PENDAHULUAN Luka bakar merupakan cedera pada kulit dan jaringan tubuh yang disebabkan panas, bahan kimia, radiasi, suhu dingin, friksi, maupun arus listrik. Jenis luka dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan. Potensi komplikasi yang disebabkan oleh karena luka bakar, diantaranya kehilangan cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinyanya hipovolemia, hypothermia, infeksi oportunistik, gagal ginjal dan hati, pembentukan eschar, dan sebagainya. Cedera akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi jika arus listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ dalam. Karena tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak. Cedera bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian, tergantung kepada jenis dan kekuatan arus listrik, ketahanan tubuh terhadap arus listrik, jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh, dan lamanya terkena arus listrik. Di Amerika Serikat, sekitar 1000 kematian per tahun akibat dari electrical injuries, dengan tingkat kematian 3-5%. Klasifikasi cedera listrik umumnya berfokus pada sumber daya (petir atau listrik), tegangan (tegangan tinggi atau rendah ), dan jenis arus (bolak-balik atau langsung), yang masing-masing dikaitkan dengan pola cedera tertentu. 1 BAB I LAPORAN KASUS Seorang pemuda pekerjaan buruh, berusia 21 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan digotong oleh 3 orang. Keluhan utama adalah tersengat listrik, sekitar 30 menit yang lalu pada telapak tangan dan lengan bawah kanan. Biodata Pasien Nama : Abubakar Usia : 21 tahun Pekerjaan : Buruh pabrik Status : Belum menikah Status Generalis • Riwayat Penyakit Sekarang : Saat menumpang di atap kereta api jurusan Bogor-Jakarta, pasien tanpa sengaja menyentuh besi yang dialiri listrik tegangan tinggi. Pasien langsung terlempar ke belakang namun masih tetap sadar. Kepala tidak terbentur, tidak mengalami muntah dan mual. Pasien tetap sadar tetapi lemah tampak syok, sehingga tidak mampu jalan. • Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menyangkal adanya masalah: batuk lama, penurunan berat badan tanpa sebab, menggunakan obat terlarang, dan merokok. 2 • Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang mendrerita kencing manis, penyakit jantung dan darah tinggi. • Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien masih tinggal bersama orang tua, dan memiliki Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Tanda Vital Airway : Bebas Breathing : Spontan 20x/menit Circulation : Akral hangat, T:120/70 mmHg, N: 110x/menit Disability : Compos mentis Jantung : Dalam batas normal Paru : Dalam batas normal Ekstremitas : Motorik dan sensorik dalam batas normal Status Lokalis Pada sebagian area palmar manus dekstra tampak luka bakar kehitaman, kering, di sekitarnya sampai lengan tampak oedem hiperemis dan bulae (+). Pada area kehitaman tes pin prick (-). EKG : Dalam Batas Normal 3 Hasil Laboratorium (Darah) Hb : 13 g/dL Leukosit : 10.000 Eritrosit : 4,5 juta Trombosit : 250.000 SGOT : 17 U/mL SGPT : 15 U/mL Creatinin :1 Ureum : 27 mg/dL Albumin : 3,5 g/dL Globulin :? Na : 138 mEq/L K : 4 mEq/L Hasil Laboratorium (Urin) Makroskopik : Jernih kemerahan Eritrosit : (-) Leukosit : (-) Myoglobin dan Hemoglobin : (+) Glukosa : (-) 4 BAB II PEMBAHASAN ANAMNESIS Identitas Pasien Nama : Abu Bakar Umur : 21 Tahun Jenis kelamin : Laki-Laki Pekerjaan : Buruh Status : Belum Menikah Alamat :- Agama :- Suku bangsa :- Riwayat Penyakit • Keluhan Utama Tersengat listrik, sekitar 30 menit yang lalu pada telapak tangan dan lengan bawah kanan • Riwayat Penyakit Sekarang − Pasien tanpa sengaja menyentuh besi yang dialiri listrik tegangan tinggi − Pasien terlempar ke belakang namun kepala tidak terbentur, tidak mual dan muntah − Pasien sadar, namun tampak lemah dan syok sehingga tidak mampu berjalan • Anamnesis Tambahan yang Diperlukan : 5 − Berapa lama tersengat