II. TINJAUAN PUSTAKA A. HIDROPONIK Menurut Lingga (1985), hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, berasal dari bahasa latin. Kata hydro yang artinya air dan ponics berarti pengerjaan. Sehingga definisi hidroponik adalah pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan, dimana budidaya tanaman dilakukan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Umumnya media tanam yang digunakan bersifat porous, seperti pasir, arang sekam, batu apung, kerikil, rockwool dan lain-lain. Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan. Rekayasa faktor lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang tepat dan mudah diserap oleh akar tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan normal (Astuti, 2003). Lingga (1985) menyatakan bahwa bercocok tanam secara hidroponik memberikan banyak keuntungan, diantaranya produktivitas tanaman lebih tinggi, kebersihan tanaman lebih terjamin sehingga terbebas dari hama dan penyakit, tanaman dapat tumbuh lebih cepat, penggunaan air dan nutrisi lebih efektif dan efisien, produksi hasil yang kontinyu, pengerjaan tanaman lebih mudah, kualitas tanaman lebih sempurna, tanaman dapat ditanam diluar musimnya, dapat tumbuh di tempat yang semestinya tidak cocok bagi tanaman, tidak ada resiko terkena banjir, erosi dan kekeringan serta penggunaan ruang lebih efisien sehingga keterbatasan ruang teratasi. Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari dan kelembaban udara yang diperlukan oleh tanaman selama masa pertumbuhannya, perlu dibangun greenhouse yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban udara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. 4 Berdasarkan penggunaan larutan nutrisinya, hidroponik digolongkan menjadi dua, yaitu hidroponik sistem terbuka dan hidroponik sistem tertutup. Pada hidroponik sistem terbuka, larutan nutrisi dialirkan ke daerah perakaran tanaman dan kelebihannya dibiarkan hilang. Sedangkan hidroponik sistem tertutup, kelebihan larutan nutrisi yang diberikan, ditampung dan disirkulasikan kembali ke daerah perakaran tanaman (Chadirin, 2007) dalam (Murniati, 2008). Saat ini dikenal 8 macam teknik hidroponik modern, yaitu Nutrient Film Technique (NFT), Static Aerated Technique (SAT), Ebb and Flow Technique (EFT), Deep Flow Technique (DFT), Aerated Flow Technique (AFT), Drip Irrigation Technique (DIT), Root Mist Technique (RMT) dan Frog Feed Technique (FFT). Hidroponik dengan Drip Irrigation Technique dikategorikan sebagai hidroponik sistem terbuka. Pada sistem Drip Irrigation Technique atau irigasi tetes biasanya digunakan media tanam sebagai tempat tumbuh dan penyangga akar tanaman, kemudian larutan nutrisi diberikan dengan meneteskannya pada daerah perakaran tanaman. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna, tidak mudah lapuk atau busuk. B. IRIGASI TETES Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Peranan irigasi dalam meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidakpastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik. Menurut Schwab et.al. (1981), metoda penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam irigasi permukaan (surface irrigation), 5 irigasi bawah-permukaan tanah (sub-surface irrigation), irigasi curah (sprinkler), dan irigasi tetes (drip atau trickle irrigation). Pemilihan metoda irigasi tersebut tergantung pada air yang tersedia, iklim, tanah, topografi, kebiasaan, dan jenis dan nilai ekonomi tanaman. Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metoda irigasi ini berkembang mulai tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an. Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari). Gambar 1. Profil Tanah Terbasahkan Irigasi tetes memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode irigasi lainnya, diantaranya meningkatkan nilai guna air, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil, meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian air dan nutrisi, menekan pertumbuhan gulma, serta menghemat tenaga kerja. 