Pencemaran Udara Akibat Gas Buang Tungku

advertisement
I. PENDAHULUAN
1-1. Latar Belakang
lndonesia yang memiliki cadangan batubara yang cukup banyak,
ternyata masih mengimpor kokas untuk bahan bakar pada industri
pengewran logam baik di industri kecil rnaupun di industri menengah dan
besar. lmpor kokas ini akan sernakin meningkat dengan meningkatnya
pertumbuhan industri pengewran logam di lndonesia.
Pembuatan kokas dengan cara konvensional dilakukan dalam
tungku
sarang
tawon
(Beehive-oven)
dan
Coke-oven.
Cara
ini
rnernbutuhkan urnpan batubara yang bermutu tinggi ditinjau dari jurnlah
kandungan karbon dan kadar zat-zat volatil serta sifat coking nya (sifat
mengkokas).
Menurut Ambyo (1980), batubara Ombilin rne~pakan
batubara dengan jenis yang terbaik yang ada di lndonesia, namun ternyata
mutu kokas yang dihasilkan belum memenuhi syarat untuk pemakaian
pada tungku pengewran logam.
Batubara sebagai bahan baku kokas, terlebih dahulu dibuat
semikokas dengan cara membakar batubara sub-bituminous dari tambang
batubara Ombilin di Propinsi Sumatera Barat didalam tungku yang disebut
tungku sarang tawon (beehive oven). Tungku ini dibuat sejak tahun 1983
di Desa Bukit Gadang Kodya Sawahlunto oleh Pusat Pengembangan
Teknologi Mineral (PPTM) Bandung, kebetulan penulis sempat ikut dalam
percobaan perdananya pada tahun 1984.
Karena semikokas yang
dihasilkan tungku ini tidak memenuhi persyaratan kokas yang digunakan
sebagai bahan bakar pada tungku pengecoran logam, maka kegiatan
tersebut dihentikan setelah beroperasi selarna lebih kurang 2 tahun.
Sejak tahun 1998 BPPT bekejasama dengan PPTM Bandung dan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, mencoba meningkatkan
rnutu kokas Ornbilin tersebut dengan rnenggunakan sistem pengkokasan
dengan proses karbonisasi dua tingkat.
Setelah melalui serangkaian
perwbaan skala laboratoriurn, maka pada akhir tahun 1999 dibangun
tungku perwntohan kokas di Desa Batur Kecarnatan Ceper, Kabupaten
Klaten, Propinsi Jawa Tengah, dengan kapasitas produksi 500 kg per hari.
Desa Batur ini dipilih karena di sekitar daerah tersebut banyak industri kecil
dan rnenengah pengecoran logam yang membutuhkan dan akan menyerap
kokas yang dihasilkan.
Menurut Bambang (1998), untuk bisa menghasilkan kokas yang
mendekati persyaratan yang diperlukan untuk pengecoran logam,
digunakan cara pembuatan kokas dengan sistem double process. Pada
proses ini batubara Ombilin terlebih dahulu dibuat semi kokas pada tungku
sarang tawon (beehive), kemudian semikokas tersebut digerus (grinding)
serta diayak pada ayakan 3 mm. Selanjutnya semikokas halus dicampur
dengan aspal sebagai bahan pengikat kemudian dibriket dengan tekanan
250-300 kglcm2. Hasil pembriketan ini kemudian dibakar pada suhu diatas
900
OC
di dalam tungku yang disebut dengan tungku karbonisasi suhu
tinggi.
Dengan cara ini akan didapat jenis kokas yang memenuhi
persyaratan untuk digunakan pada tungku tungkik atau tungku untuk
melelehkan logam di industri pengecoran logam rakyat.