listrik? − Bagaimana keadaan tangan saat tersengat, dalam keadaan basah atau kering? − Apakah saat tersengat listrik sempat terjadi penurunan kesadaran? (alloananamnesis) − Kalau sempat terjadi penurunan kesadaran, berapa lama waktunya? − Saat tersengat listrik, apakah sempat terjatuh? Jika sempat terjatuh, apakah ada bagian tubuh lain yang terasa sakit? (untuk memastikan adanya trauma di bagian tubuh lain) − Apakah bagian yang tersengat listrik terasa nyeri? • Riwayat Penyakit Dahulu Menyangkal adanya batuk lama, penurunan berat badan tanpa sebab, menggunakan obat terlarang, dan merokok • Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat Diabetes Melitus, penyakit jantung ataupun hipertensi PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis • Keadaan Umum : Tampak lemah, syok, dan tidak mampu berjalan • Tanda Vital : − Airway − Breathing : Bebas : Spontan 20x/menit − Circulation : Akral Hangat − Nadi : 110x/ menit 6 − Tekanan darah : 120/ 70 mmHg − Disability : Compos mentis − Jantung : Dalam Batas Normal − Paru : Dalam Batas Normal − Ekstremitas : Motorik dan sensorik dalam batas normal Status Lokalis Inspeksi • Pada sebagian area palmar manus dekstra tampak luka bakar kehitaman, kering. Berdasarkan status lokalis tersebut kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien menderita luka bakar derajat III pada area palmar manus dekstra dengan adanya warna kehitaman pada kulit, yang diakibatkan sudah terjadinya nekrosis pada jaringan yang disebut sebagai zona koagulasi • Disekitarnya sampai lengan tampak oedema hiperemis dan bula (+). Berdasarkan pernyataan ini kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien menderita luka bakar derajat II A (dangkal) dengan adanya daerah oedem hiperemis dan bula pada bagian antebrachii dextra pasien. • Pada area kehitaman (palmar manus dextra) tes pin prick negatif, hal ini menandakan sudah terjadinya defisit neurologis atau kerusakan saraf perifer pada lokasi yang tersengat listrik Palpasi : Perkusi : Auskultasi : Pemeriksaan jantung dan paru pada pemeriksaan tanda vital pasien 7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk membantu menegakkan diagnosis, maka dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini dengan hasil: EKG : dalam batas normal Hasil Laboratorium Darah Hemoglobin Leukosit Eritrosit Trombosit SGOT SGPT Creatinin Ureum Albumin Globulin Na K Hasil pemeriksaan 13 g/ dL 10.000 4,5 juta 250.000 17 U/ mL 15 U/ mL 1 27 3,5 g/ dL ? 138 mEq/ L 4 Kadar normal 13 – 18 g/ dL 5.000 – 10.000 4,5 – 6,2 juta 150.000 – 350.000 5 – 40 U/ mL 0 – 40 U/ mL 0,7 – 1,5 10 – 38 mg/ dL 3,0 – 5,5 g/ dL 2,0 – 3,5 135 – 145 mEq/ L 3,5 – 5,2 mEq/ L Keterangan normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Kadar normal Jernih dan bening (-) (-) (-)/ tidak terdeteksi (-)/ tidak terdeteksi (-) tidak terdeteksi keterangan Abnormalitas Normal Normal Abnormalitas Abnormalitas Normal Hasil Laboratorium Urin Makroskopik Eritrosit Leukosit Myoglobin Hemoglobin Glukosa Hasil pemeriksaan Jernih kemerahan (-) (-) (+) (+) (-) secara kualitatif Hasil pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan hasil-hasil yang normal dan tidak menunjukkan adanya abnormalitas. Namun pada hasil laboratorium urin ditemukan abnormlitas pada warna urin, kadar myoglobin dan kadar hemoglobin pada urin. Dilihat dari hasil pemeriksaan, hasil makroskopik yaitu warna urine jernih namun 8 kemerahan. Hal ini terjadi akibat terjadinya hemolisis yang menyebakan hemoglobin terdapat dalam urine dan mewarnai urine tersebut. Sedangkan terdapat nya myoglobin pada urin biasa disebut myoglobinuria yang disebabkan adanya kerusakan jaringan otot sehingga myoglobin masuk ke aliran darah dan keluar melalui urin. PATOFISIOLOGI 1. Ketika adanya sengatan listrik, terjadi aliran elektron-elektron pada objek. Pada tubuh manusia, kulit, pembuluh darah, sel saraf, otot dan membrane mukosa adalah