1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian ini

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
Penelitian ini mengkaji tentang akuntansi keperilakuan (behavioral
accounting) dalam bidang audit. Tersedianya laporan keuangan suatu perusahaan
berbasis IFRS tidak serta merta membuat para stake holder (investor, penyedia
kredit maupun pemerintah) percaya akan kinerja perusahaan tersebut, harus
terdapat opini audit wajar tanpa pengecualian sehingga orang lain dapat percaya
akan kinerja yang sesungguhnya terhadap suatu perusahaan. Akuntan publik
ataupun auditor memegang peranan penting dalam menilai laporan keuangan,
apakah sudah sesuai dengan standar atau tidak. Para auditor juga dituntut untuk
memiliki skill lain yakni professional judgement guna meningkatkan eksistensi
dan integritasnya melihat sangat pesatnya persaingan di pasar global menjelang
AFTA 2015 ini. Oleh karena itu, semua auditor harus memahami dengan baik apa
yang ditentukan IFRS ini.
Berdasarkan Teori Regulasi, dalam proses pembentukan sebuah standar
akuntansi tidak terlepas dari para regulator atau badan pembentuk standar itu
sendiri. Para ahli teori menyatakan bahwa hampir tanpa kecuali
regulasi itu
terjadi sebagai reaksi terhadap suatu krisis yang tidak dapat di identifikasi. Dan
pembentukan regulasi tersebut terkait dengan beberapa kepentingan. Kepentingan
tersebut terkait dengan konsekuensi yang akan diterima pengguna, atas
pembentukan dari suatu regulasi. Standar akuntansi keuangan yang baru yakni
1
IFRS juga ditujukan untuk menciptakan suatu regulasi yang dapat memenuhi
semua kebutuhan setiap pengguna.
2.1.1
Teori Motivasi
Menurut Gibson (2004: 94) motivasi adalah konsep yang menguraikan
tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai dan
dapat mengarahkan perilaku orang tersebut. Moekijat (2005: 5) memaparkan
bahwa motivasi mempunyai arti yang sama, yakni suatu daya pendorong atau
perangsang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dalam diri seseorang dipandang
sebagai suatu kekuatan tanpa memperhitungkan adanya kelemahan dan faktorfaktor lain yang ada dalam setiap individu.
Terdapat dua sumber motivasi menurut Moekijat, yaitu: motivasi intern
dan motivasi ekstern. Motivasi intern semua menyangkut motivasi dari dalam
yaitu
motif
seseorang
berperilaku
atas
dorongan
diri
sendiri,
yang
mempertimbangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam seorang individu dan
kebutuhannya serta keinginannya. Motivasi ekstern yaitu motivasi dan dorongan
yang bersumber dari luar, yaitu: gaji, kondisi kerja dan kebijaksanaan perusahaan,
serta masalah-masalah pekerjaan, seperti: penghargaan, promosi dan tanggung
jawab (Moekijat, 2002:9).
Menurut Hasibuan (2003:103) teori motivasi dikelompokkan atas dua teori
besar, yaitu:
1) Teori Proses (Process Theory)
Teori ini berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana menguatkan,
mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu” agar setiap
individu bekerja giat sesuai keinginan pimpinan. Bila diperhatikan
secara
mendalam, teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja
serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, maka hasilnya
akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai tercermin dari
bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang.
Proses motivasi berkaitan dengan usaha untuk menjabarkan atau
menterjemahkan motivasi kearah suatu perilaku tertentu yang diharapkan. Dalam
kaitan dengan teori Motivasi Proses, dikenal ada tiga teori, yaitu:
a.
Teori Harapan ( Expectancy Theory )
b.
Teori Penguatan ( Reinforcement Theory)
c.
Teori Keadilan
2) Teori Kepuasan (Content Theory)
Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan
dan mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat
kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan, dan kepuasan materiil
maupun non materiil dari apa yang diperoleh dari pekerjaannya. Termasuk dalam
teori motivasi kepuasan, yaitu:
a. ‘Maslow’s Need Hierarchy Theory
Menurut Maslow, manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang
klasifikasinya pada lima tingkatan atau hierarki, yaitu:
(1) Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang meliputi rasa lapar, rasa
haus, kebutuhan akan perlindungan, kebutuhan seks dan kebutuhan
fisiologis lainnya.
(2) Kebutuhan akan rasa aman dan proteksi dari gangguan fisik dan
emosi. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang meliputi: kasih sayang,
rasa memiliki dan dimiliki, penerimaan dan persahabatan.
(3) Kebutuhan harga diri yaitu kebutuhan yang meliputi: harga diri
internal seperti menghormati diri sendiri, otonomi dan usaha untuk
mencapai hasil. Harga diri eksternal seperti status, pengakuan dan
perhatian.
(4) Kebutuhan aktualisasi atau perwujudan diri yaitu kebutuhan yang
digambarkan dengan dorongan untuk menjadi apa yang diinginkan
seseorang meliputi: pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan
pemenuhan kebutuhan seseorang.
b. Herzberg’s Two Factors Motivation Theory
Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah
peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan
peluang untuk mengembangkan kemampuan. Disebut juga Teori Motivasi
Dua Faktor atau Teori Motivasi Kesehatan atau Faktor Higienis.
c. Alderfer’s Existence, Relatedness and Growth (ERG) Theory
Menurut teori ini terdapat tiga kelompok kebutuhan yang utama, yakni:
(1) Kebutuhan akan keberadaan (Existency Needs)
(2) Kebutuhan akan Afiliasi (Relatedness Needs)
d. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory
Teori ini disebut juga dengan teori motivasi prestasi yang dikemukakan
oleh David Mc. Clelland. Teori ini menggolongkan tiga jenis kebutuhan
manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja, yakni:
(1) Kebutuhan akan prestasi ( Need of Achievement )
(2) Kebutuhan akan afiliasi (Need of Affiliation)
(3) Kebutuhan akan kekuasaan (Need of Power)
e. Teori Motivasi Claude S. George
Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang
berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan dia bekerja,
seperti: upah yang layak, kesempatan untuk maju, pengakuan sebagai
individu, keamanan kerja, tempat kerja yang baik, penerimaan oleh
kelompok, perlakuan yang wajar, dan pengakuan atas prestasi.
