BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian ini mengkaji tentang akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) dalam bidang audit. Tersedianya laporan keuangan suatu perusahaan berbasis IFRS tidak serta merta membuat para stake holder (investor, penyedia kredit maupun pemerintah) percaya akan kinerja perusahaan tersebut, harus terdapat opini audit wajar tanpa pengecualian sehingga orang lain dapat percaya akan kinerja yang sesungguhnya terhadap suatu perusahaan. Akuntan publik ataupun auditor memegang peranan penting dalam menilai laporan keuangan, apakah sudah sesuai dengan standar atau tidak. Para auditor juga dituntut untuk memiliki skill lain yakni professional judgement guna meningkatkan eksistensi dan integritasnya melihat sangat pesatnya persaingan di pasar global menjelang AFTA 2015 ini. Oleh karena itu, semua auditor harus memahami dengan baik apa yang ditentukan IFRS ini. Berdasarkan Teori Regulasi, dalam proses pembentukan sebuah standar akuntansi tidak terlepas dari para regulator atau badan pembentuk standar itu sendiri. Para ahli teori menyatakan bahwa hampir tanpa kecuali regulasi itu terjadi sebagai reaksi terhadap suatu krisis yang tidak dapat di identifikasi. Dan pembentukan regulasi tersebut terkait dengan beberapa kepentingan. Kepentingan tersebut terkait dengan konsekuensi yang akan diterima pengguna, atas pembentukan dari suatu regulasi. Standar akuntansi keuangan yang baru yakni 1 IFRS juga ditujukan untuk menciptakan suatu regulasi yang dapat memenuhi semua kebutuhan setiap pengguna. 2.1.1 Teori Motivasi Menurut Gibson (2004: 94) motivasi adalah konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai dan dapat mengarahkan perilaku orang tersebut. Moekijat (2005: 5) memaparkan bahwa motivasi mempunyai arti yang sama, yakni suatu daya pendorong atau perangsang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dalam diri seseorang dipandang sebagai suatu kekuatan tanpa memperhitungkan adanya kelemahan dan faktorfaktor lain yang ada dalam setiap individu. Terdapat dua sumber motivasi menurut Moekijat, yaitu: motivasi intern dan motivasi ekstern. Motivasi intern semua menyangkut motivasi dari dalam yaitu motif seseorang berperilaku atas dorongan diri sendiri, yang mempertimbangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam seorang individu dan kebutuhannya serta keinginannya. Motivasi ekstern yaitu motivasi dan dorongan yang bersumber dari luar, yaitu: gaji, kondisi kerja dan kebijaksanaan perusahaan, serta masalah-masalah pekerjaan, seperti: penghargaan, promosi dan tanggung jawab (Moekijat, 2002:9). Menurut Hasibuan (2003:103) teori motivasi dikelompokkan atas dua teori besar, yaitu: 1) Teori Proses (Process Theory) Teori ini berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu” agar setiap individu bekerja giat sesuai keinginan pimpinan. Bila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, maka hasilnya akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai tercermin dari bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Proses motivasi berkaitan dengan usaha untuk menjabarkan atau menterjemahkan motivasi kearah suatu perilaku tertentu yang diharapkan. Dalam kaitan dengan teori Motivasi Proses, dikenal ada tiga teori, yaitu: a. Teori Harapan ( Expectancy Theory ) b. Teori Penguatan ( Reinforcement Theory) c. Teori Keadilan 2) Teori Kepuasan (Content Theory) Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan, dan kepuasan materiil maupun non materiil dari apa yang diperoleh dari pekerjaannya. Termasuk dalam teori motivasi kepuasan, yaitu: a. ‘Maslow’s Need Hierarchy Theory Menurut Maslow, manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang klasifikasinya pada lima tingkatan atau hierarki, yaitu: (1) Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang meliputi rasa lapar, rasa haus, kebutuhan akan perlindungan, kebutuhan seks dan kebutuhan fisiologis lainnya. (2) Kebutuhan akan rasa aman dan proteksi dari gangguan fisik dan emosi. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang meliputi: kasih sayang, rasa memiliki dan dimiliki, penerimaan dan persahabatan. (3) Kebutuhan harga diri yaitu kebutuhan yang meliputi: harga diri internal seperti menghormati diri sendiri, otonomi dan usaha untuk mencapai hasil. Harga diri eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. (4) Kebutuhan aktualisasi atau perwujudan diri yaitu kebutuhan yang digambarkan dengan dorongan untuk menjadi apa yang diinginkan seseorang meliputi: pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan pemenuhan kebutuhan seseorang. b. Herzberg’s Two Factors Motivation Theory Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. Disebut juga Teori Motivasi Dua Faktor atau Teori Motivasi Kesehatan atau Faktor Higienis. c. Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory Menurut teori ini terdapat tiga kelompok kebutuhan yang utama, yakni: (1) Kebutuhan akan keberadaan (Existency Needs) (2) Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs) d. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory Teori ini disebut juga dengan teori motivasi prestasi yang dikemukakan oleh David Mc. Clelland. Teori ini menggolongkan tiga jenis kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja, yakni: (1) Kebutuhan akan prestasi ( Need of Achievement ) (2) Kebutuhan akan afiliasi (Need of Affiliation) (3) Kebutuhan akan kekuasaan (Need of Power) e. Teori Motivasi Claude S. George Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan dia bekerja, seperti: upah yang layak, kesempatan untuk maju, pengakuan sebagai individu, keamanan kerja, tempat kerja yang baik, penerimaan oleh kelompok, perlakuan yang wajar, dan pengakuan atas prestasi. Teori motivasi kepuasan menyimpulkan bahwa orang akan bersemangat dalam bekerja karena adanya dorongan kebutuhan, baik materiil maupun immaterial. Kebutuhan tersebut dapat diklasifikasikan dalam lima tingkatan, dimulai pada kebutuhan yang paling dasar dan jika kebutuhan tersebut sudah terpenuhi maka akan beralih ke tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi. Terdapat berbagai alasan bagi auditor untuk memenuhi segala kebutuhan dan alasan itu mendorong auditor berbuat guna pemenuhan kebutuhannya. Apabila dorongan dirasa kuat maka kerja yang ditimbulkan akan tinggi. Sebaliknya, jika dorongan itu dirasa rendah maka motivasinya akan rendah. Jadi berdasarkan uraian diatas, motivasi kerja seorang auditor merupakan dorongan dalam diri seorang auditor untuk dapat bekerja dan mencapai prestasi kerja yang tinggi, baik dalam hal meningkatkan kecerdasan dalam memahami IFRS maupun meningkatkan pengalaman kerja khususnya dalam bidang audit. Hal tersebut dapat dicapai antara lain dengan enam aspek yang termasuk dalam ciri-ciri karyawan yang memiliki motif kerja yang unggul, yaitu: (1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi termasuk disini adalah memenuhi target pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya. (2) Berani mengambil dan memikul resiko sehingga seseorang akan berupaya menyelesaikan pekerjaan dengan teliti tanpa terjadi kesalahan dan meminimalkan risiko yang terjadi. (3) Memiliki tujuan yang realistik. (4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh serta berupaya mematuhi prosedur kerja yang ada dan berjuang untuk merealisasi tujuan. (5) Memanfaatkan umpan baik yang konkret dalam semua kegiatan yang dilakukan. (6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Enam aspek tersebut yang kiranya menunjukkan seorang karyawan yang memiliki motif kerja yang unggul. 2.1.2 Standar Akuntansi Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan. Oleh karena itu, standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan informasi kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan berkembang sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat. Belkaoui (2006) mengemukakan alasan pentingnya standar akuntansi yang baku, sebagai berikut: 1) Dapat menyajikan informasi tentang informasi keuangan, prestasi, dan kegiatan perusahaan. Informasi yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang lazim diharapkan mempunyai sifat yang jelas, konsisten, terpercaya dan dapat diperbandingkan. 2) Memberi pedoman dan peraturan bekerja bagi akuntan agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan hati-hati, independen, dan dapat mengabdikan keahliannya dan kejujurannya melalui penyusunan laporan akuntansi setelah melalui pemeriksaan akuntan. 3) Memberikan data base kepada pemerintah tentang berbagai informasi yang dianggap penting dalam perhitungan pajak, peraturan tentang perusahaan, perencanaan dan peraturan ekonomi, dan peningkatan efesiensi ekonomi dan tujuan-tujuan makro lainnya. 4) Dapat menarik parah ahli dan praktisi di bidang teori dan standar akuntansi. Semakin banyak standar yang dikeluarkan, semakin banyak kontroversi dan semakin bergairah untuk berdebat, berpolemik dan melakukan penelitian. 2.1.3 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. PSAK digunakan sebagai pedoman akuntan dalam membuat laporan keuangan. Sedangkan IFRS merupakan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global atau internasional. Indonesia sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi dunia telah merespon perubahan-perubahan sistem pelaporan keuangan terkini dengan melakukan konvergensi IFRS kedalam PSAK. Dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu: 1) Meningkatkan kualitas Standar Akuntansi Keuangan (SAK). 2) Mengurangi biaya SAK. 3) Meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan. 4) Meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. 5) Meningkatkan transparansi keuangan. 6) Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. 7) Meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan. 2.1.4 International Financial Reporting Standard (IFRS) International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara internasional. International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar yang dibuat oleh International Accounting Standards Boards (IASB) dengan tujuan memberikan kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan di seluruh dunia. Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh investor di pasar modal dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya (stakeholder). Saat ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional atau International Accounting Standards (IAS) di susun oleh 4 organisasi utama dunia ,yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC). International Organization of Securities Commissions (IOSCO) sangat berkepentingan dengan IFRS karena dapat memperkuat integritas pasar modal international dengan cara mempromosikan standar akuntansi berkualitas tinggi, termasuk penerapan standar yang cermat dan hati-hati dan penegakan hukum. IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting Standards (IAS) yang sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh negara-negara di Eropa, Inggris dan negara-negara persemakmuran Inggris. IAS disusun oleh International Accounting Standards Committee (IASC). IASC bertahan sampai dengan 2001 dan perannya digantikan IASB. 2.1.5 Tingkat Kecerdasan Kecerdasan adalah perihal cerdas, kesempurnaan akal budi manusia. Kata kecerdasan ini diambil dari akar kata cerdas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cerdas berarti sempurna perkembangan akal budi seseorang manusia untuk berfikir, mengerti, tajam pikiran dan sempurna pertumbuhan tubuhnya. Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan adalah : a. Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah b. Kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan c. Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal, dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademik. Auditor yang cerdas adalah auditor yang mampu memahami dan mengimplementasikan IFRS sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Menurut Nuraini (2007) menyatakan pemahaman akuntansi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk mengenal dan mengerti tentang akuntansi. Tingkat pemahaman akuntansi ini dapat diukur dari nilai mata kuliah akuntansi yang meliputi nilai pengantar akuntansi, nilai akuntansi keuangan menengah, akuntansi keuangan lanjutan, auditing, dan teori akuntansi. Dharmawan (2013) menyatakan profesionalisme kerja seorang auditor sangatlah penting dilaksanakan karena dapat memberikan kontribusi dan pelayanan yang optimal kepada pemakai jasa auditor untuk pengambilan keputusan. Dalam melakukan profesionalisme kerja, seorang auditor haruslah memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam melakukan tugasnya. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan mengenali persaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan ini saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan kecerdasan intelektual (IQ), dimana IQ menyumbangkan kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, dan yang 80% lainnya diisi oleh kekuatan-kekuatan lainnya, termasuk kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). 2) Kecerdasan Intelektual (IQ) Manusia adalah makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan, melengkapi manusia dengan komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling unggul dan akan menjadi unggul asalkan bisa menggunakan keunggulannya. Kemampuan menggunakan keunggulan ini dikatakan oleh William W. Hewitt dalam bukunya “The Mind Power”sebagai faktor yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya. Stoddard yang dikutif Tasmara (2006) mengemukakan beberapa karakteristik kecerdasan intelektual yaitu adanya kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan: a) mengandung kesukaran, b) kompleks, c) abstrak, d) ekonomis, e) di arahkan pada sesuatu tujuan, dan f) berasal dari sumbernya. Sedangkan, Gardner merumuskan konsep inteligensi yang dikenal dengan multiple intellegence dalam tujuh jenis kecerdasan, yaitu: a) linguistik, b) matematik-logis, c) spasial, d) musik, e) kelincahan tubuh, f) interpersonal, dan g) intrapersonal. Ciri-ciri inteligensi yang tinggi antara lain: a) adanya kemampuan untuk memahami dan menyelesaikan problem mental dengan cepat, b) kemampuan mengingat, c) kreativitas yang tinggi, dan d) imajinasi yang berkembang. Wiramiharja (2003;73) mengemukakan indikator-indikator dari kecerdasan intelektual. Penelitiannya tentang kecerdasan ialah menyangkut upaya untuk mengetahui keeratan besarnya kecerdasan dan kemauaan terhadap prestasi kerja. Ia meneliti kecerdasan dengan menggunakan alat tes kecerdasan yang diambil dari tes inteligensi yang dikembangkan oleh Peter Lauster, sedangkan pengukuran besarnya kemauan dengan menggunakan alat tes Pauli dari Richard Pauli, khusus menyangkut besarnya penjumlahan. Ia menyebutkan tiga indikator kecerdasan intelektual yang menyangkut tiga domain kognitif. Ketiga indikator tersebut adalah: a. Kemampuan figur, yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bentuk. b. Kemampuan verbal, yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang bahasa. c. Pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang berkaitan dengan angka biasa disebut dengan kemampuan numerik. Menurut Stern, intelegensi ialah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya. Disini terlihat bahwa Stern menitikberatkan pada soal penyesuaian diri terhadap masalah yang dihadapi. IQ adalah kemampuan nalar, atau pikiran orang sering menyebutnya dengan kemampuan otak kiri, yaitu kemampuan kita untuk mengetahui, memahami, menganalisis, menentukan sebab akibat, berpikir abstrak, berbahasa, memvisualkan sesuatu. Di zaman dulu IQ dijadikan ukuran utama kecerdasan seseorang. Baru kemudian disadari bahwa konsep dan batasan-batasan di atas seperti itu terlalu mempersempit kecerdasan tersebut. Otak kiri bertanggung jawab untuk “pekerjaan” verbal, kata-kata, bahasa, angka-angka, matematika, uruturutan, logika, analisa dan penilaian dengan cara berpikir linier. Melatih dan membelajarkan otak kiri akan membangun kecerdasan intelektual (IQ). Otak kanan bertanggungjawab dan berkaitan dengan gambar, warna, musik, emosi, seni/artistik, imajinasi, kreativitas, dan intuitif. Kecerdasan intelektual termasuk yang dimanfaatkan oleh kesadaran pribadi seseorang dalam membentuk penampilan dan tingkah laku seseorang. Kecerdasan ini penting dalam menunjung kemampuan manusia untuk meningkatkan ilmu dan teknologi. Kecerdasan intelektual berperan sebatas syarat minimal meraih keberhasilan. Kecerdasan intelektual atau tingkat kecerdasan manusia lebih menekan seseorang pada belajar, membaca, atau berdiskusi. Dengan begitu kecerdasan intelektual ini bisa bertahan dalam dua waktu yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Jika kecerdasan intelektual ini bertahan hanya pada jangka pendek ini berarti seserang menggunakan