konduktor bagi listrik. Sedangkan tulang merupakan hambatan/resistor listrik pada tubuh. Apabila terdapat hambatan dalam tubuh, maka sebagian energi untuk perpindahan elektron tersebut berubah menjadi energi panas. Maka saat listrik berkontak dengan kulit, kulit akan meneruskan ke jaringan yang lebih dalam hingga tulang (hambatan terbesar), dan saat itu energy listrik berubah menjadi energy panas dan merusak jaringan sekitar yang menempel pada tulang seperti saraf dan otot. 2. Pada kulit yang kontak langsung akan terjadi luka bakar 3. Pada otot, terjadi kerusakan pada serat otot → rhabdomyolysis → myoglobin masuk aliran darah → melewati ginjal →myoglobinuria 4. Pada pembuluh darah → panas merusak tunika intima → terjadi thrombosis → sumbatan aliran darah → compartment syndrome → tidak teratasi → nekrosis jaringan 5. Pada saraf terjadi kerusakan karena saraf memiliki tahanan terkecil →parestesi → luka bakar berat 6. Kulit mengalami luka bakar → penguapan yang banyak → permeabilitas pembuluh darah meningkat → ekstravasasi cairan (air, elektrolit, protein) → 9 tekanan onkotik menurun → syok hipovolemik → penurunan tekanan darah DIAGNOSIS Luka bakar derajat III pada palmar manus dextra dan luka bakar derajat II A (dangkal) pada antebrachii dextra. Hal ini dapat dilihat dari gejala dan tanda-tanda yang dialami oleh pasien berdasarkan klasifikasi derajat luka bakar seperti luka berwarna kehitaman dan kering serta hasil tes pin prick yang negative yang menunjukkan adanya kerusakan serabut saraf pada derajat III. Luka bakar derajat II A pada antebrachii dextra ditandai dengan adanya oedem hiperemis dan bullae. Luas luka bakar pada pasien ini dihitung berdasarkan Rule Of Nine dari Wallace diperkirakan 4,5 % pada daerah antebrachii dengan derajat II A dan 1% pada palmar manus dextra dengan derajat III. Menurut American Burn Association luka bakar pada pasien ini termasuk luka bakar ringan karena memiliki luka bakar derajat II dibawah 15% dan luka bakar derajat 3 dibawah 2%. Selain luka bakar tersebut, pasien juga diperkirakan mengalami syok akibat terkejut ketika bersentuhan dengan besi yang dialiri listrik bertegangan tinggi. PENATALAKSANAAN Pada fase akut dapat dilakukan pertolongan pertama untuk bantuan hidup dasar, yakni: 1. Airway, yakni membebaskan jalan nafas agar pasien dapat tetap bernafas secara normal 2. Breathing, mengecek kecepatan pernafasan yakni sekitar 20x/ menit 3. Circulation, melakukan palpasi pada nadi untuk mengecek pulsasi yang pada orang normal berkisar antar 60 – 100x/ menit Dilakukan observasi ABC terus menerus sampai keadaan pasien benar-benar stabil. 10 Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting. Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan • Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning. • Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. • Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati dengan prosen debridement, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang. • Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan 11 • Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi. • Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri seperti aspirin dan acetaminoven(1) • Myoglobulinuria dapat diatasi dengan memberikan manitol. Hal ini karena komplikasi yang tersering pada pasien luka bakar adalah ATN (Acute Tubular Necrosis) yang dapat terjadi karena adanya neurotoksin seperti mioglobinuria. Maka keluaran urin harus ditingkatkan 100 sampai 150 mL/jam dengan meningkatkan laju volume cairan yang diinfuskan. Jika keluaran urin masih rendah meskipun kecepatan infus sudah ditingkatkan, maka dapat ditambahkan manitol 12,5 gr pada setiap 1L larutan RL(2) untuk mempertahankan output urin dan mengurangi kristalisasi mioglobik dalam tubulus renalis(3,4). Terapi cairan • Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). • Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). • Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. • Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam. 12 KOMPLIKASI Setelah luka bakar yang luas, muncul edema pada edema jaringan yang terkena maupun area di sekitarnya karna pecahnya kapiler dan kebocoran cairan plasma dan protein ke dalam ruang interstisium. Setelah beberapa jam, edema menyebar di sekitar daerah yang terkena luka bakar seiring dengan kemampuan kapiler untuk berfungsi sebagai sawar difusi yang hilang. Edema dapat terjadi pada daerah yang tidak terkena luka bakar akibat peningkatan transien permeabilitas kapiler terhadap air dan protein. Penimbunan cairan dalam ruang interstisium di seluruh tubuh menyebabkan penurunan volume darah yang bersirkulasi yang akhirnya menurunkan isi sekuncup dan tekanan darah. Selain itu karena peningkatan kepekatan dan aliran darah yang merambat maka semua sistem terganggu terutama sistem kardiovaskular. Perubahan sistem kardiovaskular memiliki dampak pada semua organ karna setiap organ memerlukan aliran darah yang adekuat maka perubahan sistem ini dapat juga berdampak pada daya tahan hidup pasien. Lambatnya aliran darah menyebabkan pembentukan bekuan darah sehingga memungkinkan timbulnya infark miokardium, atau emboli paru. Penurunan aliran darah ke salulan cerna dapat menyebabkan hipoksia sel-sel penghasil mukus dan terjadi ulkus peptikum. Penuruna aliran darah ke ginjal menyebabkan hipoksia ginjal an pengeluaran urin menjadi berkurang. Karena kapiler tidak mengalami peningkatan volume, maka edema semakin parah dan semakin meningkatkan risiko kongesti paru dan pneumonia. Luka bakar listrik yang parah dapat menyebabkan kerusakan otot yang bermakna , kadar mioglobin dalam darah akan meningkat secara drastis. Jika ambang reabsorbsinya terlampaui maka mioglobin akan keluar ke dalam urine. Mioglobin dalam jumlah besar dalam filtrat urine dapat menyumbat tubulus sehingga terjai 13 obstruksi, peradangan, dan cedera glomerulus dan tubulus. Infeksi adalah penyebab utama morbiditas dan motilitas pada pasien yang awalnya bertahan pada luka bakar yang luas.Setiap luka bakar dapat terinfeksi yang menyebabkan cacat lebih lanjut bahkan kematian. Diantaranya Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aereus merupakan penyebab tersering infeksi nosokomial pada pasien luka bakar. Luka bakar dapat menimbulkan kecacatan maupun trauma psikologis yang dapat menyebabkan depresi. Gejala-gejala psikologis dapat timbul setiap saat setelah luka bakar.(6) PROGNOSIS • Ad Vitam : Ad Bonam Menunjuk pada pengaruh penyakit pada proses kehidupan apakah penyakit cenderung menuju kepada proses kematian atau akan kembali sehat seperti semula. Pada pasien ini besar kemungkinan untuk kembali sehat dan bukan mengarah kepada kematian • Ad Sanationam : Dubia Ad Malam Menunjuk kepada penyakit yang dapat hilang 100% sehingga pasien kembali ke keadaan semula atau penyakit akan menetap dan menimbulkan kecacatan. Pada pasien ini kemungkinan akan ada kecacatan pada palmar manus karena adanya jaringan parut bekas luka bakar tersebut • Ad Fungsionam : Dubia Ad Malam Pengaruh penyakit terhadap fungsi organ dan fungsi manusia dalam 14 menjalankan tugasnya. Pada pasien ini kemungkinan akan terjadi pengurangan fungsi pada organ tangan kanan karena adanya bekas dari luka bakar ini • Ad Kosmetikum : Dubia Ad Malam Pengaruh penyakit terhadap tampilan estetik pada pasien ini merujuk kepada adanya bekas luka yang mengurangi estetika pada tangan pasien. BAB III TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas , bahan kimia , listrik dan radiasi.