BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Customercentric Seiring perubahan yang terjadi di segala bidang kehidupan, dunia marketing pun tak lepas dari peruahan ini. Era marketing yang mengedepankan profit semata secara perlahan berubah. Era marketing dengan orientasi profit juga disebut dengan era marketing 1.0 (baca : one point "o"). Dan perubahan model marketing 1.0 ke marketing selanjutnya disebut dengan Marketing 2.0. Di mana era Marketing 2.0 ini mengubah dari productcentric ke customercentric era. Dan sekarang kita melihat bahwa marketing telah mentransformasi diri ke dalam human-centric era. Perubahan kea rah nilai-nilai yang lebih humanis inilah yang dinamai dengan marketing 3.0. Dalam model marketing ini di sana nilai-nilai dilekatkan pada misi dan visi perusahaan. Perusahaan dan para pemasar dalam konsep marketing ini juga didorong menginkorporasikan visi yang lebih manusiawi dalam memilih tujuan-tujuan mereka. Salah satu prinsip Marketing 3.0 dalam bisnis adalah adanya keberlanjutan (sustainability).1 Marketing 2.0 hadir di masa teknologi saat ini (dimana intinya adalah teknologi informasi). Pekerjaan marketing tidak lagi sesederhana dulu. Konsumen zaman sekarang sangat mudah mendapat informasi dan membandingkan beberapa tawaran dari produk serupa. Nilai dari suatu produk ditentukan oleh konsumen. Konsumen sangat berbeda dalam preferensi mereka. Pemasar harus membuat segmen pasar dan mengembangkan sebuah produk unggulan untuk target pasar tertentu. Aturan emas dari “pembeli adalah raja” sangat berguna bagi banyak perusahaan. Konsumen merasa lebih baik karena kebutuhan dan keinginannya 1 Hermawan Kartajaya, Marketing 3.0: From Products to Customers to the Human Spirit, Jakarta : John Wiley & Sons, 2010. 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 sangat diperhatikan. Konsumen dapat memilih dari berbagai macam alternatif dan karakteristik fungsional. Marketing 2.0 berbasiskan emotional intelligent: Sentuhlah hati customer. Meski suatu produk lebih mahal dibanding yang lain, tapi tetap dipilih konsumen, sebab ia sudah memiliki ikatan emosional dengan produknya. Berikut adalah perbandingan dari marketing 1.0 hingga marketing 3.0 menurut Hermawan Kartajaya dan Philip Kotler.2 Tabel I. Evolusi Marketing Sumber : Marketing 3.0 Values-Driven Marketing Philip Kotler & Hermawan Kartajaya, Marketing 3.0 Values-Driven Marketing, Jakarta: Gramedia, 2007. 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 Ketatnya persaingan pasar global membuat banyak perusahaan yang memilih untuk mengembangkan konsep strategi customercentric. Konsep customercentric bertujuan untuk mengembangkan strategi pro-pelanggan untuk meningkatkan proposisi nilai beli dan memberikan pengalaman lengkap mengenai produk atau jasa kepada pelanggan. Belajar tentang pelanggan dan eksperimen dengan segmentasi yang berbeda, nilai proposisi, dan pengiriman efektif layanan pelanggan dalam bisnis dan bantuan front office untuk memperoleh dan mempertahankan pelanggan dengan meningkatnya kepuasan dalam penjualan dan layanan dari perusahaan (Selden dan Macmillan, 2006). Perusahaan yang bergerak dalam penjualan dan layanan berteknologi tinggi seperti mobil hybrid perlu mengeksplorasi mode baru dengan bekerjasama antara pelanggan, pengecer dan produsen yang menghasilkan co-design yang mengarah ke strategi bisnis customercentric. Aktivitas codesign yang dilakukan pada interface khusus dan memungkinkan untuk pengembangan bersama produk dan solusi antara nasabah individu dan produsen (Berger et al., 2005). Organisasi yang ingin mengadopsi lebih strategi customercentric akan belajar dari pendekatan DuPont. Ini merupakan tantangan yang berat, berdasarkan pada program ekstensif penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan pelanggan di seluruh dunia. Analisis touch point konsumen difasilitasi keselarasan kelompok fungsional dalam organisasi (Produk, penjualan, layanan pelanggan, dll) dan dilengkapi untuk mengambangkan kebutuhan baru, nilai proposisi dari segmen khusus. Inisiatif utama ini telah memungkinkan DuPont untuk memprioritas ulang upaya internal dan praktek bisnis dan telah menjadi katalis untuk perubahan organisasi yang lebih luas terutama pembubaran banyak silo fungsional yang sebelumnya telah terhalang kemampuannya untuk memberikan janji terhadap merek (Rajagopal, 2009). Sebuah strategi yang berorientasi pasar yang kuat dari perusahaan memungkinkan menggunakan pengaruh strategi koersif oleh pesaing dan menawarkan keuntungan kepada pelanggan lebih dari kekuatan pasar yang kompetitif (Chung etal., 2007). Orientasi pasar adalah konsep luas organisasi yang membantu menjelaskan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Karena http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 banyak perusahaan manufaktur memiliki strategi terkait pemasaran mereka dengan jasa pengiriman atribut, konsep orientasi pasar adalah sebagai perluasan sistem dalam pengaturan perusahaan global. Proses orientasi pasar memberikan kontribusi pembelajaran yang terus menerus dan akumulasi pengetahuan oleh organisasi yang terus menerus mengumpulkan informasi tentang pelanggan dan pesaing dan menggunakannya untuk menciptakan nilai pelanggan yang unggul dan keunggulan kompetitif (Slater dan Narver, 1995). Tenaga penjual memainkan peran yang berbeda dalam proses penjualan dan perannya berubah selama tindakan. Dia butuh memiliki kemampuan yang berbeda dalam setiap tahap dari proses penjualan, yang termasuk mengidentifikasi prospek, mendapatkan dukungan dari pelanggan potensial, menciptakan solusi, dan menutup kesepakatan. Kedua perilaku pekerjaan tenaga penjual dan psikologis kesejahteraan dapat terpengaruh jika ada persepsi dari ambiguitas peran atau konflik atau jika persepsi ini tidak akurat. Ada banyak bukti, misalnya, bahwa ambiguitas tingkat tinggi yang dirasakan dan konflik secara langsung berhubungan dengan kecemasan tinggi dan ketegangan dan kepuasan kerja yang rendah. Selain itu, perasaan ketidakpastian wiraniaga dan konflik dan tindakan yang diambil untuk menyelesaikan masalah dapat memiliki dampak yang kuat pada kinerja pekerjaan utama (Singh, 1993). Tenaga penjualan di sebuah perusahaan dipengaruhi oleh penjualan untuk mencapai hasil kinerja yang tinggi di wilayah dan waktu tertentu. Faktor penjualan mencakup desain wilayah, kompensasi, tugas ruang lingkup dan interaksi budaya di pasar. Tenaga penjualan lebih efektif di dalam unit penjualan dengan tingkat yang lebih tinggi dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik, orientasi penjualan, dan orientasi pelanggan. Kedua perilaku penjual dan kinerja hasil yang dinilai lebih tinggi oleh manajer dalam organisasi dengan unit penjualan yang lebih efektif (Baldauf et al., 2002). Penjual harus memahami bahwa pelanggan sensitif terhadap permintaan dan waktunya. Calon pelanggan adalah seni dan pendekatan berbasis nilai yang menuju target pelanggan yang akan memimpin ke arah keberhasilan memperoleh pelanggan. Sebaliknya