kecerdasan ini secara dead-line. Meskipun dengan melakukan kerja dead-line ini tidak berarti apa-apa bagi seseorang ini disebabkan hanya bertahan dalam jangka pendek. Tetapi sebaliknya, jika seseorang melakukan pekerjaan secara perlahan maka kemampuan intelektualnya bertahan lama dan untuk menyimpan informasi secara permanen untuk rentang waktu mulai beberapa bulan, tahun dan bahkan sampai seumr hidup. Intelligence quotiont (IQ) merupakan interpretasi hasil tes intelegensi (kecerdasan) kedalam angka yang menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat intelegensi seseorang (Azwar, 2004:5). Menurut Sri Irmayanti (Fudyartantan, 2004:12), dilihat dari berbagai pengertian intelegensi yang di kemukakan, Freeman mengklasifikasikan berbagai defenisi sebagai berikut: a. Kelompok yang menekan mahasiswa pada kemampuan adaptasi. Intelegensi merupakan kemampuan untuk mengorganisasi polapolatingkah laku seseorang sehingga dapat bertindak lebih efektif dan lebih tepat dalam situasi baru yang berubah-ubah. b. Kelompok yang menekankan pada kemampuan belajar. Semakin inteligen (cerdas) seseorang semakin besar ia dapat dididik, semakin luas dan semakin besar kemampuannya untuk belajar. c. Kelompok yan menekan pada kemampuan abstraksi. Merupakan menekankan intelegensi pada pemakaian konsep-konsep dan simbol simbil secara efektif dalam menghadapi situasi-situasi terutama memecahkan masalah-masalah. 3) Kecerdasan Emosional (EQ) Kamus Bahasa Indonesia mendifinisikan emosi sebagai keadaan yang keras yang timbul dari hati, perasaan jiwa yang kuat seperti sedih, luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu yang cepat. Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan yang biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosional adalah hal-hal yang berhubungan dengan emosi. Menurut Wibowo (2002) dalam Melandy (2006). Kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan dampak positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam menuju kebahagian dan kesejahteraan. Menurut Goleman (2003) dalam Hanum (2011), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik di dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling berbeda dan saling melengkapi dangan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Menurut Goleman (2003), untuk meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan emosional ada beberapa cara, yakni: a. Mengembangkan kesadaran diri yang tinggi b. Mengelola emosi c. Memotivasi diri sendiri Komponen kecerdasan emosional Goleman (2003) dalam Hanum (2011) mengadapatsi lima hal yang mencangkup kecerdasan emosional dari model Salovey dan Mayer. Dalam penelitian ini, terdapat komponen Kecerdasan emosional yang digunakan adalah: a. Pengenalan diri Pengenalan diri adalah kemampuan merasakan emosi tepat pada waktunya dan kemampuan dalam memahami kecenderungan dalam situasi tersebut. Pengenalan diri menyertakan kemampuan seseorang menguasai reaksinya pada berbagai peristiwa, tantangan, bahkan orangorang tertentu (Bradberry dan Greaves, 2007). Pengenalan diri merupakan ketrampilan dasar yang vital untuk ketiga kecakapan emosi, seperti; kesadaran emosi, penilaian diri secara akurat, percaya diri. b. Pengendalian diri (mengelola emosi) Salovey dalam Goleman (2003) menyatakan bahwa mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada pengedalian diri. Kecakapan emosi utama dalam pengendalian diri meliputi; pengendalian diri, dapat dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas, dan inovasi. c. Motivasi (Memotivasi diri sendiri) Motivasi adalah usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau dapat kepuasan dengan perbuatannya (Kreitner,2005). Kecakapan emosi yang terdapat dalam motivasi, antara lain: dorongan prestasi, komitmen, inisiatif, dan optimisme. d. Empati (mengenali emosi orang lain) Menurut Goleman (2003) empati adalah kesadaran perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain. Pada tingkat yang paling rendah, empati mempersyaratan kemampuan membaca emosi orang lain, pada tataran yang lebih tinggi, empati mengharuskan kita mengindra dan menanggapi kebutuhan atau perasaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat katakata. Kecakapan-kecakapan ini seperti halnya: memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman, dan kesadaran politis e. Kemampuan sosial (membina hubungan) Menurut Goleman (2003), kemampuan sosial merupakan aspek paling penting dalam emotional intelligence. Kemampuan sosial bisa diperoleh dengan banyak berlatih. Salah satu kunci kemampuan sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapkan perasaan sendiri. Kemampuan sosial intinnya adalah seni menanangani emosi orang lain, merupakan dasar bagi beberapa kecakapan, antara lain: pengaruh, komunikasi, manajemen konflik, kepimimpinan, katalisator perubahan, membangun ikatan, kolaborasi dan kooperasi, serta kemampuan tim. 4) Kecerdasan Spiritual (SQ) Kecerdasan spiritual ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada pertengahan tahun 2000. Zohar (2001) dalam Rachmi (2010) menegaskan bahwa kecerdasan spiritual adalah landasan untuk membangun IQ dan EQ. Spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual dalam SQ berasal dari bahasa Latin sapientia (sophia) dalam bahasa Yunani yang berati ’kearifan’ (Zohar, 2001). Prinsip-prinsip Kecerdasan spiritual menurut Agustian (2007:123), yaitu: a) Prinsip Bintang Prinsip bintang adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada Allah SWT. Semua tindakan yang dilakukan hanya untuk Allah dan tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri. b) Prinsip Malaikat (Kepercayaan) Prinsip malaikat adalah prinsip berdasarkan iman kepada Malaikat.Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan baik sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah Allah SWT. (a) Prinsip Kepemimpinan Prinsip kepemimpinan adalah prinsip berdasarkan iman kepada Rasullullah SAW. Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti Rasullullah SAW adalah seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang. (b) Prinsip Pembelajaran Pembelajaran adalah prinsip berdasarkan iman kepada kitab. Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak. (c) Prinsip Masa Depan Prinsip masa depan adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada “hari akhir”. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, disertai keyakinan akan adanya “hari akhir” dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan. (d) Prinsip Keteraturan Prinsip keteraturan merupakan prinsip berdasarkan iman kepada “ketentuan Tuhan”. Membuat semuanya serba teratur dengan menyusun rencana atau tujuan secara jelas. Melaksanakan dengan disiplin karena kesadaran sendiri, bukan karena orang lain. Ciri-ciri orang yang memiliki Kecerdasan Spiritual berdasarkan teori Zohar (2001) dalam Rachmi (2010), yaitu: a) Memiliki Kesadaran Diri Memiliki kesadaran diri yaitu adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari berbagai situasi yang datang dan menanggapinya. b) Memiliki Visi Memiliki visi yaitu memiliki pemahaman tentang tujuan hidup dan memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. c) Bersikap Fleksibel Bersikap fleksibel yaitu mampu menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, memiliki pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan), dan efisien tentang realitas. d) Berpandangan Holistik Berpandangan holistik yaitu melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan, melampaui kesengsaraan dan rasa sehat, serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya. e) Melakukan Perubahan Melakukan perubahan yaitu terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo dan juga menjadi orang yang bebas merdeka. f) Sumber Inspirasi Sumber inspirasi yaitu mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain dan memiliki gagasan-gagasan yang segar. g) Refleksi Diri Refleksi diri yaitu memiliki kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok. 2.1.6 Pengalaman audit Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun nonformal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Tubbs (1992) dalam Sumardi (2001) menunjukkan bahwa ketika akuntan pemeriksa menjadi lebih berpengalaman maka auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan yang terjadi, dan memiliki salah pengertian yang lebih sedikit mengenai kekeliruan yang tidak lazim serta lebih menonjol dalam menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan penyebab kekeliruan. Auditor yang kurang berpengalaman tentunya akan berbeda dengan yang telah cukup berpengalaman dengan masa masa kerja yang lebih lama dalam pekerjaan dan keputusan audit. Auditor yang kurang berpengalaman akan melakukan tingkat kemungkinan kesalahan yang lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman. Pengalaman audit bisa dilihat dari lamanya dia bekerja sebagai seorang auditor. Dian (2005) dalam Khairiah (2009) memberikan kesimpulan bahwaseorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanakan suatu tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih terperinci, lengkap dan sophisticated dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman. Penelitian yang dilakukan oleh Sumardi (2001) menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh terhadap profesionalitas. Dalam penelitian ini diperoleh hasil uji hipotesis untuk hubungan antara pengalaman dengan lima dimensi profesionalitas yaitu afiliasi komunitas, kebutuhan ekonomi, keyakinan terhadap profesi, dedikasi, dan kewajiban sosial. Pengalaman dinyatakan berpengaruh signifikan terhadap profesionalitas yaitu semakin berpengalaman seorang auditor profesionalitasnya semakin tinggi, kecuali untuk dimensi kewajiban sosial tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek. (Knoers & Haditono, 1999). Dian (2005:3) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanakan suatu tugas. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Menurut Mulyadi (2002) jika seorang memasuki karier sebagai akuntan publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi dibawah pengawasan akuntan senior yang lebih berpengalaman. Bahkan agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam profesinya, pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik (SK Menteri Keuangan No.43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997). 2.1.7 Kesiapan auditor Pada dasarnya, setiap individu dalam kehidupannya akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan itu akan dapat diketahui, apabila dilakukan perbandingan, artinya dalam menelaah keadaan suatu masyarakat atau lingkungan pada saat tertentu dengan membandingkan pada masa lalunya. Seseorang dapat belajar tentang sesuatu, apabila di dalam dirinya sudah terdapat kesiapan (readiness) untuk mempelajari sesuatu itu. Sesuai dengan kenyataan, bahwa masing-masing individu memiliki perbedaan individual, maka yang bersangkutan memiliki sejarah atau latar belakang perkembangan yang berbedabeda. Hal ini menyebabkan adanya pola pembentukan kesiapan yang berbedabeda pula pada masing-masing individu. “Cronbach memberikan pengertian tentang kesiapan sebagai segenap sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu” (Soemanto, 1990:71). Kesiapan merupakan proses belajar yang melibatkan beberapa faktor yang berlangsung secara bersama-sama, yaitu: 1) Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis. Hal ini menyangkut pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya, alat indera dan kapasitas intelektual. 