BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berkurangnya sekresi insulin, kerja insulin yang tidak efektif atau keduanya
dapat menjadi penyebab terjadinya kumpulan gejala yang sering dinamakan Diabetes
Mellitus (DM). Seiring dengan meningkatnya prevalensi DM, maka komorbid yang
menyertainya akan makin beragam. Komorbid yang sering menyertai DM karena
perjalanan penyakitnya namun sering terlupakan adalah depresi. Prevalensi depresi
pada penderita DM berkisar 30% (De Groot et al., 2001). Suatu hasil metaanalisis
yang melibatkan 27 studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara hiperglikemia dan depresi baik pada DM tipe 1 maupun tipe 2 (Lustman et al.,
2001).
Terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa adanya komorbid depresi
pada individu dengan diabetes berhubungan dengan outcome penyakit yang lebih
buruk seperti kontrol gula darah, meningkatkan terjadinya komplikasi terutama
kardiovaskuler dan retinopati, mengurangi kepatuhan berobat serta mengurangi
kualitas hidup (Lustman et al., 1998; Goldney et al., 2004. Studi-studi juga telah
menunjukkan bahwa penderita diabetes dengan depresi mengeluarkan biaya
pemeliharaan kesehatan yang lebih banyak dibandingkan penderita diabetes saja
(Egede & Ellis, 2010).
1
2
Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Chiechanowski dkk (2000) menunjukkan
bahwa individu dengan diabetes dan depresi memiliki peningkatan sebanyak dua kali
lipat pada pembiayaan kesehatan dibandingkan mereka yang tanpa depresi.
Studi terakhir telah menunjukkan bahwa adanya komorbid depresi
meningkatkan resiko kematian pada populasi diabetes. Studi yang dilakukan oleh
Katon dkk menunjukkan bahwa individu diabetes dengan depresi memiliki
peningkatan risiko sebesar 36-38% untuk semua penyebab kematian selama kurun
waktu dua tahun. Hasil studi dari National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) I Epidemiologic Follow-up Study Mengindikasikan bahwa individu
diabetes dengan depresi memiliki peningkatan risiko mortalitas sebesar 54%
dibandingkan dengan mereka yang tanpa depresi (Zhang et al., 2005; Katon et al.,
2008).
Pada pasien-pasien dengan depresi juga sering dijumpai adanya disregulasi
dari sistem saraf otonom yang berupa peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dan
hambatan aktivitas parasimpatis (Carney et al, 2005). Hal ini dibuktikan dengan
adanya peningkatan kadar katekolamin terutama norepinephrine (NE) dalam plasma
dan urine pada pasien pasien depresi. Kenaikan konsentrasi NE sebanding dengan
peningkatan aktivitas sistim saraf simpatis (Lake et al., 1982).
Selain itu pada pasien-pasien depresi dan DM dengan buruknya kontrol gula
darah dapat mencetuskan terjadinya proses atherogenesis dan proses inflamasi.
Inflamasi sendiri dapat menyebabkan pengeluaran mediator mediator inflamasi
seperti sitokin, khemokin dan Tumor necrosis factor. Salah satu yang mencul adalah
3
Tumor nekrosis faktor alpha (TNF Alpha). Sitokin adalah suatu glikoprotein yang
berasal dari sel T helper, sel natural killer (NK) dan makrofag, yang berperan
penting pada respon tubuh melawan infeksi (Cheung et al, 1998).
Sel T helper terdiri dari dua subset yang masing-masing menghasilkan
sitokin pengatur perbedaan fungsi imun efektor dan bereaksi satu sama lain. Sel T
helper tipe 1 (Th-1) menghasilkan IFN-γ (interferon gama), IL-2 (interleukin-2) dan
TNF-α (tumor necrosis factor alfa). Sitokin ini mengaktifkan makrofag, untuk
membentuk sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6 dan menginduksi
mekanisme imun efektor sitotoksik dari makrofag. Sebaliknya, sel T helper tipe 2
(Th-2) menghasilkan IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13. Sitokin ini menginduksi
pembentukan antibodi tetapi juga menghambat fungsi makrofag dan disebut sitokin
anti inflamasi (Cheung et al, 1998).
Pada penyakit DM dan depresi sangat mungkin telah terjadi proses inflamasi
kronis dan kadang disertai adanya proses infeksi sehingga keberadaan penanda
inflamasi sangat bermafaat terhadap therapi jika dapat diketahui sejak awal. Penanda
inflamasi ini penting untuk mendukung tata laksana dan pemilihan pendekatan
therapi pada penderita DM dengan depresi.
Beberapa studi telah dipublikasikan pada pengobatan depresi pada pasien
diabetes melitus salah satunya adalah dengan SSRi (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor). Bukti awal menunjukkan bahwa SSRi, seperti fluoxetine, sertraline, dan
paroxetine, tampaknya menjadi pilihan untuk pengobatan. Anti depresan trisiklik,
4
biasanya digunakan terutama untuk pengobatan insomnia dan nyeri neuropatik,
dibawah pemantauan ketat (Zalai et Novak, 2008).