(5) PENYEBAB Cedera listrik bisa terjadi akibat tersambar petir atau menyentuh kabel maupun sesuatu yang menghantarkan listrik dari kabel yang terpasang. Cedera bisa berupa luka bakar ringan sampai kematian, tergantung kepada: 1. Jenis dan kekuatan arus listrik Secara umum, arus searah (DC) tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan 15 dengan arus bolak-balik (AC). Efek AC pada tubuh manusia sangat tergantung kepada kecepatan berubahnya arus (frekuensi), yang diukur dalam satuan siklus/detik (hertz). Arus frekuensi rendah (50-60 hertz) lebih berbahaya dari arus frekuensi tinggi dan 3-5 kali lebih berbahaya dari DC pada tegangan (voltase) dan kekuatan (ampere) yang sama. DC cenderung menyebabkan kontraksi otot yang kuat, yang seringkali mendorong jauh/melempar korbannya dari sumber aurs. AC sebesar 60 hertz menyebabkan otot terpaku pada posisinya, sehingga korban tidak dapat melepaskan genggamannya pada sumber listrik. Akibatnya korban terkena sengatan listrik lebih lama sehingga terjadi luka bakar yang berat. Biasanya semakin tinggi tegangan dan kekuatannya, maka semakin besar kerusakan yang ditimbulkan oleh kedua jenis arus listrik tersebut. Kekuatan arus listrik diukur dalam ampere. 1 miliampere (mA) sama dengan 1/1,000 ampere. Pada arus serendah 60-100 mA dengan tegangan rendah (110-220 volt), AC 60 hertz yang mengalir melalui dada dalam waktu sepersekian detik bisa menyebabkan irama jantung yang tidak beraturan, yang bisa berakibat fatal. Efek yang sama ditimbulkan oleh DC sebesar 300-500 mA. Jika arus langsung mengalir ke jantung, misalnya melalui sebuah pacemaker, maka bisa terjadi gangguan irama jantung meskipun arus listriknya jauh lebih rendah (kurang dari 1 mA). 2. Ketahanan tubuh terhadap arus listrik Resistensi adalah kemampuan tubuh untuk menghentikan atau memperlambat aliran arus listrik. Kebanyakan resistensi tubuh terpusat pada kulit dan secara langsung tergantung kepada keadaan kulit. Resistensi kulit yang kering dan sehat rata-rata adalah 40 kali lebih besar dari resistensi kulit yang tipis dan 16 lembab. Resistensi kulit yang tertusuk atau tergores atau resistensi selaput lendir yang lembab (misalnya mulut, rektum atau vagina), hanya separuh dari resistensi kulit utuh yang lembab. Resistensi dari kulit telapak tangan atau telapak kaki yang tebal adalah 100 kali lebih besar dari kulit yang lebih tipis. Arus listrik banyak yang melewati kulit, karena itu energinya banyak yang dilepaskan di permukaan. Jika resistensi kulit tinggi, maka permukaan luka bakar yang luas dapat terjadi pada titik masuk dan keluarnya arus, disertai dengan hangusnya jaringan diantara titik masuk dan titik keluarnya arus listrik. Tergantung kepada resistensinya, jaringan dalam juga bisa mengalami luka bakar. 3. Jalur arus listrik ketika masuk ke dalam tubuh Arus listrik paling sering masuk melalui tangan, kemudian kepala; dan paling sering keluar dari kaki. Arus listrik yang mengalir dari lengan ke lengan atau dari lengan ke tungkai bisa melewati jantung, karena itu lebih berbahaya daripada arus listrik yang mengalir dari tungkai ke tanah. Arus yang melewati kepala bisa menyebabkan: - kejang - perdarahan otak - kelumpuhan pernafasan - perubahan psikis (misalnya gangguan ingatan jangka pendek, perubahan kepribadian, mudah tersinggung dan gangguan tidur) - irama jantung yang tidak beraturan. - Kerusakan pada mata bisa menyebabkan katarak. 4. Lamanya terkena arus listrik. Semakin lama terkena listrik maka semakin banyak jumlah jaringan yang 17 mengalami kerusakan. Seseorang yang terkena arus listrik bisa mengalami luka bakar yang berat. Tetapi, jika seseorang tersambar petir, jarang mengalami luka bakar yang berat (luar maupun dalam) karena kejadiannya berlangsung sangat cepat sehingga arus listrik cenderung melewati tubuh tanpa menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang luas. Meskipun demikian, sambaran petir bisa menimbulkan konslet pada jantung dan paru-paru dan melumpuhkannya serta bisa menyebabkan kerusakan pada saraf atau otak. KLASIFIKASI LUKA BAKAR Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan kedalaman kerusakan jaringan; yang perlu dicantumkan dalam dignosis, yaitu : a. Berdasarkan