BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab dua ini, peneliti terlebih dahulu

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab dua ini, peneliti terlebih dahulu ingin menjabarkan mengenai dasardasar pengertian lesbian, tipe-tipe lesbian, dewasa awal dan psikososial pada masa
dewasa awal yang merupakan dasar dari teori pada penelitian ini.
2.1 Psikososial
2.1.1 Perkembangan Psikososial Dewasa Awal :intimacy vs isolation
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi luas dan
kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya.Tetapi masa dewasa ini
inidividu memasuki peran yang lebih luas. Menurut erikson (Papalia, dkk 2009) masa
dewasa awal memasuki perkembangan tahap psikososial yang ditandai dengan
dengan intimacy vs isolation. Keintiman dapat diartikan dengan sebagai suatau
kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
Orang lain yang tidak dapat menjalinhubungan intim akan terisolasi. Menurut
Erikson, pembentukan keintiman ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh
orang yang memasuki deawasa awal (Papalia, dkk 2009). Pada masa dewasa awal ini,
orang-orang telah siap menyatukan identitasnya dengan orang lain.
9
2.1.1.1 Persahabatan
Persahabatan semasa dewasa awal cenderung berpusat pada pekerjaan dan
aktifitas parenting serta berbagi kepercayaan diri dan nasihat. Beberapa persahabatan
sangat intim secara ekstrim dan mendukung, yang lain ditandai dengan sejumlah
konflik. Beberapa “persahabatan terbaik” lebih stabil dibanding iaktan seperti kekasih
atau suami/istri. Jumlah teman dan banyaknya waktu yang dihabiskan dengan mereka
umumnya berkurang pada usia paruh baya. Tetep saja, persahabatan sangat penting
bagi dewasa awal. Individu-individu dengan teman cenderung memeliki rasa
kesejahteraan; antara memiliki teman membuat orang merasa baik tentang diri
mereka, atau orang yang merasa baik tentang diri mereka lebih muda berteman.
Pemuda lajang bergantung lebih banyak pada persahabatan guna memenuhi
kebutuhan social mereka daripada mereka menikah. Perempuan lebih banyak meiliki
persahabatan intim dibandingan dengan laki-laki dan menganggap persahabatan
perempuan lebih memuaskan dari pada dengan laki-laki. Perempuan lebih cenderung
daripada laki-laki untuk berbincang dengan teman mereka tentang masalah
pernikahan serta menerima nasihat dan dukungan.
2.1.1.2 Cinta
Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks.
Menurut Santrock, cinta dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk cinta yaitu
altruism, persahabatan, cinta romantis atau bergairah dan cinta yang penuh perasaan.
10
Cinta pada orang dewasa ini diungkapkan dalam bentuk kepedulian terhadap orang
lain.
Menurut Stenberg (Papalia, dkk 2009), terdapat teori cinta triangular yaitu
intimasi, hasrat dan komtimen. Intimasi adalah elemen emosional, mencakup
pengungkapan diri yang akan mengarah kepada keterhubungan, kehangatan, dan
kepercayaan. Hasrat merupakan elemen motivsional, didasarkan kepada dorongan
batin yang menerjemahkan gejolak fisiologis ke dalam hasrat seksual.Komitmen
merupakan elemen kognitif yaitu keputusan untuk mencintai dan untuk terus dicintai.
Di dalam segitiga cinta tersebut adanya variasi yang dimiliki atau pola-pola dalamhal
mencintai yaitu:
1) non-cinta yaitu ketiga komponen cinta (keintiman, gairah, dan komitmen)
tidak ada. Non-cita menggambarkan kebanyakan hubungan interpersonal yang
merupakan interaksi yang sangat biasa,
2) menyukai yaitu keintiman merupakan satu-satunya komponen yang ada.Tidak
ada kedekatan, pemahaman, dukungan emosional, afeksi, ikatan dan
kehangatan.Gairah maupun komitmen itu tidak ada,
3) gairah yang satu-satunya komponen yang ada.Ini merupakan “cinta pada
pandangan pertama”, ketertarikkan fisik dan rangsangan seksual yang ada,
tanpa keintiman atau komitmen.Infatuasi dapat membawa dan mati seketika
atau pada situasi tertentu, bertahan lama,
11
4) Cinta kosong yaitu komitmen merupakan satu-satunya komponen yang ada.