6 Namun ada beberapa kelemahan dalam irigasi tetes, yaitu penyumbatan pada penetes yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan biologi yang dapat mengurangi efisiensi kinerja sistem. Selain itu dapat terjadi penumpukan garam pada daerah yang tidak terbasahi dan pemberian air yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman akibat kurang dikontrol dengan baik dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Sistem irigasi tetes di lapangan umumnya terdiri dari jalur utama, pipa pembagi, pipa lateral, alat aplikasi dan sistem pengontrol seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2. 1. Unit utama (head unit) Unit utama terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter (saringan) utama dan komponen pengendali (pengukur tekanan, pengukur debit dan katup). 2. Pipa utama (main line) Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchlorida (PVC), galvanized steel atau besi cor dan berdiameter antara 7.5–25 cm. Pipa utama dapat dipasang di atas atau di bawah permukaan tanah. 3. Pipa pembagi (sub-main, manifold) Pipa pembagi dilengkapi dengan filter kedua yang lebih halus (80100 μm), katup selenoid, regulator tekanan, pengukur tekanan dan katup pembuang. Pipa sub-utama terbuat dari pipa PVC atau pipa HDPE (high density polyethylene) dan berdiameter antara 50 – 75 mm. 4. Pipa Lateral Pipa lateral merupakan pipa tempat dipasangnya alat aplikasi, umumnya dari pipa polyethylene (PE), berdiameter 8 – 20 mm dan dilengkapi dengan katup pembuang. 5. Alat aplikasi (applicator, emission device) Alat aplikasi terdiri dari penetes (emitter), pipa kecil (small tube, bubbler) dan penyemprot kecil (micro sprinkler) yang dipasang pada pipa lateral. Alat aplikasi terbuat dari berbagai bahan seperti PVC, PE, keramik, kuningan dan sebagainya. 7 Gambar 2. Komponen Irigasi Tetes C. GREENHOUSE Nelson (1978) mendefinisikan greenhouse sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya. Sehingga cahaya dapat masuk dan tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan antara lain curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang, keadaan suhu yang terlalu rendah/tinggi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dengan menggunkan greenhouse, suhu, kelembaban, cahaya, dan keperluan lain dari tanaman dapat diatur, sehingga tanaman dapat tetap menghasilkan di luar musimnya. Greenhouse pada mulanya berkembang di negara-negara subtropis dan daerah-daerah yang beriklim dingin. Awal mula greenhouse ini karena dibutuhkannya suatu alternatif untuk bercocok tanam yang tidak terganggu oleh iklim, terutama pada saat musim dingin yang tidak memungkinkan dalam melakukan kegiatan bercocok tanam. Prinsip dasar pembuatan greenhouse adalah pemerangkapan energi yang berasal dari radiasi surya. Struktur greenhouse berinteraksi dengan 8 parameter iklim disekitarnya dan menciptakan iklim mikro di dalamnya yang berbeda dengan parameter iklim di sekitar greenhouse. Hal ini disebut sebagai peristiwa greenhouse effect atau efek rumah kaca. Menurut Bot (1983) dalam Suhardiyanto (2009), greenhouse effect disebabkan oleh dua hal yaitu : 1. Pergerakan udara di dalam greenhouse yang relatif sangat sedikit atau cenderung stagnan. Karena struktur greenhouse yang tertutup dan laju pertukaran udara di dalam greenhouse dengan lingkungan luar sangat kecil. Hal ini menyebabkan suhu udara di dalam greenhouse cenderung lebih tinggi daripada di luar. 2. Radiasi matahari gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse melalui atap diubah menjadi radiasi gelombang panjang. Radiasi gelombang panjang ini tidak dapat keluar dari greenhouse dan terperangkap di dalamnya. Hal ini menimbulkan greenhouse effect yang menyebabkan meningkatnya suhu udara di dalam greenhouse. Menurut Boutet dan Terry (1987) dalam Suhardiyanto (2009), radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam greenhouse diubah menjadi gelombang panjang karena melewati bahan penutup, yaitu atap dan dinding serta dipantulkan oleh lantai maupun bagian konstruksi greenhouse. radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam greenhouse menyebabkan naiknya suhu udara di dalam greenhouse. Gambar 3. Greenhouse Effect 9 Pada