Penyebab Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain : b. • Luka bakar karena api • Luka bakar karena air panas • Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat) • Luka bakar karena lisrik dan petir • Luka bakar karena radiasi • Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite) Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan : Luka bakar derajat I : 18 • Kerusakan terbatas pada bagian superficial epidermis • Kulit kering, hiperemik, memberikan efloresensi berupa eritema • Tidak dijumpai bula • Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi • Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari • Contohnya adalah luka bakar akibat sengatan matahari Luka bakar derajat II : • Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi • Dijumpai bula • Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas permukaan kulit normal • Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teiritasi • Dibedakan menjadi 2 (dua) : a. Derajat II dangkal (superficial) • Kerusakan mengenai bagian superficial dermis • Apendises kulit seperti folikel rambut , kelenjar keringat , kelenjar sebasea masih utuh 19 • Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari b. Derajat II dalam (deep) • Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis • Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat , kelenjar sebasea sebagian masih utuh • Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. Luka bakar derajat III : • Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam • Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan • Tidak dijumpai bula 20 • Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar akibat koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis (dikenal dengan sebutan eskar) • Tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian • Penyembuhan terjadi lama kareana tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka, maupun apendises kulit. c. Berdasarkan perhitungan luas luka bakar Rules of nines ini disadari atas perhitungan 1% luas permukaan tubuh adalah seluas telapak tangan penderita (catatan : bukan tangan pemeriksa). Kepala dan dan leher berjumlah 9% ,trunkus aterior dan trunkus posterior masing-masing 18% ,genitalia 1%, lengan kanan dan kiri masing-masing 9% , tungkai atas kanan 9%, tungkai atas kiri 9%, kaki kanan 9% dan kaki kiri 9 % dimana jumlah presentasi nya adalah 100%. 21 d. Berdasarkan kategori penderita Berdasarkan berat/ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori luka bakar menurut American Burn Association : 1. Luka bakar berat / kritis (major burn) a. Derajat II-III >20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau dia atas usia 50 tahun b. Derajat II-III >25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dam perineum d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar e. Luka bakar listrik tegangan tinggi f. Disertai trauma lainnya g. Pasien-pasien dengan risiko tinggi 2. Luka bakar sedang (moderate burn) 22 a. Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar dearajat tiga kurang dari 10% b. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia <10 tahun atau dewasa >40 tahun, dengan luka bakar derajat tiga kurang dari 10% c. Luka bakar dengan derajat tiga <10% pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineum 3. Luka bakar ringan a. Luka bakar dengan luas <15% pada dewasa b. Luka bakar dengan luas <10% pada anak dan usia lanjut c. Luka bakar dengan luas <2% pada segala usia ; tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineum(5) FASE-FASE LUKA BAKAR • Fase Akut Pada fase ini permasalahan utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas (misalnya, cedera inhalasi), gangguan mekanisme bernafas oleh karena adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi (keseimbangan cairan-elektrolit, syok hipovolemia). Gangguan yang terjadi menimbulkan dampak yang bersifat