikian, sumber-sumber lain menyebutkan bahwa kelompok ini berakar dari Wahhabisme, berdasarkan kesamaan-kesamaan konsep yang diusung oleh Wahabi, seperti tauhid, syirik, munafik, sesat, murtad. Konsep syirik inilah yang antara lain dijadikan alasan untuk menghancurkan banyak benda-benda peninggalan sejarah kuno. Kendati demikian, menurut hemat penulis, lagi-lagi misinya ekonomi dan kekuasaan. Sebab, tidak semua benda itu dihancurkan, tetapi dijual dengan harga tinggi, sebagaimana akan dipaparkan. Sebagai prinsip penuntunnya, para pemimpin Negara Islam membuka dan memperjelas komitmennya terhadap aliran Wahhabi Islam Sunni. Kelompok ini menyebarkan gambar-gambar buku teks agama Wahhabi dari Arab Saudi di sekolah-sekolah yang dikendalikannya. Video dari wilayah ISIS menampilkan teks-teks Wahhabi yang ditempelkan di samping mobil dakwah resmi. Menurut The Economist, para penentang di ibukota ISIS, Al-Raqqah, melaporkan bahwa kedua belas hakim yang saat ini menjalankan sistem peradilan [di sana] ... adalah orang Saudi. Praktik Wahhabi Saudi yang juga dianut kelompok ini adalah pembentukan polisi agama untuk menertibkan masyarakat dan mewajibkan salat di masjid, pelaksanaan hukuman mati, dan penghancuran atau penataan ulang bangunan keagamaan non-Sunni. Bernard Haykel menyebut niat al-Baghdadi sebagai Wahhabisme yang belum dijinakkan. ISIS bertujuan mengembalikan masa-masa kejayaan awal Islam dan menolak segala bidah atau penyesuaian agama Islam yang dianggap menyesatkan tujuan aslinya. ISIS mengutuk rezim-rezim modern dan Kesultanan Utsmaniyah karena keluar dari Islam yang sejati. ISIS juga berusaha membangkitkan kembali proyek pendirian kekhalifahan Wahhabi yang diatur oleh doktrin Salafis yang ketat. Mengikuti tradisi Salafi-Wahhabi, ISIS mencap para pengikut hukum sekuler, termasuk pemerintah Arab Saudi, sebagai kaum murtad. Kaum Salafi seperti ISIS percaya bahwa hanya 58 kewenangan sah-lah yang dapat memimpin jihad, dan prioritas utama di wilayah pertempuran seperti negara-negara non-Muslim adalah penyucian umat Islam. Contohnya, ISIS menganggap kelompok Sunni Palestina, Hamas, kafir yang tidak punya kewenangan sah untuk memimpin jihad. Mereka juga menganggap pertempuran melawan Hamas sebagai tahap pertama pertempuran melawan Israel oleh ISIS. Namun, sebagian pengamat melihat mengapa ISIS hingga kini tidak menyerang Israel, karena ISIS menganggap Israel bukan sebagai penghalang dan ancaman. Ini pula yang mengundang pertanyaan besar dari sejumlah tokoh dunia. Palestina yang tengah berjuang sendirian, justru tidak dibantu oleh ISIS yang mengklaim sebagai khilafah islamiyah.21 Tuduhan ISIS sebagai penganut Wahabi terlihat dalam doktrin pemurnian tauhid yang berlebihan, anti syirik, anti bid‘ah, dan anti ziarah. Oleh sebab itu, mereka berusaha menghancurkan kuburan-kuburan yang banyak diziarahi sekaligus benda-benda bersejarah lainnya. ISIS menganggap berdoa di kuburan sebagai tindakan syirik dan berupaya menyucikan kaum kafir. ISIS menggunakan alat berat untuk menghancurkan berbagai bangunan dan situs arkeologi. Bernard Haykel menyebut tindakan al-Baghdadi sebagai "Wahhabisme yang belum jinak". Ia mengatakan, "Bagi Al Qaeda, kekerasan adalah cara mencapai tujuan; bagi ISIS, [kekerasan] adalah tujuan itu sendiri". Penghancuran makam dan tempat suci Nabi Yunus, masjid Imam Yahya Abu al-Qassimin abad ke-13, tempat suci nabi Jerjis abad ke-14, dan upaya penghancuran menara Hadba di Masjid Agung Al-Nuri abad ke12 pada bulan Juli 2014 dijuluki sebagai "tindakan Wahhabisme ekstrem yang tidak dicegah. Ada serangakain ledakan yang menghancurkan bangunan zaman Asiria, kata direktur Museum Nasional Irak, Qais Rasyid, mengacu pada penghancuran tempat suci Yunus. Ia menyebut kasus lain ketika Daesh (ISIS) mengumpulkan lebih dari 1.500 manuskrip dari kuil 21 Ikhwanul Kiram Mashuri, ―Mengapa ISIS tak Menjadikan Israel sebagai Musuh?‖ Lihat: www.republika.co.id, diakses 15 Maret 2016. 59 dan tempat suci lainnya dan membakarnya di alun-alun kota". Pada Maret 2015, NIIS kabarnya menghancurkan kota Nimrud yang dibangun pada zaman Asiria abad ke-13 SM dengan alasan syirik. Direktur Jenderal UNESCO menganggap tindakan tersebut sebagai kejahatan perang.22 Sebagaian pengamat mencap ISIS sebagai takfiri dan Khawarij dari kelompok perpejuangan di Suriah dengan alasan berikut: Pertama, sikap mudah mengkafirkan dan menghalalkan darah orang lain yang tidak sekelompok dengan dirinya. Kedua, menyerang sesama pejuang Suriah, termasuk Jabhat al-Nushrah (cabang resmi Al Qoidah di Suriah), Ahrarus Syam, Jabhah al-Islamiyah. Dengan begitu, konsentrasi para pejuang melawan kekejaman rezim Presiden Bassar Assad & Rusia menjadi terpecah. Ketiga, menolak mahkamah syariah yang digagas para ulama netral untuk mengadili perselisihan para pejuang Suriah. Keempat, menolak perintah al-Qaeda untuk kembali ke irak, dan malah menuduh balik Al Qaidah sebagai pendukung Sykes-Picot. Kelima, berlebih-lebihan (ghuluw), bahkan di luar batas dalam memberi hukuman, seperti memenggal, menyalib, membakar, atau menyeret, yang sesungguhnya Islam sendiri melarang keras semua tindakan semena-mena semacam itu. Atas tindakan brutalnya itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut ISIS telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kejahatan perang. Amnesty International melaporkan bahwa kelompok ini telah melakukan pembersihan etnis berskala sangat besar. Kelompok ini dicap sebagai organisasi teroris oleh PBB, Uni Eropa, dan negara-negara anggotanya, Amerika Serikat, India, Indonesia, Israel, Turki, Arab Saudi, Suriah, dan negara-negara lain. Lebih dari 60 negara secara langsung atau tidak langsung berperang melawan ISIS.23 22 23 Adil Rasheed, ISIS: Race to Armageddon, New Delhi: Vij Book India, 2015, h. 58. "Iraq crisis: Islamic State accused of ethnic cleansing". BBC News. 2 September 2014. Diakses tanggal 25 September 2014. 60 Banyak yang bertanya mengapa ISIS sering bentrok dengan para pejuang lain? Semula ISIS adalah kelompok Tauhid wal Jihad yang dipimpin oleh Abu Mushab al Zarqawi lalu bergabung dengan al-Qaeda dan menjadi cabang resmi al-Qaeda di Irak. Namun kemudian haluannya menjadi berbeda arah karena diduga disusupi oleh agen-agen Partai Ba‗ats, partai sosialis peninggalan Saddam Husein, sejak ditinggal Abu Mushab al Zarqawi. Pemukanya adalah Haji Bakar yang menjadi orang paling berpengaruh di ISIS. Haji Bakarlah yang mengorganisir agar Abu Bakar al-Bagdadi menjadi pemimpin pengganti Abu Umar.24 Di kemudian hari setelah Haji Bakar tewas ditemukan bahwa dia berpaspor Iran. Sehingga tidak heran beberapa kali terjadi kesepakatan ISIS dengan rezim Bashar Assad yang didukung oleh Iran, di antaranya adalah ketika rezim berkali-kali tidak bisa menembus pertahanan kelompok jihadi di beberapa area di Aleppo, lalu ISIS masuk ke bukit Teame di Aleppo, kemudian memberi jalan kepada rezim. Ketika itu, komunikasi antara ISIS dan rezim terdengar di radio para jihadis lain, sehingga mereka mengetahui kesepakatan jahat ini. Akibatnya penjara pusat Aleppo dan daerah industri Syaikh Najjar jatuh ke tangan rezim yang mengakibatkan pembantaian terhadap warga Sunni rezim. D. Pendanaan Berdasarkan penelitian yang dirangkum oleh Financial Action Task Force tahun 2015, terdapat lima sumber pendapatan utama ISIS yaitu: Pertama, rampasan dari pendudukan wilayah, termasuk penguasaan bank, sumber minyak dan gas, pajak, pemerasan, dan perampokan aset-aset ekonomi. Kedua, tebusan sandera atau tawanan. Ketiga, sumbangan dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk, biasanya beralasan "sumbangan kemanusiaan". 24 Zelin, Aaron Y. (June 2014). "The War between ISIS and al-Qaeda for Supremacy of the Global Jihadist Movement" (PDF). Research Notes (Washington Institute for Near East Policy). Diakses tanggal 26 August 2014. 61 Keempat, bantuan material oleh pejuang asing. Kelima, penggalangan dana lewat jaringan komunikasi modern.25 Namun, sejatinya sumber pendanaan ISIS tersebut lebih banyak berasal dari internal. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian dari RAND Corporation pada 2014 yang menganalisis sumber pendanaan ISIS dari dokumen yang diperoleh antara tahun 2005 dan 2010 dan menemukan bahwa sumbangan luar negeri hanya mencakup 5% dari total anggaran operasional kelompok ini. Sel-sel di Irak diwajibkan mengirim 20% pendapatannya yang diperoleh dari penculikan, pemerasan, dan aktivitas lain ke induknya. Induk organisasi tersebut akan menyalurkannya ke sel-sel provinsi atau lokal yang membutuhkan dana untuk melancarkan serangan.26 Saat ini, ISIS dapat dibilang merupakan kelompok jihadis terkaya di dunia. Pada pertengahan 2014, intelijen Irak mendapatkan informasi bahwa ISIS memiliki aset senilai US$2 miliar. Sekitar tiga per empat jumlah tersebut dirampok dari bank sentral Mosul dan bank-bank komersial di Mosul. Akan tetapi, sebagian pihak meragukan apakah ISIS mampu merampok uang sedemikian besarnya dari bank sentral dan apakah perampokan bank benarbenar terjadi. 27 Sejak 2012, ISIS merilis laporan tahunan layaknya laporan operasional perusahaan untuk menarik calon donatur. Seorang pejabat Kementerian Keuangan Amerika Serikat memperkirakan bahwa ISIS memiliki pendapatan US$1 juta per hari lewat aktivitas ekspor 25 "Financing of the Terrorist Organisation Islamic State in Iraq and the Levant" (PDF). Financial Action Task Force. February 2015. Diakses pada 12 Maret 2016. 26 Allam, Hannah (23 June 2014). "Records show how Iraqi extremists withstood U.S. anti- terror efforts". McClatchy News. Diakses pada 3 Maret 2016. 27 Chulov, Martin (15 June 2014). "How an arrest in Iraq revealed Isis's $2bn jihadist network". The Guardian. Diakses tanggal 17 June 2014. 62 minyak. Pada tahun 2014, analis energi asal Dubai memperkirakan bahwa pendapatan minyak gabungan dari wilayah Irak dan Suriah yang diduduki ISIS mencapai US$3 juta per hari. Tahun 2014, sebagian besar pendanaan kelompok ini berasal dari produksi dan penjualan energi; ISIS menguasai kurang lebih 300 sumur minyak di Irak. Pada puncaknya, ISIS mengoperasikan 350 sumur minyak di Irak, namun kehilangan 45 sumur akibat serangan udara pasukan asing. ISIS telah menguasai 60% kapasitas produksi minyak Suriah. Sekitar seperlima kapasitas totalnya dioperasikan oleh ISIS. ISIS mendapatkan US$2,5 juta per hari dengan menjual 50.000–60.000 barel minyak per hari. Penjualan luar negeri bergantung pada pasar gelap ekspor ke Turki. Banyak penyelundup dan penjaga perbatasan Turki korup yang membantu Saddam Hussein menghindari sanksi justru membantu ISIS mengekspor minyak dan mengimpor uang tunai. Pendapatan energi ISIS juga mencakup penjualan listrik dari pembangkit listrik di Suriah utara; sebagian listrik tersebut kabarnya dijual kembali ke pemerintah Suriah.28 Sumber pendanaan ISIS terbesar kedua diperkirakan melalui penjualan artefak. Lebih dari sepertiga situs sejarah Irak dikuasai oleh ISIS. ISIS menjarah istana raja Asiria Ashurnasirpal II di Kalhu (Nimrud) yang sudah berdiri sejak abad ke-9 SM. Tablet, manuskrip, dan kuneiform dijual senilai ratusan juta dolar. Artefak jarahan diselundupkan ke Turki dan Yordania. Abdulamir al-Hamdani, arkeolog SUNY Stony Brook, mengatakan bahwa ISIS "menjarah... akar terdasar umat manusia, artefak dari peradaban tertua di dunia".29 28 Bronstein, Scott; Drew Griffin (7 October 2014). "Self-funded and deep-rooted: How ISIS makes its millions". CNN. Diakses pada 9 Maret 2016. 29 Giovanni, Janine; McGrath Goodman, Leah; Sharkov, Damien (6 November 2014). "How Does ISIS Fund Its Reign of Terror?". Newsweek. Diakses pada 10 Maret 2016. 63 Selain itu, ISIS juga mengumpulkan kekayaannya lewat pajak dan pemerasan. Terkait pajak, umat Kristen dan orang asing wajib membayar pajak jizyah. Selain itu, kelompok ini rutin melakukan pemerasan dengan meminta uang dari sopir truk dan mengancam mengebom toko. Merampok bank dan toko emas merupakan salah satu sumber pendapatan ISIS. Pemerintah Irak secara tidak langsung mendanai ISIS karena pemerintah masih terus membayar gaji ribuan karyawan pemerintah yang bekerja di wilayah ISIS; ISIS kemudian memangkas separuh gaji karyawan pemerintah Irak. Polisi, guru, dan tentara yang sebelumnya bekerja untuk rezim sekuler Irak masih diizinkan bekerja apabila mereka membayar iuran kartu pertobatan yang harus diperpanjang setiap tahunnya.30 Tidak hanya perampokan, ISIS diduga juga telah melakukan penjualan narkotika, guna meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut sebagaimana pernyataan Victor Ivanov, kepala badan narkotika nasional Rusia, yang menyebutkan bahwa ISIS mengumpulkan kekayaan dengan menyelundupkan heroin Afghanistan melintasi wilayahnya seperti yang dilakukan Boko Haram. Pendapatan dari aktivitas ini bisa mencapai $1 miliar per tahunnya. Lahan pertanian antara sungai Tigris dan Eufrat menghasilkan separuh produksi gandum tahunan Suriah dan sepertiga produksi gandum tahunan Irak. ISIS mampu memproduksi hasil tani senilai US$200 juta per tahun bila lahannya dikelola dengan baik.31 Terkait pendanaan dari luar negeri, pada Juni 2014, surat kabar The Daily Beast menuduh Arab Saudi, Kuwait, dan Qatar mendanai ISIS. Pemerintah Iran dan Irak juga menuduh Arab Saudi dan Qatar mendanai kelompok tersebut. Menjelang konferensi pro-Irak anti-ISIS yang diselenggarakan di Paris tanggal 15 September 2014, menteri luar negeri 30 Simpson, Cam; Philips, Matthew (19 November 2015). "Why ISIS has all the money it needs". Bloomberg Business. Diakses pada 6 Maret 2016. 31 "ISIS economy based on illegal drug trade – Russian anti-drug chief". RT. 23 Juli 2015. Diakses tanggal 16 Maret 2016. 64 Perancis mengakui bahwa sejumlah negara yang hadir (Saudi, Qatar, dan Kuwait) "sangat mungkin" mendanai operasi ISIS.32 Menurut The Atlantic, ISIS bisa jadi merupakan bagian dari strategi operasi rahasia Bandar bin Sultan di Suriah.33 Beberapa organisasi amal tak terdaftar menjadi perantara dana ke ISIS dengan alasan "sumbangan kemanusiaan". Arab Saudi menerapkan larangan menyeluruh untuk sumbangan tak berizin ke Suriah demi menghentikan arus dana tersebut. Namun demikian, sejumlah sumber menegaskan tidak ada bukti bahwa ISIS didukung langsung oleh negara-negara Teluk.34 E. Media dan Propaganda Hal yang menonjol dari organisasi ISIS adalah propagandanya yang gencar dan masif. ISIS memakai Bendera Hitam Islam dan merancang lambang yang memiliki makna simbolis di kalangan umat Islam. Pada November 2006, tidak lama setelah mengubah namanya menjadi Negara Islam Irak, kelompok ini mendirikan Al-Furqan Foundation for Media Production untuk keperluan pembuatan CD, DVD, poster, pamflet, dan produk propaganda web sekaligus pernyataan resmi. NIIS mulai memperluas kehadiran medianya pada 2013 lewat pembentukan sayap media keduanya bernama Al-I'tisam Media Foundation pada Maret dan Ajnad Foundation for Media Production untuk pembuatan nasyid dan konten suara pada Agustus. Pada pertengahan 2014, ISIS mendirikan Al-Hayat Media Center yang menargetkan masyarakat Barat dan memproduksi material berbahasa Inggris, Jerman, Rusia dan Perancis. 32 Rogin, Josh (14 June 2014). "America's Allies Are Funding ISIS". The Daily Beast. Diakses pada 14 Maret 2016. 33 Clemons, Steve (23 June 2014). "'Thank God for the Saudis': ISIS, Iraq, and the Lessons of Blowback". The Atlantic. Diakses pada 13 Maret 2016. 34 Black, Ian (19 June 2014). "Saudi Arabia rejects Iraqi accusations of Isis support". The Guardian. Diakses pada 13 Maret 2016. 65 Ketika ISIS mengumumkan perluasannya ke negara lain pada November 2014, organisasi ini mendirikan departemen media untuk cabang-cabang barunya. Sayap media ISIS menjamin bahwa cabang-cabangnya mengikuti model pemasaran yang dipakai di Irak dan Suriah. Pada Desember 2014, Direktur FBI James Comey menyatakan bahwa "propaganda ISIS sangat bagus. Mereka mengudara sedikitnya dengan 23 bahasa. 35 Melalui al-Hayat, sejak Juli 2014, ISIS mulai menerbitkan majalah digital bernama Dabiq, dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggris. Menurut majalah tersebut, namanya diambil dari nama kota Dabiq di Suriah utara yang disebutkan dalam sebuah hadits mengenai Hari Kiamat. Al-Hayat juga menerbitkan majalah digital berbahasa Turki bernama Konstantiniyye, nama Istanbul dalam bahasa Turki Utsmaniyah, pada bulan Juni 2015. Kelompok ini juga mengoperasikan jaringan radio Al-Bayan yang menyiarkan buletin berbahasa Arab, Rusia, dan Inggris, dan meliput aktivitasnya di Irak, Suriah, dan Libya.36 Pemanfaatan media sosial oleh ISIS bahkan diakui lebih hebat daripada sebagian besar perusahaan Amerika Serikat. Organisasi ini sering menggunakan media sosial, terutama Twitter, untuk menyebarkan pesan-pesannya dengan melakukan kampanye tagar, mengepos kicauan di tagar populer, dan memanfaatkan aplikasi perangkat lunak yang memungkinkan propagandanya tersebar secara otomatis lewat akun para pendukungnya. Seorang pengamat mengatakan bahwa ISIS lebih mahir memanfaatkan social media daripada kelompok- kelompok jihadis lainnya. Kehadiran mereka di media sosial sangat teratur. Pada Agustus 2014, Twitter menutup beberapa akun yang berhubungan dengan ISIS. NIIS membuat lagi 35 Khalaf, Roula; Jones, Sam (17 June 2014). "Selling terror: how ISIS details its brutality". Financial Times. Diakses tanggal 18 Maret 2016. 36 "Dabiq: What Islamic State's New Magazine Tells Us about Their Strategic Direction, Recruitment Patterns and Guerrilla Doctrine". The Jamestown Foundation. 1 August 2014. Diakses tanggal 17 Maret 2016. 66 dan mempublikasikan akun-akun barunya keesokan harinya, namun ditutup lagi oleh Twitter. Kelompok ini berusaha beralih ke situs media sosial alternatif seperti Quitter, Friendica, dan Diaspora. Namun demikian, Quitter dan Friendica berusaha melenyapkan akun-akun NIIS dari situs mereka.37 Salah satu propaganda yang sangat menonjol dari ISIS adalah penerbitan video dan foto pemenggalan, penembakan, pembakaran atau penenggelaman tahanan. Wartawan Abdel Bari Atwan menyebut konten media ISIS sebagai bagian dari "kebijakan yang diterapkan secara sistematis". Kekejaman pembunuhannya "menjamin" naiknya perhatian media dan masyarakat. Sesuai rencana strategiawan al-Qaeda Abu Bakr Naji, ISIS berharap bahwa "kekejaman" akan membuat musuh-musuh Baratnya "jengkel dan lelah" dan menarik Amerika Serikat ke lapangan untuk melawan ISIS. Pasukan yang tidak berniat untuk memenangkan perang berkelanjutan akan "dibuat lelah" secara militer.38 Selain citra brutal, ISIS juga mencitrakan dirinya sebagai ‗negara impian‘ yang emosional, tempat orang-orang 'kembali', ketika semua orang adalah 'saudara' atau 'saudari'. Adaptasi atau singkatan istilah Islam yang disesuaikan dengan bahasa prokem mulai merebak di akun-akun media sosial berbahasa Inggris untuk menciptakan citra 'jihadi keren'. Alasan psikologis yang paling manjur dari propaganda media ISIS adalah janji surga bagi para pejuang yang syahid. Media ISIS sering mengepos foto jihadis syahid dengan wajah tersenyum, 'salam' ISIS berupa 'telunjuk yang mengarah ke langit', dan kesaksian para janda pejuang yang bahagia. 