awalnya kegunaan greenhouse hanya sebagai tempat bercocok tanam pada musim dingin. Namun penggunaan greenhouse berkembang pula pada daerah-daerah tropis. Greenhouse pada daerah-daerah tropis lebih berfungsi sebagai tempat budidaya tanaman dan melindungi tanaman dari pengaruh keadaan lingkungan yang kurang baik, seperti tiupan angin kencang, radiasi matahari yang terlalu panas bagi tanaman, terpaan hujan, serta melindungi tanaman dari serangga dan penyakit. Disamping itu, penggunaan greenhouse pada daerah tropis juga bertujuan untuk mempermudah dalam pengendalian parameter-parameter lingkungan yang mempengaruhi tanaman, sehingga kondisi lingkungan mikro tanaman dapat diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, penggunaan greenhouse pada daerah tropis akan mampu meningkatkan mutu dan produktifitas tanaman. D. LINGKUNGAN MIKRO TANAMAN Lingkungan mikro tanaman dalam greenhouse meliputi suhu udara, kelembaban, cahaya matahari, aliran udara (angin), serta media tanam sebagai tempat tanaman memperoleh air dan nutrisi untuk tumbuh. Kondisi lingkungan mikro tanaman sangat berpengaruh dan menjadi faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman selama masa budidaya. Pada budidaya yang dilakukan dalam greenhouse, kondisi dari parameter-parameter tersebut dapat di kendalikan guna memperoleh kondisi yang optimum serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman yang dibudidaya dapat memberikan hasil yang baik. 1. Radiasi Matahari Cahaya matahari memegang peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Proses fotosintesis yang merupakan proses utama yang terjadi pada tanaman tidak akan dapat berlangsung tanpa adanya energi yang diperoleh dari cahaya, dalam hal ini yaitu cahaya matahari. Dalam proses fotosintesis cahaya dimanfaatkan oleh klorofil yang terdapat pada daun dan sebagian lain tubuh tanaman. Cahaya matahari 10 yang diperoleh tanaman akan digunakan sebagai sumber energi bagi reaksi fotosintesis yang merubah CO2 dan air (H2O) menjadi O2 dan karbohidrat (C6H12O6). Hasil fotosintesis ini kemudian digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman. Bagian spektrum PAR (Photosynthetically Active Radiation) yang paling potensial dalam fotosintesis adalah spektrum biru (0.41 nm – 0.51 nm). Penurunan intensitas cahaya, khususnya spektrum biru menyebabkan penurunan kadar ATP dan NADPH2, sehingga laju fotosintesis akan berkurang. Peningkatan intensitas cahaya dapat meningkatkan kecepatan fotosintesis. Salah satu komponen yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah titik kompensasi cahaya. Pada saat tanaman ditempatkan pada lingkungan yang mempunyai intensitas cahaya sebanding atau lebih rendah daripada titik kompensasi cahaya, pertumbuhan akan terhenti dan tanaman akan mati dalam periode waktu yang pendek (Briggs and Calvin, 1987) dalam (Rinaldi, 2006). 2. Suhu Udara Menurut Handoko (1995), panas merupakan suatu bentuk energi yang dikandung oleh suatu benda. Sedangkan suhu mencerminkan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul. Suhu merupakan ukuran panas dan dingin dari suatu benda. Suhu udara sangat berpengaruh bagi proses-proses yang terjadi pada tanaman seperti proses fotosintesis, transpirasi dan respirasi. Suhu udara yang optimum sangat diperlukan bagi tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Tanaman memerlukan suhu udara optimum yang berbeda-beda (Tiwari dan Goyal, 1998) dalam (Rinaldi, 2006). Menurut Hanan et al. (1978), garis lintang merupakan faktor utama yang mempengaruhi suhu greenhouse. Faktor lain adalah ketinggian matahari, kondisi topografi yang mempengaruhi pergerakan angin dan panjang hari. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses fisik dan kimiawi tanaman dan selanjutnya mengendalikan proses biologi dalam tanaman. 