2) Motivasi yang meyangkut kebutuhan, minat dan tujuan individu untuk mempertahankan, serta mengembangkan diri. Motivasi kerja seorang auditor merupakan dorongan dalam diri seorang auditor untuk dapat bekerja dan mencapai perestasi kerja yang tinggi. Kesiapan seseorang senantiasa mengalami perubahan setiap hari sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fisiologis dan psikologis, serta adanya desakan dari lingkungan. Perkembangan kesiapan terjadi melalui prinsipprinsip berikut: 1) Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk kesiapan. 2) Pengalaman seseorang turut mempengaruhi fisiologis individu. 3) Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsifungsi kepribadian individu, baik jasmani maupun kejiwaan. 4) Apabila kesiapan untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka pada saat-saat tertentu dalam kehidupannya merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, jelas bahwa apa yang telah dicapai seseorang pada masa lalunya akan mempunyai arti bagi aktifitasnya sekarang, dan apa yang terjadi pada saat sekarang akan memberikan sumbangan terhadap kesiapan individu dimasa mendatang. Ada beberapa unsur yang dapat membentuk kesiapan, yaitu: 1) Kematangan merupakan dasar pembentukan kesiapan. Kecepatan pertumbuhan pada masing-masing individu tidak sama. Perbedaan itu karena pengaruh fisiologis, psikologis dan sosial. Beberapa hal yang mempengaruhi kematangan sebagai berikut: a. Dasar-dasar biologis yang menyebabkan terjadinya tingkah laku, yaitu adanya sistem syaraf sebagai penggerak tingkah laku. b. Perubahan-perubahan dalam otak yang dapat menimbulkan tingkah laku baru yang tidak terduga sebelumnya. c. Perubahan karena perkembangan biologis yang menentukan perkembangan struktur sistem syaraf, otak dan indera, sehingga hal tersebut memungkinkan seseorang matang mengadakan reaksi pada setiap rangsangan. 2) Motivasi kerja seorang auditor merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri auditor yang perlu dipenuhi dan mendapat perhatian dari pihak manajemen atau pimpinan organisasi agar auditor dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Jika sudah mampu menciptakan kondisi yang mendorong setiap auditor agar melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga timbul rasa puas dalam diri setiap auditor, maka kinerja yang baik akan dapat kita peroleh. Tinggi rendahnya motivasi kerja yang dimiliki setiap auditor banyak ditentukan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar dirinya, faktor lingkungan misalnya dapat mencegah timbulnya perasaan tidak puas para auditor terhadap pekerjaannya, berusaha mencegah kemerosotan semangat kerja. 3) Lingkungan dapat mendukung pembentukan kesiapan ,maka dari itu, proses belajar memiliki peran yang penting dalam pembentukan kesiapan. Pada dasarnya individu belajar secara bertingkat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kesiapan dapat dikembangkan dengan membuat modeling atau abstraksi tentang materi yang dipikirkan atau diajarkan, terutama pada tingkat analisis yang lebih mudah. Faktor lingkungan menurut Herzberg (1966), meliputi gaji, kondisi kerja, keamanan, kebijaksanaan dan administrasi, perilaku supervisor dan hubungan antar pribadi. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam rangka menghadapi AFTA 2015 auditor di Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan profesionalisme mereka. Selain itu, para auditor juga harus mampu membaca peluang dan tantangan yang ada agar dapat bertahan dalam persaingan pasar global. 2.1.8 ASEAN Free Trade Area (AFTA) ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi sekitar 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. AFTA awalnya ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Perkembangan paling aktual mengenai AFTA dalam AEC adalah pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura bulan November 2007. Dalam AEC Blue Print yang dirancang oleh para menteri ekonomi ASEAN, terdapat tiga karakteristik yang dijadikan landasan bagi implementasi AEC, termasuk juga AFTA (http://www.aseansec.org). Pertama, memperluas integrasi ekonomi ke semua negara anggota ASEAN melalui tahapan waktu yang jelas. Dalam konteks ini, ASEAN harus bertindak dalam prinsip membuka pasar secara terbuka dengan menempatkan ekonomi yang digerakkan oleh pasar secara konsisten dalam kerangka aturan perjanjian multilateral. Kedua, AEC akan membangun ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal yang berbasiskan produksi dengan mendorong ASEAN menjadi lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi mempercepat integrasi poin regional penting dalam dalam sektor perekonomian, yang menjadi seperti prioritas, memfasilitasi pergerakan pelaku bisnis dan pekerja yang memiliki keahlian, memperkuat mekanisme institusional ASEAN. Ketiga, mengacu pada dua karakteristik di atas, empat ciri utama yang perlu diperhatikan dalam upaya pembentukan AEC adalah pasar tunggal dan basis produksi, wilayah ekonomi yang memiliki daya saing tinggi, wilayah dengan perkembangan ekonomi yang setara, dan wilayah yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global. Ada beberapa peluang dan tantangan bagi negara peserta AFTA nantinya, yaitu: a. Peluang Banyak peluang dan harapan yang digantungkan jika AFTA 2015 terjadi dengan baik, diantaranya ada beberapa poin yang menjadi perhatian: 1) Manfaat Integrasi Ekonomi Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan 9 (sembilan) negara ASEAN lainnya membentuk ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya yang secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi dalam mewujudkan AEC 2015 melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN, akan meningkatkan kesejahteraan seluruh negara di kawasan ASEAN. 