37 Berger, J. M. (16 June 2014). "How ISIS Games Twitter". The Atlantic. Diakses tanggal 17 Maret 2016. 38 Ruthven, Malise. "Inside the Islamic State. Review of Islamic State: The Digital Caliphate by Abdel Bari Atwan". New York Review of Books (9 July 2015). Diakses pada 17 Maret 2016. 67 ISIS juga berusaha memaparkan "argumen [yang lebih] rasional" dalam seri "pernyataan pers/diskusi" yang dibawakan oleh John Cantlie dan dipublikasikan di YouTube. Salah satu "presentasi Cantlie" mengutip berbagai pejabat Amerika Serikat, baik petahana maupun mantan, seperti Presiden Barack Obama dan pejabat CIA Michael Scheuer. Bulan April 2015, sekelompok peretas yang mengaku berbaiat kepada ISIS meretas 11 saluran televisi global milik TV5Monde selama beberapa jam dan mengambil alih halaman media sosialnya selama hampir satu hari. Perusahaan keamanan siber Amerika Serikat, FireEye, melaporkan bahwa serangan tersebut diyakini dilakukan oleh kelompok peretas asal Rusia bernama APT28 yang diduga berhubungan dengan pemerintah Rusia.39 F. Kejahatan Agama Dalam menjalani kehidupan beragama, ISIS memaksa orang-orang di wilayahnya untuk menjalani hidup sesuai hukum syariah versi mereka. Banyak laporan mengenai penggunaan ancaman hukuman mati, penyiksaan, dan mutilasi untuk memaksa perpindahan agama ke Islam, dan pembunuhan sejumlah ulama karena menolak berbaiat kepada Negara Islam. ISIS menargetkan tindakan kekerasannya terhadap Muslim Syiah, Alawi, Asiria, Kaldea, Suriah, dan Kristen Armenia, Yazidi, Druze, Shabak, dan Mandea. Para pejuang ISIS menargetkan sekte minoritas Alawi di Suriah. Negara Islam dan kelompok-kelompok jihadis lainnya kabarnya memimpin serangan terhadap desa-desa Alawi di Kegubernuran Latakia, Suriah, bulan Agustus 2013. Terkait kejahatan ini, Amnesty International menyatakan bahwa ISIS bertanggung jawab atas pembersihan etnis terhadap etnis dan kelompok minoritas agama tertentu di Irak utara dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Aksi mereka membuat kaum 39 "France probes Russian lead in TV5Monde hacking: sources". Reuters. 10 June 2015. Diakses tanggal 13 Maret 2016. 68 minoritas terancam terhapus dari peta Irak. Dalam laporan khusus yang dirilis 2 September 2014, ISIS secara sistematis menargetkan permukiman Muslim non-Arab dan non-Sunni, membunuh atau menculik ratusan, mungkin ribuan, orang dan memaksa lebih dari 830.000 orang mengungsi dari wilayah yang didudukinya sejak 10 Juni 2014. Di antara orang-orang tersebut terdapat kaum Kristen Asiria, Syiah Turkmen, Syiah Shabak, Yazidi, Kaka'i, dan Mandea Sabea yang sudah hidup bersama selama berabad-abad di Provinsi Nineveh, sebagian besar wilayahnya diduduki oleh ISIS.40 Tidak terhitung banyaknya kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh ISIS. Namun, setidaknya media mengungkap beberapa kasus, antara lain: pembunuhan warga sipil dari kalangan agama dan etnis minoritas oleh ISIS di desa dan kota Quiniyeh (70–90 orang Yazidi tewas), Hardan (60 orang Yazidi tewas), Sinjar (500–2.000 orang Yazidi tewas), Ramadi Jabal (60–70 orang Yazidi tewas), Dhola (50 orang Yazidi tewas), Khana Sor (100 orang Yazidi tewas), Hardan (250–300 orang Yazidi tewas), al-Shimal (puluhan orang Yazidi tewas), Khocho (400 orang Yazidi tewas dan 1.000 diculik), Jadala (14 orang Yazidi tewas), dan Beshir (700 orang Turkmen Syiah tewas). Kasus pembunuhan lainnya terjadi di dekat Mosul (670 tahanan Syiah di penjara Badush tewas) dan penjara Tal Afar, Irak (200 orang Yazidi tewas karena menolak pindah agama). PBB memperkirakan bahwa 5.000 etnis Yazidi dibunuh oleh NIIS saat sebagian wilayah Irak utara dicaplok kelompok tersebut bulan Agustus 2014. Pada akhir Mei 2014, 150 anak laki-laki Kurdi dari Kobani berusia 14–16 tahun diculik dan disiksa, menurut laporan Human Rights Watch. Di kota Ghraneij, Abu Haman, dan Kashkiyeh, 700 anggota suku Al-Shaitat yang beraliran Sunni dibunuh karena merencanakan pemberontakan terhadap ISIS. PBB melaporkan bahwa pada bulan Juni 2014, 40 "Iraq crisis: Islamic State accused of ethnic cleansing". BBC News. 2 September 2014. Diakses pada 8 Maret 2016. 69 ISIS telah membunuh puluhan ulama Islam Sunni yang menolak berbaiat kepada kelompok tersebut.41 Bagi non-Muslim yang ingin tetap tinggal di wilayah pendudukan ISIS, diberi tiga pilihan: pindah agama ke Islam, membayar jizyah, atau dibunuh. Sesuai pernyataan ISIS, "Kami menawarkan mereka tiga pilihan: Islam; kontrak dzimmi yang mencakup pembayaran pajak jizyah; bila menolak, jalan keluarnya hanyalah pedang." ISIS telah menerapkan aturan serupa bagi umat Kristen di Raqqa, kota yang dulunya sangat liberal di Suriah.42 Setali tiga uang dengan kekerasan agama, ISIS diduga juga melakukan upaya pembersihan etnis. Sebagaimana pada 23 Februari 2015, menanggapi serangan besar-besaran Kurdi di Kegubernuran Al-Hasakah, ISIS menculik 150 orang Kristen Asiria dari pedesaan dekat Tal Tamr (Tell Tamer) di Suriah timur laut setelah melancarkan serangan di kawasan tersebut. Kampanye ISIS di permukiman Kurdi Dan Yazidi di Irak dan Suriah diduga merupakan bagian dari rencana Arabisasi yang terorganisasi. Misalnya, seorang pejabat Kurdi di Kurdistan Irak mengklaim bahwa kampanye ISIS di Sinjar merupakan bagian dari program Arabisasi.43 Kejahatan tersebut tidak dilakukan secara tertutup, bahkan semasa konflik Irak tahun 2014, ISIS merilis puluhan video yang menampilkan perlakuan buruk terhadap warga sipil. Banyak di antaranya yang menjadi target atas dasar agama atau etnis. Navi Pillay, Komisaris 41 Report on the Protection of Civilians in Armed Conflict in Iraq: 6 July – 10 September 2014 (PDF). ohchr.org (Report) (Human Rights Office of the High Commissioner for Human Rights and United Nations Assistance Mission for Iraq). 42 Abedine, Saad; Mullen, Jethro (28 February 2014). "Islamists in Syrian city offer Christians safety – at a heavy price". CNN. Diakses pada 13 Maret 2016. 43 Suleiman Al-Khalidi; Oliver Holmes (23 February 2015). Tom Heneghan, ed. "Islamic State in Syria abducts at least 150 Christians". Reuters. Diakses tanggal 23 Maret 2016. 70 Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, memperingatkan soal kejahatan perang di zona perang Irak. Ia juga merilis laporan PBB mengenai pembunuhan tentara Irak dan 17 warga sipil di satu jalan raya Mosul oleh militan ISIS. PBB melaporkan bahwa dalam kurun 17 hari sejak 5 Juni sampai 22 Juni, ISIS telah membunuh lebih dari 1.000 warga sipil Irak dan mencederai lebih dari 1.000 orang. Setelah ISIS merilis foto para pejuangnya menembaki beberapa pemuda, PBB menyatakan bahwa "eksekusi" berdarah dingin oleh militan di Irak utara sudah bisa digolongkan sebagai kejahatan perang.44 Aksi kekerasan yang dilakukan ISIS tidak hanya terjadi di Irak, selanjutnya aksi serupa juga terjadi di Suriah. Pada 29 Mei 2014, ISIS menyerbu sebuah desa di Suriah dan 15 warga sipil di sana dibunuh, termasuk sedikitnya enam anak, menurut Human Rights Watch. Sebuah rumah sakit di kawasan tersebut menerima 15 jenazah pada hari yang sama. Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa pada tanggal 1 Juni, seorang pria berusia 102 tahun dibunuh bersama keluarganya di sebuah desa di Kegubernuran Hama. Menurut Reuters, 1.878 orang dibunuh oleh ISIS di Suriah sepanjang paruh akhir 2014, kebanyakan di antaranya merupakan warga sipil.45 Upaya pemaksaan ideologi ISIS juga dilakukan melalui pendidikan. Di Mosul, ISIS memperkenalkan kurikulum syariah yang melarang pelajaran kesenian, musik, sejarah nasional, sastra, dan Kristen. Meski teori evolusi Charles Darwin tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah Irak, pelajaran tersebut dihapus dari kurikulum sekolah. Lagu-lagu patriotik dinyatakan sebagai bentuk pengkhianatan, dan foto-foto tertentu dihapus dari buku teks 44 Spencer, Richard (16 June 2014). "Iraq crisis: UN condemns 'war crimes' as another town falls to Isis". The Telegraph (London). Diakses pada 13 Maret 2016. 45 "Syria: ISIS Summarily Killed Civilians". http://www.hrw.org/news/2014/06/14/syria-isis- summarily-killed-civilians, Human Rights Watch. 14 June 2014. Diakses pada 14 Maret 2016. 71 sekolah. Banyak orang tua di Irak yang memboikot sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum baru.46 Tata cara berpakaian tidak luput dari aturan yang dipaksakan oleh ISIS. Setelah merebut kota di Irak, ISIS mengeluarkan panduan memakai pakaian dan cadar. ISIS memerintahkan agar perempuan di Mosul mengenakan cadar yang menutup muka atau menghadapi hukuman berat. Seorang ulama memberitahu Reuters di Mosul bahwa ISIS menyuruhnya untuk membacakan peraturan tersebut di hadapan jamaah masjidnya. ISIS memerintahkan agar wajah manekin pria dan wanita ditutup dan melarang penggunaan manekin telanjang. Di Al-Raqqah, ISIS memanfaatkan dua batalyon pejuang perempuan di kota tersebut untuk menegakkan peraturan terkait tindak perilaku perempuan.47 Tidak hanya aturan secara lisan, ISIS bahkan membuat aturan secara tertulis dengan merilis 16 catatan berjudul "Kontrak Kota", serangkaian peraturan untuk warga sipil di Nineveh. Salah satu aturan tersebut menyatakan bahwa perempuan harus diam di dalam rumah dan tidak keluar rumah kecuali mendesak. Peraturan lainnya menyatakan bahwa segala bentuk pencurian akan diganjar hukuman potong tangan. Selain melarang menjual dan mengonsumsi alkohol, ISIS juga melarang penjualan dan konsumsi rokok dan shisha. ISIS juga melarang musik dan lagu di mobil, pesta, toko, dan ruang terbuka, serta pajangan bergambar manusia di jendela toko.48 46 Philp, Catherine (17 September 2014). "Parents boycott militants' curriculum". http://www.thetimes.co.uk/tto/news/world/middleeast/article4208724.ece , The Times (London). Diakses Maret 2016. 47 "ISIS Is Actively Recruiting Female Fighters To Brutalize Other Women". http://www.businessinsider.com/isis-has-female-battalions-too-2014-10 , Business Insider. Diakses 25 Maret 2016. 48 "ISIS bans music, imposes veil in Raqqa". Al-Monitor. 20 January 2014. Diakses tanggal 13 Maret 2016. 72 ISIS nampaknya juga meniru aturan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, seperti ISIS membentuk kepolisian agama untuk mencegah "tindak kejahatan" dan mewajibkan salat berjamaah, penerapan hukuman mati secara luas, dan penghancuran gereja Kristen dan masjid non-Sunni atau pengalihgunaan bangunan tersebut. ISIS melakukan eksekusi terhadap pria dan wanita yang diduga melanggar hukum dan terbukti melakukan kejahatan terhadap Islam seperti homoseksualitas, perselingkuhan, menonton pornografi, memakai dan memiliki barang selundupan, pemerkosaan, penistaan agama, sihir, murtad dari Islam, dan pembunuhan. Sebelum tersangka dieksekusi, tuduhan dibacakan di hadapan tersangka dan penonton eksekusi. Eksekusi dilakukan dalam berbagai cara, termasuk dilempari batu sampai mati, disalib, dipenggal, dibakar hidup-hidup, dan dilempar dari bangunan tinggi.49 Atas dasar hal tersebut, penyelidik PBB menyatakan bahwa militan ISIS akan dimasukkan ke daftar terduga pelaku kejahatan perang di Suriah. Per Juni 2014, menurut laporan PBB, ISIS telah membunuh ratusan tahanan perang dan lebih dari 1.000 warga sipil. Bulan November 2014, Komisi Penyelidikan Suriah PBB menyatakan bahwa ISIS melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Laporan Human Rights Watch bulan November 2014 menuduh ISIS di Derna, Libya, melakukan kejahatan perang dan pelanggaran HAM karena meneror penduduk setempat. Human Rights Watch mendokumentasikan tiga eksekusi di tempat dan sepuluh pelaksanaan hukuman cambuk secara terbuka oleh Dewan Syura Pemuda Islam yang bergabung dengan ISIS bulan November. HRW juga mendokumentasikan pemenggalan tiga penduduk Derna dan pembunuhan puluhan hakim, pejabat publik, anggota pasukan keamanan, dan unsur masyarakat lainnya dengan alasan politik. Sarah Leah Watson, Direktur HRW Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan bahwa para komandan ISIS harus tahu bahwa mereka akan menghadapi penolakan dalam 49 "Crime and punishment in Saudi Arabia: The other beheaders". The Economist. 20 September 2014. Diakses tanggal 7 Maret 2016. 73 negeri atau luar negeri atas pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh bawahan mereka. Mengenai metode ISIS, Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa kelompok tersebut berusaha menundukkan warga sipil di bawah kekuasaannya dan mengambil alih segala aspek kehidupan mereka lewat teror, indoktrinasi, dan penyediaan layanan masyarakat bagi penduduk yang mau mematuhi mereka. 50 *** 50 Lihat: news.detik.com, diakses 30 Mei 2016. 74 BAB IV ANALISIS DATA A. Sekilas tentang Kurikulum ISIS Kelompok ekstremis Negara Islam telah menetapkan tahun ajaran baru mulai 9 September 2014 di sejumlah wilayah di Irak dan Suriah yang mereka kuasai. Sejumlah karakter yang melekat pada kurikulum mereka, antara lain semua lagu kebangsaan dan lagu wajib nasional yang mengajarkan patriotisme, dilarang keras. Beberapa pelajaran seperti filsafat dan kimia dihapus dan diganti dengan pelajaran sains yang sejalan dengan ideologi mereka. Hal itu seperti yang terjadi di Raqqa, Suriah. Tak jauh berbeda dengan di Raqqa, di Mosul, sekolah-sekolah dipaksa menerapkan aturan baru yang tercantum dalam buletin dua halaman dan ditempel di masjid, pasar atau tiang listrik. Buletin tertanggal 5 September 2014 itu antara lain menginformasikan terbentuknya Dewan Pendidikan Negara Islam oleh sang khalifah yang bertekad memberantas kebodohan dan menyebarkan sains religi untuk melawan kurikulum yang telah usang. Kurikulum di Mosul ini diduga dibuat sendiri oleh pemimpin ISIS Abu Bakr alBaghdadi. Dalam panduan kurikulum, setiap rujukan ke republik Irak atau Suriah harus diganti dengan Negara Islam ISIS. Gambar-gambar dalam buku yang melanggar interpretasi Islam ultra-konservatif akan dirobek. Lagu kebangsaan dan lirik yang mendorong rasa cinta tanah air dianggap sebagai “hal musyrik dan menodai” agama. Karena itu, haram diajarkan kepada siswa di sekolah-sekolah. 75 Dan bisa dipastikan kurikulum baru ISIS itu menyasar pada pelarangan juga tegas misalnya terhadap teori evolusi Charles Darwin, meskipun teori ini sebelumnya juga tidak diajarkan di sekolah-sekolah di Irak. Dalam selebaran 5 September 2014 itu, Sang Khalifah al-Baghdadi juga mengintruksikan kelompok profesional di Irak dan di luar negeri untuk mengajar dan melayani kaum Muslim agar bisa memajukan rakyat Negara Islam di bidang agama dan semua sains. Pemisahan gender bukan hal baru di sekolah-sekolah Irak, di mana umumnya murid berusia 12 tahun dipisahkan menurut jenis kelamin. Namun di Mosul, panduan kurikulum ISIS mengatakan guru-guru juga harus dipisahkan. Guru laki-laki mengajar murid laki-laki, guru perempuan mengajar murid perempuan. Edaran kurikulum baru ini diakhiri dengan peringatan keras disertai ancaman bahwa pengumuman tersebut sifatnya mengikat. Siapa saja yang melanggar akan menghadapi hukuman. Demikian seperti yang disebutkan dalam selebaran yang mereka buat.1 Bukan sekadar wacana ISIS hendak mengganti sistem kafir dengan sistem Islam. Belakangan, mereka telah menyusun dan meluncurkan kurikulum sendiri untuk disebar dan diterapkan di wilayah-wilayah yang mereka kuasai. Seperti yang disebutkan Antara News, pasukan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memerintahkan sekolah-sekolah yang sudah mereka kuasai untuk ditutup dan kurikulumnya harus diganti dengan kurikulum Islam (baca: ISIS). Akibatnya, diperkirakan sekitar 670.000 anak-anak Suriah kehilangan pendidikan.2 Pada medio 2015, kelompok ekstrim tersebut telah meluncurkan empat mata pelajaran, yaitu (1) al-I‟dâd il-Badanî li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî alAwwal (Pendidikan Jasmani untuk Kelas V SD Semester 1), (2) al-Hadîts al-Nabawî li alShaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal (Pelajaran Hadis untuk Kelas I SD 1 Ini Kurikulum Sekolah ISIS, Lihat: www.beritasatu.com, diakses 1 Mei 2016. 2 “ISIS Ganti Kurikulum Sekolah Suriah” 2016. 76 lihat: www.antaranews.com , diakses 23 Mei Semester Pertama), (3) al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî alAwwal (Pelajaran Sejarah untuk Kelas V SD Semester Pertama), (4) al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal (Pelajaran Matematika untuk Kelas V SD Semester Pertama). Ini menunjukkan bahwa mereka sadar, perubahan yang mereka inginkan harus mengakar. Karena itu, ia harus dimulai dari level terendah, yaitu di tingkat anakanak/pelajar. Pasalnya, pelajar merupakan generasi yang masih mudah mereka bina dan mereka persiapkan untuk menjadi generasi yang mereka harapkan. B. Analisis Wacana Kritis atas Buku Pendidikan Sejarah ISIS Buku mata pelajaran yang telah diluncurkan ISIS tentu tidak dapat dilepaskan dari ideologi yang mereka usung. Sekalipun dalam praktiknya tidak sejalan dengan ideologi mereka, namun di balik penggunaan wacana itu dipastikan ada tujuan lain, dan tujuan itu menurut teori kognisi sosial Teun A. van Dijk dapat diungkap. Wacana tidak dapat dilepaskan dari kekuasaan, konteks sosial, dan kognisi pembuatnya. Ia tak mungkin muncul di ruang hampa, tetapi terbangun dan terkandung di dalamnya nilai-nilai yang berbicara.3 Demikian halnya wacana-wacana lainnya yang diluncurkan ISIS, termasuk dalam hal ini adalah buku-buku pelajaran mereka. 1. Leksikon ٌخٚد Dalam tahap ini, pilihan Bahasa penulis teks yang mengandung nilai ideologis dianalisis tanpa dikaitkan dengan aspek lain (konteks). Tahap ini terdiri atas pilihan Bahasa kosakata, tata Bahasa, dan struktur teks. 3 Jan Blommaert, Discourse: A Critical Introduction, Britania, Cambride University Press, 2005, h. 3. 