11 Setiap tanaman memiliki kebutuhan suhu optimum yang berbedabeda. Tabel 1 dibawah memperlihatkan kisaran suhu yang sesuai bagi beberapa macam tanaman. Tabel 1. Kisaran Suhu yang Sesuai Bagi Tanaman Jenis Kisaran Suhu Biji benih 18 – 32 Setek tanaman 18 – 24 Tanaman sukulen 15 – 21 Jenis paku-pakuan 15 – 21 Kaktus liar 15 – 21 Berbagai jenis palm 15 – 21 Sumber : Rinaldi (2006) 3. Kelembaban Udara Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif), maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dengan tekanan uap aktual (Handoko, 1995). Jumlah uap air dalam udara diukur pada skala kelembaban relatif (Relative Humidity) dengan satuan % (persen). Nilai kelembaban relatif sebesar 0 % menunjukkan bahwa udara benar-benar kering, sedangkan apabila kelembaban relatif mencapai 100 % berarti udara memilki uap air jenuh. Pada umumnya tanaman akan mengalami gejala-gejala tertentu apabila kelembaban udara yang tersedia terlalu tinggi ataupun terlalu 12 rendah. Apabila kelembaban udara terlalu rendah daun-daun akan layu dan terlihat tanda-tanda mengering pada ujung daun tanaman, tunas-tunas berguguran dan bunga cepat layu. Sedangkan kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan pembusukan pada bagian-bagian tertentu yang akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, kondisi kelembaban yang optimal sangat dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. 4. Kecepatan Angin Menurut Handoko (1995), dalam bentuk yang sederhana, angin dapat dibatasi sebagai gerakan horizontal udara relatif terhadap permukaan bumi. Batasan ini berasumsi bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah (kurang dari 1 m/s) akibat diredam oleh gaya grafitasi bumi. Sedangkan arah angin dibatasi sebagai arah asal angin tersebut berhembus atau lawan arah dari gerakan udara. Jika ditinjau secara mikro, angin penting artinya dalam proses pertukaran udara khususnya oksigen dan karbondioksida dari dan ke lingkungan. Angin terjadi karena adanya gaya-gaya yang timbul akibat dari perbedaan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara ini disebabkan oleh perbedaan suhu. Udara dengan suhu tinggi akan mengembang dan bergerak ke atas sehingga tekanannya menjadi lebih rendah dari sekitarnya. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gradien tekanan yang memicu terjadinya angin. Semakin tinggi perbedaan tekanan, maka pergerakan udara pun semakin cepat. Angin merupakan pengantar yang sangat efektif dalam proses pemindahan energi dan massa secara konveksi. Laju pemindahan gas-gas di udara khususnya di sekitar tajuk tanaman sangat ditentukan oleh kecapatan angin. Menurut Esmay dan Dixon (1986), kecepatan angin sebesar 0.1 – 0.25 m/s yang mengenai permukaan daun akan memudahkan daun menangkap CO2. Pada kecepatan angin 0.5 m/s, CO2 yang ditangkap akan berkurang. Pada kecepatan angin sebesar 1.0 m/s akan 13 menghambat pertumbuhan dan pada kecepatan angin diatas 4.5 m/s akan terjadi kerusakan proses fisik tanaman. 5. Air dan Media Tanam Media tanam merupakan tempat akar tumbuh menyangga tubuh tanaman dan sebagai tempat untuk memperoleh air dan nutrisi. Media tanam harus memenuhi persyaratan, antara lain dapat menyerap dan menghantarkan air dengan mudah, tidak mempengaruhi pH air, tidak berubah warna dan tidak mudah lapuk atau busuk. Media tanam ini terbagi menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan media tanam organik. Media tanam anorganik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya berasal dari benda mati, tidak menyediakan nutrisi bagi tanaman, mempunyai pori-pori makro dan mikro yang seimbang sehingga aerasi cukup baik dan tidak mengalami pelapukan dalam jangka pendek. Media tanam anorganik diantaranya adalah pasir, kerikil alam, kerikil sintetik, batu kali, batu apung, pecahan bata/genting, perlit, zeolit, spons dan rockwool. Media tanam organik adalah media tanam yang sebagian besar komponennya terdiri dari organisme hidup, seperti bagian-bagian tanaman (daun, batang, kulit kayu). Media tanam organik umumnya memiliki poripori makro dan mikro yang seimbang, sehingga sirkulasi udaranya cukup baik dan daya serap airnya cukup tinggi. Bahan organik ini akan mengalami pelapukan, sehingga terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan CO2, H2O, dan mineral (Astuti, 2003). Media tanam organik yang sering digunakan adalah arang sekam. Arang sekam adalah arang sekam bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pembakaran sekam yang tidak sempurna. Media tanam yang baik adalah media yang dapat membuat zat hara tetap tersedia, kelembaban terjamin dan drainase baik. Menurut Villareal (1980), perkembangan akar dan penyerapan hara dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu media. Apabila suhu media kurang dari 15°C atau lebih dari 30°C dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu 14 bahan-bahan yang mudah terurai juga tidak dianjurkan penggunaannya karena bahan tersebut akan mudah rusak strukturnya dan ukuran pertikelnya akan mengecil dan kemudian memadat. Kondisi ini menyebabkan aerasi yang sulit bagi akar tanaman. E. EVAPOTRANSPIRASI Menurut Hansen et.al. (1992), evapotranspirasi merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan peristiwa penguapan air dari tanah, permukaan air, atau dari permukaan daundaun tanaman. Sedangkan transpirasi adalah air yang memasuki daerah perakaran tanaman dan digunakan tanaman untuk membentuk jaringanjaringan tubuh tanaman, kemudian menguap dan dilepaskan oleh daun-daun tanaman ke atmosfer. Evapotranspirasi tanaman merupakan kebutuhan air tanaman yang dibatasi sebagai kedalaman air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang optimal dalam keadaan bebas penyakit, tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air tanah dan kesuburan serta lingkungan sekitarnya. Besarnya evapotranspirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Kondisi areal pertanaman seperti jenis dan sifat tanah, keadaan topografi dan luas areal penanaman, juga mempengaruhi besar kebutuhan air tanaman (Doorenbos dan Pruitt, 1977) dalam (Astuti, 2003). Evapotranspirasi dipengaruhi oleh temperatur, pelaksanaan pemberian air, panjangnya musim tanam, presipitasi dan faktor lainnya. Volume air yang ditranspirasikan oleh tanam-tanaman tergantung kepada dimana air dibuang, dan juga temperatur dan kelembaban udara, gerakan angin, intensitas dan lamanya sinar matahari, tahapan perkembangan tanaman, jenis dan keadaan alami daun-daunan (Hansen et.al., 1992). Dalam penentuan nilai evapotranspirasi, terdapat dua istilah yaitu evapotranspirasi potensial (ETp) dan evapotranspirasi aktual (ETa). Evapotranspirasi aktual adalah jumlah total air yang menguap secara aktual dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi ataupun transpirasi. Sedangkan evapotranspirasi potensial merupakan kemampuan atmosfer untuk 15 menguapkan air dari suatu permukaan baik berasal dari proses evaporasi maupun transpirasi. Adapun hubungan dari evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial dapat dirumuskan sebagai berikut. ETa = Kc * ETp ..... (1) Dimana ETa : evapotranspirasi aktual (mm/hari), Kc : koefisien tanaman, dan ETp : evapotranspirasi potensial (mm/hari). Koefisien tanaman ditentukan berdasarkan evapotranspirasi potensial (ETp) yang terjadi pada setiap jenis tanaman. Besarnya Kc bervariasi tergantung pada tingkat pertumbuhan tanaman, panjang masing-masing tingkat pertumbuhan dan kondisi iklim. Dalam menentukan nilai evapotranspirasi potensial (ETp), terdapat banyak metode yang dapat digunakan, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Hargreaves. Model Hargreaves merupakan model yang paling sederhana untuk diaplikasikan dalam penentuan nilai evapotranspirasi standar. Model ini hanya memerlukan dua buah parameter lingkungan yaitu temperatur udara dan radiasi matahari. Adapun model Hargreaves tersebut sebagai berikut. ETp = 0.0135 ( Tmean + 17.78 ) Rs Dimana ETp : ..... (2) evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (Langleys/hari). Untuk mempermudah dalam perhitungan, Rs perlu dikonversi dalam satuan radiasi surya yaitu MJ/m2/hari. Sehingga persamaan tersebut menjadi sebagai berikut. ⎛ 238.8 ETp = 0.0135(Tmean + 17.78)R s ⎜⎜ ⎝ 595.5 − 0.55Tmean Dimana ETp : ⎞ ⎟⎟ ⎠ ..... (3) evapotranspirasi potensial (mm/hari), Tmean : suhu udara rata-rata (ºC) dan Rs : radiasi surya (MJ/m2/hari). F. SISTEM MONITORING Monitoring merupakan bagian dari pengamatan, pengumpulan informasi, pengawasan dan tindak lanjut. Secara