2) Pasar Potensial Dunia Pewujudan AEC di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ke-3 terbesar (8% dari total penduduk dunia) di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2008, jumlah penduduk ASEAN sudah mencapai 584 juta orang (ASEAN Economic Community Chartbook, 2009), dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan usia mayoritas berada pada usia produktif. 3) Negara Pengekspor Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-negara pengekspor baik produk berbasis sumber daya alam (seperti agrobased products) maupun berbagai produk elektronik. Dengan meningkatnya harga komoditas internasional, sebagian besar Negara ASEAN mencatat surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek perekonomian yang cukup baik juga menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan investasi (penanaman modal). 4) Negara Tujuan Investor ASEAN merupakan pasar dan memiliki basis produksi. Fakta - fakta tersebut merupakan faktor yang mendorong meningkatnya investasi di dalam dalam negeri masing-masing anggota dan intra-ASEAN serta masuknya investasi asing ke kawasan. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar (40%) diantara negara anggota ASEAN, Indonesia diharapkan akan mampu menarik investor ke dalam negeri dan mendapat peluang ekonomi yang lebih besar dari negara anggota ASEAN lainnya. 5) Daya Saing Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif yang berarti sudah tidak ada lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk meproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain, para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu negara besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam, berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor tersebut di dalam negeri. b. Tantangan Dalam merumuskan kebijakan luar negerinya, pemerintah selalu mempertimbangkan keadaan-keadaan di sekitarnya, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternalnya. Hal-hal tersebut masuk sebagai bahan pertimbangan atau input yang berpengaruh dalam perumusan kebijakan luar negeri. Begitu juga dengan kebijakan luar negeri Indonesia dalam menghadapi integrasi regional ASEAN, yaitu juga merupakan suatu antisipasi terhadap lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Hal ini secara umum akan berlaku bagi negara mana pun dalam mempertimbangkan kebijakan luar negerinya. Harus ada kalkulasi (perhitungan untung rugi), kesadaran akan potensi yang dimiliki, strategi, maupun implementasi dan komitmen kebijakan yang dibuat. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain dapat berupa: 1) Peningkatan Ekpor dan Impor Tantangan yang dihadapi memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India. Peningkatan kinerja ekspor merupakan tantangan yang sangat serius ke depan karena dapat mengakibatkan neraca perdagangan mengalami defisit sehingga melemahkan posisi dalam persaingan bebas. 2) Laju Inflasi Tantangan lainnya adalah laju inflasi yang masih tergolong tinggi. Stabilitas makro masih menjadi kendala dalam peningkatan daya saing dan tingkat kemakmuran. Untuk dapat bersaing dalam pasar besar, suatu negara harus dapat mengelola laju inflasi, dan stabilitas makro yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya saing. 3) Dampak Negatif Arus Modal yang Lebih Bebas Arus modal yang lebih bebas untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional, mendukung pengembangan sektor pertumbuhan ekonomi keuangan, dan suatu negara. akhirnya meningkatkan Namun demikian, proses liberalisasi arus modal dapat menimbulkan ketidakstabilan melalui dampak langsungnya pada kemungkinan pembalikan arus modal yang tiba-tiba maupun dampak tidak langsungnya pada peningkatan permintaaan domestik yang akhirnya berujung pada tekanan inflasi. 4) Daya Saing Sektor Prioritas Integrasi Tantangan lain yang juga dihadapi adalah peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi. Saat ini, untuk Indonesia, kita mempunyai keunggulan di sektor/komoditi seperti produk berbasis kayu, pertanian, minyak sawit, perikanan, produk karet dan elektronik, sedangkan untuk tekstil, elektronik, mineral (tembaga, batu bara, nikel), mesin-mesin, produk kimia, karet dan kertas masih dengan tingkat keunggulan yang terbatas. 5) Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Kemampuan bersaing SDM tenaga kerja harus ditingkatkan baik secara formal maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan harus minimal memenuhi ketentuan dalam MRA yang telah disetujui. Pada tahun 2008-2009, Mode 3 pendirian perusahaan (commercial presence) dan Mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja (movement of natural persons) intra ASEAN akan diberlakukan untuk sektor prioritas integrasi. Untuk itu, kualitas tenaga kerjanya harus ditingkatkan sehingga bisa digunakan baik di dalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya tenaga kerja terampil dari luar. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena memerlukan adanya cetak biru sistem pendidikan secara menyeluruh, dan sertifikasi berbagai profesi terkait. 