delapan kata-kata untuk pelanggan - "biarkan aku kembali http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 kepada Anda pada waktu itu" mungkin membunuh penjualan sebagai waktu respon kepada pelanggan yang merupakan keberhasilan yang tertunda dan nilai pelanggan untuk waktu yang tidak dihormati oleh penjual. Di pasar konsumen yang kompetitif, membangun dan memelihara hubungan yang baik dengan pelanggan adalah penting untuk jangka panjang kelangsungan hidup bisnis. Dalam proses penjualan kualitas hubungan, kepercayaan, kepuasan dan komitmen penjual adalah instrumental dalam prospeksi dan tidak hanya dalam memperoleh pelanggan tetapi juga mempertahankan untuk memberikan nilai pelanggan yang berkelanjutan (Chang, 2007).3 2.2 Perilaku Konsumen Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana konsumen berperilaku dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku tersebut. Kotler dan Keller (2008) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut: “Perilaku konsumen adalah studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.” Pengambilan keputusan konsumen adalah sebuah proses konsumen dalam melakukan pembelian barang atau jasa. Assael (2001) mendefinisikan pengambilan keputusan konsumen adalah proses merasa dan mengevaluasi informasi merek, mempertimbangkan bagaimana alternatif merek memenuhi kebutuhan konsumen dan memutuskan pada suatu merek. Menurut Assael (2001) ada dua pengaruh luas yang menentukan pilihan konsumen. Pengaruh pertama yaitu konsumen individu yang mana kebutuhan, persepsi merek karakteristik, dan sikap ke arah alternatif yang mempengaruhi Rajagopal,”Enhancing sales relationship through customer centric visibility”, 7:1, eJournal Innovative Marketing, (Mexico, 2011), 9 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 pilihan merek. Pengaruh kedua dari pengambilan keputusan konsumen adalah lingkungan. Lingkungan pembelian konsumen digambarkan dengan budaya (norma dan nilai masyarakat), dengan sub-budaya (bagian dari masyarakat dengan norma-norma berbeda dan nilai dalam kehormatan tertentu) dan dengan kelompok bertatap muka (teman, anggota keluarga dan kelompok referensi). Ketika konsumen telah membuat suatu keputusan maka evaluasi pasca pembelian, digambarkan sebagai umpan balik untuk konsumen individu, akan berlangsung. Selama dalam proses evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan mungkin akan merubah pola dalam memperoleh informasi, mengevalusi merek dan memilih suatu merek. Keputusan konsumen untuk melakukan pembelian dengan merek yang sama akan dipengaruhi oleh pengalaman mengkonsumsi dari konsumen itu sendiri. Pandangan terhadap perilaku konsumen dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi manajemen dan sisi konsumen (Assael, 2001). Dari sisi manajemen, perilaku konsumen merupakan bahan yang sangat penting untuk dipahami berkaitan dengan aktivitasnya terhadap suatu produk dan menjadi indikator seberapa jauh produk tersebut sukses di pasaran dengan melihat respon yang ditunjukkan oleh konsumen terhadap produk tersebut. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian mereka. Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah yang terdiri atas enam tahap, yaitu (Swasta, 1990:118) : a. Menganalisa keinginan dan kebutuhan Penganalisaan keinginan dan kebutuhan ini ditujukan terutama untuk mengetahui adanya keinginan dan tujuan yang belum perlu atau segera harus dipenuhi atau masih dapat ditunda pemenuhannya, serta kebutuhan yang sama-sama harus segera dipenuhi. Jadi dari tahap inilah proses pembelian itu mulai dilakukan. b. Menilai sumber-sumber Tahap kedua dalam proses pembelian ini sangat berkaitan dengan lamanya waktu dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli. Jika jumlah uang yang tersedia tidak begitu banyak, sedangkan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 kebutuhannya cukup besar, maka konsumen akan lebih menyukai pembelian secara kredit. Jika produk yang akan dibeli memerlukan uang yang cukup besar, biasanya dibutuhkan waktu yang agak lama untuk mempertimbangkannya. c. Menetapkan tujuan pembelian Tujuan pembelian bagi masing-masing konsumen tidak selalu sama, tergantung pada jenis produk dan kebutuhannya. Ada konsumen yang mempunyai tujuan pembelian untuk meningkatkan prestise (pembelian mobil), ada yang hanya sekedar memenuhi kebutuhan jangka pendeknya (pembelian makanan), ada juga yang ingin meningkatkan pengetahuan (pembelian buku) dan sebagainya. d. Mengidentifikasi alternatif pembelian Setelah tujuan pembelian ditetapkan, konsumen perlu mengidentifikasikan alternatif pembeliannya. Untuk meningkatkan prestise misalnya, beberapa alternatif pembelian yang mungkin dilakukan adalah: membeli mobil, membeli rumah, membeli televise berwarna dan sebagainya. Pengidentifikasian alternatif pembelian tersebut tidak dapat terpisah dari pengaruh sumber-sumber yang dimiliki (waktu, uang dan informasi) maupun resiko keliru dalam pemilihan. e. Keputusan pembelian Setelah tahap-tahap dimuka dilakukan, sekarang tiba saatnya bagi pembeli untuk mengambil keputusan membeli atau tidak. Jika keputusan yang diambil dianggap membeli, maka pembeli akan menjumpai serangkaian keputusan menyangkut jenis produk, bentuk produk, kuantitas, waktu pembelian dan cara pembayarannya. f. Perilaku sesudah pembelian Semua tahap yang ada dalam proses pembelian sampai dengan tahap yang kelima adalah bersifat operatif. Bagi perusahaan, perasaan dan perilaku sesudah pembelian juga sangat penting. Perilaku mereka http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 dapat mempengaruhi pembelian ulang dan juga mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang produk perusahaan. Proses pengambilan keputusan oleh konsumen saat membeli sebuah produk akan melalui proses AIDA (Attention, Interest, Desire, and Action). AIDA adalah singkatan sederhana yang telah dibuat lama sebagai pengingat dari empat tahapan proses penjualan, AIDA singkatan dari Attention, Interest, Desire, Action ini merupakan model yang cukup sederhana dan dapat digunakan sebagai pedoman. Dalam komunikasi pemasaran perlu dirumuskan tujuan yang ingin dicapai dari proses komunikasi pemasaran yang akan dilakukan. AIDA merupakan sebuah konsep yang dimana dalam sebuah pemasarn sangatlah memegang peranan penting. a. Attention Dalam attention ini seorang pemasar haruslah mampu membuat sebuah media informasi agar mengandung daya tarik bagi konsumen. Membuat suatu pernyataan yang mengungkap perhatian orang, membuat kata atau gambar yang powerful yang bisa menarik perhatian hingga orang berhenti dan memperhatikan isi pesan berikutnya. b. Interest Interest adalah langkah setelah seorang pemasar mampu untuk membuat sebuah media informasi tersebut agar dapat mengandung daya tarik bagi konsumen, seorang pemasar haruslah memikirkan sebuah media informasi agar dapat mengandung minat bagi calon pelanggan atau konsumennya tersebut. Kebanyakan media informasi yang buruk melalaikan dalam melakukan tahapan