Pendekatan terapi non-farmakologis, seperti konseling atau psikoterapi
mungkin merupakan pilihan yang lebih menarik dari pengobatan untuk pasien yang
menderita beberapa kondisi medis, seperti diabetes melitus. Cognitive Behavioural
Theraphy (CBT) dan Interpersonal Psycotherapy (IPT) keduanya efektif untuk
pengobatan depresi ringan dan sedang pada populasi pasien lain dan dapat
dikombinasikan dengan farmakoterapi untuk pengobatan depresi berat. Psikoterapi
kognitif bertujuan untuk mengidentifikasi dan memodifikasi kelainan maladaptif
pasien, sedangkan IPT berfokus pada identifikasi dan resolusi masalah utama
interpersonal dalam kehidupan pasien yang diasumsikan terkait dengan terjadinya
gejala depresi. Psikoterapi suportif secara luas digunakan untuk memfasilitasi
penyesuaian untuk penyakit kronis. Empati mendengarkan, dukungan kognitif dan
emosional, penguatan strategi adaptif, dan intervensi lingkungan langsung oleh
terapis adalah fitur utama dalam strategi pengobatan (Zalai et Novak, 2008).
Latihan pasrah diri adalah suatu metode yang memadukan antara relaksasi
dan zikir dengan fokus latihan pada pernafasan dan kata yang terkandung didalam
zikir (relaxation and meditation prayer), sehingga menimbulkan respon relaksasi
yang diharapkan mampu memperbaiki gejala stres atau gejala depresi. Kondisi ini
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap respon inflamasi dan
hasil akhir memperbaiki kontrol gula darah (Asdie, 2005). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Dharma (2006) didapatkan bahwa latihan pasrah diri berhubungan
dengan penurunan simtom depresi yang bermakna.
5
Latihan pasrah diri termasuk dalam bidang mind and body intervention,
merupakan bagian dari Complementary and Alternative Medicine (CAM). Terapi ini
menggunakan perpaduan dan hubungan (interconnectedness) tubuh dan mental
(mind and body) untuk perbaikan kesehatan (Steyer, 2001).
B. Pertanyaan Penelitian
Apakah penambahan latihan pasrah diri pada terapi standart fluoxetin dapat
memperbaiki skor BDI dan Kadar TNF α pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan
simtom depresi.?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah penambahan latihan pasrah diri
dapat memperbaiki skor BDI dan Kadar TNF α pada pasien diabetes mellitus tipe 2
dengan simtom depresi.
Manfaat Penelitian
1. Untuk Pasien : memberi harapan pada pasien diabetes melitus
untuk
mendapatkan penatalaksanaan permasalahan yang lebih menyeluruh, bukan
hanya fisik namun juga kualitas hidup.
2. Untuk Peneliti : diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi awal dari
penelitian selanjutnya pada pasien dengan penyakit kronis yang melihat pasien
bukan hanya dari segi fisik namun juga psikis dan kualitas hidup.
3. Untuk Institusi : dapat mengetahui apakah terapi baik itu farmakologis maupun
nonfarmakologis pada pasien diabetes dengan depresi mampu memperbaiki
kadar TNF Alpha.
6
D. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai kenaikan kadar TNF alpha pada penderita depresipernah
dilakukan sebelumnya di Turki, oleh Cengiz Tuglu pada tahun 2003, melibatkan 26
pasien depresidengan 17 orang sehat sebagai kontrol, pengamatan selama 6 minggu,
dengan hasil terjadi perbedaan kadar TNF alpha lebih tinggi pada penderita depresi
jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian pengaruh pasrah diri
terhadap TNF alpha pada pasien-pasien diabetes melitus dengan komorbid depresi
sejauh ini belum pernah dilakukan sebelumnya.
Peneliti
Judul
Mo`nica
Bullo´, Pilar
Garcı´aLorda,
2002
Plasma soluble tumor necrosis factor
alpha receptors and leptin
levels in normal-weight and obese
women: effect of adiposity
and diabetes
Deskriptif Analitik
observasional study
Penderita DM, jaringan adiposa
dan kadar leptin merupakan
parameter independen kejadian
Kenaikan TNF Alpha.
Madi M Al
Sahlawee1,
Raeed Abd
Ali Shreef1,
Najah R
Hadi1, 2014
A. Enrique
caballero,
adriano
delgado,
carlos a., 2004
Inflammatory response to diabetic
medications in
Patients with and without diabetic
nephropathy
Case Control pada
45partisipan
The Differential Effects of Metformin
on Markers of
Endothelial Activation and
Inflammation in Subjects
with Impaired Glucose Tolerance: A
Placebo-Controlled,
Randomized Clinical Trial
Plasma Levelof TNF Alphaare
essentialy dependent on Visceral Fat
amountin type 2 DM parient
Randomized Clinical
Trial pada 55 orang
partisipan
Penderira DM nepropaty
memiliki Kadar TNF Alpha
lebih tinggi daripada DM
saja,kelompok therapi
metformin penurunan kadar
TNF alpha lebih signifikan.
Treatmen metformin tidak
memberikan pengaruh pada
kadar TNF alpha penderita
Impaired glucose tolerance
E bertin, P
nguyen et al ,
2000
Desain
Study Kohort pada 33
orang penderita DM 2.
Hasil
Kadar lemak viceral
mempengaruhi kadar TNF
Alpha pada Penderita DM tipe 2
Download