Cinta kosong sering kali ditemukan pada hubungan jangka panjang yang telah
kehilangan keintiman dan gairah atau dalam pernikahan yang dijodohkan ,
5) cinta romantis yaitu terdapat keintiman dan gairah. Kekasih romantis saling
tertarik secara fisik dan terakit secara emosional.Namun mereka tidak saling
berkomitmen,
6) cinta persahabatan yaitu terdapat keintiman dan komitmen.Cinta ini
merupakan persahabatan jangka panjang berkomitmen, sering kali terjadi
dalam perkawinan dimana ketertrikkan fisik sudah memudar tetapi para
pasangan merasa saling dekat dan memutuskan untuk bersama selamanya,
7) cinta bodoh yaitu terdapat gairah dan komitmen tanpa keintiman.Merupakan
cinta yang mengarah pada hubungan bergejolak, dimana pasangan
berkomitmen
dengan
dasar
gairah
tanpa
memperolehkan
mereka
mengembangkan keintiman. Cinta ini biasanya tidak bertahan lama, walaupun
terhadap intensi untuk berkomitmen,
8) cinta yang yang sempurna yaitu terdapat tiga komponen pada cinta “utuh” ini,
yang mana banyak diperjuangkan oleh banyak orang. Terutama dalam
hubungan
yang
romantis.Cinta
ini
lebih
mudah
dicapai
darpada
dipertahankan.
Masing-masing pasangan dapat mengubah apa yang mereka inginkan darpada
hubungan mereka. Bila salah satu pihak berubah yang lain juga berubah, hubungan
12
dapat bertahan dalam bentuk yang berbeda. Bila pihak lain tidak berubah, hubungan
mungkin terputus. Menurut Stenberg, pasangan cenderung merasa paling bahagia
ketika segitiga mereka cukup mendekati cocok. Peribahasa “sifat saling berlawanan
saling membuat tertarik” tidak lahir dari penelitian, tapi tidak juga berarti bahwa
orang dewasa memilih pasangan yang serupa dengan mereka.
2.1.1.3 Seksualitas
Sebagian besar seseorang bertemu dengan pasangannya melalui pengalaman
mutual dan arena itu cenderung sama dalam usia, level pendidikan dan rasial, etnis
serta latar belakang religious. Sekitas 30 persen, orang dewasa karena ancaman AIDS
menyatakan mereka harus lebih berhati-hati menggunakan kondom atau menahan
diri untuk melakukan hubungan seksual. Antara remaja dan dewasa awal perbedaan
gender dalam hubungan badan dan tindakan masturbasi menjadi meninggkat.Selain
itu juga menemui tingkat kepuasan seksual pada seks oral. (Papalia, Diane E, dkk).
2.1.1.4 Gaya Hidup Menikah dan Tidak Menikah
(1) Pernikahan
Monogamy – pernikahan terhadap satu orang pasangan. Poligami –
pernikahan laki-laki dengan lebih dari satu perempuan bersamaan.Poliandri – dimana
perempuan umumnya memiliki kekuatan ekonomi yang lebih besar, seorang
13
perempuan da pat mengawini beberapa laki-laki (Gardiner & Kosmitzki dalam
Papalia, Olds & Feldman 2009).
Pernikahan memberikan keintiman, komitemen, persahabatan, afeksi,
pemuasan seksual , dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional, juga sebagai
sumber identitas dan harga diri (Gardiner & Kosmitzki dalam Papalia, Olds &
Feldman 2009).
