Lilik Kurniawan, S. Ked Yayan Akhyar Israr, S. Ked

advertisement
Authors :
Lilik Kurniawan, S. Ked
Yayan Akhyar Israr, S. Ked
Faculty of Medicine – University of Riau
Pekanbaru, Riau
2009
0 © Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk
PENDAHULUAN
Pneumonia, atau dalam bahasa awam disebut radang paru, merupakan jenis
penyakit yang menyebabkan masalah serius. Penyakit yang disebabkan infeksi kuman
ini, menyerang paru, dan menyebabkan berbagai gangguan organ pernapasan
tersebut. Kuman yang ada dalam paru ini bahkan dapat pula kemudian menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran darah, dan menyebabkan infeksi di seluruh tubuh yang
sangat berbahaya.1
Sebelum antibiotik ditemukan, satu dari tiga orang yang menderita Pneumonia
meninggal dunia karena penyakit infeksi ini. Di Amerika Serikat, lebih dari 3000
orang menderita Pneumonia setiap tahunnya, dan lebih kurang 1000 diantaranya
harus mendapatkan perawatan yang intensif di rumah sakit. Meskipun kebanyakan
dari penderita ini sembuh, diperkirakan 5% diantaranya akan meninggal dunia karena
penyakit ini. Pneumonia merupakan penyakit peringkat ke-6 sebagai penyebab
kematian di Amerika Serikat.2
Di Indonesia, penyebab yang paling umum dari pneumonia adalah bakteri
Streptococcus pneumoniae. Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini,
biasanya didapatkan suatu gejala tiba-tiba seperti menggigil, demam, dan produksi
dari suatu sputum yang berwarna karat (pekat). Infeksi menyebar ke dalam darah
pada 20%-30% dari kasus, dan jika ini terjadi 20%-30% dari pasien-pasien ini
meninggal dunia.3
1
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pneumonia adalah suatu peradangan pada paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.4 Penyakit
ini merupakan penyakit yang serius yang dapat mengenai semua umur terutama pada
bayi/ anak, usia lebih dari 65 tahun, dan orang dengan penyakit pemberat lain seperti
penyakit jantung kongestif, diabetes, dan penyakit paru kronis. Penyakit ini lebih
sering muncul pada musim dingin, perokok dan pria dibanding wanita.5
Gambar 1. Pneumonia pada dewasa.2
2
ETIOLOGI
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di
negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan
bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 % aspirat
paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
pneumonia pada umumnya disebabkan oleh virus.6 Etiologi pneumonia antara lain:4
1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
2. Virus
: Respiratory
syncytial
virus,
virus
influenza,
adenovirus,
cytomegalovirus.
3. Jamur
: Mycoplasma
pneumoces
dermatitides,
Coccidioides
immitis,
Aspergillus, Candida albicans.
4. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
Tabel 1. Penyebab penemonia dan kenapa bisa terjadi.7
Penyebab
Bakteri
Kenapa bisa terjadi ?
Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu, demam, atau
ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh. Sistem imunitas yang
lemah menjadi keadaan yang baik untuk bakteri berkembang biak di
paru, dan menimbulkan penyakit. Bermacam-macam bakteri dapat
menyebabkan pneumonia, yang tersering adalah Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus). Dapat disebarkan apabila orang yang
terinfeksi batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang
terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat menjadi lebih
3
serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus.
Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia. Contohnya
Virus
termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex, and respiratory
syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan antar manusia ke
manusia lain melalui batuk, bersin atau menyentuh objek dengan
tangan yang terkontaminasi yang berkontak dengan cairan dari orang
yang terinfeksi.
Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang
Jamur
paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/ lingkungan.
Aspirasi
Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran pernafasan,
menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.
Faktor Risiko
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi
untuk terkena pneumonia, yaitu antara :5
•
Usia lebih dari 65 tahun
•
Merokok
•
Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan
penyakit kronis lain.
•
Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan
emfisema.
•
Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan
penyakit jantung.