77 Dalam buku pelajaran Sejarah, Kosakata ٌخٚ دditemukan dalam tujuh (7) klausa. Semua leksikon merupakan pemarkah sekaligus penanda atributif sehingga setiap frase yang mengandung leksikon ٌخٚ دbersifat khusus. Klasifikasi leksikon ٌخٚ دdalam buku pelajaran Sejarah adalah sebagai berikut: Lokasi Terjemahan Frasa Bagian pendahuluan Negara Khilafah Bagian pendahuluan Negara Islam خ١ٌِخ اإلعالٚد Bagian Isi Negara di Madinah ٕخ٠ اٌّذٌٟخ فٚد Bagian Isi Dasar-dasar Negara ٌخٚأعظ اٌذ Bagian Isi Pembentukan Negara ٌخٚئلبِخ اٌذ ٌخ اٌخالفخٚد Kata ٌخٚ دpada bagian pendahuluan adalah merujuk terhadap negara Islam yang didirikan oleh ISIS. Selanjutnya untuk memperjuangkan keabsahan dan upaya legitimatif terhadap negara yang dibentuknya, ISIS melemparkan wacana Negara Madinah di bagian isi. Konsep Negara Islam yang dibangun oleh ISIS dan konsep Negara Madinah yang dibangun Rasulullah Saw jelas berbeda. KH. Said Aqil Siroj mengatakan bahwa Negara Madinah adalah negara beradab. Di sana sudah ada beberapa suku dan agama yang berbeda hidup berdampingan. Ada kaum Muhajirin, kaum Anshor, Yahudi, dan berbagai suku lainnya. Di Madinah, Nabi Saw mengajarkan kepada umat Islam agar tidak menyakiti uamat nonMuslim, dan hidup berdampingan satu sama lainnya.4 Sedangkan Negara Islam yang dibentuk oleh ISIS memperlihatkan sikap intoleran, mereka melakukan intimidasi, 4 KH. Said Aqil Siroj, Ceramah Agama di Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ringan-Ringan Pekandangan Padang Pariaman, Pada 9 Januari 2016, dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. 78 pemaksaan, bahkan upaya genosida terhadap kelompok-kelompok tertentu, sebagaimana yang terjadi terhadap etnis Yazidi di Irak.5 Selanjutnya pada struktur frasa penyandingan ٌخٚ دdengan nomina خالفخdan ajektiva خ١ِ اإلعالmenunjukkan bahwa penulis wacana ingin menunjukkan bahwa Negara yang mereka bangun adalah Negara yang sesuai dengan ajaran Islam di satu sisi, dan di sisi lain merupakan klaim bentuk pemerintahan Khilafah yang legitimatif „ala minhajil nubuwah. Pada struktur klausa adalah sebagai berikut: No 1 2 3 Fungsi دولة Terjemah Klausa Berkat karunia dan pertolongan ًمٗ رذخ١فٛزغٓ رٚ ٌٝفأٗ ثفضً هللا رؼب 6 Allah, sekarang ini negara Islam ذا٠ذا خذَٙ ػٛ١ٌخ ا١ٌِخ اإلعالٚاٌذ memasuki babak baru. Subjek/Actor Setelah meninggalkan virus-virus رٍهٚ خ٠افذاد اٌىفشٌٛ ثؼذ ِب رشوذ ٘زٖ اٚ kekufuran dan penyimpangan- أثٕبءٟاضر فٌٛخ أثش٘ب ا١ؼ٠االٔسشافبد اٌجذ penyimpangan yang jelas ك١فٌٛخ اٌخالفخ ثزٚضذ دٙٔ خ١ِاألِخ اإلعال mempengaruhi generasi umat Islam, ذ١زٛ خّبدح اٌزٌٝ ثأػجبء سدُ٘ ئٌٝهللا رؼب maka bangkitlah negara Khilafah خ٠اعؼخ رسذ ساٌٛسزجخ اإلعالَ اٚ خ١اٌضاو atas pertolongan Allah untuk اسفخ ثؼذ ِبٌٛب اٙززٚدٚ ذح١اٌخالفخ اٌشش mengembalikan keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan Islam yang خ١ٍ٘٘ذاد اٌدبٚ ٌٝب ئٕٙٓ ػ١بط١ُ اٌشٙاخزبٌز 7 luas di bawah panji Khilâfah yang ٍىخٌّٙب اٙشؼبثٚ lurus dan naungan pohonnya setelah diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan bukitnya yang membinasakan. Objek/Sasaran sejak awal di Madinah Rasulullah ٟي فٛٗ اٌشعــ١َ اعــزمش فٛ٠ يِٕٚز أ telah meletakkan dasar-dasar negara ٌخٚضــغ أ عــظ اٌذٕٛخ شــشع ث٠اٌّذ Islam, di antara dasar-dasar ثٕبء:ِٓ أُ٘ ِ ٘زٖ األعظٚ خ١ِاإلعال pentingnya adalah: (1) membangun Subjek/Actor 5 Lihat : Kompas.com, ISIS Kubur Hidup-Hidup Sejumlah Warga Yazidi, 11 Agustus 2014, diakses 15 Januari 2016. 6 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 7 Ibid, h.3 3. 79 4 Subjek/Actor masjid, (2) mempersaudarakan sahabat muhajirin dengan anshar, (3) membuat perjanjian Madinah. Ketika Daulah (negara) telah berdiri bagi umat muslim di Madinah ،ٓ٠بخشٌّٙاٚ ٓ األٔصبس١ ِإاخبح ث،اٌّغدذ 8 ٕخ٠فخ اٌّذ١صس 9 ٕخ٠ اٌّذٌٟخ فٚٓ د١ٍّفٍّب أصجر ٌٍّغ Hampir di semua klausa dalam wacana di buku Pelajaran Sejarah, ISIS menempatkan kosakata ٌخٚ دsebagai subjek dan Actor. Hal tersebut menunjukkan bahwa Daulah Islamiyah atau Islamic State atau Negara Islam yang dibentuk ISIS diibaratkan sebagai motor penggerak ideologi Islam saat ini. Negara Islam dijadikan sebagai acuan sekaligus tujuan bagi pengikut-pengikutnya. 2. Leksikon قتال Dalam Buku Pelajaran Sejarah ISIS, ditemukan sebanyak 55 kosakata لزبيbeserta turunannya (tasrif). Leksikon ini mayoritas berbentuk kata kerja (verba). Secara kuantitatif, jumlah leksikon لزبيyang banyak ditemukan tersebut, menunjukkan bahwa ISIS secara intensif ingin menyampaikan pesan dan ide-ide mengenai konsep „peperangan‟ terhadap sasarannya, yaitu anak sekolah dasar, melalui buku pelajaran Sejarah ini. Berikut temuan frase لزبيdalam buku pelajaran Sejarah : No Lokasi 1 82 Terjemahan Tempat Ayahnya dibunuh 2 71 Umat Islam berperang 3 71 Ia terus memeranginya 4 71 Kemudian Ia memeranginya 8 Frasa ،ٗ١ضغ ِمزً أثِٛ ،ٍّْٛئلززً اٌّغ ،بٙمبرً ث٠ ضي٠ ٍُف ،بٙفمبرً ث Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 36. 9 Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h.40 80 No Lokasi 5 71 Terjemahan Frasa Peperangan ،اٌمزبي 6 71 Pembunuh ،ًلبر 7 71 Berperang dalam satu peperangan ، ً لزٟلبرً ف 8 71 Kami tidak memerangi manusia, ،ِب ٔمبرً إٌبطٚ 9 71 Tapi kami memerangi mereka, ،ٍُٙئّٔب ٔمبر 10 65 Ia tidak ingin berperang, ،ذ لزال٠ش٠ ال 11 65 Mereka ingin memeranginya ،ْٗ ِمبرٍزٚذ٠ش٠ 12 65 Mereka tidak datang untuk berperang ،ْ اٌمزبيٛأر٠ ٌُ 13 65 Ia tewas 14 64 Aku membunuhnya, 15 64 Akulah yang membunuhnya, ،ٗ لزٍزٟٕٔأ 16 64 Kamu telah membunuhnya, ، ٗألزٍز 17 64 Allah telah membunuh 18 64 Aku tidak membunuhnya, ،ٌٍُٗ ألز 19 62 Untuk membunuh, ،ًأْ رمز 20 62 Pejuang mereka ،ُِٙمبرٍز 21 62 Untuk membunuh Abu Rafi, 22 62 Ketika kamu membunuh Al-Us, 23 62 Saat pembunuhan putra Abu-Aqiq, 24 62 Memeranginya 25 62 kematian, ،ًِمز 26 62 pejuangnya, ،ِٗمبرٍز ،ًلذ لز ،ٍٗألز ،لذ لزً هللا ، سافغٌٟمزً أث ،طٌّٚب لزٍذ األ ،ك١ اٌؼمٟ لزً ئثٓ أثٟف ،ٍٗلز 81 No Lokasi 27 52 Terjemahan Umat Islam memerangi mereka, Frasa ،ٍُّْٛ اٌّغٍٙلبر 28 52 Untuk berperang, 29 52 Kita membunuh diri kita sendiri, 30 52 Untuk berperang, 31 50 Cerita perang, 32 50 Kewajiban berperang, 33 49 Tatkala Ia berperang, 34 48 Dan berperang, 35 48 Siapa yang berperang, 36 48 Peperangan, ،اٌمزبي 37 48 perlawanan mereka, ،ٌُٙلزب 38 48 Membunuh mereka, ،ٍُٙلز 39 46 Peperangan, 40 46 Mereka membunuh, 41 46 Dia telah berperang, 42 46 Berperang 43 45 Dalam peperangan antara orang Arab, 44 41 Bagi mereka yang memulai peperangan, 45 41 Diterbitkannya ijin untuk berperang, 46 41 Mempercepat peperangan, ،غ اٌمزبي٠رغش 47 41 Izin untuk berperang, ،اإلرْ ثبٌمزبي 48 41 Bagi mereka yang berperang, ،ٍْٛمبر٠ ٓ٠ٌٍز ،ٌٍمزبي ،ٔمزً أٔفغٕب ،ٌٍمزبي ،ًلصخ لز ،ًة لزٛخٚ ،ًٌّب لز ،ًلزٚ ،ًِٓ لز ،لزال ،اٍٛفمز ،ًلذ لبرٚ ًرمبر 82 ،ٟ اٌمزبي ػٕذ اٌؼشاثٟ ف، ،ٌّٓ ثذأُ٘ ثبٌمزبي ،أْ ٔضي ٌإلرْ ثبٌمزبي No Lokasi 49 41 Terjemahan Pemberlakuan pertempuran, 50 41 Orang yang berperang.. 51 40 Mereke berperang, 52 68 Pembunuhan Abu Basir, 53 68 Dia berperang, 54 68 Saya hendak dibunuh, 55 67 Beberapa dari mereka membunuh yang lain Frasa ،فشض اٌمزبي ،ًِٓ لز ،اٍٛلبر ش١ ثصٛلزً أث ،ًلز ،يٛ ٌّمزٟٔئٚ مزً ثؼضب٠ ُٙثؼض Dari 55 frasa tersebut, hanya terdapat 4 frasa yang berbentuk negasi (pengingkaran). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara tegas kewajiban berperang lebih diutamakan dibandingkan larangan atau tidaknya melakukan peperangan. Meskipun penulisan sejarah memang dominan dengan unsur peperangan, namun sejatinya banyak hal yang dapat diberikan terhadap anak SD/MI sehingga akan sesuai dengan perkembangannya. Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa informasi bagi historiografi Islam tidak hanya persoalan maghazi (razia atau serangan militer), namun juga dapat berisi sirah (biografi), asma al-rijal (biografi perawi hadis), dan semacamnya.10 Oleh karena itu, mengingat pengenalan peperangan serta doktrin tersebut tidak layak untuk diajarkan terhadap anak, dan ISIS memiliki pilihan untuk memasukkan materi-materi lain seperti biografi dan sirah nabawi, maka sampai disini, disinyalir bahwa ISIS secara sengaja telah memanfaatkan buku pelajaran sejarah ini dalam rangka mengenalkan peperangan terhadap anak-anak. Dalam struktur kalimat, menarik untuk kita analisa penggunaan leksikona qital dalam kisah seorang tokoh Yahudi Madinah, Ka‟ab Bin Al-Asyraf, yang sering melakukan 10 Azyumardi Azra, "Peranan Hadits dalam Perkembangan Historiografi Awal Islam", Orasi Ilmiah disampaikan dalam Dies Natalis ke-36 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 31 Juli 1993. 83 penistaan terhadap Nabi Saw. Alhasil Nabi pun memberikan tantangan bagi para sahabat yang sanggup membunuh Ka‟ab mengingat yang bersangkutan dikenal memiliki banyak pengawal sehingga tidak mudah untuk dibunuh. Dalam konteks buku pelajaran sejarah ini teks tertulis sebagai berikut: :بِٕٙ سِٛ ػذح أٍٝغزذي ِٓ لصخ لزً ئثٓ األششاف ػ٠ٚ ٖذٙعمظ ػٚ ادػب ثشئذ ِٕٗ اٌزِخِٛ ٚب أ١ِ فاْ وبْ ر, وً زبيٟي ص َ فٛة لزبي شبرُ اٌشعٛخٚ .1 11 ص َ اٌسشة خذػخٟلذ لبي إٌجٚ مبع ثأػذاء هللا٠ اإلٟاٌخذػخ فٚ ٍخ١اص اعزؼّبي اٌسٛ خ.2 Terjemahan: Berdasarkan kisah pembunuhan Kaáb Bin Asyraf dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Wajib membunuh seorang penista rasul saw dalam kondisi apapun, meskipun penista tersebut seorang kafir dzimmi atau seseorang yang telah gugur status dzimmi berdasarkan putusan pengadilan. 2. Boleh menggunakan trik dan tipu muslihat dalam memerangi musuh-musuh Allah swt. Nabi saw bersabda: “Peperangan adalah Tipu Muslihat” Sub Bab yang berisi kisah tentang kisah Kaáb Bin Asyraf ini sebenarnya berjudul “Invasi Bani Qoinuqo”, tujuan pembelajaran ini sebagaimana dituliskan setelah sub bab tersebut adalah 1) Siswa dapat menyebutkan sebab terjadinya invasi Bani Qoinuqo; 2) Siswa dapat mengetahui keseriusan dan bantuan yang diberikan oleh orang munafik terhadap orang kafir; dan 3) Siswa dapat menjelaskan penyebab Rasul saw membunuh Kaáb Bin Asyraf. 12 Berdasarkan tujuan tersebut, Penulis Buku ingin menyampaikan penekanan kewajiban membunuh terhadap siswa SD. Hal tersebut tentu dianggap sangat bertentangan dengan perkembangan psikologi anak. 11 12 Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, tk: tp,1437 H., h. 48-49 Ibid 84 Selanjutnya, jika ditinjau kisah di atas, jika dilihat secara dzahir penghina Nabi Saw. wajib dibunuh. Menurut al-Mundziri dalam kitab „Awn al-Ma„bud mengatakan sudah tidak dipermasalahkan lagi jika status penghina Nabi Saw. adalah orang Islam maka wajib dibunuh kecuali jika status pencela adalah kafir dzimmi.13 Akan tetapi para ulama memerinci hukum tersebut; yang pertama pendapat al-Syafi‟i, bahwa seorang pencela harus dibunuh dan jika dia seorang kafir dzimmi maka status tersebut tidak dianggap lagi. Kedua pendapat Abu Ḥanifah, bahwa seorang pencela tidak dibunuh akan tetapi perbuatannya dianggap sebagai perbuatan syirik al-A„dzam. Ketiga pendapat Malik, jika pencela adalah seorang yahudi dan nasrani maka dibunuh kecuali jika mereka masuk Islam. Yang perlu menjadi catatan ialah bahwa hukum membunuh dengan alasan menghina itu hanya berlaku jika yang dihina adalah Rasulullah SAW bukan pengganti Rasul yaitu khalifah atau kepala Negara, atau lainnya. 14 Sedangkan untuk konteks saat sekarang ini, penghinaan yang dilakukan sebagian pihak melalui sinema maupun bentuk visualisasi tertentu, seyogyanya diselesaikan oleh pihak yang berwenang. Sehingga pembelaan terhadap simbol agama tidak berujung pada aksi main hakim sendiri. Penggunaan padanan kata qital yaitu menggunakan kata zhabh (menyembelih) juga diterapkan dalam video propaganda ISIS saat melakukan pemenggalan atau eksekusi terhadap tawanannya. Misalnya video berjudul “Clanging of the Swords” yang diterbitkan oleh media ISIS, Furqon Media pada 6 Januari 2014, sang eksekutor sebelum memenggal kepala tawanannya mengucapkan, sebagai berikut: ِّبٚ ُ ئْ ثشءآء ِٕى: ٗ١ُ ألث١٘ي ٌىُ وّب لبي ئثشاٛ ٔسٓ ٔم: ْ وً ِىبٟاٌىفبس فٚ ذ١اغٛي ٌٍطٛٔمٚ ٖزذٚ ا ثبهللِٕٛ رإٝاٌجغضبء أثذا ززٚ حٕٚىُ اٌؼذا١ثٚ ٕٕب١ثذا ثٚ ُْ هللا وفشٔب ثىْٚ ِٓ دٚرؼجذ 13 14 Mohammad Nabiel, Majalah Nabawi, Ciputat : 2015, h 15 Ibid 85 15 ئّٔب خئٕبوُ ثبٌزثر: َ صٟي ٌىُ وّب لبي إٌجٛٔمٚ Kami katakan terhadap para thagut (tirani) dan orang-orang kafir di manapun berada : Kami sampaikan lagi kepada kalian apa yang disampaikan oleh Ibrahim as. kepada bapaknya : Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah dari selain Allah, kami tentang. Kami mulai permusuhan dan kebencian diantara kita hingga kalian beriman dengan Allah YME. Kami katakan terhadap kalian sebagaimana yang disabdakan Nabi saw: Kami datang kepada kalian hanya untuk menyembelih (membunuh). Kalimat dalam transkrip video tersebut jelas memuat propaganda. ISIS menerapkan propaganda testimony dengan mengutip dua pernyataan dari Ibrahim as. dan dari Nabi Muhammad saw. Hal tersebut untuk menunjukkan bahwa apa yang dilakukan ISIS tersebut sejalan dengan yang diajarkan oleh kedua tokoh yang menjadi panutan umat Islam tersebut, sehingga mereka wajib mematuhinya dan/atau menyetujui tindakan yang dilakukan ISIS ini. Selanjutnya, propagandis juga menyampaikan kata-kata yang sarat dengan nilai kekerasan yaitu penggunaan leksikon zhabh yang bermakna „menyembelih‟. Kata tersebut lazim disandingkan dengan nomina hewan ternak, seperti sapi, unta dsb. Penggunaan leksikon tersebut sengaja dilakukan ISIS guna menekankan efek propaganda yang diucapkannya sesuai dengan tujuan propaganda ini, yaitu untuk menakut-nakuti musuh mereka. Berdasarkan struktur makro yang dikemukakan van Dijk, tema dan kuantitas konsep peperangan yang diangkat ISIS memiliki makna keseluruhan (global meaning) untuk memperkuat basis pertahanan mereka sekaligus mempersiapkan generasi yang handal. Sebagai kelompok yang menunggangi konsep jihad untuk mencapai tujuannya, ISIS melihat 15 “Clanging of the Swords”, Furqon Media, diterbitkan 6 Januari 2016. 86 pendidikan tersebut sebagai bagian penting untuk mendukung upaya jihad. Itulah menurut hemat penulis, yang menjadi alasan (global meaning) mengapa pendidikan sejarah ini menjadi prioritas mereka dan harus diberikan sejak dini. Tujuan itu tersirat dalam penyebutan nikmat jihad setelah nikmat Islam pada muqadimah atau pendahuluan buku tersebut. Berikut petikan teks yang ada dalam pembukaan buku pendidikan jasmani. َّ ٞاٌسّذ هلل اٌز ش األٔبَ ِسّذ١خؼٍٕب ِٓ أِخ خٚ َبد ثؼذ ٔؼّخ اإلعالٕٙب ثٕؼّخ اٌد١ٍِٓ ػ [Segala puji bagi Allah, Zat yang telah menganugerahi kita dengan nikmat jihad, setelah nikmat Islam; Zat yang telah menjadikan kita sebagai umat makhluk terbaik, Muhammad saw.]16 Petikan teks di atas memperlihatkan begitu pentingnya kedudukan jihad dalam pandangan mereka. Sampai pada titik itu, tentu tidak ada yang salah. Sebab umat Islam secara umum memandang penting ibadah yang satu ini dan memiliki keutamaan yang sangat besar. Banyak ayat dan hadis yang menceritakan keistimewaannya. Namun, yang menjadi masalah, jihad dipahami sebagai perang fisik dan angkat senjata. Padahal jihad tidak terikat pada satu arti. Pengertian jihad harus benar-benar dipahami oleh semua pihak agar tidak terjadi salah paham antar umat beragama khususnya agama Islam dengan agama lainnya karena akhir-akhir ini banyak pihak yang menganggap bahwa jihad merupakan sebuah tindakan yang radikal dan bahkan disebut dengan aksi terorisme oleh kaum non Islam. Hal tersebut dapat menyudutkan seluruh kaum Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam umat Islam arti kata jihad pun harus dicerna dengan baik agar kita sebagai umat Islam tidak menyalah artikan kata tersebut yang dampaknya justru akan menjadi buruk dan tidak sesuai syariat Islam khususnya jihad. Haji Agus Salim pernah mengemukakan bahwa jihad dalam ` 16 Tim Penulis ISIS, Al-I‟dâd al-Badanî, tanpa penerbit, Cet. Pertama, 1437 H, h. 4. Baris ke- 2 s.d ke-3. 87 kondisi tertentu sebagai upaya pembelaan diri, bukan sebagai upaya semena-mena memaksakan agama. Alquran sendiri tidak tunggal memandang jihad sebagai pertarungan fisik dan angkat pedang. Buktinya surah al-Furqân ayat 52: Janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Alquran dengan jihad yang besar. Ayat ini secara tegas mengisyaratkan bahwa jihad terhadap orang kafir tidak semata harus dengan senjata, tetapi dengan Alquran. Artinya, jihad yang dimaksud dalam ayat ini adalah jihad dengan dalil-dalil Alquran.17 Dilihat dari struktur makronya, pemilihan sejarah menjadi salah satu bagian penting dari kurikulum mereka, mengingat sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang dapat dijadikan pijakan dan cerminan untuk menentukan langkah masa depan. Melalui pelajaran sejarah, ISIS seolah ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa apa yang mereka lakukan sesungguhnya sudah dilalui oleh sejarah Islam yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah peperangan di dalamnya. Atas dasar itu pula, pelajaran sejarah yang dimuat dalam buku tersebut lebih didominasi oleh sejarah perang. Di akhir pendahuluan buku tersebut, disebutkan sejumlah tujuan yang hendak mereka capai melalui pelajaran sejarah itu, yaitu (1) membersihkan sejarah dari perkara-perkara batil yang mengotorinya, (2) memperkenalkan sirah Nabi saw. kepada siswa sekaligus mendorong mereka untuk meneladani sirah tersebut, (3) menanamkan nilai-nilai jihad pada jiwa anak- 17 St. Sularto, Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, Jakarta: Gramedia, 2004, h. 55. 88 anak muslim, (4) memperlihatkan sikap walâ‟ dan bara‟18 yang terjadi pada masa kenabian dan khilafah rasyîdah kepada anak-anak muslim.19 Bagian utama dari buku tersebut berisi materi inti. Beberapa judul pembahasan dalam buku tersebut adalah masa pengutusan Nabi saw., kehidupan nabi sebelum diutus, kehidupan Nabi di zaman Mekah, fase-fase dakwah, sikap kaum musyrikin terhadap dakwah Nabi saw., peristiwa hijrah ke Habasyah, baiat kaum muslimin terhadap Nabi saw., kehidupan dan aktivitas dakwah Nabi saw. pasca hijrah ke Madinah, pendirian negara Islam, fase pensyariatan perang, pengiriman pasukan perang (sariyah), dan nama-nama peperangan. Peperangan yang dibahas adalah perang Badar, perang Bani Quanaiqa, perang Uhud, perang Hamrâ‟ al-Asad, perang Khandaq atau perang Ahzab, perang Bani Quraizhah, dan Perjanjian Hudaibiyah. Sedangkan bagian penutup, buku tersebut membahas babak akhir kehidupan Nabi saw., seperti haji wada‟, sakit terakhir, dan kematian beliau. Bahkan, ditambahkan nama-nama istri Rasulullah saw. 20 Berikut bagian daftar isi buku Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î tersebut: 18 Konsep walâ‟ dan barâ‟ sendiri dalam pandangan Islam adalah penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridai Allah serta apa yang dibenci dan dimurkai Allah dalam perkataan perbuatan kepercayaan dan orang. 19 Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, tk: tp,1437 H., h. 6, baris ke-7 s.d ke-11. 20 Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, tk: tp,1437 H., h. 4-5. 