sistemik, menyangkut keseimbangan cairan-elektrolit, metabolisme protein-karbohidrat-lemak, keseimbangan asam basa dan gangguan sistem lainnya • Fase Subakut Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome dan sepsis. Ketiganya merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang tibul pada fase pertama dan 23 masalah yang bermula dari kerusakan jaringan • Fase Lanjutan Fase ini berlangsung sejak penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar; berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama; yang menjadi karakteristik luka bakar (misal, kerapuhan tendon ekstensor pada jari-jari tangan yang menyebabkan suatu kondisi klinis yang disebut bouttonierre deformity) RHABDOMYOLYSIS(7) Rhabdomyolysis adalah sindrom yang disebabkan oleh cedera pada otot rangka dan melibatkan kebocoran cairan intraseluler dalam jumlah besar ke dalam plasma. Rhabdomyolysis disebabkan oleh banyak etiologi namun pada dasarnya ini merupakan kerusakan sarcolemma dan pelepasan komponen intraseluler sel otot. Mekanisme kerusakan dalam rhabdomyolysis mencakup kerusakan membrane sel,hipoksia sel otot, deplesi ATP dan gangguan elektrolit pada pompa natrium-kalium. Sarcolemma merupakan selaput tipis yang membungkus serat otot lurik, disana terdapat banyak pompa yang mengatur gradient elektrokima seluler. Konsentrasi natrium intraseluler biasanya diatur oleh pompa natrium-kalium adenosine triphosphatase (Na/K-ATPase) yang terletak di sarcolemma tersebut. Pompa Na/K-ATPase memompa natrium dari dalam sel ke luar sel. Akibatnya bagian dalam sel lebih negative daripada bagian luar sel. Gradien ini menarik natrium ke dalam sel sebagai pergantian dari keluarnya kalsium, melalui mekanisme protein carrier. Selain itu, pertukaran kalsium secara aktif juga terjadi, yaitu kalsium masuk kedalam sarkoplasmic reticulum dan mitokondria. Pompa Na/K-ATPase ini bekerja 24 menggunakan ATP (energy) Bila ada gangguan dari fungsi pompa NA/K-ATPase ini yang bisa disebabkan oleh kerusakan membran sel atau kurangnya energy, keseimbangan komposisi elektrolit. Sehingga terjadi peningkatan kalsium intraseluler. Peningkatan kalsium dalam sel ini akan mengakibatkan hiperaktivitas dari protease dan enzim proteolitik dan memacu terbentuknya radikal bebas oksigen. Enzim-enzim tersebut dapat mendegradasi myofilamen dan merusak membrane fosfolipid dari sel sehingga terjadi kebocoran cairan intraseluler ke dalam plasma. Cairan ini terdiri dari kalium,fosfat,creatinin kinase, asam urat dan myoglobin. Cairan intrasel ini juga dapat terakumulasi pada jaringan otot sekitarnya. Rhabdomyolysis mungkin terjadi setelah peristiwa traumatis, termasuk yang berikut: 1. Trauma tumpul 2. Cedera listrik tegangan tinggi 3. Luka bakar MYOGLOBINURIA(8) 25 Myogolbinuria adalah kondisi dimana terdapatnya myoglobin di dalam urin. Myoglobinuria biasanya merupakan akibat dari rhabdomyolysis yaitu perusakan sel otot. Semua proses yang mengganggu penyimpanan atau penggunaan energy oleh sel otot dapat menyebabkan myoglobinuria. Mioglobin dilepaskan dari jaringan otot oleh kerusakan sel dan perubahan dalam permeabilitas membran sel otot rangka. Dalam kondisi normal, pompa natrium kalium ATPase mempertahankan kandungan natrium sangat rendah intraselular. Saluran natrium-kalsium terpisah maka berfungsi untuk memompa tambahan natrium ke dalam sel dalam pertukaran untuk ekstrusi kalsium dari sel. Selain itu, sebagian kalsium intraseluler biasanya diasingkan dalam organel. Kerusakan pada sel-sel otot mengganggu dengan kedua mekanisme, yang menyebabkan peningkatan kalsium terionisasi bebas dalam sitoplasma. Kalsium intraseluler tinggi mengaktifkan enzim kalsium yang lebih banyak tergantung memecah membran sel, menyebabkan pelepasan isi intraselular seperti mioglobin dan creatine kinase ke sirkulasi. Mioglobin adalah protein heme monomer yang mengandung zat besi dalam bentuk ferro. Hal ini mudah