Karena dalam
proses pembuatan kokas tersebut, meliputi proses-proses pembakaran
batubara dan aspal dengan suhu tinggi, maka diperkirakan akan
menghasilkan gas pencemar atau emisi gas, yang beracun berupa gas-gas
yang mengandung NOx dan SOX serta logam berat yang terdapat dalam
umpan batubara dan aspal. Pada Gambar 1 dapat dilihat bagan pembuatan
kokas
berikut
energi
yang
dibutuhkan
dan
pencemaran
yang
diakibatkannya.
Upaya pengembangan pembuatan kokas tersebut tidak hanya
dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk saja, namun yang
paling penting adalah mengelola limbah atau pencemaran yang
ditimbulkannya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian gas-gas beracun
terutama logam berat yang dihasilkannya serta mengkaji sejauh mana
dampaknya terhadap lingkungan udara, baik di sekitar pabrik maupun di
sekitar Desa Batur.
7
Semi Kokas
Pulverizing
I
Serbuksernikokas
Pencampuran
Listrik
I
Pencairan
Aspal Cair
I
pf~--j+
Pernbriketan
n
Gas \
buang /
L,
Pernakaian
Kokas pada
Tungku Tungkik
,--
Gas '\ I
buang )
Gambar 1. Bagan Pernbuatan Kokas dengan Energi yang dibutuhkan dan
Pernakaian kokas pada pengecoran logarn serta Gas buang
yang ditirnbulkan
1-2. Perurnusan Masalah.
Pencemaran logarn berat terhadap lingkungan selain disebabkan
oleh panggunaan logam tersebut secara langsung, juga disebabkan oleh
oksidasi dan pembentukan garam logam tersebut sebagai hasil reaksi
kimia logam tersebut dengan senyawa lainnya. Dalam proses industri yang
memerlukan suhu tinggi seperti pembakaran batubara dan pemumian
minyak bumi atau biasa disebut kilang minyak, pembangkit tenaga listrik
baik dengan energi minyak, maupun batubara, dan pengecoran logarn
banyak mengeluarkan limbah yang mencemari lingkungan.
Hal ini
terutama terjadi pada logam-logam yang relatif mudah menguap dan larut
dalam air (berbentuk ion), sepetti arsen (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg)
'dan timah hitam (Pb). Demikian juga partikulat dan senyawa kimia lainnya
dapat mencemari udara dan lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pencemaran udara yang
ditimbulkan oleh industri pembuatan kokas untuk pengecoran logam, pada
Proyek Percontohan Pembuatan Kokas di desa Batur Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten. Pengamatan dilakukan tenrtama pada emisi gas buang
dan udara ambien di tungku kokas dan tungku tungkik.
1-2-1. Pencemaran Batubara.
Batubara merupakan bahan bakar atau sumber energi dari fosil
biologi. Batubara digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan kokas
untuk pengecoran atau peleburan logam.
Dalam pengolahan atau
pembakaran batubara menjadi kokas terjadi asap dan gas sebagai limbah
yang mencemari lingkungan.
Biasanya gas buang pada pembakaran
batubara mengandung logarn arsen (As), kadmium (Cd), timah hitam (Pb)
dan merkuri (Hg).
Menurut Kuhn dkk. (1980) dalarn Darmono (1995)
biasanya arsen, merkuri, kadmium dan tirnah hitam ditemukan dalam
bentuk sulfida baik organik maupun inorganik didalarn batubara dan minyak
burni. Jadi keberadaan logam berat ini tergantung juga dari tinggi atau
rendahnya konsentrasi sulfur didalam batubara atau minyak bumi tersebut.
Konsentrasi kandungan logam berat dalam batubara juga tergantung pada
sumber produksi atau daerah penambangannya.
Beberapa penelitian
menyatakan bahwa batubara muda seperti lignit dan sub-bituminous
ternyata mengandung logam berat dengan konsentrasi yang lebih rendah
dibandingkan batubara yang
lebih tua seperti bituminous ataupun
anthrasit, (Darmono 2001)
Kondisi dan tingkat pencemaran dari logam berat yang berasal dari
gas buang pada pembakaran sangat tergantung pada
a) Daya gabung (afinitas) dari logam yang terdapat dalam batubara
ataupun minyak dengan mineral lainnya.
b) Sifat-sifat fisik dan kimia serta tinggi rendahnya kandungan logam
tersebut dalam bahan bakar
c) Kondisi pembakaran (suhu tinggi).