89 Bagian Daftar Isi Buku Al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î Untuk anak setingkat sekolah dasar (SD), pelajaran peperangan, meski sebatas sejarah, sesungguhnya tidak penting. Mengingat anak-anak, sebagaimana yang disebutkan dalam sejumlah hadis, tidak diharuskan berperang. Bahkan dalam suatu Hadis, Rasulullah tidak mengizinkan seorang sahabat untuk berperang. Dikisahkan, pada saat perang Uhud, 90 beliau kedatangan sejumlah anak yang ingin ikut berperang. Namun, beliau menolak karena mereka masih kecil. Mereka adalah „Abdullah ibn „Umar ibn al-Khathâb, Usâmah ibn Zaid, Usaid ibn Zhuhair, Zaid ibn Tsâbit, Zaid ibn Arqam, „Arâbah ibn Aus, „Amr ibn Hazm, Abû Sa„îd al-Khudrî, dan Sa„d ibn Habah.21 Pertimbangannya karena mereka masih kecil. Lebih dari itu, peperangan dalam Islam, tidak diperkenankan membunuh wanita, anak kecil, orang tua, dan mereka yang tidak terlibat peperangan. Ini menunjukkan bahwa Islam begitu memperhatikan hak-hak anak, di antara hak tersebut, mereka tidak dilibatkan dalam aktivitas peperangan. Kenyataan sebaliknya justru terjadi pada kelompok ISIS. Mereka sudah mengajarkan sejarah perang kepada anakanak, mereka berusaha menanamkan semangat jihad pada diri anak-anak, bahkan bukan hanya sejarah, tetapi dalam teknik dan praktik perang itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan beredarnya dua buah video di situs youtube yang memperlihatkan latihan militer anak-anak ISIS. Video itu menggambarkan bagaimana anak-anak digembleng sedemikian rupa, memegang senjata, berlatih menembak di bawah pengawasan instruktur mereka agar sejak dini sudah mampu berperang. Suatu kondisi yang sangat berlawanan dengan ajaran Islam.22 Selanjutnya, berdasarkan struktur mikronya, wacara kurikulum ISIS tersebut sangat jelas memperlihatkan orientasi, motif, dan ideologi para pembuatannya. Pendahuluan pertama di buku pelajaran Serah ini adalah sebagai berikut: 21 22 Shafî al-Rahmân Al-Mubârakfûrî, al-Rahîq al-Makhtûm, h. 228. Muhaimain, “ISIS Latih Anak-anak Indonesia untuk Jadi Pembunuh.” Lihat: international.sindonews.com, diakses 30 Mei 2016. 91 ٓ٠ِغزذسج اٌىبفشٚ ،ٖس ثأ ِْشِِٛصشف ْاألٚ ،ٖشِٙزي اٌششن ثمٚ ،ٖاٌسّذ هلل ِؼض اإلعالَ ثٕصش ٍٝ ِٓ أػٍٝاٌغالَ ػٚ اٌصالحٚ ،ٍٗٓ ثفض١خؼً اٌؼبلجخ ٌٍّزمٚ ،ٌٗال ثؼذٚبَ د٠ لذس األٞ اٌز،ٖثّىش 23 ٗف١هللا ِٕبس اإلعالَ ثغ [Segala puji milik Allah, Zat yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya, Zat yang menghinakan kesyirikan dengan paksaan-Nya, Zat yang mengurus seluruh perkara dengan perintah-Nya, Zat yang mengalahkan orang-orang kafir dengan tipudaya-Nya, Zat yang menentukan waktu untuk (tegaknya) negara-negara dengan keadilan-Nya, Zat yang menjadikan akibat baik bagi orang-orang bertakwa dengan karunia-Nya; selawat dan salam semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan Allah ke atas menara Islam dengan pedang-Nya.] Di antara karakter analisis wacana kritis adalah wacana dipandang sebagai sebuah tindakan. Wacana dianggap sebagai sebuah interaksi antara penulis atau penghasil wacana dengan khalayak pembaca. Penulis atau penghasil teks menggunakan bahasa untuk tujuan berinteraksi dengan pihak lain melalui komunikasi bahasa verbal. Di pihak lain, pembaca merasakan teks itu sebagai sesuatu yang wajar dan alamiah. Padahal, penulis, melalui wacana yang dibuatnya bertujuan untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, memotivasi, bereaksi, melarang, dan sebagainya. Di samping itu, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran. Ini pula yang dilakukan oleh para penulis kurikulum ISIS. Melalui teks pendahuluan di atas, mereka hendak menyampaikan bahwa Islam itu mulia atas pertolongan Allah, sedangkan kesyirikan itu hina dengan kekuasaan-Nya, segala sesuatu sudah diatur oleh Allah, orang-orang kafir akan kalah dengan tipudaya-Nya, negara atau 23 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 3. 92 kekuasaan Islam itu harus tegak dengan keadilan-Nya. Sampai pada titik itu, tentu tak dapat disangkal. Namun, jika diperhatikan lanjutan teks tersebut, yang berbunyi Selawat dan salam semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan Allah ke atas menara Islam dengan pedang-Nya.24 Melalui kalimat terakhir ini, pembuat teks hendak mengomunikasikan secara wajar sebuah pemahaman kepada pembacanya bahwa Islam dibawa Nabi saw. dan ditinggikan Allah dengan pedang. Pada saat yang sama, penulis teks hendak menghapus pemahaman bahwa Islam disampaikan dengan penuh lemah lembut dan kasih sayang. Peperangan hanyalah jalan terakhir ketika jalan perdamaian sudah tidak memungkinkan. Mereka hendak menghilangkan pemahaman bahwa peperangan timbul dari suatu pelanggaran pihak lawan, bukan serta merta dilakukan tanpa sebab dalam kondisi sudah damai. Kemudian, yang membuat pembaca tidak menyadari bahwa penulis sedang melakukan doktrin kekerasan adalah penulis meminjam nama Allah untuk mengemas ideologinya, seperti yang tersurat dalam kalimat terakhir: Selawat dan salam semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan Allah ke atas menara Islam dengan pedang-Nya. Seolah-olah, atas kehendak Allah, Islam disebarkan dengan pedang dan kekerasan. Wajah Islam sebagai agama damai sama sekali tak terlihat dalam pesan teks di atas.25 Selanjutnya, analisis wacana kritis tidak hanya memahami bahasa sebagai mekanisme internal dari linguistik semata, melainkan juga dari luar bahasa. Guy Cook dalam Sobur, mengatakan bahwa wacana meliputi teks dan konteks. Teks bukan hanya kata-kata yang tercetak dalam lembaran kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, 24 Lihat: pendahuluan buku al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al- Awwal (Pelajaran Sejarah untuk Kelas V SD Semester Pertama). 25 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 3. 93 gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Konteks merupakan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan lain sebagainya. Demikian halnya teks di atas. Ia tidak dapat dilepaskan dari konteks yang melingkupinya. Ideologi ekstrim dan lingkungan yang keras sudah dipastikan mempengaruhi lahirnya teks tersebut, bahkan mempengaruhi unsur-unsur lain dalam buku tersebut, seperti gambar dan tata letaknya. Pada buku al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî alAwwal (Pelajaran Matematika untuk Kelas V SD Semester Pertama), halaman 7 dan 18 dilengkapi dengan gambar senjata api.26 Jika diperhatikan, tidak ada hubungan sama sekali antara pelajaran matematika dengan gambar senjata. Lahirnya teks tersebut juga tidak dapat dilepaskan dengan konteks dan wacana lainnya, antara lain buku Mabâd‟ fî Idârah Daulah Islâmiyyah (1435 H), video dan foto kekerasan, latihan militer, pamflet, dan sebagainya. Gambar : Visualisasi Senjata dalam buku al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î alFashl al-Dirâsî al-Awwal 26 al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 7 dan 18. 94 Salah satu tujuan analisis wacana kritis adalah mengungkap relasi-relasi kuasa tersembunyi (hidden power) dengan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks lisan atau tulisan.27 Setiap kalimat dalam teks 1 di atas sudah memperlihatkan hidden power tersebut. Menurut Eriyanto, berbeda dengan pandangan wacana sebagai tindakan, setiap wacana yang muncul dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.28 Begitu pula dengan teks di atas. Dengan mengatasnamakan Tuhan, para penulis kurikulum ISIS bermaksud menghasut para pembacanya bahwa Islam dan kufur adalah dua hal yang bertentangan. Dan kekufuran itu harus dimusnahkan dengan jihad. Pada tataran itu, tentu dapat disepakati. Namun, ketika perang melawan kekufuran atau jihad itu hanya dapat dilakukan dengan pedang atau jalan peperangan, tentu tidak dapat disepakati. Terlebih, jalan perang mengakibatkan para pelaku kekufuran semakin resisten dan justru membenci Islam. Padahal tujuan mulia dari jihad itu sendiri adalah mempertahankan agama Allah agar tetap berdiri di muka bumi. Jika dengan jalan damai, Islam sudah tegak dan dapat disebarkan, maka mengapa memilih jalan kekerasan. Tujuan analisis wacana kritis adalah meneropong ideologi yang tersembunyi dalam penggunaan bahasa. Ideologi merupakan kajian sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini menurut Eriyanto karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Menurut Badara ideologi memiliki dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Adapun secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu 27 Ruth Wodak dan Michael Meyer, Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage, 2009, h. 2. 28 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 13. 95 kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial. Dalam kaitan ini, penyusunan kurikulum organisasi ISIS di atas tentu tidak dapat dilepaskan dari ideologi para pembuatnya, atau yang dalam bahasa Van Dijk adalah kognisi sosial.29 Kedua definisi ideologi tersebut jelas tengah dimainkan oleh kelompok ekstrim paling berbahaya tersebut. Melalui wacana yang mereka tulis, mereka bertujuan untuk mengubah cara pandang pembaca dan tertarik mengikuti mereka. Dalam konteks anak-anak sekolah, tentu mereka diharapkan menjadi generasi yang pro dengan gerakan, pemikiran, dan ideologi Salafi-Jihadis mereka. Dengan bertambahnya anggota baru dan lahirnya generasi yang seideologi dengan mereka, kekuatan mereka akan bertambah. Kekuatan itulah yang mereka harapkan mampu memperkuat eksistensi negara Islam. Adapun definisi negatif yang mereka mainkan adalah, melalui wacana yang mereka susun, mereka hendak menciptakan kesadaran palsu bagi para pembaca wacana tersebut. Untuk mencapai kekuasaannya, dan melancarkan aksi-aksi kejahatannya, mereka berusaha melakukan penipuan dan memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas tertentu. Dalam konteks teks di atas, mereka ingin memutarbalikkan konsep Islam sebagai agama yang disebarkan dengan pedang dan peperangan. Mereka juga merekayasa konsep jihad seolaholah sebagai tujuan Islam, padahal sesungguhnya jihad hanyalah jalan mencapai tujuan. Jihad dapat disesuaikan dengan waktu dan keadaan. Di tengah masyarakat yang sebelumnya lekat dengan tradisi perang, berjihad dengan perang tentu dapat dianggap sebagai keniscayaan. Namun, di dalam konteks sekarang, jihad dengan cara perang justru bukan mengantar kepada tujuan, tetapi bisa saja sebaliknya.30 Di samping itu, Alquran sendiri tidak memaksakan jihad 29 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001, h.17 30 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992, h. 402. 96 dengan jiwa semata, sebagaimana ayat, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar,” (QS. al-Hujurat [49]: 15). Mengutip pendapat Ibnu Katsir, yang dimaksud dengan jalan Allah dalam ayat tersebut tidak selamanya jalan perang, melainkan jalan taat dan jalan keridaan Allah. Dan jalan taat dan rida Allah tidak hanya perang. 31 Kemudian, Nawwaf Takruri dalam bukunya Keajaiban Jihad Harta, menyebut meski perintah jihad dalam ayat tersebut adalah jihad dengan harta dan jiwa, tetapi tidak selamanya harus dijalankan kedua-duanya secara bersamaaan, tergantung situasi dan kemampuan. Bahkan, menurutnya jihad pertama dalam kondisi tertentu lebih utama dibanding jihad kedua. Sebab, jihad nyawa tidak akan sempurna tanpa jihad pertama. Karena itu, menurut Nawwaf, jihad harta merupakan persoalan tersendiri. 32 Seperti yang telah diungkapkan, analisis wacana kritis telah melahirkan banyak teori. Antara lain teori fungsional grammar Halliday yang diaplikasikan oleh Fowler, Hodge, Kress dan Trew. Teori ini menganut 3 fungsi utama bahasa, yakni pertama, mengkomunikasikan proses terjadinya peristiwa di dunia dan semua yang terlibat di dalamnya (fungsi ideasional), kedua, mengekspresikan sikap penutur terhadap proposisi yang sudah disusun dan mengekspresikan relasi antara penutur dan mitra tutur (fungsi interpersonal) dan ketiga, menyajikan ekspresi tersebut secara koherensif dan memadai melalui teks (fungsi tekstual). Fowler, Hodge, Kress dan Trew menerapkan analisis terhadap 3 fungsi bahasa tersebut untuk 31 32 Tafîr Ibn Katsîr, Jilid 7, h. 390. Nawwaf Takruri, Keajaiban Jihad Harta, Yogyakarta: Darul Uswah (Kelompok Proumedia), 2011, h. 31. 97 membedah ideologi yang ada pada wacana. Meski analisis yang hanya pada tataran teks saja, seperti elemen pilihan kosakata, nominalisasi, dan pilihan kalimat, tetapi analisis ini tak dapat dianggap sederhana. Sebab, menurut mereka, elemen-elemen teks dapat bercerita tentang dirinya, termasuk ideologi, ekspresi, sikap, dan maksud penutur. Demikian halnya penggunaan kosakata mu„iz (memenangkan), mudzill (menghinakan), syirk (kesyirikan), kâfirîn (orang yang ingkar), makar (tipu daya), duwal (negara), manâr al-Islâm (menara Islam), saif (pedang), dan sebagainya. Penggunaan kata atau frasa tersebut tentu tidak dapat dilepaskan dari pilihan al-hamd (pujian), islâm, takwa, selawat, dan salam. Namun, penggunaan kata-kata yang bermakna positif jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan katakata yang bermakna negatif. Berdasarkan teori fungsional grammar Halliday yang diaplikasikan oleh Fowler, Hodge, Kress dan Trew, ini menunjukkan ekspresi para penutur atau pembuat teks terhadap kekufuran dan kesyirikan. Mereka melihat kedua hal tersebut sebagai keadaan yang harus dilawan dan disingkirkan. Pada tataran itu, tentu semua umat Islam sepakat. Namun, ketika kedua keadaan itu harus disingkirkan dengan cara-cara kekerasan tidak semuanya setuju. Dan keharusan itu seolah-olah tidak ada pilihan lain karena sudah menjadi perintah Allah, seperti yang terekam dalam salah satu kalimat yang mereka pergunakan al-hamdu lillâh mu„izz al-Islâm bi nashrihi wa mudzill al-syirka bi qahrihi [segala puji bagi Allah, Zat yang memenangkan Islam dengan pertolongan-Nya, Zat menghinakan kesyirikan dengan paksaan-Nya]. Allah seakan tidak memberikan pilihan lain untuk memerangi kekufuran selain perang. Inilah akibat dari pemahaman yang parsial. Padahal, ayat-ayat yang memerintah untuk bersikap tasamuh kepada kelompok non-muslim jauh lebih banyak. Bahkan, Alquran memerintahkan kita untuk menghadapi kelompok yang tidak seakidah dengan cara hikmah, mau „izhah hasanah (pelajaran yang baik), debatlah dengan argumen yang lebih kuat, seperti halnya dalam ayat, Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang 98 baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk, (Q.S. alNahl [16]: 125). Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Jarir menyebutkan bahwa maksud dari kata hikmah adalah wahyu yang telah diturunkan oleh Allah berupa Alquran dan al-Sunnah. Selain pengertian kata hikmah dengan kedua wahyu tersebut, M. Abduh berpendapat bahwa hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah dalam tiap–tiap hal. Hikmah juga diartikan dengan ucapan yang sedikit lafadznya, tetapi memiliki banyak makna atau dapat diartikan meletakkan sesuatu sesuai tempat yang semestinya. Orang yang memiliki hikmah disebut alhakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu. Selain itu al-Zamaksyari mengartikan kata hikmah dalam Tafsîr al-Kasyaf dengan sesuatu yang pasti benar. Al-Hikmah adalah dalil yang menghilangkan keraguan ataupun kesamaran. Selanjutnya beliau menyebutkan bahwa hikmah juga diartikan sebagai Alquran yakni ajaklah manusia mengikuti kitab yang memuat hikmah.33 Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah kemampuan da‟i dalam memilih dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi obyektif mad‟u. Selain itu al-hikmah juga merupakan kemampuan da‟i dalam menjelaskan doktrin- doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi yang logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah adalah sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah. Dalam tafsir al-Baghawi dijelaskan bahwa berdakwah dengan al-mau‟idzah alhasanah adalah mengajak manusia dengan memberikan motivasi dan juga penakutan atas perbuatan buruk yang dilakukan. Selain itu diartikan pula bahwa maksud dari al-mau‟idzah al-hasanah adalah ucapan yang lembut yang tidak mengandung kekerasan. Dalam kitab Zâd 33 Tafsîr Ibn Katsîr, Jilid 4, h. 613. 99 al-Masir fi „ilmi al-Tafsir milik Jamâl al-Din „Abdu al-Rahman al-Jauzi disebutkan bahwa makna dari al-mau‟izhah al-hasanah ada dua yang pertama adalah pelajaran dari Alquran berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas dan yang kedua adalah adab yang baik yang telah ma‟ruf. Sedangkan dalam Tafsir al-Manâr diartikan bahwa al-mau‟izhah adalah bentuk isim dari lafadz wa‟adza yang artinya wasiat kepada kebenaran dan kebaikan juga wasiat untuk menjauhkan diri dari kebatilan dan keburukan dengan jalan memberikan motivasi dan penakut-nakutan dimana dengan hal itu akan msampai ke hati yang diberi wasiat yang akan menjadikan orang tersebut mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan.34 Dari pengertian di atas maka al-mau‟izhah al-hasanah mengandung beberapa hal berikut nasihat ataupun petuah, bimbingan dan pengajaran, kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan, wasiat (pesan-pesan positif). Kelompok ISIS tampaknya lupa atau sengaja mengabaikan ayat yang ada dalam surah al-Nahl di atas. Apa yang telah dilakukan mereka selama ini sudah sangat bertentangan dengan ayat yang satu ini. Lantas mengapa masih mengklaim sebagai pengamal Alquran, al-Sunnah, dan pengikut al-Salaf al-Shâlih, seperti yang dapat kita lihat pada teks wacana berikut: ب اٌٍجٕخٙضؼٚ رٌه ِٓ خاليٚ ذا٠ذا خذَٙ ػٛ١ٌخ ا١ٌِخ اإلعالٚمٗ رذخً اٌذ١فٛزغٓ رٚ ٌٝفأٗ ثفضً هللا رؼب ُ اٌغٍف اٌصبٌرٙثفٚ ٟ إٌجٞ ٘ذٍٝػٚ ح اٌىزبةِٕٙ ٍٝ اٌمبئُ ػُِٟ اإلعال١ٍ صشذ اٌزؼٟ فٌٝٚاأل ٚ ً١األثبطٚ اءٛ٘ذا ػٓ األ١ح ثؼٛخ ٔج١ٌٔىٓ لشآٚ خ١ال غشثٚ خ١خ ال ششل١خ صبف٠ثشؤٚ بٌٙ يًٚ األ١اٌشػٚ أصمبع األسضٝ شزٟإٌّب٘ح إٌّسشفخ فٚ عّبعشح األزضاةٚخ أ١ٌ اٌشأعّبٚخ أ١ً دػبح اإلشزشاو١ٌأضب خ١ِ أثٕبء األِخ اإلعالٟاضر فٌٛخ أثش٘ب ا١ؼ٠رٍه االٔسشافبد اٌجذٚ خ٠افذاد اٌىفشٌٛ ثؼذ ِب رشوذ ٘زٖ اٚ اعؼخٌٛسزجخ اإلعالَ اٚ خ١ذ اٌضاو١زٛ خّبدح اٌزٌٝ ثأػجبء سدُ٘ ئٌٝك هللا رؼب١فٌٛخ اٌخالفخ ثزٚضذ دٙٔ 34 Jamâl al-Din „Abdu al-Rahman al-Jauzi, Zâd al-Masir fi „ilmi al-Tafsir, Jilid 4, h. 140. 