Diberbagai masyarakat, menikah dianggap sebagai jalan terbaik untuk
membesarkan anak.Pernikahan yang ideal, mencakup intimacy, friendship, kasih
sayang, kepuasan seksual, companionship, dan kesempatan untuk mengembangkan
emosi.Tapi pada masa kini, keuntungan-keuntungan pernikahan seperti seks, intimacy
dan jaminan ekonomi tidak cukup meyakinkan bagi orang untuk menikah dan
menjadi pernikahan yang ideal.
Dalam Australia Department of Immigration and Multicultural and
Indigenous Affairs (Holt, 2004) mengungkapkan 4 aspek yang menjadikan suatu
pasangan bisa disebut memiliki komitmen marriage-like(komitmen yang hamper
sama dengan menikah), yaitu:
• Sudah memiliki hubungan yang cukup lama
Suatu komitmen bisa dikategorikan sebagai sebuah komitmen marriage-like
apabila hubungan yang sudah dijalani kedua pasangan ini cukup lama.Tidak ada
batasan pasti berapa bulan atau berapa tahun sebuah hubungan bisa dikatakan
cukup lama.Penentuan kriteria ini sangat bersifat subjektif.
• Kohabitasi, atau tinggal bersama dalam satu rumah.
14
Komitmen marriage-like sangat dekat dengan istilah kohabitasi.Kohabitasi adalah
tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Biasanya pasangan akan memutuskan
untuk tinggal bersama setelah 2-3 bulan berpacaran.
• Menanggung tanggung jawab finansial dan legal bersama-sama
Dalam kehidupan pernikahan sudah dipastikan finansial keluarga diolah secara
bersama-sama untuk kepentingan bersama.Hal ini juga berlaku pada pasangan
yang memiliki komitmen marriage-like.
• Hubungan yang diakui secara sosial oleh lingkungan
Sebuah lingkungan bisa dikatakan komitmen marriage-like jika sudah diakui dan
diketahui oleh lingkungan sosial dimana pasangan tersebut tinggal dan
berinteraksi.
(2) Kohabitasi
Kohabitasi (cohabitation), tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan,
merupakan gaya hidup yang makin lazim dimana pasangan yang tidak menikah yang
terlibat dalam suatu hubungan seksual hidup bersama (Papalia, Olds & Feldman
2009). Kohabitasi juga disebut dengan consensual atau informalunion, jika di
Indonesia kohabitasi lebih dikenal dengan sebutan kumpul kebo.
Salah satu faktor meningkatnya gaya hidup bersama ini kemungkinannya
adalah kecenderungan sekular yang terjadi di awal masa kedewasaan seksual. Hal ini
bersama dengan meningkatnya jumlah dewasa muda yang mendapatkan pendidikan
lebih tinggi, menciptakan jarak yang lebih lama antara kematangan fisik dan
15
kematangan seksual. Banyak pada masa dewasa muda yang menginginkan hubungan
seksual yang romantis dan intim, tetapi mereka tidak siap dengan pernikahan dan
bahkan mungkin tidak akan pernah siap untuk menikah.
Kohabitasi juga mempunyai dampak pada perkawinan, dimana hal ini
cenderung menunda perkawinan. Pria memandang kohabitasi sebagai kesempatan
untuk mendapatkan partner seks tetap tanpa harus terikat.Sedangkan wanita lebih
memandang kohabitasi adalah suatu langkah perkawinan.
(3)Hubungan Homoseksual dan Lesbian
Hubungan homoseks dan lesbian jangka panjang lebih lazim di masyarakat
yang mentoleransi, menerima dan mendukung mereka (Gardiner & Kosmitzki dalam
Papalia, olds & Feldman 2009).
Berbagai faktor yang memprediksi kualitas dan staibilitas suatu hubungan
penyelesaian psikologis sifat kepribadian, persepsi kesetaraan antara pasangan, cara
mengatasi konflik, dan kepuasan terhadap dukungan sosial juga sama bagi pasangan
heteroseksual dan homoseksual. Pasangan homoseksual dan lesbian menilai sama
atau lebih baik daripada pasangan heteroseksual pada area-area ini kecuali dukungan
sosial (Papalia, Olds & Feldman 2009).