6) Kepentingan Nasional Disadari bahwa dalam rangka integrasi ekonomi, kepentingan nasional merupakan yang utama yang harus diamankan oleh negara anggota ASEAN. Kepentingan kawasan, apabila tidak sejalan dengan kepentingan nasional, merupakan prioritas kedua. Hal ini berdampak pada sulitnya mencapai dan melaksanakan komitmen liberalisasi AEC Blueprint. Dapat dikatakan, kelemahan visi dan mandat secara politik serta masalah kepemimpinan di kawasan akan menghambat integrasi kawasan. Selama ini ASEAN selalu menggunakan pendekatan voluntary approach dalam berbagai inisiatif kerja sama yang terbentuk di ASEAN sehingga group pressure diantara sesama negara anggota tergolong lemah. Tentu saja hal ini berkonsekuensi pada pewujudan integrasi ekonomi kawasan akan dicapai dalam waktu yang lebih lama. c. Meningkatkan daya saing dan kreativitas Adanya pasar bebas AFTA membuat berbagai jenis barang dan jasa dari luar negeri masuk ke pasar dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat membuka mata para pengusaha, baik yang sudah berskala besar maupun mikro/UKM untuk terus meningkatkan kualitas produksinya agar mampu bersaing di tengah gempuran produk asing dengan cara pengendalian mutu yang lebih baik, proses produksi yang dilakukan secara lebih efektif dan efisien, dan lain-lain. Di sisi lain, para pengusaha lokal dapat mempelajari jenis-jenis produk asing yang mungkin belum pernah terpikirkan sebelumnya dan ikut mengembangkan kreativitasnya agar dapat menghasilkan produk yang tidak kalah bersaing atau bahkan lebih baik dibandingkan produk-produk asing tersebut. d. Terbukanya peluang untuk peningkatan kualitas SDM AFTA mengharuskan semua pihak meningkatkan kemampuan dan kompetensinya agar dapat bersaing di pasar bebas. Hal ini memang merupakan salah satu cita-cita yang diharapkan dapat terwujud dengan diberlakukannya AFTA 2015. Adanya persaingan global tersebut menciptakan suatu dorongan bagi seluruh pengusaha, baik secara kolektif maupun individual, untuk meningkatkan kemampuan melalui pendidikan, pelatihan, dan kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. Begitu pula halnya dengan para auditor dan akuntan Indonesia, yang tentunya juga turut menentukan kualitas suatu perusahaan dari sisi laporan keungan yang tentunya akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan investor. Interaksi dengan pihak-pihak asing di pasar bebas AFTA dapat membuka peluang terjadinya kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas SDM tersebut. 2.2 Penelitian Terdahulu Kurniawan (2014), meneliti tentang tingkat pemahaman mahasiswa terhadap IFRS, dimana penelititan ini dilakukan pada mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro dan Universitas Khatolik Soegijapranata Semarang. Hasil penelitian menunjukan semua variabel berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi IFRS yaitu variabel kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, perilaku belajar dan minat belajar. Sedangkan dari hasil uji statistik t hanya satu variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman IFRS yaitu Minat Belajar. Mustaip (2012) meneliti tentang pengaruh implementasi IFRS terhadap kompetensi akuntan publik. Penelitian ini memaparkan minimnya jumlah Akuntan publik di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Andai jumlah akuntan publik pun sudah memadai namun tidak diiringi dengan kualitas yang bersaing seperti penguasaan bahasa asing, dan standar akuntansi internasional (IFRS) maka bisa jadi akuntan publik dari Indonesia akan kalah bersaing dengan Akuntan publik asing dari negara-negara ASEAN. Pangsa pasar Indonesia akan banyak dikuasai akuntan publik asing, perusahaanperusahaan besar akan lebih memilih akuntan publik asing, yang jauh lebih menguasai standar akuntansi internasional dan lebih berkualitas. Agus (2014) meneliti tentang analisis konvergensi PSAK ke IFRS. Dalam penelititan ini disimpulkan bahwa Indonesia memutuskan untuk berkiblat pada standar pelaporan keuangan internasional atau IFRS. Konvergensi akuntansi Indonesia (PSAK) ke IFRS sangat perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal. Pengakuan maksimal ini didapat dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini. Terdapat 14 titik perbedaan antara PSAK 1 tahun 1998 dan 2009. Beberapa tanggapan atas PSAK 1 (2009) yang penulis sajikan adalah dari lima menjadi enam laporan keuangan, perubahan istilah akuntansi yang baru, dinamika IFRS dan auditing, perubahan klasifikasi aset, penghapusan pos-pos luar biasa, dan waktu penerbitan laporan keuangan. Untuk PSAK 3 tahun 1994 dan 2010, penulis menemukan 10 titik perbedaan, diantaranya perihal ruang lingkup, isi, format, dan komponen minimal laporan keuangan interim, periode, pendapatan, dan beban. Untuk PSAK 16 tahun 2007 dan 2011 terdapat 5 titik perbedaan, diantaranya perihal pengecualian terhadap ruang lingkup, hibah pemerintah, aset tetap yang tersedia untuk dijual, dan depresiasi atas tanah. Perubahan yang dibawa IFRS ini merupakan penyempurnaan standar global yang tidak mengubah dasar-dasar akuntansi selama ini. Aulia (2011), meneliti tentang kesiapan auditor atas kompetensi, dan keahlian audit terhadap implementasi IFRS di Indonesia tahun 2012. Hasil dari penelititan ini adalah tidak semua variabel kesiapan auditor memiliki pengaruh terhadap implementasi IFRS di Indonesai tahun 2012.Variabel kesiapan auditor memiliki pengaruh terhadap implemetasi IFRS adalah variabel kompetensi. Hal ini dimungkinkan pada variabel kompetensi menunjukkan bahwa auditor yang memeiliki pengetahuan yang luas apalagi pengetahuan tentang IFRS dan tingkat pendidikan formal yang cukup maka auditor dapat mengimplementasikan IFRS di Indonesia tahun 2012. 37