Walaupun logam berat yang berbahaya tersebut kadarnya dalam
batubara dan minyak bumi sangat kecil, tetapi kekuatan untuk
menyebabkan keracunan terhadap linkungan sangat besar. Logam-logam
berat tersebut biasanya terikat dalam bentuk bahan organik dan fraksi
mineral. Kandungan logam berat dari gas buang pembakaran batubara dan
minyak mentah dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1, Kandungan As. Cd. Pb dan Hg dalam batubara dan minyak
mentah (pglg)
I NO.
(
~ o g a m(
Batubara
(
Minyak mentah
1
AS
0,34 - 130
0.0024 - 1.63
2
Cd
0,Ol -300
0,0300 - 2.10
3
Pb
0,70 - 220
0,0010 - 0.31
4
Hg
0,Ol - 1.6
0,014 - 30
Sumber, Pacyna (1987) dalam Darmono (1995)
1-2-2. Pencemaran Akibat Pembakaran Aspal
Aspal merupakan sisa atau buangan (residu) dari pemurnian minyak
mentah pada kilang minyak. Dari pemurnian minyak mentah tersebut
diperkirakan ada sekitar 30% kandungan logam berat dalam minyak
mentah terdapat dalam aspal tersebut (Smith dkk (1975) dalam Dannono
1995)
Pada penelitian ini aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat
(binderj adalah aspal dari kilang minyak Dumai. Propinsi Riau. Banyaknya
aspal yang digunakan adalah antara 7
- 10 % bobot bubuk semikokas.
Untuk mengetahui pencemaran udara oleh gas, partikel dan logam berat,
yang terdapat dalam aspal dilakukan pengamatan pada saat pembakaran
briket semikokas yang telah dicampur dengan aspal sebagai bahan
perekat.
Setiap minyak mentah akan berbeda kandungan logam beratnya
sesuai dengan asal atau sumber minyak mentah tersebut. Sebagai
gambaran dapat dilihat pada Tabel 2, tentang banyaknya logam berat yang
mencemari lingkungan di daratan Eropah akibat pembakaran batubara dan
pembakaran minyak di Eropah pada tahun 1979.
Tabel 2. Kandungan logam berat dari limbah penggunaan energi
batubara dan minyak di Eropah tahun 1979 (tonltahun)
Sumber
A.
Pembakaran Batubara
1. Energi Listrik
2. Pabrik
3.Rumah Tangga dan Komersial
B.
Pembakaran Minyak
1. Energi Listrik
2. Rumah Tangga dan Komersial
Kiterangan :
Sumber, Pacyna (1987) dalam Darmono (1995)
TT = Tidak tercatat
SR = Sangat rendah
Logam Berat
1-2-3. Dampak Kegiatan Terhadap Udara.
Pembakaran batubara dan aspal selain mengeluarkan logam berat
seperti Hg, Pb, Cd, dan As 'juga mengeluarkan senyawa-senyawa kimia
lain nya seperti CO, COz, SOz. SO3, NO, NO*, HNOl dan H2S04. Menurut
Endang
(1996)
pembakaran
batubara
menjadi
penyebab
utama
pencemaran lingkungan adalah emisi-emisi SOX. NOx dan partikel debu.