100 بٙشؼبثٚ خ١ٍ٘٘ذاد اٌدبٚ ٌٝب ئٕٙٓ ػ١بط١ُ اٌشٙافشح ثؼذ اخزبٌزٌٛب اٙززٚدٚ ذح١خ اٌخالفخ اٌشش٠رسذ سا 35 ٍىخٌّٙا [Berkat karunia dan pertolongan Allah, sekarang ini negara Islam memasuki babak baru. Itu terjadi dengan diletakkannya batu pertama pendidikan Islam yang jelas berdasarkan manhaj (metode) Alquran, petunjuk Nabi, pemahaman al-Salaf al-Shâlih, dan generasi awal, dengan pandangan yang jernih, bukan pandangan Barat atau pun Timur, yakni dengan pandangan Alquran dan (Sunnah) Nabi, yang bebas dari pengaruh hawa nafsu, kebatilan, dan kesesatan para penyeru sosialisme, kapitalisme, mafia (makelar) partai, dan metode yang menyimpang di berbagai belahan bumi. Setelah meninggalkan virus-virus kekufuran dan penyimpangan-penyimpangan yang jelas mempengaruhi generasi umat Islam, maka bangkitlah negara Khilafah atas pertolongan Allah untuk mengembalikan keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan Islam yang luas di bawah panji Khilâfah yang lurus dan naungan pohonnya setelah diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan bukitnya yang membinasakan.] Dalam paragraf ini terdapat banyak poin penting mengenai ISIS. Di antaranya, ISIS hendak mengokohkan ideologi negara Islamnya. Pengokohan itu dilakukan melalui pendidikan Islam yang diklaimnya berdasarkan Alquran, Sunnah, dan Salaf Shâlih. ISIS mengaku bahwa sistem pendidikan yang diusungnya, jauh dari sistem pendidikan ala Barat dan Timur, jauh dari paham kapitalisme36, sosialisme37, dan terbebas dari virus-virus 35 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 36 Kapitalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh 3. kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian. Seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya 101 kekufuran dan penyimpangan. Melalui paragraf ini, penulis ISIS hendak mendeklar bahwa sistem pendidikan yang ada selama ini adalah kufur, menyimpang, ala jahiliah, dan sudah jauh dari ajaran Alquran, Sunnah, dan para generasi awal Islam. Diyakini oleh ISIS, pendirian Negara Islam pada 1427 Hijriah atau tahun 2006 yang dipimpin oleh Abu Bakar alBaghdadi, terutama setelah diterbitkannya kurikulum ISIS pada 1437 Hijriah merupakan wujud nyata dalam menghapus segala sistem pendidikan yang tidak sejalan dengan Islam. Secara umum, ISIS mengklaim pendirian Negara Islam bertujuan untuk menegakkan syariat Islam dan harga diri umat Islam yang belakangan kian terpuruk dan diperbudak Barat. Diyakininya, umat Islam setuju untuk menerapkan syariat Islam, sebab tidak ada hukum terbaik selain hukum Allah. Sebatas konsep dan ideologi, pandangan ISIS yang menganggap ideologinya paling benar adalah sah-sah saja. Setiap penganut ideologi pasti mengklaim bahwa ideologinya yang paling benar. Namun, pada tataran aplikasi, konsep itu jauh panggang dari api. Misi menegakkan syariat Islam berubah 180 derajat menjadi pelanggaran syariat. Nama jihad yang dalam Islam bertujuan untuk memuliakan Islam itu sendiri, justru dibajak untuk meraih kekuasaan dan kenikmatan sesaat. Bahkan, sejumlah rambu yang harus dipatuhi justru dilanggar. Siapa pun yang tidak mencoba menghalangi jangan pernah berharap bisa hidup lama. Segala kesalahan, besar maupun kecil, dihukum dengan hukuman mati. Tawanan perang diperlakukan bak binatang. Mereka memanfaatkan para tawanan sebagai budak, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka manfaatkan para tahanan untuk meraih tebusan besar dari pihak keluarga atau negara sandera berasal. Padahal Islam tak pernah mengajarkan sendiri sesuai dengan kemampuannya. Lihat: Ulrich Duchrow, Mengubah Kapitalisme Dunia, Jakarta: Gunung Mulia, 1999, h. 245. 37 Sosialisme adalah paham yang bertujuan untuk membentuk kemakmuran kolektif yang produktif dan membatasi milik perseorangan. Hal ini membedakan sosialisme dan kapitalisme yang menekankan kemakmuran dari usaha individu. Ciri utama sosialisme adalah pemerataan kemakmuran dan penghapusan kemiskinan. 102 demikian, walau kepada hewan sekalipun. Islam tak mengajarkan kekerasan kepada siapa pun. Walau dalam kondisi perang, para wanita, anak-anak, dan dan tidak terlibat peperangan tidak boleh diperangi. Demikian halnya para tawanan mesti diperlakukan layaknya manusia, bukan seperti hewan. Kondisi ini kontras sekali dengan isi pelajaran Hadis yang mereka tulis. Mereka dengan tegas mengutip hadis-hadis Nabi saw. Mereka memuat hadis tentang keutamaan membaca Alquran, memelihara sunnah, selawat kepada Nabi saw., keutamaan salam, etika makan, etika minum, berbakti kepada orang tua, silaturahim, hak-hak tetangga, kejujuran, menghormati orang yang lebih sepuh, rendah hati, cinta kepada Allah, berperangai baik. Bahkan pada bagian akhir, mereka mengutip hadis riwayat Muslim yang mengharamkan kezaliman. 38 ُّ ٌاْ ا ٌ َّ ٍظ ٍْ َُ ظ َّ َ ف،ٍَُا اٌظٛارَّم َب َِخ١ْ ََ ْاٌمَٛ٠ بد Hadis di atas menyatakan, “Hati-hatilah dengan kezaliman, sebab kezaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat.” Suatu kenyatakan yang sulit diterima nalar sehat. Mereka tahu jika kezaliman adalah perbuatan yang diharamkan Islam, namun justru gerak-gerik mereka sarat kezaliman. Wacana yang cukup menarik untuk dicermati ada di dalam buku al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal (Pelajaran Sejarah untuk Kelas V SD Semester Pertama). Pasalnya, buku tersebut memuat dua pembahasan yang selama ini menjadi identitas bahkan ideologi ISIS. Kedua pembahasan dimaksud adalah usus al-daulah al-islâmiyyah fi al-ahd al-madanî [dasar-dasar negara Islam pada periode Madinah] dan marâhil tasyrî„ al-qitâl [tahapan-tahapan pensyariatan perang]. Usai judul pembahasan pertama disebutkan: 38 al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î, al-Fashlu al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 40. 103 ِٓٚ خ١ٌِخ اإلعالٚضــغ أ عــظ اٌذٕٛخ شــشع ث٠ اٌّذٟي فٛٗ اٌشعــ١َ اعــزمش فٛ٠ يِٕٚز أ 39 ٕخ٠فخ اٌّذ١ صس،ٓ٠بخشٌّٙاٚ ٓ األٔصبس١ ِإاخبح ث، ثٕبء اٌّغدذ: أُ٘ ٘زٖ األعظ [sejak awal di Madinah Rasulullah telah meletakkan dasar-dasar negara Islam, di antara dasar-dasar pentingnya adalah: (1) membangun masjid, (2) mempersaudarakan sahabat muhajirin dengan anshar, (3) membuat perjanjian Madinah.] Memang benar pada awal hijrah ke Madinah, Rasulullah saw. membangun dua masjid. Pertama adalah Masjid Quba, masjid yang berada 5 kilo sebelah tenggara kota Madinah, kedua adalah Masjid Nabawi. Namun, alasan bahwa masjid didirikan untuk tujuan politik atau membangun negara tampaknya tentu terlalu jauh, sebab tidak hanya tujuan politis yang disasar dalam pendirian masjid. Masjid Quba, misalnya, bahkan didirikan sama sekali bukan untuk tujuan politik. Masjid itu dibangun semata sebagai tempat singgah dan peristirahatan Rasulullah dalam perjalanan hijrah sebagaimana yang diusulkan oleh Ammâr ibn Yasir. Fakta bahwa masjid bukan semata diririkan untuk tujuan politis, sesungguhnya diakui oleh penulis buku tersebut, seperti yang terlihat di bawah ini. Hal ini penting sekali ditekankan sebab bila setiap masjid didirikan untuk tujuan politis, maka secara tidak langsung akan mengabaikan tujuan utamanya. Padahal tujuan itu lebih penting dibanding tujuan politis. Bahkan jika tujuan utama terpenuhi, maka tujuan politis dengan sendirinya akan tercapai. ٗ١ضؼب رمبَ فِٛ ْا ّٔب وبٚ ،ي ِىبٔب ألداء اٌصالح فسغتٛذ اٌشعٙ ػٍٝىٓ اٌّغدذ ػ٠ ٌُ َ ْٗ اٌصسبثخ اٌمشآ١زؼٍَُّ ف٠ ،ُ١ٍضؼب ٌٍزؼِٛ فمذ وبْ اٌّغدذ،بٙظبئفٚٚ ٌخٚبَ اٌذِٙ ِٓ ش١اٌىث ٟٓ ف١ّٓ َ اٌّزخبص١فصً َ ث٠ ي اهللاٛوبْ سعٚ ،يُٛ ِٓ ػٕذ اٌشعٕٙ٠س دِٛأٚ َ ُ٠اٌىش 39 Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 36. 104 خ٠ٌٛٗ رؼمذ األ١فٚ ،ػٛ١ ِٕٗ رجؼث اٌد،ػٛ١بدح اٌد١وبْ اٌّغدذ ِشوضا ٌمٚ ،اٌّغدذ 40 اٌّغدذٟ وبٔذ رزُ فٟبَ اٌزٌّٙذ ِٓ ا٠ فضال ػٓ اٌؼذ.ٌألِشاء [Masjid pada zaman Rasul bukan saja sebagai tempat salat semata, melainkan juga tempat dilakukannya banyak kepentingan dan tugas negara. Masjid adalah tempat belajar. Di situlah para sahabat belajar Alquran dan perkara-perkara agama mereka kepada Rasul. Di masjid pula Rasul menyelesaikan perselisihan di antara para sahabat. Bahkan masjid menjadi pusat mempersiapkan pasukan. Dari masjid pasukan dikirimkan. Di masjidlah para pemimpin diangkat. Dan masih banyak lagi perkara yang diselesaikan di masjid.] Namun, kembali lagi penyimpangan terjadi. ISIS didirikan bukan untuk membangun umat, melainkan untuk tujuan politik, kekuasaan, dan kenegaraan semata. Padahal agama Islam hadir bukan semata untuk tujuan kekuasaan, melainkan menebar rahmat, keselamatan, kedamaian, dan ketenteraman bagi seluruh umat, termasuk non-muslim sekalipun. Agama yang dibawa oleh Rasulullah saw. menuntun umat manusia untuk memuliakan manusia dan mendorong kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dan semua tujuan itu dimulai dari masjid. Masjid menjadi tempat strategis untuk memperkuat kesatuan dan memberdayakan potensi umat. Rasulullah saw. sendiri adalah sosok yang sangat mendambakan perdamaian dan kerukunan. Hal itu juga terlihat saat beliau menerima rombongan kaum Nasrani Najran yang hendak menemuinya. Saat waktu „kebaktian‟ tiba, mereka meminta izin untuk melakukannya di dalam masjid dan beliau mengizinkannya. Sebisa mungkin, beliau menghindari konflik dan peperangan. Kondisi itu jauh dengan apa 40 Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 36. 105 yang sekarang dirasakan pada saat kehadiran ISIS. Kehadiran mereka jauh dari kata damai, selamat, dan tenteram. َّ ٍَّٝص ٓ ِسّذ ثٕٝ فس َّذث،ٕخ٠ ٔدشاْ ثبٌّذٜفذ ٔصبسٚ َُ َّ ٍ َعَٚ ْٗ١ٍَهللا َػ َ ي هللاٛ سعٍٝفذ ػٚ :لبي اثٓ ئعسبق َّ ٍَّٝص ٗ ِغدذَٖ ثؼذ١ٍا ػٍٛ دخ،َُ َّ ٍ َعَٚ ْٗ١ٍَهللا َػ َ ي هللاٛ سعٍٝفذ ٔدشاَْ ػٚ َ ٌّب لذ: لبي،ش١خؼفش ثٓ اٌضث َّ ٍَّٝص هللا َ ي هللاٛ فمبي سع،ُٙ فأساد إٌبط ِٕؼ،ٖ ِغدذْٝ فٍُّٛص َ ٠ اِٛ فمب،ُٙ فسبٔذ صالر،صالح اٌؼصش 41 .ُْ َٙصالَر َ اٍَّٛص َ َ ف،َا اٌ َّ ْششقٍَُٛ٘" فب ْعزَ ْمجٛ "دَػ:َُ ٍَّ َعَٚ ْٗ١ٍََػ Berkata Ibnu Ishaq: Di Madinah, datang delegasi Nasrani Najran kepada Rasulullah Saw. Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Ja‟far bin Az Zubeir, katanya: ketika ketika delegasi Najran datang kepada Rasulullah Shallallahu „Alaihi wa Sallam, mereka masuk ke dalam masjid setelah shalat ashar, ketika datang waktu ibadah mereka, mereka bangun untuk mendirikan ibadah mereka di masjid nabi, maka manusia mencegahnya, lalu Rasulullah Saw. bersabda: “Biarkan mereka.” Lalu mereka menghadap ke Timur, dan melaksanakan ibadah mereka. Hidden power yang terkandung dalam wacana di atas sulit dijelaskan jika melihat kesenjangan apa yang dilakukan ISIS selama ini dengan apa yang ditulis dalam buku tersebut. Namun, jika mengacu kepada model kognisi sosial ala van Dijk yang melihat bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga diperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu, maka walau bagaimana pun pasti ada sesuatu yang lain yang disembunyikan penulis di balik teks. Sesuatu yang disembunyikan tersebut adalah ideologi dan kekuasaan. Melalui kedua hal itulah penulis hendak memaksakan gagasannya kepada khalayak 41 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zad al-Ma'ad fi Hadyi Khairil Ibad. Cet. 27, 1994M-1415H. Beirut :Muasasah Ar Risalah, Jilid III, h. 629. 106 pembaca.42 Kuat dugaan pembuatan wacana tersebut tidak ditujukan agar khalayak agar mengikuti apa yang mereka tulis, melainkan untuk menutupi kejahatan yang mereka lakukan. Contoh yang paling konkret, apa yang dilakukan Rasullah saw. untuk mengirim delegasi dan mengajak pihak lain masuk Islam, jsutru tidak mereka lakukan. Lebih lanjut, menurut Fowler, Fairclough, van Dijk, van Leeuweun, dan Wodak wacana merupakan konstruksi yang tidak bebas nilai dan tidak netral. Wacana merupakan wujud dari tindakan sosial yang diproduksi dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak yang memproduksinya, baik berupa kepercayaan, nilai, kekuasaan maupun ideologi. Demikian halnya dengan poin-point penting tentang dasar negara Islam yang disebutkan dalam buku pelajaran sejarah di atas. Penulis memasukkan poin kedua dasar negara Islam adalah persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar. Memang benar aktivitas pertama Rasulullah di Madinah pasca hijrah adalah mendirikan Masjid yang difungsikan sebagai pusat kegiatan umat Islam, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Kemudian beliau mengambil kebijakan yang sangat monumental dalam sejarah umat manusia, yaitu usaha mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dan Anshar. Di situ, Rasulullah seolah ingin memperlihatkan kepada umatnya bahwa persaudaraan atas tali akidah Islam adalah persaudaraan hakiki. Sementara ikatan kepartaian, kesukuan, ras, kebangsaan, kepentingan dan sejenisnya akan mudah sekali sirna. Hal ini juga ditegaskan oleh Ibnul Qayyim, bahwa Rasulullah saw mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar di rumah Anas bin Malik. Mereka 42 Teun A van Dijk, “Discourse and Cognition in Society”, dalam David Crowley and David Mitchell, Communication Theory Today, Cambridge, Polity Press, 1994, h. 107-108; lihat pula: Hanna Pishwa, Language and Social Cognition: Expression of the Social Mind, Berlin: Walter de Gruyter, 2009, h. 25; lihat: Agus Sudibyo, Politik media dan pertarungan wacana, Yogyakarta: LKiS, 2001, h. 299. 107 yang dipersaudarakan ada sembilan puluh orang, setengah dari Muhajirin dan setengahnya lagi dari Anshar. Beliau mempersaudarakan mereka agar saling tolong menolong, saling mewarisi harta jika ada yang meninggal dunia di samping kerabatnya. Waris mewarisi ini berlaku hingga Perang Badr. Taktala turun ayat, “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesama (daripada kerabat yang bukan kerabat).” (QS. al Anfâl [8]: 75), maka hak waris mewarisi itu menjadi gugur, tetapi ikatan persaudaraan masih tetap berlaku.43 Makna persaudaraan ini sebagaimana yang dikatakan Muhammad al-Ghazâlî, agar fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang dibela kecuali Islam. Di samping itu, agar perbedaan-perbedaan keturunan, warna kulit, dan daerah tidak mendominasi, agar seseorang tidak merasa lebih unggul dan lebih rendah, kecuali karena ketakwaannya. Rasulullah saw. menjadikan persaudaraan ini sebagai ikatan yang benar-benar harus dilaksanakan, bukan sekadar isapan jempol dan omong kosong semata. Persaudaraan itu harus merupakan tindakan nyata yang mempertautkan darah dan harta, bukan sekedar ucapan selamat di bibir, lalu setelah itu hilang tak berbekas sama sekali. Dan memang begitulah yang terjadi. Dorongan perasaan untuk mendahulukan kepentingan yang lain, saling mengasihi dan memberikan pertolongan benar-benar bersenyawa dalam persaudaraan ini, mewarnai masyarakat yang baru dibangun dengan beberapa gambaran yang mengandung decak kekaguman.44 Imam Bukhari meriwayatkan bahwa tatkala kaum Muhajirin tiba di Madinah, maka Rasulullah saw mempersaudarakan Abdurrahman bin „Auf dengan Sa‟ad bin al--Rabi‟. Sa‟ad 43 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kelengkapan Tarikh Raulullah, Judul Asli: Jami‟ As-Sirah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2016, h.76 44 Tim Persatuan Islam Indonesia, Risalah : Bacaan Peneguh Hati, Bandung: Yayasan Risalah Pers, 1998, h. 16. 108 berkata kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Ambillah separoh hartaku itu menjadi dua. Aku juga mempunyai dua istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, maka kawinilah ia!” Abdurrahman berkata, “Semoga Allah memberkahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar kalian?” 45 Demikian kehebatan persaudaraan yang dirancang oleh Rasulullah saw. Persaudaraan ini pula yang membuat kaum muslimin semakin kuat dan kokoh serta semakin melemahkan kekuatan lawan. Namun, apa yang dilakukan ISIS selama ini justru bertolak belakang dengan apa dilakukan Rasulullah. Sedianya tentu ISIS menginginkan ikatan sesama mereka sekuat persaudaraan yang ada pada Muhajirin dan Anshar. Namun, kenyataannya, justru mereka bukan memperkuat bangunan umat Islam. Siapa pun yang tidak seideologi dengan mereka dianggap kafir dan harus diperangi. Mereka seolah menginginkan umat Islam menjadi satu warna dan sama. Rupanya mereka lupa ketetapan Allah dalam Alquran bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal dan saling menyayang, bukan untuk saling memerangi. (Q.S. al-Hujurât [49]: 13). Dasar ketiga pembentukan negara Islam dalam pandangan ISIS adalah piagam Madinah. Piagam Madinah dikenal sebagai konstitusi pertama yang tertulis secara resmi dalam perjalanan sejarah manusia. Konstitusi ini mendahului konstitusi mana pun yang pernah ada di dunia, seperti piagam besar Magna Carta yang disepakati di Runnymede Surrey 45 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Kelengkapan Tarikh Raulullah, Judul Asli: Jami‟ As-Sirah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2016, h.76 109 tahun 1215, konstitusi Aristoteles Athena yang ditemukan di Mesir pada tahun 1890, bahkan konstitusi Amerika dan konstitusi Perancis.46 Piagam Madinah yang juga dikenal dengan istilah Perjanjian Madinah, Dustur Madinah, dan Shahifah Al-Madinah, merupakan kesepakatan damai sekaligus draf perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas dan berbagai sektor kehidupan Madinah, mulai dari urusan politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian. Dan Rasulullah-lah yang memperkenalkan sekaligus melaksanakan draft kebijakan itu bersama seluruh warga Madinah yang sepekat dengan isi perjanjian tersebut.47 Disebut kesepakatan damai karena seluruh perwakilan kelompok di Madinah turut menandatangani perjanjian itu, termasuk kelompok Yahudi bani Qainuqa, bani Nadhir, dan bani Quraizhah. Bahkan, Nabi sempat mengangkat sekretarisnya dari orang Yahudi agar mudah mengkirim dan membaca surat berbahasa Ibrani dan Asiria. Namun karena berkhianat dan bersekongkol dengan musuh, akhirnya sekretaris itu diganti Zaid bin Tsabit. Ini tandanya, Rasulullah memberikan kesempatan yang sama kepada warganya, tanpa melihat latar belakang keyakinannya, selama dia kompeten dan dapat dipercaya.48 Melalui piagam inilah Rasulullah saw. memperkenalkan sistem kehidupan yang harmonis dan damai bagi masyarakat Madinah yang majemuk dan plural. Di sanalah, 46 Kontributor Republika, Demokrasi Madinah: Model Demokrasi Cara Rasulullah (Kumpulan Essai), Jakarta: Penerbit Republika, 2003, h. 7. 47 Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu - Isu Aktual, Jakarta: Serambi, 2014, h. 110. Lihat pula: Ahmad Sukarja, Piagam Madinah dan Undangundang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI-Press, h. 78-79. 48 Abdurrahman Mas‟ud, Menuju paradigma Islam humanis, Wonosobo: Gema Media, 2003, h. 85. 