Teori motivasi kepuasan menyimpulkan bahwa orang akan bersemangat
dalam bekerja karena adanya dorongan kebutuhan, baik materiil maupun
immaterial. Kebutuhan tersebut dapat diklasifikasikan dalam lima tingkatan,
dimulai pada kebutuhan yang paling dasar dan jika kebutuhan tersebut sudah
terpenuhi maka akan beralih ke tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi.
Terdapat berbagai alasan bagi auditor untuk memenuhi segala kebutuhan
dan alasan itu mendorong auditor
berbuat guna pemenuhan kebutuhannya.
Apabila dorongan dirasa kuat maka kerja yang ditimbulkan akan tinggi.
Sebaliknya, jika dorongan itu dirasa rendah maka motivasinya akan rendah.
Jadi berdasarkan uraian diatas, motivasi kerja seorang auditor merupakan
dorongan dalam diri seorang auditor untuk dapat bekerja dan mencapai prestasi
kerja yang tinggi, baik dalam hal meningkatkan kecerdasan dalam memahami
IFRS maupun meningkatkan pengalaman kerja khususnya dalam bidang audit.
Hal tersebut dapat dicapai antara lain dengan enam aspek yang termasuk dalam
ciri-ciri karyawan yang memiliki motif kerja yang unggul, yaitu:
(1)
Memiliki tanggung jawab yang tinggi termasuk disini adalah memenuhi
target pekerjaan yang telah dibebankan kepadanya.
(2)
Berani mengambil dan memikul resiko sehingga seseorang akan berupaya
menyelesaikan pekerjaan dengan teliti tanpa terjadi kesalahan dan
meminimalkan risiko yang terjadi.
(3)
Memiliki tujuan yang realistik.
(4)
Memiliki rencana kerja yang menyeluruh serta berupaya mematuhi prosedur
kerja yang ada dan berjuang untuk merealisasi tujuan.
(5)
Memanfaatkan umpan baik yang konkret dalam semua kegiatan yang
dilakukan.
(6)
Mencari
kesempatan
untuk
merealisasikan
rencana
yang
telah
diprogramkan.
Enam aspek
tersebut
yang kiranya menunjukkan seorang karyawan yang
memiliki motif kerja yang unggul.
2.1.2
Standar Akuntansi
Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan
semua pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan.
Oleh karena itu, standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan informasi kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan
keuangan. Standar akuntansi ini akan terus-menerus berubah dan berkembang
sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat. Belkaoui (2006) mengemukakan
alasan pentingnya standar akuntansi yang baku, sebagai berikut:
1) Dapat menyajikan informasi tentang informasi keuangan, prestasi, dan
kegiatan perusahaan. Informasi yang disusun berdasarkan standar akuntansi
yang lazim diharapkan mempunyai sifat yang jelas, konsisten, terpercaya dan
dapat diperbandingkan.
2) Memberi pedoman dan peraturan bekerja bagi akuntan agar mereka dapat
melaksanakan tugas dengan hati-hati, independen, dan dapat mengabdikan
keahliannya dan kejujurannya melalui penyusunan laporan akuntansi setelah
melalui pemeriksaan akuntan.
3) Memberikan data base kepada pemerintah tentang berbagai informasi yang
dianggap penting dalam perhitungan pajak, peraturan tentang perusahaan,
perencanaan dan peraturan ekonomi, dan peningkatan efesiensi ekonomi dan
tujuan-tujuan makro lainnya.
4) Dapat menarik parah ahli dan praktisi di bidang teori dan standar akuntansi.
Semakin banyak standar yang dikeluarkan, semakin banyak kontroversi dan
semakin bergairah untuk berdebat, berpolemik dan melakukan penelitian.
2.1.3
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) adalah standar yang
digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. PSAK digunakan sebagai
pedoman akuntan dalam membuat laporan keuangan. Sedangkan IFRS merupakan
pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global atau
internasional. Indonesia sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi dunia telah
merespon perubahan-perubahan sistem pelaporan keuangan terkini dengan
melakukan konvergensi IFRS kedalam PSAK. Dengan mengadopsi IFRS,
Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu:
1) Meningkatkan kualitas Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
2) Mengurangi biaya SAK.
3) Meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
4) Meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
5) Meningkatkan transparansi keuangan.
6) Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana
melalui pasar modal.
7) Meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
2.1.4
International Financial Reporting Standard (IFRS)
International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar
pencatatan dan pelaporan akuntansi yang berlaku secara internasional yang
dikeluarkan oleh International Accounting Standard Boards (IASB), sebuah
lembaga internasional yang bertujuan untuk mengembangkan suatu standar
akuntansi yang tinggi, dapat dimengerti, diterapkan, dan diterima secara
internasional.
International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan standar
yang dibuat oleh International Accounting Standards Boards (IASB) dengan
tujuan memberikan kumpulan standar penyusunan laporan keuangan perusahaan
di seluruh dunia. Perusahaan dapat menghasilkan laporan keuangan yang
berkualitas tinggi, dapat diperbandingkan dan transparan yang digunakan oleh
investor di pasar modal dunia maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya
(stakeholder). Saat ini banyak negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan
Amerika yang menerapkan IFRS. Standar akuntansi internasional atau
International Accounting Standards (IAS) di susun oleh 4 organisasi utama dunia
,yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa
(EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi
Internasional (IFAC).
International Organization of Securities Commissions (IOSCO) sangat
berkepentingan dengan IFRS karena dapat memperkuat integritas pasar modal
international dengan cara mempromosikan standar akuntansi berkualitas tinggi,
termasuk penerapan standar yang cermat dan hati-hati dan penegakan hukum.
IFRS merupakan kelanjutan dari International Accounting Standards (IAS) yang
sudah ada sejak tahun 1973 dan digunakan secara luas oleh negara-negara di
Eropa, Inggris dan negara-negara persemakmuran Inggris. IAS disusun oleh
International Accounting Standards Committee (IASC). IASC bertahan sampai
dengan 2001 dan perannya digantikan IASB.
2.1.5
Tingkat Kecerdasan
Kecerdasan adalah perihal cerdas, kesempurnaan akal budi manusia. Kata
kecerdasan ini diambil dari akar kata cerdas. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia cerdas berarti sempurna perkembangan akal budi seseorang manusia
untuk berfikir, mengerti, tajam pikiran dan sempurna pertumbuhan tubuhnya.
Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan adalah :
a.
Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah
b.
Kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan
c.
Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan
yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat.
Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka
yang menjadi fokus di pendidikan formal, dan sesungguhnya mengarahkan
seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademik. Auditor yang cerdas adalah
auditor yang mampu memahami dan mengimplementasikan IFRS sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Menurut Nuraini (2007) menyatakan pemahaman
akuntansi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk mengenal dan mengerti
tentang akuntansi. Tingkat pemahaman akuntansi ini dapat diukur dari nilai mata
kuliah akuntansi yang meliputi nilai pengantar akuntansi, nilai akuntansi
keuangan menengah, akuntansi keuangan lanjutan, auditing, dan teori akuntansi.
Dharmawan (2013) menyatakan profesionalisme kerja seorang auditor
sangatlah penting dilaksanakan karena dapat memberikan kontribusi dan
pelayanan yang optimal kepada pemakai jasa auditor untuk pengambilan
keputusan. Dalam melakukan profesionalisme kerja, seorang auditor haruslah
memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
dalam melakukan tugasnya. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan
mengenali persaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan ini saling melengkapi
dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kognitif
murni
yang
diukur
dengan
kecerdasan
intelektual
(IQ),
dimana
IQ
menyumbangkan kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam
hidup, dan yang 80% lainnya diisi oleh kekuatan-kekuatan lainnya, termasuk
kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).
2)
Kecerdasan Intelektual (IQ)
Manusia adalah makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan, melengkapi
manusia dengan komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan
para ahli mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan
paling
unggul
dan
akan
menjadi
unggul
asalkan
bisa
menggunakan
keunggulannya. Kemampuan menggunakan keunggulan ini dikatakan oleh
William W. Hewitt dalam bukunya “The Mind Power”sebagai faktor yang
membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya.
Stoddard
yang
dikutif
Tasmara
(2006)
mengemukakan
beberapa
karakteristik kecerdasan intelektual yaitu adanya kemampuan untuk memahami
masalah-masalah yang bercirikan: a) mengandung kesukaran, b) kompleks, c)
abstrak, d) ekonomis, e) di arahkan pada sesuatu tujuan, dan f) berasal dari
sumbernya. Sedangkan, Gardner merumuskan konsep inteligensi yang dikenal
dengan multiple intellegence dalam tujuh jenis kecerdasan, yaitu: a) linguistik, b)
matematik-logis, c) spasial, d) musik, e) kelincahan tubuh, f) interpersonal, dan g)
intrapersonal. Ciri-ciri inteligensi yang tinggi antara lain: a) adanya kemampuan
untuk memahami dan menyelesaikan problem mental dengan cepat, b)
kemampuan mengingat, c) kreativitas yang tinggi, dan d) imajinasi yang
berkembang.
Wiramiharja (2003;73) mengemukakan indikator-indikator dari kecerdasan
intelektual. Penelitiannya tentang kecerdasan ialah menyangkut upaya untuk
mengetahui keeratan besarnya kecerdasan dan kemauaan terhadap prestasi kerja.
Ia meneliti kecerdasan dengan menggunakan alat tes kecerdasan yang diambil dari
tes inteligensi yang dikembangkan oleh Peter Lauster, sedangkan pengukuran
besarnya kemauan dengan menggunakan alat tes Pauli dari Richard Pauli, khusus
menyangkut besarnya penjumlahan. Ia menyebutkan tiga indikator kecerdasan
intelektual yang menyangkut tiga domain kognitif. Ketiga indikator tersebut
adalah:
a.
Kemampuan figur, yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang
bentuk.
b. Kemampuan verbal, yaitu merupakan pemahaman dan nalar dibidang
bahasa.
c. Pemahaman dan nalar dibidang numerik atau yang berkaitan dengan
angka biasa disebut dengan kemampuan numerik.
Menurut Stern, intelegensi ialah daya menyesuaikan diri dengan keadaan
baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya. Disini terlihat
bahwa Stern menitikberatkan pada soal penyesuaian diri terhadap masalah yang
dihadapi. IQ adalah kemampuan nalar, atau pikiran orang sering menyebutnya
dengan kemampuan otak kiri, yaitu kemampuan kita untuk mengetahui,
memahami, menganalisis, menentukan sebab akibat, berpikir abstrak, berbahasa,
memvisualkan sesuatu. Di zaman dulu IQ dijadikan ukuran utama kecerdasan
seseorang. Baru kemudian disadari bahwa konsep dan batasan-batasan di atas
seperti itu terlalu mempersempit kecerdasan tersebut. Otak kiri bertanggung jawab
untuk “pekerjaan” verbal, kata-kata, bahasa, angka-angka, matematika, uruturutan, logika, analisa dan penilaian dengan cara berpikir linier. Melatih dan
membelajarkan otak kiri akan membangun kecerdasan intelektual (IQ). Otak
kanan bertanggungjawab dan berkaitan dengan gambar, warna, musik, emosi,
seni/artistik, imajinasi, kreativitas, dan intuitif. Kecerdasan intelektual termasuk
yang dimanfaatkan oleh kesadaran pribadi seseorang dalam membentuk
penampilan dan tingkah laku seseorang. Kecerdasan ini penting dalam menunjung
kemampuan manusia untuk meningkatkan ilmu dan teknologi.
Kecerdasan
intelektual
berperan
sebatas
syarat
minimal
meraih
keberhasilan. Kecerdasan intelektual atau tingkat kecerdasan manusia lebih
menekan seseorang pada belajar, membaca, atau berdiskusi. Dengan begitu
kecerdasan intelektual ini bisa bertahan dalam dua waktu yaitu jangka pendek dan
jangka panjang. Jika kecerdasan intelektual ini bertahan hanya pada jangka
pendek ini berarti seserang menggunakan kecerdasan ini secara dead-line.
Meskipun dengan melakukan kerja dead-line ini tidak berarti apa-apa bagi
seseorang ini disebabkan hanya bertahan dalam jangka pendek. Tetapi sebaliknya,
jika seseorang melakukan pekerjaan secara perlahan maka kemampuan
intelektualnya bertahan lama dan untuk menyimpan informasi secara permanen
untuk rentang waktu mulai beberapa bulan, tahun dan bahkan sampai seumr
hidup. Intelligence quotiont (IQ) merupakan interpretasi hasil tes intelegensi
(kecerdasan) kedalam angka yang menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat
intelegensi seseorang (Azwar, 2004:5).