Ketiga jenis emisi tersebut secara langsung maupun tak langsung
menyebabkan kerugian bagi manusia dan lingkungan. Seperti penyebab
terjadinya perubahan cuaca, hujan asam, terhambatnya radiasi matahari,
terganggunya pertumbuhan tanaman dan terganggunya kesehatan
manusia, seperti penyaklit paru-paru dan pemafasan. Menurut Budoyo dan
Endang (1996), SO2 dengan kandungan 1500 pglm3stationer dalam 24 jam
dapat menimbulkan kematian. Pada 115 pg1m3 (rata-rata dalam 1 tahun)
atau konsentrasi 300 pg1m3 dalam 24 jam akan berakibat buruk pada
kesehatan. Biasanya gangguan yang ditimbulkan antara lain iritasi mata,
saluran pemafasan, pandangan kabur. Adanya NO2 pada konsentrasi 117
-
205 pg1m3 dalam waktu paparan 2
-
3 tahun dapat menyebabkan
bronchitis gawat. Pada konsentrasi 162 mglm3 dalam waktu paparan 30
menit, akan menimbulkan bisul-bisul berair pada paru-paru. Adanya partikel
debu akan mengendap di paw-paw dan menimbulkan berbagai gangguan
pemafasan. Pada tahun 1991 lebih dari 6% dari luas pulau Jawa sudah
merupakan daerah kritis, diperkirakan pada tahun 2021 daerah kritis
tersebut akan berkembang menjadi 38% dari luas pulau Jawa.
Dalam penelitian ini pengarnatan pencemaran udara difokuskan
pada pencemaran yang disebabkan partikulat dan logam berat yang
mungkin .ada selama proses pembakaran kokas dan pada saat kokas
tersebut digunakan untuk melelehkan logam di tungku tungkik.
Namun
pengamatan terhadap pencemaran bahan-bahan kimia beracun lainnya
tetap dilakukan untuk mendukung pengamatan terhadap keberadaan
logam berat tersebut.
1-3. Kerangka Pemikiran.
Pada percobaan pembuatan kokas, pencemaran yang terjadi
disebabkan oleh adanya emisi gas buang pada saat pembakaran briket
semi kokas menjadi kokas dan pada waktu penggunaan kokas sebagai
bahan bakar pada tungku pengecoran logarn. Mengingat bahwa di Desa
Batur Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten terdapat banyak sekali industri
kecil pengecoran logam dan jika tungku percontohan kokas berkembang
menjadi tungku kornersial, maka emisi gas buang yang timbul akibat
kegiatan industri ini akan semakin meningkat pada tahun-tahun yang akan
datang. Untuk mengantisipasi timbulnya peningkatan pencernaran udara
dan lingkungan didaerah ini, maka perlu dari sekarang dimulai pengamatan
dan penanganan dampak yang akan timbul.
1-4. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Melakukan analisis terhadap emisi gas buang yang timbul selama
proses pembakaran briket semikokas menjadi kokas
2. Melakukan analisis terhadap emisi gas buang yang terjadi selama
proses peleburan logam dengan menggunakan kokas dalam negeri
sebagai bahan bakar ditungku tungkik.
3. Meganalisis udara arnbien selama proses pembuatan kokas dan
pemakaiannya dilokasi pengecoran logam.
1-5. Manfaat Penelitian.
Manfaat penelitian ini antara lain adalah :
1. Hasil penelitian ini berguna untuk mengetahui besarnya pencemaran
yang terjadi selama proses pembuatan kokas.
2. Untuk
mengetahui
apakah
pemakaian
kokas
dalam
negeri
menyebabkan pencemaran yang tinggi atau rendah.
3. Hasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran apakah
pembangunan pabrik kokas yang komersial cukup aman terhadap
lingkungan.
1-6. Hipotesis.
1. Keberadaan tungku percontohan pembuatan kokas di Desa Batur
Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten,
menyebabkan terjadinya
pencemaran udara yang akan mengakibatkan penurunan kualitas udara
tersebut.
2. Penggunaan
kokas
produksi
dalam
negeri
dapat
memacu
pembangunan industri kecil dan menengah di Desa Batur Kecamatan
Ceper-Klaten, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Tetapi sebaliknya ha1 itii akan berdampak pada peningkatan
pencemaran udaranya.
Download