4
•
Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
•
Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan
sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
•
Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh
virus.5
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Berdasarkan anatomis,
pneumonia dibagi atas:4
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
Sedangkan klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dapat di lihat pada tabel
2 berikut ini :
Tabel 2. Klasifikasi klinik pneumonia:8
Tipe klinik
Epidemiologi
Pneumonia komunitas
Sporadis atau endemik; muda atau orang tua
Pneumonia nosokomial
Didahului perawatan di rumah sakit
Pneumonia rekurens
Terdapat dasar penyakit kronik paru
Pneumonia aspirasi
Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada gangguan
Pada pasien tranplantasi, penyakit keganasan,
Sistem imun
AIDS
5
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya
infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat
melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahanbahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempattempat lain, penyebaran secara hematogen.9 Mekanisme daya tahan traktus
respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari
susunan anatomis rongga hidung, jaringan limfoid di nasofaring, bulu getar yang
meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan
oleh sel epitel tersebut. Reflek batuk, refleks epiglotis yang mencegah terjadinya
aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring
kelenjar limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama
dari IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.1 Bila pertahanan tubuh tidak kuat
maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan
radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba
di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :9
6
A. Stadium (4–12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida, sehingga mempengaruhi
perpindahan gas dalam darah dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
7
C. Stadium III (3–8hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di
seluruh
daerah
yang
cedera
dan
terjadi
fagositosis
sisa-sisa
sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.
D. Stadium IV (7–11hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.9
DIAGNOSIS
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
-
Anamnesis
Gejala tersering dari pneumonia antara lain nyeri dada, nafas memendek,
nyeri saat bernafas, nadi dan pernafasan meningkat/ cepat, nausea, vomitus, diare,
dan batuk dengan sputum berwarna hijau, kuning dan berwarna karat. Kebanyakan
penderita demam (temperatur > 38 oC), walaupun pada lansia dapat menderita demam
dengan suhu yang lebih rendah.2
8
-
Pemeriksaan Fisik
Pneumonia dicurigai saat pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki (crackling
sounds) saat mendengar dengan stetoskop pada bagian dada. Dapat juga ditemukan
wheezing, atau suara nafas yang menjadi kasar pada beberapa daerah di dada.2
-
Pemeriksaan Penunjang
a) Rogent torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia
b) Leukosit>15.000/ul, dengan didominasi sel neutrofil
c) Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia dengan empiema
d) Pemeriksaan sputum kurang berguna
e) Biakan darah jarang positif (3 – 11%) kecuali untuk Pneumokokus dan H.
Influenzae (25 – 95%)
f) Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan
spesifisitas rendah.
g) Pemeriksaan serologis kurang bermanfaat.5
Gambar 2. Rogent torak PA penderita pneumonia.5
9
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan penderita pneumonia adalah menghilangkan infeksi
dan mencegah terjadinya komplikasi akibat infeksi tersebut. Penatalaksanaan
pneumonia didasarkan kepada organisme apa yang menyebabkan pneumonia tersebut
(disebut engan terapi empirik). Kebanyakan penderita membaik dengan terapi
empirik ini.5
Kebanyakan pasien dengan pneumonia ditatalaksana di rumah dengan
pemberian antibiotik-antibiotik oral. Penderita dengan faktor resiko untuk menjadi
lebih berat dapat ditatalaksana dengan perawatan di rumah sakit. Monitoring di
rumah sakit termasuk kontrol terhadap frekuensi denyut jantung dan pernafasan,
temperatur, dan oksigenisasi. Penderita yang dirawat di rumah sakit biasanya
diberikan antibiotik intravena dengan dosis dan pemberian yang terkontrol. Lamanya
hari perawatan di rumah sakit sangat bervariasi tergantung bagaimana respon
penderita terhadap pengobatan, apakah ada penyakit penyerta/ sebelumnya, dan
apakah ada masalah-masalah medis lainnya yang dapat memperberat pneumonia yang
dideritanya. Beberapa penderita, termasuk penderita yang sebelumnya menderita
kerusakan paru atau penyakit paru berat lainnya, penderita dengan imunitas menurun,
atau penderita dengan pneumonia yang mengenai lebih dari 1 lobus (disebut
multilobar pneumonia), dapat lebih lambat untuk membaik atau mungkin
membutuhkan perawatan lebih lama di rumah sakit.5
Berbagai macam regimen antibiotik tersedia untuk terapi pneumonia.