ini, ditahap inilah sebenarnya target atau konsumen bersedia memberikan waktunya untuk membaca pesan dari pemasar lebih detail. Bangun minat pembaca dengan memberikan janji solusi atas masalah atau harapan mereka. Cara yang baik adalah dengan menjelaskan fitur dan benefit. Jangan hanya memberikan fakta dan fitur saja, dan merasa pembaca http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 akan berpikir sendiri benefit yang akan di dapat, tetapi menjelaskan dengan sejelasnya benefitnya tersebut untuk meningkatkan interest. c. Desire Selanjutnya langkah yang harus dilakukan oleh seorang pemasar ialah memunculkan keinginan untuk mencoba atau memiliki, dimana dalam tahapan ini pemasar haruslah jeli atau pintar membaca target atau konsumen dalam tahapan ini.Langkah ini untuk membuktikan bahwa seorang pemasar mampu memberikan solusi yang tepat dalam melakukan sebuah keputusan bagi konsumen. Dalam tahap ini khalayak telah mempunyai motivasi untuk memiliki produk.Sampai pada tahap ini, seorang pemasar telah berhasil menciptakan kebutuhan calon pembeli. Sejumlah calon pembeli sudah mulai goyah dan emosinya mulai tersentuh. Namun demikian timbul perlawanan dalam diri calon pembeli berupa keraguan, benarkah produk atau jasa yang bersangkutan memberikan sesuatu seperti yang dijanjikan iklannya. d. Action Dalam tahapan yang paling pusat ini seorang pemasar haruslah sudah mengarah pada tindakan untuk membeli. Dalam tahapan action ini menjelaskan langkah apa yang dilakukan oleh seorang pemasar dalam menginginkan untuk pembaca atau target melakukan keputusan untuk membeli. Membimbing pembaca atau target karena pembaca atau target akan bertindak jika seorang pemasar menjelaskan langkahlangkahnya dan kadang juga perlu diinformasikan masalah harga untuk tindakan tersebut. Dalam tindakan action ini yaitu yang salah satu upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli agar sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian atau bagian dari proses itu juga dengan memilih kata yang tepat agar calon pembeli atau target http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 melakukan respon sesuai dengan yang diharapkan adalah suatu pekerjaan yang sangat sulit. Harus digunakan kata perintah agar calon pembeli bergerak. 4 2.3 Customer Relationship Management (CRM) Konsep pemasaran telah berubah dan dapat dibagi menjadi tiga periode. Pertama adalah periode penjualan, mana kuantitas adalah prioritas dan utama. Tujuannya adalah untuk menjual lebih banyak dan lebih. Periode kedua adalah manajemen merek, di mana merek pribadi dan pesan muncul. Tapi terobosan nyata dibawa oleh periode informasi. Saat itulah komunikasi dua arah muncul. Pelanggan menerima informasi yang disampaikan oleh perusahaan di dua pertama periode, tapi tidak ada respon. Komunikasi dua arah muncul di periode informasi, di mana ada kesempatan untuk umpan balik juga (Doyle, 2002). Perkembangan informasi membantu strategi ini, meskipun fakta bahwa hubungan pemasaran sudah ada, hanya benarbenar efektif melalui penggunaan komputer. Akan sulit untuk menangani ratusan ribu pelanggan secara manual, dan pada pemasaran ini tak terbayangkan jika tanpa adanya sistem CRM. Sentralisasi pelanggan telah menjadi tujuan strategis baru, dimana perusahaan membangun merek dan citra mereka bersama-sama dengan pelanggan mereka. Hal ini sangat berhubungan dengan komunikasi dua arah dan hubungan manajemen yang membantu secara efektif untuk memproses informasi yang diberikan oleh pelanggan. Tugas dari sistem informasi pemasaran adalah untuk memberikan informasi yang luas tentang konsumen, pasar, dan pesaing. Strategi hubungan pemasaran dapat efektif jika manajemen informasi dan pendukung keputusan juga efektif dalam operasi sistem organisasi. Rofiq, Abdul, “Pengaruh Penerapan AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) Terhadap Keputusan Pembelian (Survei Pada Pembeli Kartu Perdana IM3 di Lingkungan Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Angkatan 2012), eJurnal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, 2012. 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 Solusi untuk menjaga loyalitas pelanggan adalah dengan mengelola hubungan pelanggan, atau apa yang kita sebut manajemen hubungan pelanggan (CRM). Ini adalah bisnis yang merupakan pendekatan untuk menciptakan, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan antara organisasi (corporate) dan pelanggan untuk meningkatkan nilai pelanggan (customer value) dan profitabilitas yang pada akhirnya menghasilkan nilai tambah bagi pemegang saham. (Payne, 2005: 4). Mandina (2014: 70) juga menyebutkan bahwa CRM adalah topik yang menarik untuk kedua akademisi dan praktisi. Semakin banyak perusahaan yang memfokuskan perhatian mereka mengintegrasikan strategi customercentric, program, alat, dan teknologi untuk mencapai CRM yang efektif dan efisien (Parvatiyar dan Shet, 2001: 1). CRM memiliki beberapa definisi, tetapi banyak yang setuju manajemen hubungan pelanggan (CRM) adalah sebuah strategi yang menempatkan permintaan pelanggan di pusat operasi organisasi sehingga membuat kontribusi terhadap profitabilitas perusahaan dan kepuasan pelanggan. Beberapa perusahaan menekankan metode customercentric dan menganggap ini tujuan utama dalam perusahaan. Setiap proses dan departemen terhubung dengan solusi CRM melalui tujuan yang strategis. Ada sistem CRM yang memungkinkan tuntutan konsumen untuk memasuki tingkat inovasi produk. Roodriguez, Ajjan, dan Peterson (2014: 85) menyebutkan, "Sebuah fenomena baru dalam memahami kebutuhan pembeli dan menjangkau pelanggan adalah media sosial”. Adrian Payne, yang menyebutkan manajemen hubungan pelanggan (CRM) merupakan peremajaan dari relasional pemasaran. Dengan dukungan perkembangan teknologi, menjaga koneksi dengan banyak konsumen menjadi lebih mudah dari sebelumnya. Tiga tingkat definisi Payne mengenai CRM: yang pertama adalah sebutan CRM untuk proyek yang mengarah ke solusi teknologi. Yang kedua adalah solusi dengan integrasi teknologi untuk customercentric. Yang ketiga adalah manajemen hubungan pelanggan adalah menekankan kepada strategi (Payne, 2007). CRM tidak hanya pemanfaatan kemungkinan teknologi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 baru, hal ini juga elevasi hubungan pemasaran untuk tingkat yang baru, di mana pelanggan benar-benar penting dan semuanya disubordinasikan kepadanya dengan harapan jangka panjang yang menguntungkan hubungan. Sebagai tuntutan konsumen yang telah berubah, sehingga memiliki pemasaran lingkungan hidup, konsep hubungan pemasaran klasik telah berubah juga. Dimana CRM menyajikan penekanannya pada interaktivitas, yang diimplementasikan dalam sistem hubungan dengan manajemen mutu, orientasi pelanggan, dan rencana strategi bisnis terkait proses, pentingnya layanan pelanggan, dan komitmen (Ed-Marandi, 2005). Transformasi pendekatan pemasaran mengakibatkan lahirnya dua arah komunikasi, dimana setiap jenis sistem CRM atau pemasar terampil tidak bernilai apa-apa jika komunikasi antara perusahaan dan pelanggan tidak cukup efektif untuk memperkuat pembentukan hubungan. Ini penting untuk dicatat bahwa sistem CRM hanya solusi teknologi, yaitu, latar belakang arsitektur, apa yang dapat ditemukan di balik aplikasi lain seperti intelijen bisnis. Keberhasilan sistem CRM yang efektif tergantung pada latar belakang metode pemasaran dan filsafat.5 Studi mengenai CRM telah membuat beberapa peneliti tertarik untuk membuat penelitian. Kesuma, Hadiwidjojo, Wiagustini, dan Rohman (2013) melakukan studi tentang CRM sebagai variabel mediasi antara kualitas pelayanan dan loyalitas pelanggan tentang beberapa rumah sakit swasta di Denpasar, Bali. Penelitian ini mengenai analisa unit pelanggan atau pasien dari rumah sakit. Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat korelasi antara kualitas pelayanan dengan loyalitas pelangga. Ada indikasi bahwa pelaksanaan CRM memainkan peran positif dalam hubungan antara kualitas pelayanan dan loyalitas pelanggan (Kesuma, Hadiwidjojo, Wiagustini, dan Rohman, 2013: 12). Mandina (2014) menyelidiki strategi CRM untuk meningkatkan loyalitas pelanggan dalam industri otomotif di Zimbabwe. Dia menyebutkan bahwa dua indikator loyalitas pelanggan adalah kepercayaan dan komitmen (Mandina, 2014: 75). Dia menganggap CRM sebagai strategi berbasis teknologi. Itu berarti bahwa Peter Bago and Peter Voros,” Social Relationship Management”, 33:61-75, eJournal Act Sci Soc, (Hungaria, 2011), 62 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 CRM dengan dukungan integrasi teknologi antara front office dan back office dengan kontak pelanggan membawa manfaat bagi perusahaan dan timbal balik kepada pelanggan (Mandina, 2014: 71). Studinya menemukan bahwa "kepercayaan memiliki peran positif untuk bermain sebagai indikator loyalitas pelanggan.”. Dan, teknologi membantu perusahaan untuk membangun kepercayaan dengan melakukan komunikasi dengan baik antara konsumen dan juga reputasi perusahaan (Mandina 2014: 79). Randeni dan Wanninayake (2011) menyelidiki beberapa perusahaan dalam industri telekomunikasi di Sri Lanka, khususnya di Colombo. Penelitian ini dilakukan pada 160 responden yang saat ini menggunakan layanan telekomunikasi, dan menemukan bahwa CRM strategi memberikan dampak signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Strategi CRM yang dilakukan dengan menerapkan kedalam penyesuaikan sistem pelayanan, memberikan pelayanan secara individual kepada pelanggan, menyediakan layanan informasi yang diperlukan, menyediakan after sales service dan layanan umpan balik dari pemasar. Kesimpulannya dapat dikatakan bahwa di beberapa industri dan negara Strategi CRM berdampak loyalitas pelanggan. 6 2.4 Strategi Customer Relationship Management (CRM) Kosep Manajemen Hubungan Pelanggan (CRM) berasal dari konsep pemasaran hubungan (Relationship Marketing) yaitu suatu konsep dimana perusahaan menjalin hubungan dengan stakeholder perusahaan. Pada konsep Manajemen Hubungan Pelanggan (CRM) perusahaan hanya menekankan pada pelanggan karena dalam hal ini pelanggan dianggap sebagai ujung tombak suatu usaha. Seiring dengan perkembangan bisnis saat ini maka peran konsumen terus menerus mengalami perubahan, dimana dewasa ini konsumen semakin terlibat dalam komunikasi yang efektif dan eksplisit dengan perusahaan sebagai penghasil produk atau jasa. Yang lebih penting lagi, saat ini komunikasi tersebut tidak lagi Adele B.L. Mailangkay dan Edhi Juwono,” CRM Strategy, Social CRM, and Customer Loyalty: A Proposed Conceptual Model”, 3:2, eJournal IPKIA Perbanas, (Jakarta, 2015), 57:58 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 dikendalikan oleh perusahaan. Konsumen secara individu dapat mengetahui perusahaan yang ia hadapi dengan pengetahuan mereka sendiri atau dari pengetahuan konsumen lain dari perusahaan tersebut. Menurut Sheth, Parvatiyar dan Shainesh (2002:10) mengungkapkan bahwa CRM mempunyai tiga tipe program, yaitu Continuity Marketing, One to One Marketing dan Partnering Program. Ketiga program tersebut mempunyai bentuk yang berbeda-beda yakni untuk pemakai akhir, pelanggan distributor, atau pelanggan business to business. Tabel II. menyajikan berbagai tipe dan program Customer Relationship Management untuk tipe pelanggan yang berbeda. Tabel I. Tipe dan Program CRM Consumer Type Mass /Program Marketing Business to Business Distributor Type Continuous Special Sourcing Replishment Arrangement Type After Continuity Marketing marketing program cross selling ECR Program Permission Customer One to One Key Account Global marketing Business Marketing Account Program personalization Development Affinity Partnering/ partnering Co- Co-Marketing Branding Logistic Strategic Partnering Partnering Co-design Co- Joint development Marketing Sumber : Sheeth, Parvatiyar, dan Shainesh, 2001, CRM: Emerging Concepts, Tools and App/ications, p. 11, McGraw Hill, New Delhi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 Perhatian yang besar untuk mempertahankan pelanggan telah menyebabkan banyak perusahaan berusaha mengembangkan Continuity Marketing Program yang ditujukan untuk mempertahankan pelanggan dan meningkatkan loyalitas mereka (Sheth, Parvatiyar, dan Shainesh, 2002: 11). Bagi konsumen dalam pasar massal program ini biasanya berbentuk program kartu keanggotaan dan juga kartu loyalitas di mana konsumen sering diberi penghargaan yang dapat berupa layanan khusus secara individu, poin untuk upgrades, diskon, serta pembelian silang. Pelanggan yang loyal adalah salah satu tujuan akhir dari perusahaan, karena loyalitas pelanggan dapat menjamin kelanggengan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pada dasarnya loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai sebuah kesetiaan seseorang terhadap sesuatu hal. Menurut Oliver (1997:392) loyalitas pelanggan adalah komitmen untuk bertahan secara mendalam untuk melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali produk atau jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usahausaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Definisi Oliver tersebut dapat dikatakan bahwa pelanggan yang loyal mempunyai fanatisme yang relatif permanen dalam jangka panjang terhadap suatu produk/jasa atau suatu perusahaan yang telah menjadi pilihannya. Untuk menjadi konsumen yang loyal, seseorang harus melalui beberapa tahapan yang melalui suatu proses yang dapat berlangsung lama. Hill (1996:60) menjelaskan bahwa tingkatan loyalitas terdiri dari enam tingkat dimulai tingkat Suspect hingga tingkat Partner. a. Suspect, meliputi seluruh pembeli produk atau jasa yang ada di pasar dan tidak sadar atau belum ada keinginan untuk membeli. b. Prospect, adalah pelanggan potensial yang mempunyai ketertarikan terhadap perusahaan tetapi belum melakukan bisnis dengan perusahaan tersebut. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 c. Customer, yaitu pembeli produk perusahaan (bisa termasuk beberapa yang melakukan pembelian ulang) yang tidak mempunyai sikap loyal terhadap perusahaan. d. Client, yaitu pelanggan yang berulang yang telah memiliki sikap loyal terhadap perusahaan dan mendukung perusahaan secara pasif e. Advocates, adalah klien yang secara aktif mendukung perusahaan dengan cara merekomendasikan kepada orang lain. f. Partners, yaitu kemitraan dalam bentuk yang paling kuat dalam hubungan pelanggan-supplier yang dijalankan oleh kedua pihak dan saling menguntungkan.7 2.5 Evolusi Customer Relationship Management (CRM) Sistem CRM kembali ke 10-20 tahun yang lalu, ketika mereka masih dalam tahap awal, tetapi teknologi berubah banyak selama waktu itu. hubungan pemasaran Penelitian menunjukkan bahwa pertanyaan yang paling penting adalah sebagai berikut: Apakah CRM 2.0 hanya pemanfaatan peluang yang diberikan oleh teknologi atau pengembangan fungsional nyata dari sebuah sistem CRM?Jawabannya cukup sederhana: sementara CRM 1.0 adalah transaksi yang menekankan pada komunikasi satu arah, sedangkan CRM 2.0 merupakan interaksi komunikasi dua arah dalam proses bisnis. Hal ini bermanfaat untuk kita lihat mulai dari langkah-langkah awal. Setiap buku membahas sejarah CRM yang menulis bahwa pada munculnya CRM, tak ada yang tahu apa itu benar-benar merupakan CRM. Adrian Payne mengumpulkan beberapa definisi tentang data warehouse, kampanye manajemen, dan otomatisasi fungsi penjualan (Payne, 2007). 7 Dadang Munandar,” Pengaruh Customer Relationship Management Terhadap Loyalitas Pelanggan Bisnis PT. Frisian Flag Indonesia Bandung”, 7:1, eJournal Unikom, (Bandung, 2005), 139:141 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 CRM memecahkan manajemen hubungan pelanggan dengan sendirinya, tapi tidak bisa mengelola misi customercentric seluruh perusahaan; bahwa menuntut sistem ERP (Enterprise Resourches Planning) dan budaya perusahaan yang memadai dan strategi CRM 2.0 adalah seperti solusi pemasaran berbasis dialog yang didukung oleh informasi dan sistem, di mana kita tidak hanya ingin menjual, tetapi untuk mengetahui reaksi pelanggan, mengapa mereka tidak puas, mengapa mereka menyukai produk kami, apa masalah mereka, dan bagaimana kita bisa membuat mereka puas lagi. Sejak Kotler semua orang telah menulis bahwa biaya akuisisi pelanggan baru secara signifikan melebihi biaya sumber daya yang lalu diarahkan untuk menjaga pelanggan yang sudah ada. Ini tidak berarti bahwa itu adalah perlu untuk mendapatkan pelanggan baru, karena mereka harus meletakkan segala sesuatu untuk memperoleh pelanggan baru, tetapi mereka tidak harus melakukan ini dengan mengorbankan pelanggan yang ada. Metode memperoleh pelanggan baru telah berubah juga, seperti yang digambarkan oleh media sosial Samsung melalui twitter dimana mereka menawarkan Samsung Galaksi gratis untuk mereka yang tidak puas dengan iPhone 4 (Gibb, 2010). Media sosial memberi perusahaan yang terbaik sebagai bagian dari strategi CRM 2.0: massa pelanggan yang membuat kelompok loyalis dari sebuah merek yang berada sekitar merek. Semua ini terjadi tanpa registrasi ulang atau mengirimkan kembali data mereka, dengan mendorong memberikan tombol “like” atau berbagi konten mereka di media sosial. Beberapa penulis berpikir bahwa CRM 2.0 harus menjadi bagian dari strategi utama perusahaan, tetapi seharusnya tidak menjadi satu-satunya strategi utama, dan customercentricity tidak harus bergantung pada hal itu (Lager, 2007). Banyak peneliti telah menulis bahwa pada tahun 2008 pemasar yang menggunakan CRM tidak tahu ke arah mana mereka pergi. Greenberg menulis bahwa mereka menciptakan banyak platform dengan tujuan menciptakan sesuatu lebih untuk masyarakat (Greenberg, 2008). http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 CRM 2.0 merupakan sistem otomatis yang mengamati media sosial dan menghasilkan tanggapan dan tindakan otomatis berdasarkan data yang dikumpulkan. Ada yang disebut-"tindakan" yang dirancang untuk menanggapi aksi bersyarat tertentu. Tindakan ini berlaku secara umum sehingga tidak bisa ditanggapi secara khusus untuk ribuan kemungkinan yang ada. Perusahaan harus memulai dialog dengan pelanggan dalam hal apapun. Konten yang disajikan oleh pelanggan adalah yang paling berharga, karena tidak peduli apakah itu positif atau negatif, konten itu akan diterima melalui saluran perusahaan dan akan dilihat oleh banyak massa. Perusahaan tidak perlu menggunakan sumber dayanya untuk mendapatkan pelanggan untuk memberitahu pendapatnya, hal itu tidak perlu menggunakan kuesioner, tidak perlu mendapatkan informasi dengan alat pemasaran, karena informasi muncul di media sosial dengan sendirinya; mereka hanya harus memperolehnya (Goldenberg, 2008). Langkah selanjutnya dari CRM sosial bisa menjadi ketika mereka mendesak pengguna untuk menyediakan konten sendiri melalui media sosial. Dalam hal ini mereka menggunakan alat pemasaran yang memberikan perasaan pribadi untuk dialog. Pelanggan merasa seperti diperhatikan oleh merek dan ketika manajemen hubungan pelanggan dikombinasikan dengan alat-alat yang memadai, sehingga dapat memproses informasi yang ditemukan di media sosial dan dapat menggunakannya kembali di masa depan. Tentu saja, ini menuntut teknologi inovatif lain, yang juga perlu intelijen dalam bisnis, tapi hari ini bukan teknologi tapi solusi yang penting (McKay, 2009b). Kita tidak boleh lupa bahwa sosial CRM tidak menggantikan solusi klasik, pendekatan tidak akan berubah, dan CRM dan metode klasik masih akan memiliki tempat . Setelah semua, kita masih menonton televisi, mendengarkan radio, dan membaca media cetak. Bahkan jika popularitas mereka menurun, mereka masih akan dibutuhkan dan ini adalah mengapa generasi penelitian ini penting. Kita harus tahu segmen yang ditargetkan. Sebuah statistik dari tahun 2008 menunjukkan bahwa sistem CRM bekerja dengan latar belakang database yang menawarkan tiket opera gratis untuk 1000 orang yang tidak pernah hadir sebelumnya ke peristiwa semacam itu. Analisis http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 menunjukkan bahwa mereka bisa tertarik dengan alasan merupakan bentuk hiburan. (75%) dari mereka menerima tiket dan bisa menjadi potensi konsumen di masa depan. Ini bekerja pada tahun 2008 dan harus berfungsi hari ini juga, tapi database yang mahal dan data umumnya harus dibeli, sedangkan konten yang bebas dapat memberikan informasi sendiri, sehingga merek harus dicapai. Ini harus menjadi CRM 2.0 dan manajemen hubungan pelanggan sosial (Bland, 2008). Manajemen hubungan pelanggan sosial memiliki unsur yang harus disebutkan: widget atau mini aplikasi, yang merupakan bagian dari kehidupan sosial melalui smartphone, jejaring sosial, atau desktop. Ini adalah aplikasi yang membuat kita hidup lebih mudah dan memberikan kita kesempatan untuk memilih beberapa saluran distribusi. Yayasan Bill Gates mengembangkan aplikasi untuk sekolah yang membantu belajar, tapi kami juga bisa menyebutkan The Schumacher Grup, yang menciptakan aplikasi untuk rumah sakit yang membantu untuk menghindari situasi berbahaya yang bisa terjadi selama, untuk misalnya, ancaman