Menurut Sri Irmayanti (Fudyartantan, 2004:12), dilihat dari berbagai
pengertian intelegensi yang di kemukakan, Freeman mengklasifikasikan berbagai
defenisi sebagai berikut:
a. Kelompok yang menekan mahasiswa pada kemampuan adaptasi.
Intelegensi merupakan kemampuan untuk mengorganisasi polapolatingkah laku seseorang sehingga dapat bertindak lebih efektif dan
lebih tepat dalam situasi baru yang berubah-ubah.
b. Kelompok yang menekankan pada kemampuan belajar. Semakin
inteligen (cerdas) seseorang semakin besar ia dapat dididik, semakin
luas dan semakin besar kemampuannya untuk belajar.
c. Kelompok yan menekan pada kemampuan abstraksi. Merupakan
menekankan intelegensi pada pemakaian konsep-konsep dan simbol
simbil secara efektif dalam menghadapi situasi-situasi terutama
memecahkan masalah-masalah.
3)
Kecerdasan Emosional (EQ)
Kamus Bahasa Indonesia mendifinisikan emosi sebagai keadaan yang keras
yang timbul dari hati, perasaan jiwa yang kuat seperti sedih, luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu yang cepat. Emosi merujuk pada suatu
perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan yang biologis dan
psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosional adalah
hal-hal yang berhubungan dengan emosi. Menurut Wibowo (2002) dalam
Melandy (2006).
Kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai
dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan
dampak positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan
dalam menuju kebahagian dan kesejahteraan. Menurut Goleman (2003) dalam
Hanum (2011), kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal
perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola
emosi dengan baik di dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini saling
berbeda dan saling melengkapi dangan kemampuan akademik murni, yaitu
kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ.
Menurut Goleman (2003), untuk meningkatkan dan mengembangkan
kecerdasan emosional ada beberapa cara, yakni:
a. Mengembangkan kesadaran diri yang tinggi
b. Mengelola emosi
c. Memotivasi diri sendiri
Komponen kecerdasan emosional Goleman (2003) dalam Hanum (2011)
mengadapatsi lima hal yang mencangkup kecerdasan emosional dari model
Salovey dan Mayer. Dalam penelitian ini, terdapat komponen Kecerdasan
emosional yang digunakan adalah:
a. Pengenalan diri
Pengenalan diri adalah kemampuan merasakan emosi tepat pada
waktunya dan kemampuan dalam memahami kecenderungan dalam
situasi tersebut. Pengenalan diri menyertakan kemampuan seseorang
menguasai reaksinya pada berbagai peristiwa, tantangan, bahkan orangorang tertentu (Bradberry dan Greaves, 2007). Pengenalan diri
merupakan ketrampilan dasar yang vital untuk ketiga kecakapan emosi,
seperti; kesadaran emosi, penilaian diri secara akurat, percaya diri.
b. Pengendalian diri (mengelola emosi)
Salovey dalam Goleman (2003) menyatakan bahwa mengelola emosi
berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat,
hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada pengedalian
diri. Kecakapan emosi utama dalam pengendalian diri meliputi;
pengendalian diri, dapat dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas, dan
inovasi.
c. Motivasi (Memotivasi diri sendiri)
Motivasi adalah usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau dapat kepuasan dengan
perbuatannya (Kreitner,2005). Kecakapan emosi yang terdapat dalam
motivasi, antara lain: dorongan prestasi, komitmen, inisiatif, dan
optimisme.
d. Empati (mengenali emosi orang lain)
Menurut Goleman (2003) empati adalah kesadaran perasaan, kebutuhan,
dan kepentingan orang lain. Pada tingkat yang paling rendah, empati
mempersyaratan kemampuan membaca emosi orang lain, pada tataran
yang lebih tinggi, empati mengharuskan kita mengindra dan menanggapi
kebutuhan atau perasaan seseorang yang tidak diungkapkan lewat katakata. Kecakapan-kecakapan ini seperti halnya: memahami orang lain,
orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman,
dan kesadaran politis
e. Kemampuan sosial (membina hubungan)
Menurut Goleman (2003), kemampuan sosial merupakan aspek paling
penting dalam emotional intelligence. Kemampuan sosial bisa diperoleh
dengan banyak berlatih. Salah satu kunci kemampuan sosial adalah
seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapkan perasaan sendiri.
Kemampuan sosial intinnya adalah seni menanangani emosi orang lain,
merupakan dasar bagi beberapa kecakapan, antara lain: pengaruh,
komunikasi, manajemen konflik, kepimimpinan, katalisator perubahan,
membangun ikatan, kolaborasi dan kooperasi, serta kemampuan tim.
4)
Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada
pertengahan tahun 2000. Zohar (2001) dalam Rachmi (2010) menegaskan bahwa
kecerdasan spiritual adalah landasan untuk membangun IQ dan EQ. Spiritual
berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang memvitalisasi suatu
organisme. Sedangkan, spiritual dalam SQ berasal dari bahasa Latin sapientia
(sophia) dalam bahasa Yunani yang berati ’kearifan’ (Zohar, 2001).
Prinsip-prinsip Kecerdasan spiritual menurut Agustian (2007:123), yaitu:
a)
Prinsip Bintang
Prinsip bintang adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada Allah
SWT. Semua tindakan yang dilakukan hanya untuk Allah dan tidak
mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri.
b) Prinsip Malaikat (Kepercayaan)
Prinsip
malaikat
adalah
prinsip
berdasarkan
iman
kepada
Malaikat.Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan baik sesuai
dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan
segala perintah Allah SWT.
(a)
Prinsip Kepemimpinan
Prinsip kepemimpinan adalah prinsip berdasarkan iman
kepada Rasullullah SAW. Seorang pemimpin harus memiliki
prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang
sejati. Seperti Rasullullah SAW adalah seorang pemimpin
sejati yang dihormati oleh semua orang.
(b)
Prinsip Pembelajaran
Pembelajaran adalah prinsip berdasarkan iman kepada kitab.
Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan
dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap
segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman
dalam bertindak.
(c)
Prinsip Masa Depan
Prinsip masa depan adalah prinsip yang berdasarkan iman
kepada “hari akhir”. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka
pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, disertai
keyakinan akan adanya “hari akhir” dimana setiap individu
akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang
dilakukan.
(d)
Prinsip Keteraturan
Prinsip keteraturan merupakan prinsip berdasarkan iman
kepada “ketentuan Tuhan”. Membuat semuanya serba teratur
dengan menyusun
rencana atau tujuan secara jelas.
Melaksanakan dengan disiplin karena kesadaran sendiri,
bukan karena orang lain.
Ciri-ciri orang yang memiliki Kecerdasan Spiritual berdasarkan teori Zohar
(2001) dalam Rachmi (2010), yaitu:
a)
Memiliki Kesadaran Diri
Memiliki kesadaran diri yaitu adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan
mendalam sehingga bisa menyadari berbagai situasi yang datang dan
menanggapinya.
b) Memiliki Visi
Memiliki visi yaitu memiliki pemahaman tentang tujuan hidup dan
memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
c)
Bersikap Fleksibel
Bersikap fleksibel yaitu mampu menyesuaikan diri secara spontan dan
aktif untuk mencapai hasil yang baik, memiliki pandangan yang
pragmatis (sesuai kegunaan), dan efisien tentang realitas.
d) Berpandangan Holistik
Berpandangan holistik yaitu melihat bahwa diri sendiri dan orang lain
saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat
memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi
dan memanfaatkan, melampaui kesengsaraan dan rasa sehat, serta
memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
e)
Melakukan Perubahan
Melakukan perubahan yaitu terbuka terhadap perbedaan, memiliki
kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo dan juga
menjadi orang yang bebas merdeka.
f)
Sumber Inspirasi
Sumber inspirasi yaitu mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain
dan memiliki gagasan-gagasan yang segar.
g) Refleksi Diri
Refleksi diri yaitu memiliki kecenderungan apakah yang mendasar dan
pokok.
2.1.6
Pengalaman audit
Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan
perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun
nonformal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang
kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Tubbs (1992) dalam Sumardi
(2001)
menunjukkan
bahwa
ketika
akuntan
pemeriksa
menjadi
lebih
berpengalaman maka auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan
yang terjadi, dan memiliki salah pengertian yang lebih sedikit mengenai
kekeliruan yang tidak lazim serta lebih menonjol dalam menganalisa hal-hal yang
berkaitan dengan penyebab kekeliruan. Auditor yang kurang berpengalaman
tentunya akan berbeda dengan yang telah cukup berpengalaman dengan masa
masa kerja yang lebih lama dalam pekerjaan dan keputusan audit. Auditor yang
kurang berpengalaman akan melakukan tingkat kemungkinan kesalahan yang
lebih besar dibandingkan dengan auditor yang berpengalaman.
Pengalaman audit bisa dilihat dari lamanya dia bekerja sebagai seorang
auditor.
Dian
(2005)
dalam
Khairiah
(2009)
memberikan
kesimpulan
bahwaseorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan
memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan,
2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan.
Keunggulan tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam
pengalaman yang dimiliki individu akan
mempengaruhi pelaksanakan suatu
tugas.
Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berpikir yang lebih
terperinci, lengkap dan sophisticated dibandingkan seseorang yang belum
berpengalaman. Penelitian yang dilakukan oleh Sumardi (2001) menunjukkan
bahwa pengalaman berpengaruh terhadap profesionalitas. Dalam penelitian ini
diperoleh hasil uji hipotesis untuk hubungan antara pengalaman dengan lima
dimensi profesionalitas yaitu afiliasi komunitas, kebutuhan ekonomi, keyakinan
terhadap profesi, dedikasi, dan kewajiban sosial. Pengalaman dinyatakan
berpengaruh signifikan terhadap profesionalitas yaitu semakin berpengalaman
seorang auditor profesionalitasnya semakin tinggi, kecuali untuk dimensi
kewajiban sosial tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.
Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari
perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek. (Knoers &
Haditono, 1999). Dian (2005:3) memberikan kesimpulan bahwa seorang
karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan
dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami
kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Keunggulan tersebut
bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam pengalaman yang
dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanakan suatu tugas. Pengalaman
kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan
seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan
pekerjaan yang lebih baik.
Menurut Mulyadi (2002) jika seorang memasuki karier sebagai akuntan
publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi dibawah pengawasan
akuntan senior yang lebih berpengalaman. Bahkan agar akuntan yang baru selesai
menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam
profesinya, pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurang-kurangnya tiga
tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang
ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik (SK Menteri
Keuangan No.43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997).
2.1.7
Kesiapan auditor
Pada dasarnya, setiap individu dalam
kehidupannya akan mengalami
perubahan-perubahan. Perubahan itu akan dapat diketahui, apabila dilakukan
perbandingan, artinya dalam
menelaah
keadaan suatu
masyarakat atau
lingkungan pada saat tertentu dengan membandingkan pada masa lalunya.
Seseorang dapat belajar tentang sesuatu, apabila di dalam dirinya sudah terdapat
kesiapan (readiness) untuk mempelajari sesuatu itu. Sesuai dengan kenyataan,
bahwa masing-masing
individu memiliki
perbedaan individual, maka yang
bersangkutan memiliki sejarah atau latar belakang perkembangan yang berbedabeda. Hal ini menyebabkan adanya pola pembentukan kesiapan yang berbedabeda pula pada masing-masing individu.
“Cronbach memberikan pengertian tentang kesiapan sebagai segenap sifat
atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu”
(Soemanto, 1990:71). Kesiapan merupakan proses belajar yang melibatkan
beberapa faktor yang berlangsung secara bersama-sama, yaitu:
1) Perlengkapan
dan
pertumbuhan
fisiologis.
Hal
ini
menyangkut
pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti tubuh pada umumnya,
alat indera dan kapasitas intelektual.
2)
Motivasi yang meyangkut kebutuhan, minat dan tujuan individu untuk
mempertahankan, serta mengembangkan diri. Motivasi kerja seorang
auditor merupakan dorongan dalam diri seorang auditor untuk dapat
bekerja dan mencapai perestasi kerja yang tinggi.