110 Rasulullah saw. meletakkan dasar kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru, yaitu masyarakat madani yang rukun dan damai. Masyarakat itu setidaknya berasal dari 3 kelompok yang berbeda, yakni muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar sebagai kelompok mayoritas, non-muslim dari suku Aus dan Khazraj yang belum masuk Islam sebagai kelompok minoritas, dan kelompok Yahudi.49 Itulah sistem kehidupan yang dibangun oleh Rasulullah saw. yang kemudian diklaim sebagai dasar atau fondasi bangunan negara Islam yang dipropagandakan oleh ISIS. Namun, dalam praktiknya konsep negara Islam atau khilafah yang diterapkan ISIS sangat tidak jelas, bahkan terlihat sekali sebagai legitimasi kekuasaan dan tirai penutup aksi-aksi kejahatan mereka. Sebagaimana yang lantang disuarakan Gus Dur, sebagai jalan hidup (syari‟at), Islam tidak memiliki konsep yang jelas tentang negara. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pertama Islam tidak mengenal pandangan yang jelas dan pasti tentang pergantian kepemimpinan. Faktanya, ketika Nabi Muhammad wafat dan digantikan oleh Abu Bakar, maka pemilihan Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah dilakukan melalui bai‟at oleh para kepala suku dan wakil-wakil kelompok umat yang ada pada waktu itu. Sedangkan Abu Bakar sebelum wafat menyatakan kepada kaum Muslimin, hendaknya Umar bin Khattab yang diangkat mengantikan posisinya. Ini berarti, sistem yang dipakai adalah penunjukan. Sementara Umar menjelang wafatnya meminta agar penggantinya ditunjuk melalui sebuah dewan ahli yang terdiri dari tujuh orang. Lalu dipilihlah Utsman bin Affan untuk menggantikan Umar. Selanjutnya, Utsman digantikan Ali bin Abi Thalib. Pada saat itu, Abu Sufyan juga telah menyiapkan anak cucunya untuk menggantikan Ali. Sistem ini kelak menjadi acuan untuk menjadikan kerajaan atau marga yang menurunkan calon-calon raja dan 49 Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lilalamin, Jakarta: Pustaka Oasis, 2010, hal. 354; Lihat pula: Said Aqil Husin Al-Munawar, Islam humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan, Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2001, h. 22. 111 sultan dalam sejarah Islam. Kedua, besarnya negara yang diidealisasikan oleh Islam, juga tak jelas ukurannya. Nabi Muhammad meninggalkan Madinah tanpa ada kejelasan mengenai bentuk pemerintahan kaum Muslimin. Tidak ada kejelasan, misalnya, negara Islam yang diidealkan bersifat mendunia dalam konteks negara-bangsa (nation-state), ataukah hanya negara-kota (city-state).50 Tiba-tiba muncul ISIS menamakan diri sebagai negara Islam yang tanpa dasar itu dengan wajah brutal dan kejam, maka tak salah jika mereka dianggap hanya mengaku-ngaku sebagai negara Islam untuk memuluskan kejahatan mereka. C. Teknik dan Analisis Propaganda 1. Teknik Propaganda a. Name Calling َسزجخ اإلعالٚ خ١ذ اٌضاو١زٛ خبدح اٌزٌٝ ثأػجبء سدُ٘ ئٌٝك هللا رؼب١فٛ ٌخ اٌخالفخ ثزٚضذ دٙٔ ٘ذادٚ ٌٝب ئٕٙٓ ػ١بط١ُ اٌشٙاسفخ ثؼذ اخزبٌزٌٛب اٙززٚدٚ ذح١خ اٌخالفخ اٌشش٠اعؼخ رسذ ساٌٛا 51 ٍىخٌّٙب اٙشؼبثٚ خ١ٍ٘اٌدب ….maka bangkitlah negara Khilafah atas pertolongan Allah untuk mengembalikan keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan Islam yang luas di bawah panji Khilâfah yang lurus dan naungan pohonnya setelah diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan bukitnya yang membinasakan.] 50 M. Syafii Anwar, “Membingkai Potret Pemikiran Politik KH. Abdurrahman Wahid” (Pengantar) dalam Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, Jakarta: Wahid Institue, 2006, h. xviii. 51 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 3, baris ke-11. 112 Dalam buku pelajaran Sejarah di bagian pendahuluan, ISIS menuliskan istilah „setan‟ yang merujuk kepada musuh mereka. Berbicara tentang musuh ini, ISIS menganggap semua negara adalah musuhnya, karena mereka tidak mengakui pemerintahan apapun kecuali Islamic State (Negara Islam), bahkan mereka tidak mengakui pemerintahan di Timur Tengah yang sebagian mengadopsi sistem Islam. Setan dalam pandangan ajaran Islam merupakan makhluk Allah yang sombong dan membangkang yang dipastikan masuk neraka. Oleh karena itu, penasbihan istilah setan tersebut adalah ingin menunjukkan sosok musuh yang sombong namun pasti akan kalah atas pertolongan Allah. Selain itu, hal tersebut dilakukan juga untuk mendiskreditkan musuhnya di satu sisi, dan di sisi lainnya menguatkan hati pendukungnya bahwa mereka ada dalam pihak yang benar, sedangkan musuh mereka adalah golongan setan yang dimusuhi Allah. Selain kata „setan‟, ISIS juga sering mempropagandakan kata-kata berkonotasi negatif lainnya untuk menyifati musuhnya, seperti: „thaghut‟, dan „la‟natullah alaik‟. Sedangkan pendukung ISIS di Indonesia sering melabeli pemerintah dengan sebutan antara lain: „Anjing Densus 88‟, „Babi Ahok‟, dll. Selain kata „setan‟, di bagian pendahuluan ini ISIS juga menulis istilah: 52 خ٠افذاد اٌىفشٌٛا “Virus-virus kekufuran” Penyebutan „virus-virus‟ adalah merujuk kepada sistem pemerintahan kapitalis, demokratis, dan sosialis yang diterapkan di dunia saat ini. Sistem pemerintahan tersebut oleh ISIS disamakan dengan virus berbahaya yang dapat menular dan membuat rakyat-rakyat 52 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 3, baris ke-10 s.d 11. 113 yang berada dalam naungan pemerintahan tersebut terkena penyakit kekafiran. Alasan ISIS membenci sistem pemerintahan tersebut antara lain adalah bahwa nilai-nilai Islam dan nilainilai demokrasi secara inheren adalah anti tesis, karena melihat beberapa isu ketidaksamaan antara orang yang beriman dan tidak beriman sebagaimana juga laki-laki dan perempuan.53 Sebutan ini nyaris serupa dengan sebutan yang diberikan Barat terhadap Uni Soviet selama Perang Dingin, yaitu dengan penggunaan istilah 'bau busuk yang dapat menyebar' dan 'virus' yang dapat 'menginfeksi' orang lain. b. Glittering Generality Teknik Glittering Generality merupakan teknik yang cukup sering digunakan ISIS dalam buku pelajaran ISIS, antara lain terdapat dalam teks berikut ini: ٓ٠ِغزذسج اٌىبفشٚ ،ٖس ثأ ِْشِِٛصشف ْاألٚ ،ٖشِٙزي اٌششن ثمٚ ،ٖاٌسّذ هلل ِؼض اإلعالَ ثٕصش ٍٝ ِٓ أػٍٝاٌغالَ ػٚ اٌصالحٚ ،ٍٗٓ ثفض١خؼً اٌؼبلجخ ٌٍّزمٚ ،ٌٗال ثؼذٚبَ د٠ لذس األٞ اٌز،ٖثّىش 54 ٗف١هللا ِٕبس اإلعالَ ثغ [Segala puji milik Allah, Zat yang memuliakan Islam dengan pertolongan-Nya, Zat yang menghinakan kesyirikan dengan paksaan-Nya, Zat yang mengurus seluruh perkara dengan perintah-Nya, Zat yang mengalahkan orang-orang kafir dengan tipudaya-Nya, Zat yang menentukan waktu untuk (tegaknya) negara-negara dengan keadilan-Nya, Zat yang menjadikan akibat baik bagi orang-orang bertakwa dengan karunia-Nya; selawat dan salam semoga terlimpah kepada sosok yang ditinggikan Allah ke atas menara Islam dengan pedang-Nya.] 53 John L. Esposito, Mohammed Arkoun, Mohammed „Adeb AlJabri, et.al, Dialektika Peradaban, Yogyakarta: Qalam, 2010, h. 133. 54 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 3. 114 Pada teks ini, ISIS berupaya menghubungkan sesuatu yang berkonotasi positif yaitu „Islam‟ dengan sesuatu yang berkonotasi negatif yaitu „pedang‟ atau jalan kekerasan. Padahal sebenarnya ada kata-kata lainnya yang juga bisa dimasukkan, namun kata tersebut sengaja disembunyikan untuk tujuan tertentu. Ketika membaca wacana tersebut, pembaca dibuat seolah-olah percaya bahwa jalan kekerasan merupakan satu-satunya cara untuk menegakkan agama Islam. Hal tersebut sangat berbahaya bagi pembaca awam yang cenderung malas dan/atau tidak dapat mengakses bukti-bukti bahwa Islam tidak hanya tegak dengan jalan kekerasan, sebaliknya Islam cenderung mengedepankan perdamaian. Oleh karena itu, wacana atau propaganda tersebut dapat dibantah dengan cara mencari bukti-bukti dalil Al-Quran dan Hadist yang menunjukkan bahwa Islam dapat tegak dengan jalan damai sebagai bentuk upaya kontra propaganda. Selain pada teks di atas, ISIS juga menerapkan teknik propaganda Glittering Genarality pada teks berikut: 55 َّ ٞاٌسّذ هلل اٌز ش األٔبَ ِسّذ١خؼٍٕب ِٓ أِخ خٚ َبد ثؼذ ٔؼّخ اإلعالٕٙب ثٕؼّخ اٌد١ٍِٓ ػ [Segala puji bagi Allah, Zat yang telah menganugerahi kita dengan nikmat jihad, setelah nikmat Islam; Zat yang telah menjadikan kita sebagai umat makhluk terbaik, Muhammad saw.] Teknik propaganda dalam wacana di atas juga menggunakan teknik Glittering Genarality, yaitu mengatakan satu hal dan menyembunyikan hal lainnya, sehingga pembaca mengira hanya hal tersebut yang benar. ISIS seolah-olah ingin mengatakan bahwa jihad (berperang) merupakan nikmat yang terbesar setelah nikmat Islam (menjadi seorang 55 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 3. 115 Muslim). ISIS menyembunyikan nikmat-nikmat lainnya, seperti persahabatan56 dan kesehatan57 yang keduanya juga merupakan nikmat terbesar setelah keislaman. Bagi masyarakat yang tidak mengetahui dan malas untuk mencari tahu akan adanya dalil-dalil lainnya tersebut akan terpengaruh dan menerima wacana ISIS ini. Wacana tersebut dapat dibantah, jika umat Islam sadar dan mau mencari dalil-dalil lainnya yang lebih kuat agar dapat memahami jihad secara lebih komprehensif. Banyaknya penggunaan teknik propaganda glittering generality ini menunjukkan bahwa teknik tersebut sangat efektif digunakan oleh ISIS di tengah kondisi semakin merosotnya pengetahuan keislaman masyarakat dan sikap apatis para ulama yang tidak gencar menyampaikan ajaran-ajaran keislaman. Oleh sebabnya, tidak sedikit masyarakat yang terpengaruh oleh wacana ini dan menjadi radikal. Misalnya, kasus pengeboman pada pertengahan Agustus 2016 oleh jihadis tunggal (lone wolf) di salah satu gereja di Medan, Sumatera Utara, yang diketahui bahwa pelaku terpengaruh oleh wacana-wacana ISIS di media sosial.58 c. Transfer 56 Umar bin Khattab RA pernah berkata “Tidak ada nikmat kebaikan yang Allah berikan setelah Islam, selain saudara yang shalih. Maka jika salah seorang dari kalian merasakan kecintaan dari saudaranya, peganglah kuat-kuat persaudaraan dengannya.” 57 Rasulullah saw bersabda, “Mohonlah kepada Allah kesehatan (keselamatan). Sesungguhnya karunia yang lebih baik sesudah keimanan adalah kesehatan (keselamatan). Jika salah seorang keturunan Adam hanya memiliki keislaman dan kesehatan maka hal itu sudah cukup baginya.” (HR. Ibnu Majah) 58 “Pelaku Teror Gereja di Medan Terobsesi Tokoh ISIS dari Internet”, lihat http://nasional.kompas.com. Diakses 10 September 2016. 116 Teknik transfer sarat ditemukan pada buku pelajaran sejarah. Buku tersebut berjudul al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal. Melalui pelajaran sejarah, ISIS seolah ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa apa yang mereka lakukan saat ini, telah terjadi pula dalam sejarah Islam di masa Nabi Muhammad saw yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah peperangan di dalamnya. Atas dasar itu pula, pelajaran sejarah yang dimuat dalam buku tersebut lebih didominasi oleh sejarah perang. Teknik propaganda Transfer, yaitu teknik membawa otoritas, dukungan, dan gengsi dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima. Dalam hal ini, ISIS berusaha menjadikan kisah-kisah peperangan sosok panutan umat Islam, Nabi Muhammad saw. sebagai alat propaganda agar umat Islam dapat menjadikannya sebagai contoh di masa sekarang. Hal tersebut tidak ada salahnya. Namun peperangan bukan satu-satunya sejarah yang dapat ditiru dari sosok Nabi Muhammad saw. Beliau juga banyak mencontohkan hal-hal baik lainnya, seperti hubungan sosial, perundingan, ekonomi, dan pendidikan. Akan tetapi sejarah tersebut sengaja tidak dikedepankan oleh ISIS, untuk mencapai tujuannya dalam wacana ini. Dalam buku sejarah ini ditulis sebagai berikut: ِٓٚ خ١ٌِخ اإلعالٚضــغ أ عــظ اٌذٕٛخ شــشع ث٠ اٌّذٟي فٛٗ اٌشعــ١َ اعــزمش فٛ٠ يِٕٚز أ 59 ٕخ٠فخ اٌّذ١ صس،ٓ٠بخشٌّٙاٚ ٓ األٔصبس١ ِإاخبح ث، ثٕبء اٌّغدذ:أُ٘ ِ ٘زٖ األعظ [sejak awal di Madinah Rasulullah telah meletakkan dasar-dasar negara Islam, di antara 59 dasar-dasar pentingnya adalah: (1) membangun masjid, (2) Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 36. 117 mempersaudarakan sahabat muhajirin dengan anshar, (3) membuat perjanjian Madinah.] ِ َضؼب رمبِٛ ْا ّٔب وبٚ ،ي ِىبٔب ِ ألداء اٌصالح فسغتٛذ اٌشعٙ ػٍٝىٓ اٌّغدذ ػ٠ ٌُ ٗ اٌصسبثخ١زؼٍَُّ ف٠ ،ُ١ٍضؼب ٌٍزؼِٛ فمذ وبْ اٌّغدذ،بٙظبئفٚٚ ٌخٚبَ اٌذِٙ ِِٓ ش١ٗ اٌىث١ف َِ ٓ١فصً َِ ث٠ ي اهللاٛوبْ سعٚ ،يُٛ ِٓ ػٕذ اٌشعٕٙ٠س دِٛأٚ َِ ُ٠اٌمشآْ َِ اٌىش ٗ١فٚ ،ػٛ١ ِٕٗ رجؼث اٌد،ػٛ١بدح اٌد١وبْ اٌّغدذ ِشوضا ٌمٚ ، اٌّغدذٟٓ ِف١ّاٌّزخبص 60 اٌّغدذٟ وبٔذ رزُ فٟبَ اٌزٌّٙذ ِٓ ا٠ فضال ػٓ اٌؼذ.خ ٌألِشاء٠ٌٛرؼمذ األ [Masjid pada zaman Rasul bukan saja sebagai tempat salat semata, melainkan juga tempat dilakukannya banyak kepentingan dan tugas negara. Masjid adalah tempat belajar. Di situlah para sahabat belajar Alquran dan perkara-perkara agama mereka kepada Rasul. Di masjid pula Rasul menyelesaikan perselisihan di antara para sahabat. Bahkan masjid menjadi pusat mempersiapkan pasukan. Dari masjid pasukan dikirimkan. Di masjidlah para pemimpin diangkat. Dan masih banyak lagi perkara yang diselesaikan di masjid.] Dalam wacana di atas, ISIS menggunakan teknik Transfer dimana ISIS menggunakan nama besar Rasulullah saw yang memanfaatkan masjid tidak hanya untuk tujuan peribadahan, namun juga tujuan politik, agar umat Islam percaya bahwa setiap masjid di seluruh dunia menjadi pusat persatuan politik umat Islam untuk menyiapkan rencana memerangi orang kafir. Selain teknik Transfer, ISIS juga menggunakan Glittering Generalities, dimana ISIS lebih mengedepankan tujuan masjid secara politik, dan mengecilkan fungsi-fungsi masjid lainnya. 60 Lihat: al-Târîkh: li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ‟î, al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 36. 118 d. Testimoni (kesaksian) Meskipun teknik Testimoni tidak ditemukan dalam buku-buku kurikulum ISIS ini, namun teknik ini sering digunakan ISIS dalam media propaganda lainnya. Salah satu wacana yang berkaitan langsung dengan Indonesia adalah testimony yang diberikan oleh tokoh Salafi-Jihadis, Abu Bakr Baasyir, di dalam penjara Nusa Kambangan pada awal tahun 2014 yang memberikan tanggapan terkait deklarasi ISIS. Tanggapan yang bagi sebagian militan pendukung ISIS di Indonesia diterjemahkan sebagai baiat terhadap Abu Bakr Al-Baghdady tersebut mengakibatkan sebagian besar loyalis Baasyir menyatakan baiat terhadap Abu Bakr Al-Baghdady dan berangkat ke Suriah. e. Plain Folks Teknik propaganda Plain Folks ini banyak ditemukan pada buku pelajaran Hadis. Pada buku ini ISIS seolah memperlihatkan dirinya sebagai organisasi yang ramah dan damai. Buku yang berjudul al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î, al-Fashlu al-Dirâsî al-Awwal ini, berisi antara lain keutamaan salam, etika makan, etika minum, berbakti kepada orang tua, silaturahim, hak-hak tetangga, kejujuran, menghormati orang yang lebih sepuh, rendah hati, cinta kepada Allah, berperangai baik, dan mengharamkan kezaliman. Dari skema dan sejumlah pembahasan hadis dalam buku tersebut, dapat dikatakan bahwa hadis-hadis yang dikutip ISIS mayoritas tentang akhlak dan perangai yang baik. Teknik propaganda Plain Folks, yaitu teknik propaganda yang dipakai pembicara propaganda dalam upaya meyakinkan sasaran bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka adalah bagian dari masyarakat umum. Dalam hal ini, melalui gagasan kebaikan yang terdapat dalam buku Hadist tersebut, ISIS berupaya meyakinkan umat Islam bahwa gagasan Negara Islam yang mereka bawa sejalan dengan ajaran Islam dan dapat 119 diterima oleh masyarakat umum. Padahal apa yang dilakukan ISIS selama ini sangat bertolak belakang dengan hal tersebut. ISIS dikenal sadis dan brutal dalam memberlakukan tawanan. Untuk mengimbangi wacana ini, pembaca diharapkan juga memperoleh informasi yang nyata dan faktual terkait ISIS. Teknik propaganda Plain Folks juga dapat kita temukan dalam Hadis yang dikutip ISIS berikut: 61 ُّ ْا ٌ َّ ٍاٌظ ٍْ َُ ظ َّ َ ف،ٍَُا اٌظٛارم َب َِخ١ْ ََ ْاٌمَٛ٠ بد Hadis di atas menyatakan, “Hati-hatilah dengan kezaliman, sebab kezaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat.” Suatu kenyatakan yang sulit diterima nalar sehat. Mereka tahu jika kezaliman adalah perbuatan yang diharamkan Islam, namun justru gerak-gerik mereka sarat dengan kezaliman. Dalam wacana teks ini, ISIS kembali menggunakan teknik propaganda Plain Folks yang berusaha menyatakan bahwa sikap mereka sama dengan sikap umat Islam pada umumnya yang membenci kekerasan dan kezaliman. Hal tersebut digunakan agar gagasan mereka sebagai Negara Islam dapat diterima oleh pembaca. f. Card Staking Meskipun teknik propaganda Card Staking tidak ditemukan dalam wacana buku pelajaran ISIS, namun teknik ini juga sering digunakan oleh ISIS, di antaranya untuk mengklaim wilayah kekuasaan mereka. ISIS pernah menerbitkan peta wilayah kekuasaan fiktif di wilayah Palestina, Libya, Somalia, Filipina, Afghanistan, Chech, dll. Padahal kenyataannya, wilayah tersebut belum dikuasai ISIS, dan hanya terdapat beberapa pendukung 61 al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ‟î, al-Fashlu al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp,1437 H, h. 40. 120 ISIS yang berbaiat di sana. Teknik pembohongan melalui card staking ini sengaja dilakukan oleh ISIS untuk memberikan semangat bagi pendukungnya, serta di sisi lain menipu masyarakat dan orang-orang yang berpotensi bergabung dengan ISIS untuk seolah-olah mengatakan bahwa mereka (ISIS) telah berkembang pesat dan menguasai banyak negara. Oleh karena itu, setelah melihat wacana tersebut orang-orang tersebut diharapkan segera bergabung dengan ISIS. g. Bandwagon رٌه ِٓ خاليٚ ذا٠ذا خذَٙ ػٛ١ٌخ ا١ٌِخ اإلعالٚمٗ رذخً اٌذ١فٛزغٓ رٚ ٌٝفأٗ ثفضً هللا رؼب ُٙثفٚ ٟ إٌجٞ ٘ذٍٝػٚ ح اٌىزبةِٕٙ ٍٝ اٌمبئُ ػُِٟ اإلعال١ٍ صشذ اٌزؼٟ فٌٝٚب اٌٍجٕخ األٙضؼٚ ذا١ح ثؼٛخ ٔج١ٌٔىٓ لشآٚ خ١ال غشثٚ خ١خ ال ششل١خ صبف٠ثشؤٚ بٌٙ يًٚ األ١اٌشػٚ اٌغٍف اٌصبٌر إٌّب٘حٚ عّبعشح األزضاةٚخ أ١ٌ اٌشأعّبٚخ أ١ً دػبح اإلشزشاو١ٌ أضبٚ ً١األثبطٚ اءٛ٘ػٓ األ رٍه االٔسشافبدٚ خ٠افذاد اٌىفشٌٛ ثؼذ ِب رشوذ ٘زٖ اٚ أصمبع األسضٝ شزٟإٌّسشفخ ف ثأػجبءٌٝك هللا رؼب١فٌٛخ اٌخشفخ ثفٚضذ دٙٔ خ١ِ أثٕبء األِخ اإلعالٟاضر فٌٛخ أثش٘ب ا١ؼ٠اٌجذ بٙززٚدٚ ذح١خ اٌخالفخ اٌشش٠اعؼخ رسذ ساٌٛسزجخ اإلعالَ اٚ خ١ذ اٌضاو١زٛ خّبدح اٌزٌٝسدُ٘ ئ 62 ٍىخٌّٙب اٙشؼبثٚ خ١ٍ٘٘ذاد اٌدبٚ ٌٝب ئٕٙٓ ػ١بط١ُ اٌشٙافشح ثؼذ اخزبٌزٌٛا [Berkat karunia dan pertolongan Allah, sekarang ini negara Islam memasuki babak baru. Itu terjadi dengan diletakkannya batu pertama pendidikan Islam yang jelas berdasarkan manhaj (metode) Alquran, petunjuk Nabi, pemahaman al-Salaf alShâlih, dan generasi awal, dengan pandangan yang jernih, bukan pandangan Barat atau pun Timur, yakni dengan pandangan Alquran dan (Sunnah) Nabi, yang bebas dari pengaruh hawa nafsu, kebatilan, dan kesesatan para penyeru sosialisme, 62 al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ‟î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, , tk: tp,1437 H, h. 3. 