Menurut sebuah penelitian terhadap pasangan sesama jenis dalam atau tidak
dalam pernikahan sesama jenis, lesbian dalam pernikahan sesama jenis lebih terbuka
terhadap orientasi seksual mereka daripada lesbian yang tidak dalam pernikahan
sesama jenis, dan homoseks dalam pernikahan sesama jenis lebih dekat dengan
keluarga asal mereka daripada homoseks yang tdak dalam pernikahan sesama jenis.
16
Dalam pernikahan sesama jenis atau tidak dalam pernikahan sesama jenis, pasangan
homoseks dan lesbian cenderung memiliki pemisahan kerja yang lebih tidak
tradisional daripada pasangan menikah heteroseksual (Solomon, Rothblum, &
Balsam dalam Papalia, Olds & Feldman 2009:190).
2.2 Dewasa Awal
2.2.1 Definisi Dewasa Awal
Dimulainya masa dewasa (emerging adulthood) periode trasional yang baru
diajukan antara masa remaja dan masa dewasa, biasanya memilki rentang waktu
antara masa remaja hingga usia pertengahan dua puluh (Arnett dan Furtenberg et al,
dalam papalia olds & feldman).
Istilah adult berasal dari bahasa latin, seperti juga istilah adolescenceadolescere yang berarti “tumbuh menjadi dewasa”. Akan tetapi kata adult berasal dari
bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah “telah tumbuh
menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “ telah menjadi dewasa”. Oleh
karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya
dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa
lainnya (Hurlock,2004).
Hurlock (2004) mengatakan bahwa masa dewasa awal dimulai pada umur 18
tahun sampai umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang
menyertai berkurangnya kemampuan reprodukdtif.
17
Jadi, masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja ke
dewasa.Pada masa ini dimana masa pertumbuhan dan penyesuaian dengan kedudukan
baru yang ada dilingkungan masyarakat.
2.3 Lesbian
2.3.1 Pengertian lesbian
Menurut Papalia, dkk (2009) lesbian adalah salah satu orientasi seksual yang
memiliki ketertarikan dengan sesama jenis. Menurut Greene dan herek (1994) lesbian
adalah interaksi erotis yang dilakukan kepada orang-orang dari jenis kelamin yang
sama. Menurut karangora (2012) lesbian merupakan istilah bagi kaum perempuan
yang memiliki orientasi seksual pada sesama jenis.
2.3.2 Tipe-Tipe Lesbian
Menurut jones dan Hesnad (dalam Beauvoir,2003), terdapat dua tipe lesbian
yang sering kali dibedakan yaitu :
1) Butch
Merupakan perempuan maskulin yang berhasrat meniru lakilaki.Butch dianggap sebagai penindas wanita, simbol dari kepemimpinan
pria.Butch datang dari berbagai bentuk, ukuran dan pikiran yang bermacammacam, tentu saja. Setiap orang mempunyai gaya dan ekspresinya
sendirisendiri. Menjadi seorang Butch bukan hanya karena mengalami
18
kekurangan sifat kewanitaan.Kebanyakn dari kaum butch memilki perbedaan
tersendiri dalam energi maskulinitas dari pria yang sebenarnya, kejantanan
bukanlah hak lahir dan bukan juga warisan. Identitas butch selalu diperjuangkan
dengan susah payah dan selalu ditantang oleh kaum heteroseksual, dan butch
berkembang hanya menurut Agustine (2005) terdapat dua macam butchyaitu :
2) Softbutch
Sering digambarkan mempunyai kesan yang lebih feminism dalam
cara berpakaian dan potongan rambutnya. Secara emosional dan fisik tidak
mengesankan bahwa mereka adalah pribadi yang kuat atau tangguh.Dalam
kehidupan sehari-hari dalam kehidupan lesbian, istilah SoftButch sering
disebut juga dengan Androgyne.