Pemilihan antibiotik mana yang baik digunakan bergantung pada banyak faktor,
termasuk :5
10
-
Penyakit penyerta/ sebelumnya
-
Terinfeksi dengan bakteri yang resisten antibiotik tertentu.
Penderita yang sebelumnya menggunakan antibiotik untuk terapi penyakit lain pada
tiga bulan terakir mempunyai faktor resiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi bakteri
yang resisten antibiotik tertentu. Untuk semua regimen antibiotik, penting untuk
menggunakan antibiotik tersebut sampai selesai dan sesuai dengan prosedur
penatalaksanaan.5
Diagnosis etiologi pneumonia sangat sulit untuk dilakukan, sehingga
pemberian antibiotik diberikan secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering
yaitu Streptococcus pneumonia dan H. influenza. Bila keadaan pasien berat atau
terdapat empiema, antibiotik adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral
diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun, dilanjutkan dengan pemberian per
oral selama 7 – 10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S.aureus,
kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan
cefazolin, klindamisin, atau vancomycin. Lama pengobatan untuk Stafilokokus
adalah 3 – 4 minggu.10
KOMPLIKASI
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi.
Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama penderita
yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor risiko) :5
11
•
Akumulasi cairan : cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah
dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest tube
(atau drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan.
•
Abses : pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut
dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun
jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnnya.
•
Bakteremia : Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru
masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi
dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain.
•
Kematian : walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia,
pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3 % penderita yang dirawat
di rumah sakit dan kurang dari 1 % penderita yang dirawat di rumah meninggal
dunia oleh peneumonia atau komplikasinya.5
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Leman M. Pneumonia : Musuh Spesial para Lanjut Usia. Disitasi dari :
http://leman.or.id/medicastore/pneumonia.htm, pada tanggal : 20 Agustus 2009.
Perbaharuan terakhir : Juni 2007.
2. Universuty
of
Michigan
Health
System.
Pneumonia.
Disitasi
dari
:
http://www.med.umich.edu/1libr/aha/aha_pneum_crs.htm, pada tanggal : 20
Agustus 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009.
3. Webmaster.
Pneumonia.
Disitasi
dari
:
http://www.infeksi.com/articles.php(?lng=in&pg=48.htm, pada tanggal : 22
Agustus 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3.
Jakarta: Infomedika Jakarta; 1995.1228-1235.
5. Bartlett JG, Marrie TJ, File TM. Pneumonia in Adult. Disitasi dari :
http://www.utdol.com/patients/content/topic.do(?)topicKey=~IULIBvWWVqokV
S.htm, pada tanggal : 22 Agustus 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2008.
6. Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan. Pemberantasan Penyakit ISPA. Nomor:
1537.A/MENKES/SK/XII/2002. Tanggal 5 Desember 2002. Jakarta : Departemen
Keseharan; 2002.
7. Reuters
T.
Pneumonia
in
Adult.
Disitasi
dari
:
http://www.pdrhealth.com/disease/disease-mono.aspx(?)contentFileName=
BHG01ID07.xml&contentName=Pneumonia+in+Adults&contentId=119.htm,
pada tanggal : 22 Agustus 2009. Perbaharuan terakhir : 2009.
8. Dahlan Z. Artikel: Pandangan Baru Pneumonia Atipik dan Terapinya. Bagian
Penyakit Dalam FK.UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Bandung :
FK UNPAD; 2007.
13
9. Webmaster. Bronkopneumonia. Disitasi dari : http://hsilkma.blogspot.com
/2008/03/bronkopneumonia.html, pada tanggal 14 Juni 2008. Perbaharuan
terakhir : Januari 2008.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Kesehatan Anak Edisi I. 2004.
Jakarta : IDAI; 2004.
14
© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk
Download