121 kapitalisme, mafia (makelar) partai, dan metode yang menyimpang di berbagai belahan bumi. Setelah meninggalkan virus-virus kekufuran dan penyimpanganpenyimpangan yang jelas mempengaruhi generasi umat Islam, maka bangkitlah negara Khilafah atas pertolongan Allah untuk mengembalikan keteguhan tauhid yang bersih dan lapangan Islam yang luas di bawah panji Khilâfah yang lurus dan naungan pohonnya setelah diselewengkan oleh setan agar kembali kepada jurang jahiliah (kebodohan) dan bukitnya yang membinasakan.] Teknik propaganda yang digunakan ISIS dalam wacana tersebut adalah Bandwagon. Teknik ini digunakan dalam rangka meyakinkan kepada sasaran bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana sasaran menjadi anggotanya) menerima programnya, dan oleh karena itu sasaran harus mengikuti dan segera menggabungkan diri pada kelompok. Dalam hal ini, ISIS mengklaim Negara Islam yang mereka deklarasikan adalah sesuatu yang telah ditunggutunggu oleh seluruh umat Islam, dan menyerukan agar umat Islam lainnya untuk mengikutinya. Padahal sebenarnya, hanya segelintir umat Islam saja yang mendukung kelompok tersebut, dan banyak sekali yang menolak. ISIS menganggap Khilafah merupakan solusi bagi pemerintahan kapitalis dan sosialis yang berkembang di muka bumi. Meskipun, pemerintahan berdasarkan syariat Islam bisa saja merupakan sistem pemerintahan terbaik dibandingkan sistem lainnya. Namun, apa yang diperlihatkan oleh ISIS sangat tidak ideal memperlihatkan nilai-nilai keislaman yang membawa kedamaian bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin). 2. Analisis Propaganda Garth S. Jowett dan Victoria O‟Donnell dalam Propaganda and Persuasion telah menyusun 10 langkah analisis propaganda yaitu identifikasi ideologi dan tujuan, identifikasi konteks, 122 identifikasi propagandis, penyelidikan struktur organisasi propaganda, identifikasi target pembaca, pemahaman tentang teknik pemanfaatan media, analisis teknik khusus untuk memaksimalkan efek dari propaganda, analisis reaksi pembaca, identifikasi dan analisis kontrapropaganda (jika ada), dan penilaian/evaluasi.63 Pada bagian ini penulis akan melakukan analisis untuk menjawab sepuluh pertanyaan tersebut. a. Tujuan Propaganda Setelah memperhatikan teknik-teknik propaganda yang digunakan ISIS di atas, diketahui bahwa tujuan propaganda ISIS dalam buku pelajaran tersebut adalah untuk mempengaruhi sasarannya (anak-anak) yang beragama Islam agar mengadopsi keyakinan atau ideologi Salafi-Jihadis yang dipercaya oleh ISIS, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mengaktualisakan hal tersebut dengan melakukan latihan perang. Selain itu juga bertujuan agar anak-anak mengadopsi sikap-sikap ISIS seperti membenci nonmuslim dan anti terhadap sistem pemerintahan lain di luar sistem Khilafah. Anak-anak selanjutnya akan diatur dalam pola-pola dukungan terhadap ISIS, seperti melaksanakan pelatihan perang, dan selanjutnya ikut berjihad ketika usia mereka sudah dianggap pantas. Dalam wacana ini, ISIS nampaknya juga menginginkan ideologinya tersebut tersebar luas ke seluruh dunia. Sesuai dengan instruksi yang disampaikan terhadap pendukungnya di manapun berada agar buku-buku tersebut diajarkan di rumah mereka masing-masing. Selain melalui sekolah-sekolah di wilayah kekuasanaan ISIS, penyebaran buku ini juga dilakukan melalui internet yang dapat diunduh siapa saja. Melalui wacana dalam buku pelajaran ini, khususnya melalui buku Hadis dan Sejarah, ISIS nampaknya berupaya untuk mempertahankan legitimasi organisasinya. Upaya mempertahankan legitimasi tersebut 63 Garth S. Jowett & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE Publication, 2012, h.290 123 dilakukan dengan cara mengutip dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadist, serta memperkuatnya dengan sejarah di masa Rasulullah saw. Hal tersebut, antara lain agar mereka tidak dihujat dan disalahkan oleh umat Islam, dan agar orang-orang Islam lainnya mengikuti mereka. b. Konteks Propaganda Konteks waktu propaganda ini terjadi adalah saat peperangan saudara yang sangat kompleks terjadi di Suriah. Peperangan ini berawal dari berdirinya pemerintahan Alawit yang berideologi Syiah di Suriah. Pemerintahan yang dipimpin Bashar Assad tersebut dianggap tidak memberikan keadilan bagi sebagian masyarakat Sunni yang berada di Suriah. Tidak hanya di Suriah, di waktu yang sama, di Irak juga berdiri pemerintahan Syiah, sehingga semakin memperuncing konflik tersebut. Kondisi tersebut mendorong berdirinya faksi-faksi pemberontak oposisi yang ingin menjatuhkan Pemerintahan Bashar Assad. Sebagian pemberontak oposisi tersebut bahkan disokong oleh kekuatan-kekuatan negara lainnya yang juga menginginkan runtuhnya pemerintahan Assad. Singkatnya, kondisi tersebut telah menimbulkan kekacauan di Irak dan Suriah. Di saat yang sama Al-Qaeda yang menjadi kekuatan militan yang cukup besar di Timur Tengah pecah. Salah satu pemimpinnya, Abu Bakr Al-Baghdady mendeklarasikan berdirinya Negara Islam, dengan dirinya sebagai Khilafah. Seluruh kelompok militan di seluruh dunia diminta untuk berbaiat dan bergabung dengan mereka. Sejak saat itu, ISIS menjadi kelompok radikal yang besar di Irak dan Suriah. Hal tersebut dipicu juga oleh banyaknya Foreign Fighter dari negara-negara lain (termasuk Indonesia) bergabung dengan ISIS. Kondisi di Suriah dan Irak semakin kacau. ISIS pun menguasai beberapa wilayah di Irak dan Suriah. Di wilayah-wilayah yang dikuasainya, ISIS membentuk sistem pemerintahan dengan menunjuk Gubernur Wilayah, dan memaksa masyarakatnya untuk mengikuti sistem tersebut. Di antara sistem yang diubah adalah sistem pendidikan. ISIS mengubah semua kurikulum 124 yang dijalankan dan menggantinya dengan kurikulum yang dijalankan oleh ISIS. Di tengah peristiwa perang dan krisis ekonomi yang terjadi di Suriah tersebut, masyarakat di bawah naungan ISIS tidak punya pilihan selain mengikuti apa yang diinginkannya. Bagi mereka yang tidak bersedia mengikuti kemaunnya, ISIS tidak akan segan-segan memberikan hukuman berat berupa dipenggal. Selain itu, anak-anak yang mengalami krisis psikologi dan sosial akibat perang berkepanjangan, mudah sekali dipengaruhi oleh propaganda yang dimasukkan ISIS dalam buku-buku pelajaran.64 Di sisi lain, kondisi masyarakat Suriah dan Irak yang sudah terbagi dalam kelompok Sunni dan Syiah, berakibat mudahnya bagi ISIS untuk mencuci otak anak-anak untuk mengidentifikasi musuh mereka, yaitu kelompok Syiah dan antek-anteknya. Buku kurikulum ini, barangkali hanya hal kecil yang dijadikan propaganda untuk mempengaruhi anak-anak. Propaganda yang lebih besar diperkirakan diberikan ke anak-anak Irak dan Suriah tersebut saat mereka berinteraksi langsung dengan militan ISIS tersebut saat belajar. c. Identifikasi Sumber Propaganda Sumber propaganda ini berasal dari organisasi teroris ISIS. Selanjutnya, propaganda tersebut disebarkan ke organisasi lainnya yang berafiliasi dengan ISIS 65, dan secara massal diupload ke internet untuk diajarkan oleh pendukung ISIS di seluruh dunia kepada anak-anak mereka. Keuntungan bagi ISIS dengan tersebarnya propaganda ini adalah bertambahnya jumlah pendukung dari seluruh dunia, yang berpotensi melakukan jihad tanpa komando. 64 “AS Temukan Dokumen Struktur Organisasi ISIS” international.sindonews.com, diakses pada 15 Agustus 2016. 65 Di Indonesia, organisasi yang berafiliasi dengan ISIS antara lain: Jamaah Islamiyah (JI), Tauhid wal Jihad (TWJ), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Khilafatul Muslimin, Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Negara Islam Indonesia (NII), Ring Banten, Ma'had Ansyarulla, Laskar Dinullah, Gerakan Tauhid Lamongan, Halawi Makmun Grup, Ansharul Khilafah Jawa Timur, IS Aceh, dan Ikhwan Muahid Indonesi fil Jazirah al-Muluk. 125 Melalui strategi jihad lone wolf (jihad tunggal), ISIS dapat melaksanakan aksi teror di mana dan kapan saja tanpa instruksi komando dari Khilafah. Hal ini tentu akan semakin membuat musuh-musuhnya yang berada di seluruh dunia khawatir. d. Struktur Organisasi Propaganda Sebagaimana yang telah dijelaskan pada BAB III, berdasarkan klaim mereka, ISIS merupakan organisasi global Negara Islam. Struktur tertinggi dipegang oleh Khilafah dan Dewan Syura. Di bawah khilafah terdapat menteri-menteri. mulai dari menteri perang hingga menteri propaganda (komunikasi). Selanjutnya, di masing-masing wilayah kekuasaannya ISIS memiliki gubernur wilayah. Di samping terdapat gubernur, ISIS juga memiliki kelompok-kelompok pendukung yang merupakan organisasi perang yang disebut Katibah. Salah satu kelompok organisasi ini disebut Katibah Nusantara yang berisikan pendukung ISIS yang berasal dari Asia Tenggara. Selain itu, di setiap negara yang terdapat kelompok-kelompok pendukung ISIS yang berasal dari organisasi-organisasi berbeda, akan membentuk aliansi pendukung ISIS, yang disebut Ansharu Daulah. Misalnya Ansharu Daulah Indonesia (Aliansi Pendukung ISIS yang berada di Indonesia) dan Ansharu Daulah Brasil (Aliansi pendukung ISIS yang berada di Brazil). Setiap pendukung ISIS, baik yang berada di tanah hijrah (Irak, Suriah dan termasuk Libya), Katibah, Provinsi, maupun wilayah Ansharu Daulah wajib menaati setiap instruksi yang disampaikan oleh Khilafah (disampaikan secara pribadi atau melalui Jubir), karena merupakan konsekuensi dari pernyataan baiat mereka. Salah satu instruksi tersebut yaitu penyampaian kurikulum ISIS ini pada anak-anak mereka. Oleh karena itu, diyakini bahwa kurikulum ini juga telah diajarkan oleh pendukung ISIS di Indonesia kepada anak-anak mereka. 126 Rekruitmen yang berlaku bagi ISIS adalah sistem baiat, yaitu seseorang mengucapkan janji setianya terhadap khilafah dalam keadaan sadar disertai dengan 2 orang saksi. Oleh karena itu, rekruitmen ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Pendukung ISIS tidak perlu berangkat ke Suriah dan Irak untuk bergabung menjadi pendukung ISIS. Mereka dapat berbaiat di negerinya masing-masing. Namun, ibarat sebuah janji, baiat yang dilakukan oleh pendukung ISIS sangat mengikat. Orang-orang yang melanggar janji tersebut diancam dengan laknat yang sangat besar dari Allah swt. Sebaliknya mereka yang menjalankan baiat tersebut akan diberi ganjaran surga. Karakter-karakter khusus pendukung ISIS tidak begitu terlihat pada sosok pendukung dari masyarakat biasa. Namun, karakter tersebut akan terlihat bagi orang-orang yang misalnya bekerja bagi negara (PNS), di bank konvensional, atau di tempat-tempat yang bertentangan dengan ideologi ISIS. Biasanya mereka akan langsung mengundurkan diri dari pekerjaannya, dan mempersiapkan diri sesuai dengan instruksi dari Khilafah. Persiapan tersebut antara lain, amaliyah fai (mengumpulkan uang untuk hijrah) dan tadrib asykari (pelatihan fisik/perang). Pendukung ISIS biasanya akan menghubungi organisasi-organisasi pendukung ISIS di wilayahnya terkait persiapan tersebut. Jika mereka telah siap untuk hijrah ke Suriah, mereka akan menghubungi panitia hijrah sebagai fasilitator ke Suriah. Jika hal tersebut kiranya berbahaya, mereka akan melakukan amaliyah (operasi) lainnya yang dapat dilakukan dan disarankan oleh Khilafah, seperti jihad di media sosial dengan menyebar propaganda, mengumpulkan dana dan menyalurkannya ke yayasan yang menyantuni keluarga mujahid, dan amaliyah-amaliyah lainnya, termasuk melakukan penembakan dan bom bunuh diri untuk menyerang Aparat Keamanan dan non-muslim yang merupakan musuh ISIS. Amaliyah berupa pengajaran ideologi ISIS terhadap anak-anak di keluarga mereka masing merupakan cara yang tergolong lemah dibandingkan amaliyah-amaliyah lainnya. 127 e. Target Propaganda Dalam wacana buku pelajaran ISIS ini, mereka menargetkannya kepada anak-anak SD (Ibtidaiyah), khususnya anak-anak yang berada di wilayah kekuasaan ISIS, dan umumnya terhadap anak-anak pendukung ISIS di seluruh dunia.66 Anak-anak dijadikan sebagai sasaran karena kondisi mereka yang labil dan mudah dibentuk, sehingga dapat dipengaruhi sesuai keinginan propagandis. Selain itu, anak-anak memiliki kecenderungan lebih mudah untuk menerima komunikasi satu arah. Anak-anak tersebut diharapkan dapat menjadi regenarasi ISIS di masa depan yang melanjutkan perjuangan penegakan Negara Islam dan ideologi Salafi-Jihadis. Bagi ISIS, jika anak-anak merespon positif propaganda yang diberikannya maka akan menimbulkan dampak yang besar bagi pertumbuhan organisasi. Anak-anak yang telah teradikalisasi sejak dini, ideologi mereka akan lebih kuat, dan sulit untuk diubah kembali. Oleh karena itu, kedepan diharapkan anak-anak inilah yang akan melanjutkan operasi-operasi teror yang dilakukan oleh ISIS di kemudian hari. Sehingga eksistensi organisasi akan lebih lama. f. Media Propaganda Dalam menyampaikan propaganda ini, ISIS menjadikan buku pelajaran Sekolah Dasar (SD/Ibtidaiyah) sebagai media propaganda. Penyebarannya digunakan dengan beberapa teknik, pertama, mensosialisasikan ke sekolah-sekolah di bawah wilayah kekuasan 66 Foreign Fighter asal Indonesia banyak yang membawa anak-anak mereka, sehingga jumlah anak-anak Indonesia yang berada di sana cukup banyak. Beberapa video menunjukkan anak-anak Indonesia melaksanakan pelatihan militer dan membakar passport mereka. Lihat: Beredar Video Kelompok Diduga ISIS Bakar Paspor Indonesia yang Libatkan Anak-anak, www.kompas.com, diakses pada 19 Mei 2016. 128 ISIS di Irak dan Suriah, untuk diajarkan di semua sekolah, dan mengganti kurikulum yang berlaku sebelumnya. Kedua, menyebarkan dan memerintahkan ke masyarakat Suriah dan Irak untuk diajarkan di rumah-rumah. Ketiga, dikonversi ke dalam format digital untuk selanjutnya diunggah ke internet sehingga dapat diunduh oleh pendukung ISIS di seluruh dunia, untuk dapat diajarkan ke anak-anak mereka. ISIS memiliki syurtoh (polisi) yang bertugas memantau secara umum apakah syariat Islam dijalankan dengan benar dalam kehidupan masyarakat, namun secara khusus tujuan syurtoh tersebut adalah mengetahui apakah instruksi dari Khilafah dipatuhi dan dijalankan oleh masyarakat. Termasuk pemberlakuan kurikulum ini akan dipantau oleh syurtoh untuk mengoptimalkan propaganda yang mereka inginkan. g. Teknik Khusus untuk Meningkatkan Efek Propaganda Sebuah propaganda biasanya harus dievaluasi berdasarkan efek-efek yang ditimbulkannya. Misalnya, jika yang diinginkan oleh propagandis adalah sebuah perilaku, seperti „menyumbangkan‟, „bergabung‟, dan „membunuh‟, akan tetapi efek yang ditimbulkan mungkin hanya berupa sikap, seperti „mendukung‟ atau „menolak‟. Oleh karena itu, propagandis perlu menambahkan teknik-teknik khusus agar propaganda tersebut dapat dicapai, misalnya dengan menambahkan teknik propaganda lainnya. Diantara teknik khusus yang dijalankan oleh ISIS untuk mengoptimalkan propaganda ini adalah sebagai berikut: 1) Memperhatikan Kecenderungan Sasaran Pesan propaganda memiliki dampak yang lebih besar ketika sejalan dengan pendapat dan keyakinan yang ada. Oleh karena itu, ISIS sering menggunakan dalil-dalil syar‟i untuk memperkuat propaganda dan memaksa agar propaganda tersebut diterima oleh umat Islam. Konflik sektarian Sunni-Syiah yang terjadi di Suriah dan Irak juga 129 digunakan untuk mempertajam hasil propaganda. Dengan memposisikan Syiah sebagai ideologi di luar Islam, ISIS berusaha meyakinkan bahwa kurikulum yang diajarkan oleh pemerintah di Suriah dan Irak yang dikuasai oleh rezim Syiah bertentangan dengan ajaran Islam. 2) Pemimpin opini Teknik lain adalah propaganda dapat lebih efektif bekerja melalui orang-orang yang memiliki kredibilitas dalam masyarakat (tokoh). Oleh karena itu, dalam propaganda buku pelajaran ini, ISIS sering mengutip hadist Rasulullah saw. agar propaganda tersebut semakin efektif.67 Sejatinya penyalahgunaan simbol Islam telah dilakukan ISIS dalam banyak kasus, contoh yang paling nyata adalah penggunaan logo cincin Rasulullah saw. sebagai bendera mereka. Hal tersebut dilakukan tidak lain agar umat Islam menganggap ISIS merupakan organisasi yangs sesuai dengan ajaran Islam. 3) Reward dan Punishment Cara lain untuk mendapatkan simpati publik adalah melalui sistem imbalan dan hukuman. ISIS sering menggunakan ancaman untuk membuat sasaran patuh. Upaya nonsimbolis tersebut disajikan untuk memperolah efek simbolis pada sasaran. Misalnya, ISIS mempublikasikan di khalayak ramai penyiksaan terhadap orangorang yang melakukan pelanggaran syar‟i agar masyarakat lain yang melihat hal tersebut mematuhi apa yang telah diinstruksikan di wilayah kekuasan ISIS, yaitu di antaranya pemberlakuan kurikulum ISIS ini.68 67 Dalam beberapa kasus, ISIS sering mengutip pendapat tokoh Islam, seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad ibn Abdul Wahab, dll. Serta tokoh-tokoh jihadis lokal seperti Abu Muhammad Falistin dan Abu Bakr Baasyir. 68 Contoh kasusnya adalah ISIS menyiksa seorang perempuan yang tidak mau menggunakan pakaian sesuai ajaran ISIS di depan publik. Lihat : www.monitorday.com, diakses 22 Februari 2015. 130 4) Monopoli Sumber Komunikasi Salah satu strategi optimalisasi propaganda adalah monopoli sumber komunikasi. Di wilayah kekuasaannya, ISIS membatasi informasi terhadap masyarakat. Masyarakat tidak diizinkan mengakses kanal televisi milik pemerintah dan Barat. Oleh karena itu, masyarakat hanya memperoleh akses informasi dari ISIS yang didistribusikan melalui majalah Dabiq, selebaran, pamflet, dan radio. Dengan dikuasainya media tersebut yang menyajikan berita tentang ISIS secara berulang-ulang, maka propaganda yang mereka maksudkan akan lebih optimal. 5) Penggunaan Bahasa Berdasarkan analisis teknis yang dilakukan penulis di bagian sebelumnya, diketahui bahwa ISIS juga menggunakan simbolisasi verbal yang juga dapat mempengaruhi sasaran. Misalnya dengan menggunakan bahasa yang bersifat negatif: „setan' dan 'virus kekafiran'. Penggunaan bahasa tersebut juga merupakan teknik khusus ISIS untuk mengoptimalkan propagandanya. h. Efektivitas Propaganda Berdasarkan jajak pendapat dari Pew Research Center (PRC) pada 2015 mempublikasikan jumlah pendukung ISIS di sample 11 negara (Lebanon, Israel, Yordania, Palestina, Indonesia, Turki, Nigeria, Burkina Faso, Malaysia, Senegal, Pakistan) diperoleh bahwa 14 persen dari populasi masyarakat memiliki opini yang baik terhadap ISIS, dan lebih dari 62 persen "tidak tahu". Di Pakistan, misalnya, hanya 28 persen publik yang menganggap ISIS tidak baik, sisanya ada yang tidak tahu dan mendukung ISIS secara diam-diam. Berdasarkan jajak pendapat PRC ini terindikasi setidaknya terdapat 63 juta pendukung ISIS di 11 negara tersebut, dan berpotensi meningkat menjadi 287 juta jika ragu-ragu termasuk 131 dalam perhitungan. Oleh karena itu, minimal terdapat ratusan juta pendukung ISIS di seluruh dunia. Berdasarkan hasil jajak pendapat di atas, dapat diketahui bahwa propaganda ISIS baik yang dilakukan dengan metode soft propaganda maupun hard propaganda, telah menimbulkan jumlah pertumbuhan yang siginifikan dari pendukung ISIS. Dukungan nyata pendukung ISIS, yaitu ditunjukkan dengan baiat sulit untuk ditelusuri. Namun, melalui jajak pendapat ini terlihat bahwa propaganda ISIS tersebut sangat efektif, dan upaya kontrapropaganda yang barangkali dilakukan oleh pihak-pihak tertentu belum bekerja dengan maksimal. Saat ini di pertengahan tahun 2016, ISIS telah mengalami kemunduran dari sisi kekuatan militer di Irak dan Suriah akibat gencarnya serangan udara dari pasukan koalisi Amerika Serikat dan Rusia, yang menewaskan pemimpin-pemimpin mereka. Namun, 132 serangan tersebut belum menurunkan jumlah pendukung ISIS di berbagai negara. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya kontrapropaganda yang lebih gencar diimbangi juga dengan serangan militer terhadap kelompok tersebut.69 i. Kontrapropaganda Sulit untuk menelusuri apakah ada upaya kontra-propaganda yang dilakukan oleh Pemerintah Suriah dan Irak sebagai upaya meminimalisir dampak dari propaganda yang dilakukan oleh ISIS. Sejauh ini, upaya nyata yang dilakukan oleh kedua negara dan koalisinya adalah melalui pendekatan militer. Sedangkan di Indonesia sendiri, upaya yang dilakukan antara lain: teknik propaganda testimony melalui ulama moderat yang disegani; pembuatan meme, comic strip, dan video sebagai alat propaganda di media massa; sosialisasi Islam Nusantara sebagai cara mengamalkan Islam yang rahmatan lil alamin, dll. Meme Comic Strip j. Efek dan Evaluasi Propaganda Sejak ISIS mendeklarasikan diri sebagai Negara Islam pada Juni 2014, berdasarkan hitungan oleh kantor berita CNN, telah terjadi lebih dari 70 serangan teroris di 20 negara, 69 “Kekuatan ISIS Melemah”, http://www.cnnindonesia.com/, 13 Maret 2016, diakses pada 14 Juni 2016. 133 tidak termasuk Suriah dan Irak. Serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 1.200 korban tewas, dan lebih dari 1.700 terluka.70 Dengan pendukung yang mencapai ratusan juta orang di seluruh dunia berdasarkan klaim survei di atas. Serta jumlah serangan di luar negeri yang sangat signifikan, maka tujuan propaganda ISIS sudah terpenuhi meskipun belum secara keseluruhan. Secara khusus, tujuan propaganda ISIS dalam wacana buku Kurikulum tersebut belum dapat dilihat hasilnya saat ini, kecuali adanya beberapa operasi yang melibatkan beberapa anak-anak ISIS. Di antaranya eksekusi yang dilakukan oleh 5 orang anak kecil ISIS terhadap tawanan 71; aksi bocah ISIS eksekusi 25 tentara Suriah jadi tontonan warga72; dan aksi-aksi lainnya. ISIS diperkirakan lebih menginginkan dapak jangka panjang dan lebih lama berlaku terhadap anak-anak tersebut. Keberhasilan propaganda ISIS ini tidak lepas dari teknik yang digunakan, khususnya teknik Glittering Genarality yang sebenarnya merupakan kejahatan terhadap agama Islam. Melalui teknik tersebut, ISIS telah melakukan penipuan terhadap umat Islam, menyalahgunakan dalil syar‟i untuk kepentingan organisasi mereka, dan menggunakan ayat sepotong-potong. Selain itu, ISIS juga menggunakan teknik Transfer dengan mengklaim sosok dan simbol-simbol kenabian dalam propagandanya. ISIS juga berusaha agar terlihat sebagai organisasi yang sesuai ajaran Islam dan membawa kedamaian melalui teknik Plain Folks dan Bandwagon. Agar lebih optimal dan sebagai upaya serangan terhadap lawanlawannya, ISIS melakukan teknik propaganda Name Calling. Kekurangan dari propaganda 70 Sanchez, Ray (19 February 2016). "ISIS goes global: Over 70 attacks in 20 countries". KXBK. CNN. Diterbitkan 21 February 2016. 71 “Lima Anak Digunakan ISIS untuk Eksekusi Mati Lima Pria Dewasa”, www.kompas.com (27 Agustus 2016), diakses pada 14 September 2016. 72 “Aksi bocah ISIS eksekusi 25 tentara Suriah jadi tontonan warga” www.merdeka.com (4 Juli 2015), diakses pada 18 Maret 2016. 134 ISIS ini adalah ketidakselarasan antar teknik digunakan. Di satu sisi ISIS berupaya mengajak umat Islam bergabung bersama mereka melalui teknik Glittering Generality, namun di sisi lain ISIS menampilkan propaganda video kekerasan yang sadis untuk menakut-nakuti musuhmusuh mereka. Namun media video yang dipropagandakan tidak tepat karena mengunggahnya di media youtube yang dapat diakses semua orang. Akibatnya, umat Islam yang bukan menjadi target propaganda melihat dan kehilangan simpati terhadap ISIS. *** 135 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Sebagai kelompok yang menunggangi konsep jihad untuk mencapai tujuannya, ISIS melihat pendidikan sebagai bagian penting untuk mendukung upaya jihad. Sebab, jihad yang mereka maknai sebagai perang, jelas memerlukan kekuatan fisik yang maksimal. Itulah menurut hemat penulis, yang menjadi alasan (global meaning) mengapa Buku Pelajaran Sejarah ISIS ini dijadikan sebagai sarana propaganda yang cukup efektif dalam penyebaran ideologi mereka. Buku Pelajaran Sejarah yang ditulis ISIS ini seolah merupakan satu kesatuan wacana untuk mewujudkan agenda besar ISIS mempengaruhi pikiran sasarannya. Buku pelajaran sejarah dijadikan sebagai pembenaran bahwa apa yang dilakukan ISIS saat ini merupakan tahapan-tahapan yang juga pernah dilalui Nabi Muhammad saw. di masa lalu. Sehingga bagi orang-orang yang menentang apa yang dilakukan ISIS tersebut secara tidak langsung telah menentang apa yang dilakukan Rasul di masa lampau. Buku Sejarah ini sekaligus menjadi dasar legitimasi organisasi tersebut agar dapat diterima oleh seluruh umat Islam. Dengan mengajarkan hal ini terhadap siswa Ibtidaiyah, ISIS ingin menunjukkan bahwa kewajiban berperang telah ada sedari kecil. B. Rekomendasi Meskipun wacana dan propaganda yang disampaikan oleh ISIS telah menyebar luas ditengah-tengah masyarakat. Bahkan propaganda tersebut dapat dengan mudah ditemukan di situs web dan media sosial yang dapat diakses oleh siapapun. Namun, 136 kiranya tidak ada kata terlambat bagi masyarakat pada umumnya, dan pemerintah khususnya, untuk menangkal agar propaganda tersebut tidak mempengaruhi pemikiran masyarakat. Upaya kontra-propaganda yang dapat dilakukan antara lain: Pertama, menyampaikan kontrapropaganda, misalnya terkait wacana kewajiban jihad perang yang menggunakan teknik Glittering Generality, maka dapat ditangkal dengan penyebaran propaganda balasan yang menjelaskan bahwa peperangan bukanlah cara yang tepat dalam menegakkan agama Islam. Lakukan teknik propaganda Testimony, dengan menyertakan gagasan dari ulama yang disegani oleh mayoritas umat Islam, sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas. Kedua, penerapan dan peningkatan pengajaran keagamaan dengan konsep moderat yang mengedepankan Islam yang damai dan rahmatan lil alamin. Ketiga, penguatan pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan untuk membentuk pribadi yang toleran dan berjiwa nasionalis. *** 137 DAFTAR PUSTAKA Al-A’dâd il-Badanî li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp, 1437 H. Al-Hadîts al-Nabawî li al-Shaff al-Awwal al-Ibtidâ’î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp, 1437 H. Al-Jauzi, Jamâl al-Din „Abdu al-Rahman. Zâd al-Masir fi ‘ilmi al-Tafsir, Jilid 4 Al-Munawar, Said Aqil Husin. Islam Humanis: Islam dan Persoalan Kepemimpinan, Pluralitas, Lingkungan Hidup, Supremasi Hukum, dan Masyarakat Marginal, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2001. Al-Quran Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lilalamin, Jakarta: Pustaka Oasis, 2010. Al-Riyâdiyyât li al-Shaff al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fashl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp, 1437 H. Al-Târîkh li al-Shaffa al-Khâmis al-Ibtidâ’î al-Fahsl al-Dirâsî al-Awwal, tk: tp, 1437 H. Anwar, M. Syafii. “Membingkai Potret Pemikiran Politik KH. Abdurrahman Wahid” (Pengantar) dalam Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, Jakarta: Wahid Institue, 2006. Benwell, Bethan dan Elizabeth Stokoe. Discourse and Identity, Edinburgh University Press, 2006 Blommaert, Jan. Discourse: A Critical Introduction, Britania, Cambride University Press, 2005. Cook, Guy. Discourse, New York: Oxford University Press, 1989. Crowley, David dan David Mitchell. Communication Theory Today, Cambridge, Polity Press, 1994. 129 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse and Power, New York: Palgrave Macmillan, 2008. Dijk, Teun Adrianus Van. Ideology: A Multidisciplinary Approach, London: Sage Publication, 1998. Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse Studies: A Multidisciplinary Introduction, NewYork: Sage Publication, 2011. Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse as Structure and Process, Volume 1, London: Sage, 1997. Dijk, Teun Adrianus Van. News As Discourse, New York: Routledge, 1998. Dijk, Teun Adrianus Van. Macrostructures: an Interdisciplinary Study of Global Structures in Discourse, Interaction, and Cognition, California: L. Erlbaum Associates, 1980. Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse and Knowledge: A Sociocognitive Approach, Britania: Cambridge University Press, 2014. Dijk, Teun Adrianus Van. Discourse and Communication: New Approaches to the Analysis of Mass Media, Berlin: Walter de Gruyter, 1985. Duchrow, Ulrich. Mengubah Kapitalisme Dunia, Jakarta: Gunung Mulia, 1999. El Fadl, Khaled Abou, Selamatkan Indonesia dari Muslim Puritan, terjemahan Helmi Mustafa dari The Great Theft: Werestling Islam from the Extremis, Jakarta: Serambi, 2006. Esposito, John L., Mohammed Arkoun, Mohammed „Adeb AlJabri, et.al. Dialektika Peradaban, Yogyakarta: Qalam, 2010. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2001. Featherman, Chris. Discourses of Ideology and Identity: Social Media and the Iranian Election, New York: Routledge, 2015. 130 Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discource Analysis, Jakarta: Granit. Hikam, Muhammad AS. Deradikalisasi, Jakarta: Kompas, 2016. Jowett, Garth S. & Victoria O‟Donnell, Propaganda and Persuasion, New York: SAGE Publication, 2012. Juergensmeyer, Mark. Terorisme Para Pembela Agama, Yogyakarta: Tarawang Press, 2003. Kamil, Sukron. Teori Kritik Sastra Arab (Klasik & Modern), Jakarta: Rajawali Press, 2012. Kontributor Republika, Demokrasi Madinah: Model Demokrasi Cara Rasulullah (Kumpulan Essai), Jakarta: Penerbit Republika, 2003. Kridalaksana, Harimukti. Kamus Linguistik, Edisi Ketiga, Jakarta: Gramedia, 2003. Lee, Alfred McClung & Alizabeth Briant Lee. The Fine Art of Propaganda: A Study of Father Coughlin's Speeches. New York: Institute for Propaganda Analysis and Harcourt, Brace and Company, 1939. Leeuwen, Theo van. Discourse and Practice : New Tools for Critical Analysis, Britania Raya: Oxford University, 2008. Machin, David and Andrea Mayr. How to Do Critical Discourse Analysis: A Multimodal Introduction, London: Sage, 2012. Mas‟ud, Abdurrahman. Menuju Paradigma Islam Humanis, Wonosobo: Gema Media, 2003. Mc Houl, Alec. A Foucault Primer: Discourse, Power And The Subject, New York: Routledge, 2015. Mills, Sara. Discourse, New York: Routledge, 1997. Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Muhammad, Reno. ISIS, Jakarta: Noura Book, 2014. 131 Musa, Ali Masykur. Membumikan Islam Nusantara: Respons Islam Terhadap Isu - Isu Aktual, Jakarta: Serambi, 2014. Pishwa, Hanna. Language and Social Cognition: Expression of the Social Mind, Berlin: Walter de Gruyter, 2009. Rasheed, Adil. ISIS: Race to Armageddon, New Delhi: Vij Book India, 2015. Richards, Jack C. and Richard W. Schmidt, Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics, New York: Routledge, 1985. Rogers, Rebecca (Ed.) An Introduction to Critical Discourse Analysis in Education, New York: Routledge, 2011. Sandjaja & Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006. Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992. Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKiS, 2001. Sukarja, Ahmad. Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI-Press. Sularto, St. Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, Jakarta: Gramedia, 2004. Tafsîr Ibn Katsîr, Jilid 7 Tafsîr Ibn Katsîr, Jilid 4 Takruri, Nawwaf. Keajaiban Jihad Harta, Yogyakarta: Darul Uswah (Kelompok Proumedia), 2011. Tim Penulis ISIS, Al-A’dâd al-Badanî, tanpa penerbit, Cet. Pertama, 1437 H. Tim Persatuan Islam Indonesia, Risalah : Bacaan Peneguh Hati, Bandung: Yayasan Risalah Pers, 1998. 132 Wodak, Ruth dan Michael Meyer. Methods for Critical Discourse Analysis, London: Sage Publication, 2009. Zoest, Aart van. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik, Jakarta: Intermasa, 1991. Jurnal dan Ensiklopedia Financing of the Terrorist Organisation Islamic State in Iraq and the Levant" (PDF). Financial Action Task Force. February 2015. Diakses pada 12 Maret 2016. "ISI Confirms That Jabhat Al-Nusra Is Its Extension in Syria, Declares 'Islamic State of Iraq And Al-Sham' As New Name of Merged Group". MEMRI. Middle East Media Research Institute. 8 April 2013. "Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL)". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 7 Januari 2016. Mathieu Guidère, Historical Dictionary of Islamic Fundamentalism, Toronto: The Scarecrow Press, 2012. PELLBA 6, Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keenam, Analisis Wacana dan Pengajaran Bahasa, Yogyakarta: Kanisius, 1933. Roggio, Bill (16 October 2006). "The Rump Islamic Emirate of Iraq". Long War Journal. Report on the Protection of Civilians in Armed Conflict in Iraq: 6 July – 10 September 2014 (PDF). ohchr.org (Report) (Human Rights Office of the High Commissioner for Human Rights and United Nations Assistance Mission for Iraq). Sanchez, Ray (19 February 2016). "ISIS goes global: Over 70 attacks in 20 countries". KXBK. CNN. Diterbitkan 21 February 2016. 133 Yuwono, Untung. “Ketika Perempuan Lantang Menentang Poligami: Sebuah Analisis Wacana Kritis tentang Antipologami” dalam Wacana, Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Vol. 10, No. 1, April 2008. Zelin, Aaron Y. (June 2014). "The War between ISIS and al-Qaeda for Supremacy of the Global Jihadist Movement" (PDF). Research Notes (Washington Institute for Near East Policy). Media Cetak dan Elektronik www.academia.edu www.islam-institute.com www.alwatanvoice.com www.islampos.com www.antaranews.com www.kompas.com www.arrahmahnews.com www.merdeka.com www.aljazeera.com www.monitorday.com www.beritasatu.com www.rappler.com www.businessinsider.com www.republika.co.id www.cnn.com www.sindonews.com www.cnnindonesia.com www.tempo.co www.detik.com www.thetimes.co.uk www.discourses.org www.youtube.com www.hrw.org Abedine, Saad; Mullen, Jethro (28 February 2014). "Islamists in Syrian city offer Christians safety – at a heavy price". CNN. Diakses pada 13 Maret 2016. Allam, Hannah (23 June 2014). "Records show how Iraqi extremists withstood U.S. antiterror efforts". McClatchy News. Diakses pada 3 Maret 2016. 134 Berger, J. M. (16 June 2014). "How ISIS Games Twitter". The Atlantic. Diakses tanggal 17 Maret 2016. Black, Ian (19 June 2014). "Saudi Arabia rejects Iraqi accusations of Isis support". The Guardian. Diakses pada 13 Maret 2016. Bronstein, Scott; Drew Griffin (7 October 2014). "Self-funded and deep-rooted: How ISIS makes its millions". CNN. Diakses pada 9 Maret 2016. Chulov, Martin (15 June 2014). "How an Arrest in Iraq Revealed Isis's Jihadist Network". The Guardian. Diakses tanggal 17 June 2014. Clemons, Steve (23 June 2014). "'Thank God for the Saudis': ISIS, Iraq, and the Lessons of Blowback". The Atlantic. Diakses pada 13 Maret 2016. "Crime and punishment in Saudi Arabia: The other beheaders". The Economist. 20 September 2014. Diakses tanggal 7 Maret 2016. "Dabiq: What Islamic State's New Magazine Tells Us about Their Strategic Direction, Recruitment Patterns and Guerrilla Doctrine". The Jamestown Foundation. 1 August 2014. Diakses tanggal 17 Maret 2016. "Egypt jihadists vow loyalty to IS as Iraq probes leader's fate". Agence France-Presse (10 November 2014). Diakses 9 Maret 2016. "France probes Russian lead in TV5Monde hacking: sources". Reuters. 10 June 2015. Diakses tanggal 13 Maret 2016. Giglio, Mike; al-Awad, Munzer. "ISIS Operative: This Is How We Send Jihadis To Europe". BuzzFeed. Diakses pada 10 Maret 2016. Giovanni, Janine; McGrath Goodman, Leah; Sharkov, Damien (6 November 2014). "How Does ISIS Fund Its Reign of Terror?". Newsweek. Diakses pada 10 Maret 2016. 135 "Iraq crisis: Islamic State accused of ethnic cleansing". BBC News. 2 September 2014. Diakses tanggal 25 September 2014. "ISIS economy based on illegal drug trade – Russian anti-drug chief". RT. 23 Juli 2015. Diakses tanggal 16 Maret 2016. "ISIS bans music, imposes veil in Raqqa". Al-Monitor. 20 January 2014. Diakses tanggal 13 Maret 2016. Khalaf, Roula; Jones, Sam (17 June 2014). "Selling terror: how ISIS details its brutality". Financial Times. Diakses tanggal 18 Maret 2016. "Libyan city declares itself part of Islamic State caliphate". Chapter 24, diakses pada 6 Maret 2016. Mohammed, Riyadh (16 November 2014). "ISIS Beheads Another American As 60 New Terror Groups Join". The Fiscal Times. Diakses pada 7 Maret 2016. Rogin, Josh (14 June 2014). "America's Allies Are Funding ISIS". The Daily Beast. Diakses pada 14 Maret 2016. Ruthven, Malise. "Inside the Islamic State. Review of Islamic State: The Digital Caliphate by Abdel Bari Atwan". New York Review of Books (9 July 2015). Diakses pada 17 Maret 2016. "Saddam's former army is secret of Baghdadi's success". Reuters. 16 June 2015. Diakses pada 5 Maret 2016. Simpson, Cam; Philips, Matthew (19 November 2015). "Why ISIS has all the money it needs". Bloomberg Business. Diakses pada 6 Maret 2016. Spencer, Richard (16 June 2014). "Iraq crisis: UN condemns 'war crimes' as another town falls to Isis". The Telegraph (London). Diakses pada 13 Maret 2016. 136 Suleiman Al-Khalidi; Oliver Holmes (23 February 2015). Tom Heneghan, ed. "Islamic State in Syria abducts at least 150 Christians". Reuters. Diakses tanggal 23 Maret 2016. "UN says '25,000 foreign fighters' joined Islamist militants". BBC News. 2 April 2015. Diakses pada 2 Maret 2016. Von Drehle, David (26 February 2015). "What Comes After the War on ISIS". Time. Diakses pada 7 Maret 2016. Tim Arango, (3 August 2014). "Sunni Extremists in Iraq Seize 3 Towns From Kurds and Threaten Major Dam". The New York Times. Diakses tanggal 24 Maret 2016. *** 137