3) StoneButch
Sering digambarkan lebih maskulin dalam cara berpakaian maupun
potongan rambutnya. Mengenakan pakaian laki-laki, terkadang membebat
dadanya agar terlihat lebih rata dan menggunakan sesuatu di dalam pakaian
dalammnya sehingga menciptakan kesan berpenis. Butch yang berpakaian
maskulin seringkali lebih berperan sebagi seorang “laki-laki” baik dalam
suatu
hubungan
dengan
pasangannnya,
maupun
saat
berhubungan
seks.StoneButch seringkali dengan StrongButch dalam istilah untuk label
lesbian ini.
19
4) Femme
Merupakan seorang feminin yang takut terhadap laki-laki.Selain itu
femme adalah seseorang yang cenderung memamerkan kewanitaannya yang
sangat berlebihan dari sisi penampilan sebagai bentuk perayaan atau
feminitas. Lalu Femme cenderung gemar menunjukan kekuatan, dominasi dan
mistik dari sisi kewanitaannya.
2.3.3 Faktor menjadi lesbian
Menurut Nurkholis (2013), terdapat dua faktor yang menyebabkan seseorang
menjadi lesbian yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: (a)
Persepsi subjek, dimana subjek berfiir tidak akan jika berpacaran dengan sesama
perempuan, (b) dorongan –dorongan atau kecenderungan penyukan sesama jenis
yang sudah ada dalam diri subjek, (c)adanya kontrol yang lemah, dimana subjek
selalau terpengaruh keinginan-keinginan (ego)nya sendiri. Faktor eksternal yang
meliputi : (a)adanya pengalaman buruk yang dialami subjek, yaitu ejekan dari temanteman subjek sewaktu SMA, (c) sikap ayah yang terkesan membiarkan perilaku
subjek, walaupun sebenarnya ayah subjek tahu tenang perilakunya tersebut
(Reinforcement positif). (d) adanya pengalaman yang kurang menyenangkan terhadap
lawan jenis (e) adanya dukungan dari lingkungan social (reinforcement positif ), yaitu
subjek pernah ikut dalam suatu organisasi atau komunitas lesbian.
20
Dari sudut pandang psikologis, dalam teorinya, Sigmund freud, dikenal empat
fase perkembangan psikoseksual yakni fase oral, anal, phallic, dan genital.
Perkembangan perempuan dengan laki-laki mulai berebda pada tahap phallic. Pada
tahap phallic, erotogenic zones laki-laki adalah penis, sementara perempuan adalah
klitoris. Dikatakan bahwa objek pertama dari cinta dan identifikasi perempuan adalah
ibu.Perempuan melihat bahwa dirinya tidak berpenis, dan hanya memiliki klitoris,
sehingga mengalami castration anxiety.Perempuan yang tidak menolak kastrasi,
tetapi berusaha memenuhi kepuasan dari klitoris, menyebabkan adanya kemungkinan
kembali ke tahap klitoral aktif, yaitu sebagai lesbian.Hal ini diakibatkan karena
klitoris tidak dapat dengan mudah didesentisasi.
Antara fase phallic dan genital itulah terjadi proses identifikasi psikoseksual
anak, apakah dirinya laki-laki atau perempuan secara psikologis. Dikatakan bahwa
peran pola asuh orang tua sangat menentukan pembentukkan identitas psikoseksual
anak, sehingga harus ada keseimbangan peran antara ayah dan ibu dalam
hubungannya dengan si anak. Pada saat terjadi ketidakseimbangan peran antara ayah
dan ibu, si anak akan mengambil alih identitas psikoseksual yang tidak tepat.
Walaupun Freud mengakui bahwa dirinya tidak secara khusus mempelajari dan
menangani tentang tingkah laku yang menyimpang pada pasiennya, tetapi ia tetap
memiliki penekanan yang kuat pada penyebab psikologis dibandingkan penyebab
biologis munculnya lesbian.
21
Download