Kesiapan seseorang senantiasa mengalami perubahan setiap hari sebagai
akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fisiologis dan psikologis, serta
adanya desakan dari lingkungan. Perkembangan kesiapan terjadi melalui prinsipprinsip berikut:
1) Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama membentuk
kesiapan.
2) Pengalaman seseorang turut mempengaruhi fisiologis individu.
3) Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsifungsi kepribadian individu, baik jasmani maupun kejiwaan.
4) Apabila kesiapan untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada
diri seseorang, maka pada saat-saat tertentu dalam kehidupannya
merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya. Berdasarkan
prinsip-prinsip tersebut, jelas bahwa apa yang telah dicapai seseorang
pada masa lalunya akan mempunyai arti bagi aktifitasnya sekarang, dan
apa yang terjadi pada saat sekarang akan memberikan sumbangan terhadap
kesiapan individu dimasa mendatang.
Ada beberapa unsur yang dapat membentuk kesiapan, yaitu:
1)
Kematangan merupakan dasar pembentukan kesiapan. Kecepatan
pertumbuhan pada masing-masing individu tidak sama. Perbedaan
itu karena pengaruh fisiologis, psikologis dan sosial. Beberapa hal
yang mempengaruhi kematangan sebagai berikut:
a. Dasar-dasar biologis yang menyebabkan terjadinya tingkah
laku, yaitu adanya sistem syaraf sebagai penggerak tingkah
laku.
b. Perubahan-perubahan dalam otak yang dapat menimbulkan
tingkah laku baru yang tidak terduga sebelumnya.
c. Perubahan karena perkembangan biologis yang menentukan
perkembangan struktur sistem syaraf, otak dan indera, sehingga
hal tersebut memungkinkan seseorang matang mengadakan
reaksi pada setiap rangsangan.
2)
Motivasi kerja seorang auditor merupakan suatu dorongan kebutuhan
dalam diri auditor yang perlu dipenuhi dan mendapat perhatian dari
pihak manajemen atau pimpinan organisasi agar auditor dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Jika sudah mampu
menciptakan
kondisi
yang
mendorong
setiap
auditor
agar
melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga timbul rasa puas
dalam diri setiap auditor, maka kinerja yang baik akan dapat kita
peroleh. Tinggi rendahnya motivasi kerja yang dimiliki setiap
auditor banyak ditentukan oleh berbagai faktor baik dari dalam
maupun dari luar dirinya, faktor lingkungan misalnya dapat
mencegah timbulnya perasaan tidak
puas para auditor terhadap
pekerjaannya, berusaha mencegah kemerosotan semangat kerja.
3)
Lingkungan dapat mendukung pembentukan kesiapan ,maka dari itu,
proses belajar memiliki peran yang penting dalam pembentukan
kesiapan. Pada dasarnya individu belajar secara bertingkat sesuai
dengan tingkat kemampuan dan kesiapan dapat dikembangkan
dengan membuat modeling atau abstraksi tentang materi yang
dipikirkan atau diajarkan, terutama pada tingkat analisis yang lebih
mudah. Faktor lingkungan menurut Herzberg (1966), meliputi gaji,
kondisi kerja, keamanan, kebijaksanaan dan administrasi, perilaku
supervisor dan hubungan antar pribadi.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam rangka
menghadapi AFTA 2015 auditor di Indonesia diharapkan mampu meningkatkan
kualitas dan profesionalisme mereka. Selain itu, para auditor juga harus mampu
membaca peluang dan tantangan yang ada agar dapat bertahan dalam persaingan
pasar global.
2.1.8
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan
dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN.
Dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan
pasar regional bagi sekitar 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. AFTA
awalnya ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian
dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Perkembangan paling aktual mengenai AFTA dalam AEC adalah pada
KTT ASEAN ke-13 di Singapura bulan November 2007. Dalam AEC Blue Print
yang dirancang oleh para menteri ekonomi ASEAN, terdapat tiga karakteristik
yang dijadikan landasan bagi implementasi AEC, termasuk juga AFTA
(http://www.aseansec.org). Pertama, memperluas integrasi ekonomi ke semua
negara anggota ASEAN melalui tahapan waktu yang jelas. Dalam konteks ini,
ASEAN harus bertindak dalam prinsip membuka pasar secara terbuka dengan
menempatkan ekonomi yang digerakkan oleh pasar secara konsisten dalam
kerangka aturan perjanjian multilateral. Kedua, AEC akan membangun ASEAN
sebagai sebuah pasar tunggal yang berbasiskan produksi dengan mendorong
ASEAN menjadi lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme baru untuk
memperkuat
implementasi
mempercepat
integrasi
poin
regional
penting
dalam
dalam
sektor
perekonomian,
yang
menjadi
seperti
prioritas,
memfasilitasi pergerakan pelaku bisnis dan pekerja yang memiliki keahlian,
memperkuat mekanisme institusional ASEAN. Ketiga, mengacu pada dua
karakteristik di atas, empat ciri utama yang perlu diperhatikan dalam upaya
pembentukan AEC adalah pasar tunggal dan basis produksi, wilayah ekonomi
yang memiliki daya saing tinggi, wilayah dengan perkembangan ekonomi yang
setara, dan wilayah yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global.
Ada beberapa peluang dan tantangan bagi negara peserta AFTA nantinya,
yaitu:
a.
Peluang
Banyak peluang dan harapan yang digantungkan jika AFTA 2015 terjadi
dengan baik, diantaranya ada beberapa poin yang menjadi perhatian:
1) Manfaat Integrasi Ekonomi
Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan 9 (sembilan) negara ASEAN
lainnya membentuk ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun
2015 tentu saja didasarkan pada keyakinan atas manfaatnya yang secara
konseptual akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan
kawasan ASEAN. Integrasi ekonomi dalam mewujudkan AEC 2015
melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang lebih besar, dorongan
peningkatan efisiensi dan daya saing, serta pembukaan peluang
penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN, akan meningkatkan
kesejahteraan seluruh negara di kawasan ASEAN.