disaring oleh glomerulus dan cepat diekskresikan ke dalam urin. Ketika jumlah besar mioglobin memasuki lumen tubulus ginjal, berinteraksi dengan protein Tamm-Horsfall dan terpresipitasi, proses ini dibantu dengan keasaman urin. Obstruksi tubulus terutama terjadi pada tingkat tubulus distal. Selain itu, spesies oksigen reaktif yang dihasilkan oleh kerusakan baik otot dan sel-sel epitel ginjal yang mempromosikan oksidasi oksida besi untuk oksida besi (Fe +3), sehingga menghasilkan radikal hidroksil. Baik gugus heme dan radikal bebas hidroksil besi bisa menyebabkan mediator kritis dan bersifat toksis tubulus langsung, yang terutama terjadi di tubulus proksimal. Dengan demikian, terjadi pengendapan mioglobin dalam tubulus ginjal dengan 26 obstruksi sekunder dan keracunan tubular, atau keduanya merupakan penyebab utama untuk cedera ginjal akut selama myoglobinuria. SYNDROM COMPARTMENT Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan. Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia. Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan kapiler kolaps. Pertama-tama sel akan mengalami oedem, kemudian sel akan berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga menyebabkan terjadi oedem lebih lanjut dan menyebabkan tekanan meningkat. Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi vasoaktif yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat kerusakan disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis. Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi : 1. Pain : Nyeri pada pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena. 2. Pallor : Kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat. 3. Parestesia : Biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi. 27 4. Paralisis : Diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi. 5. Pulselesness : Berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya gangguan perfusi arterial. BAB IV KESIMPULAN Pada sengatan listrik dapat timbul kerusakan jaringan dengan spektrum luas, 28 bermula dari kerusakan kulit superficial sampai kerusakan organ-organ hingga kematian. Listrik dapat menyebabkan kerusakan jaringan sebagai efek langsung arus listrik searah pada sel dan oleh kerusakan termal dari panas yang diteruskan jaringan. Bila sengatan listrik masuk ke dalam tubuh, kerusakan terbesar terjadi pada saraf, pembuluh darah, dan otot. Pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis dari ciri luka yang ada yaitu luka bakar derajat III pada palmar manus dextra dan luka bakar derajat II dangkal pada antebrachii dextra. Dan luka bakar ini berdasarkan luasnya dapat digolongkan menjadi luka bakar ringan. Dari ciri dan klasifikasi tersebut dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat terhadap pasien ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani W. I., Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta : Media Aesculapius FKUI; 2000. P. 367-70 29 2. Shires GT, Spencer FC, Husser WC. Intisari Ilmu-Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2000. P. 123-4 3. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support. USA: First Impression; 1997 4. Hostetler MA. Burns, Electrical. January, 2004. Accessed on: October 13, 2011. Available from: http://www.emedicine.com/burn/topic343.htm 5. Medica. Luka bakar. Available at : http://medicastore.com/penyakit/987/Luka_bakar.html. Accessed on : October 13, 2011. 6. Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. 3th ed. (Diterjemahkan oleh : Subekti NB). EGC: Jakarta. P.129-32;724 7. Wedro Benjamin. Rhabdomyolysis. Available at : http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp? articlekey=105056&pf=3&page=1. Accessed on : October 13, 2011. Updated on : 9 Februari 2011. 8. Devarajan Prasad. Myoglobinuria. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/982711-overview#showall. Accessed on: 13 Aoril 2011. Updated on : 4 januari 2010 30