definisi, monitoring adalah 16 pengamatan dan pengawasan dalam suatu kegiatan dalam hubungan dengan hasil dan pengaruhnya (Rinaldi, 2006). Beberapa tujuan dari monitoring yaitu untuk meyakinkan bahwa masukan dan keluaran telah berjalan sesuai dengan perencanaan, membuat dokumen tentang kegiatan masukan, aktivitas dan hasil, serta menjaga deviasi dari tujuan awal dan hasil yang diharapkan. Monitoring dapat diartikan sebagai kegiatan mengamati dan mengawasi yang dilakukan secara terus menerus untuk memastikan bahwa pengadaan atau penggunaan input, hasil yang ditargetkan dan tindakantindakan lainnya yang diperlukan dilaksanakan sesuai dengan rencana. Monitoring juga merupakan kegiatan yang teratur dan berkesinambungan dan dilakukan pada waktu suatu kegiatan sedang berlangsung sehingga sebenarnya monitoring adalah evaluasi di saat kegiatan sedang berlangsung. Sistem monitoring adalah sebuah sistem yang melakukan kegiatan monitoring atau pemantauan. Secara umum, sistem ini juga dapat digunakan untuk mengendalikan objek lain. Sistem monitoring merupakan bagian dari sistem pengendalian objek dari jarak jauh yang dinamakan sistem teleoperasi. Teknologi teleoperasi, atau sering disebut teleotomasi, merupakan teknologi yang berhubungan dengan interaksi antar manusia dengan sistem secara otomatis jarak jauh. Sistem yang dikendaliakan pada teknologi tersebut dapat bermacam-macam, antara lain robot, kamera, kendaraan, sensor-sensor, atau perangkat lain (Rinaldi, 2006). G. INTERNET Internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang menggunakan protokol TCP (Transmission Control Protocol) atau IP (Internet Protocol) yang saling terhubung, sehingga pengguna pada suatu jaringan dapat mengunakan layanan jaringan yang disediakan oleh TCP/IP untuk mencapai jaringan lain (Malkin et. al., 1981) dalam (Rinaldi, 2006). Pada awalnya, Internet digunakan sebagai jaringan komunikasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Jaringan komunikasi ini dibentuk pada tahun 1968 dengan nama ARPANET (Advance Research Project Agency). Pada saat itu ARPANET dapat menghubungkan empat komputer di 17 kota yang berbeda. Proyek APARNET ini merancang bentuk jaringan, kehandalan, dan volume informasi yang dapat dipindahkan. ARPANET dibentuk di empat universitas besar di Amerika, yaitu Stanford Research Institute, University of California di Santa Barbara, University of California di Los Angeles, dan University of Utah. ARPANET terakhir diperkenalkan secara umum pada akhir tahun 1972. Dengan berakhirnya perang dingin antara Amerika dan sekutunya dengan Uni Soviet, seluruh jaringan yang tercakup di ARPANET diubah menjadi TCP/IP dan selanjutnya menjadi cikal bakal dari internet. H. FIELD SERVER Field sever (FS) merupakan alat untuk memonitor parameter lingkungan secara otomatis yang terdiri dari komponen utama antara lain Web-Server, ADC (Analog to Digital Converter), DAC (Digital to Analog Converter), wireless LAN module dan multi-sensor yang terdiri dari sensor suhu udara, Relative Humidity (RH), radiasi surya dan CCD camera. Field server biasa digunakan dalam observasi lahan, monitoring parameter lingkungan, tanaman ataupun hewan. Bagian bagian utama dan fungsi masing-masing komponen dari Field Sever yaitu sebagai berikut : 1. Web-Server Web-Server merupakan CPU (Central Processing Unit) bagi Field Server. CPU berfungsi untuk menerima data-data yang terbaca oleh sensor dan mengolahnya. Bentuk data yang dapat diolah oleh CPU ini harus berupa data digital. Data digital tersebut selanjutnya dapat di transfer melalui Wireless LAN module. Web-Server memiliki IP address sebagai akses pengalamatan. IP address inilah yang digunakan untuk mengakses data digital yang tersimpan dalam Web-Server. Sedangkan Wireless LAN module berperan sebagai jalur akses bagi data tersebut 2. ADC (Analog to Digital Converter) ADC adalah komponen elektronik yang berfungsi untuk mengkonversi data analog menjadi data digital. Parameter lingkungan yang terbaca oleh 18 sensor masih merupakan data analog. Data analog yang dihasilkan oleh sensor tersebut terlebih dahulu diubah menjadi data digital agar data tersebut dapat diolah oleh CPU. Untuk mengkonversi data analog tersebut maka digunakanlah ADC. 3. DAC (Digital to Analog Converter) DAC adalah komponen elektronik yang berfungsi untuk mengkonversi data digital menjadi data analog. DAC biasanya digunakan untuk mengaktifkan aktuator dalam melakukan aksi pada suatu sisterm kontrol. 