2) Pasar Potensial Dunia
Pewujudan AEC di tahun 2015 akan menempatkan ASEAN sebagai
kawasan pasar terbesar ke-3 di dunia yang didukung oleh jumlah
penduduk ke-3 terbesar (8% dari total penduduk dunia) di dunia setelah
China dan India. Pada tahun 2008, jumlah penduduk ASEAN sudah
mencapai 584 juta orang (ASEAN Economic Community Chartbook,
2009), dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan
usia mayoritas berada pada usia produktif.
3) Negara Pengekspor
Negara-negara di kawasan ASEAN juga dikenal sebagai negara-negara
pengekspor baik produk berbasis sumber daya alam (seperti agrobased
products) maupun berbagai produk elektronik. Dengan meningkatnya
harga komoditas internasional, sebagian besar Negara ASEAN mencatat
surplus pada neraca transaksi berjalan. Prospek perekonomian yang
cukup baik juga menyebabkan ASEAN menjadi tempat tujuan investasi
(penanaman modal).
4) Negara Tujuan Investor
ASEAN merupakan pasar dan memiliki basis produksi. Fakta - fakta
tersebut merupakan faktor yang mendorong meningkatnya investasi di
dalam dalam negeri masing-masing anggota dan intra-ASEAN serta
masuknya investasi asing ke kawasan. Sebagai negara dengan jumlah
penduduk terbesar (40%) diantara negara anggota ASEAN, Indonesia
diharapkan akan mampu menarik investor ke dalam negeri dan mendapat
peluang ekonomi yang lebih besar dari negara anggota ASEAN lainnya.
5) Daya Saing
Liberalisasi perdagangan barang ASEAN akan menjamin kelancaran arus
barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan
ASEAN karena hambatan tarif dan non-tarif yang berarti sudah tidak ada
lagi. Kondisi pasar yang sudah bebas di kawasan dengan sendirinya akan
mendorong pihak produsen dan pelaku usaha lainnya untuk meproduksi
dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien sehingga
mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain. Di sisi lain,
para konsumen juga mempunyai alternatif pilihan yang beragam yang
dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, dari yang paling
murah sampai yang paling mahal. Indonesia sebagai salah satu negara
besar yang juga memiliki tingkat integrasi tinggi di sektor elektronik dan
keunggulan komparatif pada sektor berbasis sumber daya alam,
berpeluang besar untuk mengembangkan industri di sektor-sektor
tersebut di dalam negeri.
b.
Tantangan
Dalam
merumuskan
kebijakan
luar
negerinya,
pemerintah
selalu
mempertimbangkan keadaan-keadaan di sekitarnya, baik lingkungan
internal maupun lingkungan eksternalnya. Hal-hal tersebut masuk sebagai
bahan pertimbangan atau input yang berpengaruh dalam perumusan
kebijakan luar negeri. Begitu juga dengan kebijakan luar negeri Indonesia
dalam menghadapi integrasi regional ASEAN, yaitu juga merupakan suatu
antisipasi terhadap lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Hal ini
secara umum akan berlaku bagi negara mana pun dalam mempertimbangkan
kebijakan luar negerinya. Harus ada kalkulasi (perhitungan untung rugi),
kesadaran akan potensi yang dimiliki, strategi, maupun implementasi dan
komitmen kebijakan yang dibuat. Beberapa tantangan yang dihadapi antara
lain dapat berupa:
1) Peningkatan Ekpor dan Impor
Tantangan yang dihadapi memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak
hanya yang bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi
persaingan dengan negara sesama ASEAN dan negara lain di luar
ASEAN seperti China dan India. Peningkatan kinerja ekspor merupakan
tantangan yang sangat serius ke depan karena dapat mengakibatkan
neraca perdagangan mengalami defisit sehingga melemahkan posisi
dalam persaingan bebas.
2) Laju Inflasi
Tantangan lainnya adalah laju inflasi yang masih tergolong tinggi.
Stabilitas makro masih menjadi kendala dalam peningkatan daya saing
dan tingkat kemakmuran. Untuk dapat bersaing dalam pasar besar, suatu
negara harus dapat mengelola laju inflasi, dan stabilitas makro yang
pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya saing.
3) Dampak Negatif Arus Modal yang Lebih Bebas
Arus modal yang lebih bebas untuk mendukung transaksi keuangan
yang lebih efisien, merupakan salah satu sumber pembiayaan
pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional, mendukung
pengembangan
sektor
pertumbuhan ekonomi
keuangan,
dan
suatu negara.
akhirnya
meningkatkan
Namun demikian, proses
liberalisasi arus modal dapat menimbulkan ketidakstabilan melalui
dampak langsungnya pada kemungkinan pembalikan arus modal yang
tiba-tiba maupun dampak tidak langsungnya pada peningkatan
permintaaan domestik yang akhirnya berujung pada tekanan inflasi.
4) Daya Saing Sektor Prioritas Integrasi
Tantangan lain yang juga dihadapi adalah peningkatan keunggulan
komparatif di sektor prioritas integrasi. Saat ini, untuk Indonesia, kita
mempunyai keunggulan di sektor/komoditi seperti produk berbasis
kayu, pertanian, minyak sawit, perikanan, produk karet dan elektronik,
sedangkan untuk tekstil, elektronik, mineral (tembaga, batu bara, nikel),
mesin-mesin, produk kimia, karet dan kertas masih dengan tingkat
keunggulan yang terbatas.
5) Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM)
Kemampuan bersaing SDM tenaga kerja harus ditingkatkan baik secara
formal maupun informal. Kemampuan tersebut diharapkan harus
minimal memenuhi ketentuan dalam MRA yang telah disetujui. Pada
tahun 2008-2009, Mode 3 pendirian perusahaan (commercial presence)
dan Mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja (movement of natural persons)
intra ASEAN akan diberlakukan untuk sektor prioritas integrasi. Untuk
itu, kualitas tenaga kerjanya harus ditingkatkan sehingga bisa digunakan
baik di dalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya
tenaga kerja terampil dari luar. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena
memerlukan adanya cetak biru sistem pendidikan secara menyeluruh,
dan sertifikasi berbagai profesi terkait.
6) Kepentingan Nasional
Disadari bahwa dalam rangka integrasi ekonomi, kepentingan nasional
merupakan yang utama yang harus diamankan oleh negara anggota
ASEAN.