4. Wireless LAN module Wireless LAN module merupakan alat untuk menghubungkan field server dengan jaringan nirkabel LAN (Local Area Network). Jaringan ini yang selanjutnya digunakan dalam pertukaran data. 5. Multi-sensor Sensor adalah alat untuk mendeteksi parameter lingkungan. Parameter lingkungan yang terukur akan mempengaruhi tegangan keluaran sensor dengan pola tertentu. Tengangan keluaran sensor ini merupakan data analog yang selanjutnya dikonversi oleh ADC menjadi data digital. 6. CCD Camera CCD Camera digunakan untuk memantau objek yang diamati oleh field server secara visual. Kamera ini akan menangkap secara aktual apa yang sedang diamati dan menampilkannya dalam bentuk image maupun video. Field server yang telah siap dipasang di dalam greenhouse, dengan arah kameranya ditujukan kepada tanaman. Data yang diperoleh dari sensor yang ada kemudian melalui wireless LAN dan router dikirim dari jaringan lokal ke internet. Kemudian data diakses melalui web page maupun data viewer. Selain itu data yang tersimpan dari web server dapat di download melalui HTTP post maupun FTP. Dengan Field server ini parameter lingkungan mikro tanaman di dalam greenhouse akan dapat termonitor secara on-line dan dapat diakses kapanpun dan dimanapun sehingga kondisi tanaman akan selalu terpantau. 19 I. BUDIDAYA TOMAT Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan tanaman sayurmayur yang terkenal di dunia dan mengandung nilai gizi dan vitamin-vitamin yaitu vitamin A dan C yang dapat membantu penyakit kekurangan vitamin di negara yang sedang berkembang. Tomat dapat memberikan pendapatan yang tinggi bagi petani untuk setiap hektarnya, terutama jika hasil panennya terjual secara efisien (Villareal, 1980). Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) berasal dari dataran Amerika Latin yaitu daerah sekitar Peru dan Equador kemudian menyebar ke seluruh bagian daerah tropis Amerika. Penyebaran tanaman tomat ke benua Asia dimulai dari Philipina melewati jalur Amerika Selatan. Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut (Trisnawati dan Setiawan, 2002): Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas (Class) : Dicotyledoneae Bangsa (Ordo) : Tubiflorae Suku (Famili) : Solanaceae Marga (Genus) : Lycopersicon atau Lycopersicum Jenis (Spesies) : Lycopersicum esculentum Mill. Gambar 4. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tanaman tomat termasuk tanaman setahun (annual) yang berarti umur tanaman ini hanya untuk satu kali periode panen. Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dengan panjang tanaman bisa mencapai 2 m. Batang tomat 20 cukup kuat walaupun tidak sekeras tanaman setahun. Warna batang hijau dan berbentuk persegi empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus (Trisnawati dan Setiawan, 2002). Tanaman tomat memiliki daya penyesuaian yang cukup luas terhadap lingkungan tumbuhnya. Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 01250 m dpl (diatas permukaan laut), dan tumbuh optimal di dataran tinggi (>750 m dpl), sesuai dengan jenis atau varietas yang diusahakan dengan suhu siang hari sekitar 24 °C dan malam hari antara 15 °C – 20 °C. Pada temperatur tinggi (diatas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur yang tidak tetap (tidak stabil) warna buah tidak merata. Temperatur ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah antara 24 °C – 28 °C. Kelembaban relatif ideal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 80%. Curah hujan antara 750-125 mm/tahun, dengan irigasi yang baik. Hal yang penting pada pembudidayaan tomat ini adalah media tanam yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik. Sirkulasi udara dan tata air dalam tanah yang baik serta memiliki pH antara 5 sampai 6. . . 21