Kepentingan
kawasan,
apabila
tidak
sejalan
dengan
kepentingan nasional, merupakan prioritas kedua. Hal ini berdampak
pada sulitnya mencapai dan melaksanakan komitmen liberalisasi AEC
Blueprint. Dapat dikatakan, kelemahan visi dan mandat secara politik
serta masalah kepemimpinan di kawasan akan menghambat integrasi
kawasan. Selama ini ASEAN selalu menggunakan pendekatan voluntary
approach dalam berbagai inisiatif kerja sama yang terbentuk di ASEAN
sehingga group pressure diantara sesama negara anggota tergolong
lemah. Tentu saja hal ini berkonsekuensi pada pewujudan integrasi
ekonomi kawasan akan dicapai dalam waktu yang lebih lama.
c.
Meningkatkan daya saing dan kreativitas
Adanya pasar bebas AFTA membuat berbagai jenis barang dan jasa dari
luar negeri masuk ke pasar dalam negeri. Hal ini diharapkan dapat membuka
mata para pengusaha, baik yang sudah berskala besar maupun mikro/UKM
untuk terus meningkatkan kualitas produksinya agar mampu bersaing di
tengah gempuran produk asing dengan cara pengendalian mutu yang lebih
baik, proses produksi yang dilakukan secara lebih efektif dan efisien, dan
lain-lain. Di sisi lain, para pengusaha lokal dapat mempelajari jenis-jenis
produk asing yang mungkin belum pernah terpikirkan sebelumnya dan ikut
mengembangkan kreativitasnya agar dapat menghasilkan produk yang tidak
kalah bersaing atau bahkan lebih baik dibandingkan produk-produk asing
tersebut.
d.
Terbukanya peluang untuk peningkatan kualitas SDM
AFTA mengharuskan semua pihak meningkatkan kemampuan dan
kompetensinya agar dapat bersaing di pasar bebas. Hal ini memang
merupakan salah satu cita-cita yang diharapkan dapat terwujud dengan
diberlakukannya
AFTA
2015.
Adanya
persaingan
global
tersebut
menciptakan suatu dorongan bagi seluruh pengusaha, baik secara kolektif
maupun individual, untuk meningkatkan kemampuan melalui pendidikan,
pelatihan, dan kegiatan-kegiatan penunjang lainnya. Begitu pula halnya
dengan para auditor dan akuntan Indonesia, yang tentunya juga turut
menentukan kualitas suatu perusahaan dari sisi laporan keungan yang
tentunya akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan investor.
Interaksi dengan pihak-pihak asing di pasar bebas AFTA dapat membuka
peluang terjadinya kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas SDM tersebut.
2.2
Penelitian Terdahulu
Kurniawan (2014), meneliti tentang tingkat pemahaman mahasiswa
terhadap IFRS, dimana penelititan ini dilakukan pada mahasiswa Universitas Dian
Nuswantoro dan Universitas Khatolik Soegijapranata Semarang. Hasil penelitian
menunjukan semua variabel berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi
IFRS yaitu variabel kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, perilaku belajar
dan minat belajar. Sedangkan dari hasil uji statistik t hanya satu variabel yang
memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pemahaman IFRS yaitu Minat
Belajar.
Mustaip (2012) meneliti tentang pengaruh implementasi IFRS terhadap
kompetensi akuntan publik. Penelitian ini memaparkan minimnya jumlah
Akuntan publik di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
lainnya. Andai jumlah akuntan publik pun sudah memadai namun tidak diiringi
dengan kualitas yang bersaing seperti penguasaan bahasa asing, dan standar
akuntansi internasional (IFRS) maka bisa jadi akuntan publik dari Indonesia akan
kalah bersaing dengan Akuntan publik asing dari negara-negara ASEAN. Pangsa
pasar Indonesia akan banyak dikuasai akuntan publik asing, perusahaanperusahaan besar akan lebih memilih akuntan publik asing, yang jauh lebih
menguasai standar akuntansi internasional dan lebih berkualitas.
Agus (2014) meneliti tentang analisis konvergensi PSAK ke IFRS. Dalam
penelititan ini disimpulkan bahwa Indonesia memutuskan untuk berkiblat pada
standar pelaporan keuangan internasional atau IFRS. Konvergensi akuntansi
Indonesia (PSAK) ke IFRS sangat perlu didukung agar Indonesia mendapatkan
pengakuan maksimal. Pengakuan maksimal ini didapat dari komunitas
internasional yang sudah lama menganut standar ini. Terdapat 14 titik perbedaan
antara PSAK 1 tahun 1998 dan 2009. Beberapa tanggapan atas PSAK 1 (2009)
yang penulis sajikan adalah dari lima menjadi enam laporan keuangan, perubahan
istilah akuntansi yang baru, dinamika IFRS dan auditing, perubahan klasifikasi
aset, penghapusan pos-pos luar biasa, dan waktu penerbitan laporan keuangan.
Untuk PSAK 3 tahun 1994 dan 2010, penulis menemukan 10 titik perbedaan,
diantaranya perihal ruang lingkup, isi, format, dan komponen minimal laporan
keuangan interim, periode, pendapatan, dan beban. Untuk PSAK 16 tahun 2007
dan 2011 terdapat 5 titik perbedaan, diantaranya perihal pengecualian terhadap
ruang lingkup, hibah pemerintah, aset tetap yang tersedia untuk dijual, dan
depresiasi
atas
tanah.
Perubahan
yang
dibawa
IFRS
ini
merupakan
penyempurnaan standar global yang tidak mengubah dasar-dasar akuntansi selama
ini.
Aulia (2011), meneliti tentang kesiapan auditor atas kompetensi, dan
keahlian audit terhadap implementasi IFRS di Indonesia tahun 2012. Hasil dari
penelititan ini adalah tidak semua variabel kesiapan auditor memiliki pengaruh
terhadap implementasi IFRS di Indonesai tahun 2012.Variabel kesiapan auditor
memiliki pengaruh terhadap implemetasi IFRS adalah variabel kompetensi. Hal
ini dimungkinkan pada variabel kompetensi menunjukkan bahwa auditor yang
memeiliki pengetahuan yang luas apalagi pengetahuan tentang IFRS dan tingkat
pendidikan formal yang cukup maka auditor dapat mengimplementasikan IFRS di
Indonesia tahun 2012.
37
Download