badai. Contoh lain adalah solusi Garbage-It dari Microsoft Dynamics CRM Live. Aplikasi ini bekerja dengan cara mengelola dengan menolak koleksi kendaraan dengan bantuan Tom-Tom Online (Ferguson, 2008). Ada aplikasi yang akan memperlihatkan data dari sistem CRM ke profil facebook yang akan mendukung penggunaan hubungan sosial (McKay, 2008). Kita bisa memunculkan beberapa contoh perusahaan yang menganggap jika online branding menjadi lebih dan lebih penting. Lancome, L'Oreal, dan Rolex telah memperkenalkan elemen hubungan pemasaran di jaringan sosial dengan dukungan CRM. Sampai akhir 2008, perusahaan berpikir bahwa masa depan mereka ada di tangan website sendiri dan bukan media sosial (Mignot et al, 2008). Sekarang ada tren bernama "pelanggan intelijen" yang menunjukkan mengapa pelanggan mungkin tidak loyal atau bagaimana cara terbaik untuk memberi mereka tingkat kebebasan yang lebih besar (Myron, 2009). Kami harus menaikkan pertanyaan ini: apakah manajemen hubungan pelanggan sosial lebih penting dari saluran baru atau pengembangan teknologi? Berjalannya waktu dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 pemilihan media oleh konsumen yang mengalami perubahan, apakah kita masih ingin menerima surat pos, meskipun kami sudah mengelola segala sesuatu secara elektronik? Google sering menjadi media pertama dimana kita beralih ke masalah kita dan tempat pertama untuk mencari hal-hal untuk membeli. Literatur ilmiah menganggap jejaring sosial seperti facebook dan twitter menjadi saluran baru, masing-masing dengan poin kuat sendiri (Jacobs, 2009). Pengenalan CRM semakin sederhana dimana konsumen menyediakan data dan menggunakan teknologi terbaru, sehingga perusahaan dapat mewujudkan personalisasi pemasaran dengan bantuan sistem CRM modern (Bublik et al, 2009). Statistik berbicara, rasio sistem CRM adalah 90: 9: 1 (operasi, analitis, sosial), dan berdasarkan analisa Gartner, tingkat ini akan berubah menjadi 70:20:10 tahun 2010. 60% perusahaan di Fortune 100 memiliki daftar komunitas yang dapat digunakan untuk fungsi manajemen pelanggan (Musico, 2009).8 2.6 Social Customer Relationship Management (Social CRM) Pemasaran memiliki aspek baru juga, pemasaran sosial, bentuk baru hubungan pemasaran yang diperkaya dengan beberapa informasi unsur teknologi seperti jaringan sosial, CRM, atau aplikasi sosial. Kita harus menjelaskan bahwa pemasaran sosial digunakan di lain konstruksi. Yang pertama adalah ketika bernama pemasaran bersama, di mana produk ini, kelompok produk, atau produser cabang berpartisipasi, sehingga muncul kekeberadaan sebagai serikat kendala (Tomcsányi, 1988). Ahli pemasaran hari ini menentukan pemasaran sosial sebagai bentuk kegiatan marketing yang melebihi pekerjaan pemasaran perusahaan dan menyelesaikan tugas-tugas pemasaran untuk diberikan ke cabang sehingga bisa bekerjasama dengan karakter masing-masing (Totth, 2003). Mereka benar-benar mempertimbangkan pemasaran sosial dari sudut pandang sosial sebagai strategi Peter Bago and Peter Voros,” Social Relationship Management”, 33:61-75, eJournal Act Sci Soc, (Hungaria, 2011), 68-69 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 yang dimulai dan membuat koneksi aktif tetapi tidak agresif untuk pelanggan dan pelanggan potensial. Jadi jika kita mempertimbangkan alat pemasaran, maka CRM dan media sosial membantu pemasaran sosial bahkan saat browsing hasil pencarian, tapi pemasaran sosial hanya berarti situs sosial dalam hal ini. Hal ini penting untuk melihat bahwa masyarakat dan pemasaran sosial adalah dua ekspresi yang berbeda. Pemasaran sosial adalah area di mana penelitian generasi yang benar-benar bisa tercapai dan segmen pelanggan dasar dengan penggunaan teknologi baru. Banyak penulis berpikir dengan cara yang sama dan ingin mencapai pelanggan melalui setiap saluran yang tersedia, apakah itu permainan online, podcast, forum, livecasts atau teknologi lainnya(Vebtraffic, 2010). Sebuah unsur yang sangat penting dari pemasaran sosial akan penelitian generasi, terutama upaya untuk mengenal generasi yang akan datang, kebiasaan mereka, dan tuntutan mereka. Penelitian tersebut dapat didekati dari dua sisi, yang pertama adalah melalui kategori yang luas, misalnya, "Generasi Facebook" terdiri dari orang-orang yang menghabiskan sepanjang hari di facebook, mengetahui teknologi terbaru, ingin menjadi bagian dari masyarakat, dan ingin orang lain untuk memahami mereka. Orang-orang ini lahir antara tahun 1982 dan 2000 dan akan diatasnya, meninggalkan dunia remaja dan menerima teknologi terbaru dan filsafat benar-benar alami (McCrindle, 2004). Ada orang yang sudah berbicara tentang "always o,", "always connected", dan "always marketing" yang kompatibel dengan filosofi CRM sosial, karena kita harus menargetkan kelompok dengan alat ini. Menurut penelitian yang diterbitkan, 44% dari usia dewasa US bisa disebut pencipta konten, mereka yang menulis blog dan berbagi pengalaman mereka di jaringan sosial. Informasi ini harus digunakan oleh perusahaan. Hampir lebih dari setengah dari 12-17 tahun bisa disebut pencipta konten meskipun ada 70 juta blog di Amerika Serikat saja, dan yang baru dibuat setiap tahunnya (Goldenberg, 2008). Ini adalah statistik yang besar dari 2008, ketika tidak ada sesuatu seperti micro blog, atau ledakan jaringan sosial, tetapi tidak bisa http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 dibantah bahwa penyedia konten di sini bersama kami, berbagi informasi, dan bahwa mereka merupakan segmen target perusahaan. Pendekatan lain untuk penelitian generasi membedakan tujuh jenis pelanggan antara pengguna media sosial: tidak aktif, hanya menonton, pendatang, kolektor, kritikus, sahabat, dan kreatif. Setiap kelompok memiliki perilaku khas dan, dengan bantuan statistik, kita dapat memecah masing-masing tujuh kelompok menurut umur. Untuk misalnya, 36% laki-laki antara 25 dan 34 tahun yang kreatif, setelah memproyeksikan hasil untuk kelompok (Forrester, 2009). Kita dapat menyimpulkan dari kedua sisi berapa banyak orang-orang ini yang menonton TV, membaca koran, bagaimana mereka menggunakan internet, dan setiap aspek penting lainnya tentang mereka dari perspektif pemasaran. Hal ini bermanfaat untuk membayar perhatian jika kita ingin tahu pelanggan mereka. Setiap generasi lebih suka saluran yang berbeda. Sebelumnya, jika konsumen ingin menemukan sebuah perusahaan, ia mencari alamat email mereka di situs web mereka atau menulis pesan pada formulir yang diberikan. Ini wajar untuk "baby boomer" atau pelanggan dari "generasi X," tapi untuk "Y" dan "Z", email tidak berarti apa pun; saluran utama mereka adalah sistem pesan instan dan situs sosial (Fluss, 2009). Filosofi di balik pemasaran sosial berasal dari pertengahan 90-an, ketika Don Peppers dan Martha Rogers berpikir bahwa setiap hubungan pelanggan adalah transaksi dimana informasi adalah bagian paling penting. Pada hari-hari tidak ada apapun latar belakang manajemen teknologi untuk mengelola transaksi ini; itu dibawa oleh media sosial bagi perusahaan. Ada beberapa peluang baru, alat yang dapat secara kolektif bernama infostream (Pombriant, 2009). Masyarakat informasi yang disediakan dapat dikelompokkan sebagai berikut (CARFI, 2009): a. Profil: data pelanggan dapat ditemukan di sini, di mana tindakan mereka diringkas dalam infostream. b. Koneksi: di sini kita dapat melihat siapa pelanggan terkait dengan, tidak yang media sosial kita bicarakan, dan jumlah koneksi dimana mana. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 c. Konten: ini adalah yang paling penting, di mana pikiran, gambar, video, link, opini, dan masalah yang-segala sesuatu yang kita ingin informasikan ke dunia tentang aktivitas: apa yang kita lakukan pada saluran ini seperti menjadi teman dengan seseorang atau "keinginan" produk dari sebuah perusahaan. Ada kecenderungan di kalangan para peneliti memprediksi bahwa situs sosial akan mengambil kendali dari situs web perusahaan dan CRM. Hal ini muncul pada tahun 2011, dimana usia "Kolonisasi sosial” dan berikutnya mungkin "konteks sosial" dan "social commerce", tapi kita sudah bisa mendapatkan preview ini dengan belanja sosial, di mana pelanggan berhubungan satu sama lain, memberikan dasar untuk sistem manahemen hubungan pelanggan sosial (Owyang, 2009). Sebagai pelanggan sekarang memperbarui data mereka sendiri pada jaringan sosial, perusahaan bisa mendapatkan lebih akurat, up-to-date, dan benar-benar gratis profil dari target konsumen mereka (Shih, 2009).9 Menurut Greenberg (2010: 475), Social CRM (SCRM) adalah rasionalitas dan prosedur bisnis yang didukung oleh tahap inovasi, pengelolaan bisnis, teknik, dan kualitas sosial, dimaksudkan untuk memikat klien untuk memberikan sebuah nilai berharga dalam dunia dan lingkungan bisnis secara langsung. Penelitian di CRM sosial dianggap sebagai sebuah studi baru di bidang sistem informasi dan pemasaran. Hal ini muncul ketika internet digunakan sebagai media untuk mendekati pelanggan. Katsioloudes, Grant, dan McKechnie (2007: 56) menyatakan bahwa strategi CRM yang digunakan untuk menciptakan nilai antara perusahaan (internal) dan eksternal pelanggan adalah tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Ini harus diselesaikan dengan alasan pemasaran sosial terkait dalam hal pemasaran sosial untuk menemukan win to win solution bagi kedua perusahaan dan pelanggan. 9 Peter Bago and Peter Voros,” Social Relationship Management”, 33:61-75, eJournal Act Sci Soc, (Hungaria, 2011), 70-72 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 Mereka menemukan bahwa strategi CRM sosial adalah dengan memaksimalkan kepuasan pelanggan, sehingga akan memaksimalkan loyalitas pelanggan, dan dari keduanya adalah untuk mengoptimalkan retensi pelanggan. Lima tahun setelah Katsioloudes, Grant, dan McKechnie (2007) mengangkat pemasaran sosial atau CRM sosial (SCRM) sebagai topik diskusi, Nadeem (2012) mengikutinya dengan menempatkan SCRM sebagai salah satu solusi bagi perusahaan untuk terlibat dengan pelanggan. Nadeem (2012: 94) menyebutkan, "Pelanggan yang terlibat dengan perusahaan di media sosial akan lebih loyal dibandingkan mereka yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan perusahaan-perusahaan dari melalui dunia nyata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan SCRM adalah mempengaruhi loyalitas pelanggan.10 2.7 Digital Marketing Teknologi digital menjadi semakin penting di sebagian besar sektor ekonomi sekarang ini. Karena tingginya tingkat interkonektivitas, internet telah disamakan dengan roda dan pesawat dalam hal kemampuannya untuk mempengaruhi perkembangan masa depan bisnis dan masyarakat. Akibatnya, internet telah memberikan dorongan bagi banyak perusahaan untuk memikirkan kembali peran teknologi, dan bukti sudah menunjukkan sejauh mana dampak global. Penelitian pada tren utama dalam penyebaran teknologi internet menemukan bahwa sekitar 90 persen dari bisnis di UK memiliki akses ke internet dan, di perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan, persentase mendekati 100 persen. Tiga situasi ditemukan sangat mirip di Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Republik Irlandia, Korea Selatan, Swedia dan Amerika Serikat. Menariknya, laporan itu juga menyimpulkan bahwa ukuran kunci informasi dan adopsi teknologi komunikasi tidak lagi hanya tentang konektivitas dan akses ke nternet melainkan sejauh mana teknologi digital yang digunakan untuk 10 Adele B.L. Mailangkay dan Edhi Juwono,” CRM Strategy, Social CRM, and Customer Loyalty: A Proposed Conceptual Model”, 3:2, eJournal IPKIA Perbanas, (Jakarta, 2015), 58 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 menyampaikan nilai bisnis semakin nyata. Semakin, adopsi bisnis teknologi berfokus pada perluasan berbagai perangkat digital dan platform (misalnya ponsel, nirkabel, dan digital TV). Memang, sistem global untuk komunikasi mobile telah menjadi yang paling cepat berkembang bagi teknologi komunikasi sepanjang masa. Akibatnya, adopsi teknologi digital memiliki implikasi yang mendalam untuk perencanaan pemasaran dan pelaksanaan. Internet adalah saluran komunikasi utama, menyediakan arena komunikasi multi-faceted. Sejumlah besar orang menghabiskan jam setiap hari surfing di web. Penelitian meliputi 16 negara menemukan bahwa rata-rata, orang menghabiskan 29 persen waktu luang mereka di web. Secara keseluruhan, Cina menghabiskan bagian terbesar dari waktu luang mereka secara online: 44 per persen dibandingkan dengan 28 persen untuk orang-orang Inggris. Skandinavia menghabiskan setidaknya dari waktu luang mereka di internet, dengan Denmark pada 15 persen, konsumen Swedia pada 18 persen dan Norwegia pada 22 persen. Internet meledak ke dalam kehidupan komersial di tahun 1990-an. Selama jaringan periode yang sama teknologi juga mengalami perubahan secara signifikan, beralih dari analog ke sirkuit digital, dan jaringan telepon seluler dan handset yang berkembang pesat baik dari segi kecanggihan dan jumlah pengguna. Pada tahun 2000 perubahan lebih lanjut telah terjadi dalam infrastruktur komunikasi dunia digital. Tiba-tiba ada lebih pelanggan ponsel dari ponsel yang tetap online, internet traffic melebihi suara traffic pada jaringan telepon yang tetap online di malam hari, dan teknologi nirkabel mulai dikembangkan. Ponsel telah meningkatkan fasilitas untuk menerima konten multimedia, dan televisi digital dan online telah menjadi tersedia. Bagi penggunanya internet dan teknologi digital tidak hanya menyediakan sarana untuk membeli dan menjual produk tetapi mereka juga telah menciptakan suatu lingkungan untuk membangun masyarakat, di mana orang yang berpikiran dapat jaringan pertemanan, bersosialisasi dan dihibur. Munculnya situs jejaring sosial seperti Facebook, LinkedIn, Google+ dan situs microblogging seperti Twitter memiliki dampak tidak bisa signifi pada masyarakat global. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 Jaringan media sosial telah menjadi meluas di seluruh dunia, bahkan di Cina di mana Facebook telah dilarang. Renren adalah setara Cina dan jaringan sosial ini memiliki 22 juta pengguna aktif dan lebih banyak akun pengguna (sekitar 160 juta). Media sosial telah memberikan suara untuk massa individu, bisnis dan masyarakat di seluruh dunia. Misalnya, pada tahun 2000 sekitar 1,5 juta pengguna di China memiliki akses ke internet. Sekarang, ada lebih dari 513 juta pengguna. mewakili lebih dari 50 persen dari populasi internet di Asia. Perubahan ukuran populasi pengguna Cina terefleksi di media sosial. Weibo adalah istilah yang mengacu pada situs microblogging Cina dan menunjukkan ada banyak kepentingan dalam bentuk aktivitas online. Twitter memiliki lebih dari 56 juta pengguna, dan sekitar 21 juta pengguna yang mempublikasikan setiap bulan. Weibo, bagaimanapun, memiliki 140 juta pengguna, dengan 50 juta aktif blogging setiap bulan. Kecenderungan pertumbuhan pengguna internet telah menyebar dari Amerika Serikat, di mana penggunaan komersial dimulai pada awal 1990, seluruh Eropa, ke Oceania, Asia, Timur Tengah dan Afrika. Tidak semua daerah memiliki tingkat yang sama. Misalnya, dunia rata-rata penetrasi internet per populasi adalah 33 persen, tetapi di Eropa rata-rata adalah 61 persen dan di Asia 26 persen. Ini berarti ada banyak ruang untuk adopsi yang lebih besar dari internet (dan semua menawarkan melalui web, jaringan sosial, dll) sebagai infrastruktur dan akses ke teknologi yang ditingkatkan, politik dan sosial dimana hambatan dan pembatasan dihapus. Sebagai penggunaan internet, web dan media sosial tumbuh, menjadi tantangan besar bagi pemasar adalah untuk menentukan bagaimana membuat penggunaan terbaik dari apa yang menawarkan teknologi. Dalam bab ini kita fokus pada bagaimana teknologi ini dapat digunakan dalam konteks IMC.11 2.8 Omni Channel Marketing 11 Paquette, Holly, “Social Media as a Marketing Tool: A Literature Review”, University of Rhode Island, 2013. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 Sejarah e-commerce bermula ketika pada tahun 1991 internet resmi muncul ke publik. Adopsi publik dari internet adalah sebuah proses yang bertahap, sebagai konsumen awalnya pengetahuan mengenai internet dibatasi oleh konektivitas yang terbatas dan keamanan yang tidak memadai. Istilah "ecommerce" secara tradisional dikaitkan dengan transfer data yang memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi bisnis secara elektronik. Perdagangan melalui internet akhirnya bisa berkembang dengan pengenalan sistem pembayaran online dan koneksi yang lebih stabil, yang memungkinkan konsumen untuk melakukan transaksi online dengan mudah dan keamanan yang lebih besar. Dengan inovasi teknologi, arti e-commerce tumbuh untuk memasukkan semua pembelian online barang dan jasa. E-Commerce telah mengubah cara pandang dan ekspektasi konsumen, dimana konsumen kini dapat berinteraksi dengan pemasar di seluruh proses pembelian. Dengan demikian, hampir semua pemasar telah mengembangkan channel online untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Meskipun penambahan channel online adalah wilayah yang belum dipetakan untuk pemasar, ide sistem direct-toconsumer dan multi-faceted mendahului lahirnya e-commerce. Rowland Moriarty dan Ursula Moran (1990) meneliti efek dari penambahan saluran bisnis baru ke dalam sebuah sistem pemasaran yang mereka publikasikan di Harvard Business Review. Mengelola Sistem Pemasaran Hybrid, Moriarty dan Moran menjelajahi konsep sistem pemasaran hibrida, yang mereka gambarkan sebagai sebuah model bisnis yang memungkinkan pelanggan untuk langsung membeli barang melalui beberapa saluran yang berbeda. Mereka mengutip IBM sebagai contoh, sebagai Perusahaan menciptakan sistem pemasaran hybrid dengan memungkinkan pelanggan untuk membeli barang melalui channel selain untuk melalui tenaga penjualan khusus. Moriarty dan Moran meneliti strategi beberapa perusahaan lain yang mereka percaya secara efektif memanfaatkan beberapa saluran dan menyimpulkan: "Sebuah perusahaan yang membuat kerja sistem hybrid akan mencapai keseimbangan antara perilaku pembelian pelanggan dan ekonomi jual itu sendiri”. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 Pada intinya, perusahaan yang menggunakan beberapa saluran distribusi dalam operasi direct-to-consumer mereka dapat sangat meningkatkan basis pelanggan mereka dan kemudian menjadi potensial untuk menghasilkan pendapatan. Ini benar, namun, jika saluran baru memungkinkan perusahaan untuk mengakses segmen pelanggan yang sebelumnya tidak dilayani. Jika saluran baru hanya memberikan konsumen sebuah alternatif cara pembelian barang, itu akan membunuh sistem dari lini bisnis yang lain. Jadi penambahan segmen bisnis baru secara inheren berisiko, karena mungkin akhirnya merugikan profitabilitas keseluruhan perusahaan. (Moriarty dan Moran 1990). Menggunakan beberapa saluran yang berbeda untuk pasar barang kepada konsumen (multi-channel retail) adalah strategi yang telah digunakan oleh pemasar untuk jangka waktu yang lama. Model bisnis ini memperlakukan setiap channel sebagai segmen usaha terpisah yang digunakan untuk menjangkau kelompok konsumen yang berbeda. Multi-channel telah menjadi model bisnis standar dalam industri ritel, karena hampir semua perusahaan besar telah dikembangkan operasi online untuk toko yang ada. Model ini mengabaikan kenyataan semakin jelas bahwa konsumen tidak menunjukkan preferensi yang konstan mengenai saluran melalui mana mereka membeli barang. Mengembangkan tren perilaku konsumen ini telah melahirkan generasi baru ritel yang telah diberi label "omni-channel ritel". Erin Harris (2012) memberikan wawasan fenomena ini muncul dalam sebuah wawancara dengan Ravi Bagal, wakil presiden dan direktur untuk global ritel dan distribusi di Verizon Wireless. Ketika diminta untuk menentukan distribusi omni channel, Bagal menyatakan, "Kami pergi dari saluran tunggal untuk multichannel, dan di tahun 2000-an, hal ini cross channel. Kami mulai melihat integrasi yang lebih antara offline dan saluran Web serta fungsi lebih antara keduanya. Tapi, itu episodik. Omni channel merupakan tahap akhir dari evolusi, dari satu saluran untuk pengalaman yang lengkap dan holistik yang menggabungkan berbagai titik touchpoint". (Harris 2012). Lebih ringkas, model omni channel mengasumsikan bahwa pelanggan akan berinteraksi dengan perusahaan menggunakan beberapa saluran yang berbeda http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 sebelum melakukan pembelian. Misalnya, pelanggan dapat mengunjungi toko fisik untuk memeriksa barang sebelum memesan produk yang sama di online. Ciri khas distribusi omni channel adalah asumsi bahwa setiap pelanggan diberikan akan mengevaluasi product interest di beberapa titik yang berbeda sebelum melakukan pembelian terakhir mereka. Ini berbeda dari konsep multichannel traditional karena tidak ada lagi saluran A dan channel B bahi konsumen. Sebaliknya, ada basis konsumen tunggal yang berinteraksi dengan pemasar di semua saluran yang tersedia. Munculnya fenomena ini telah mengakibatkan munculnya perilaku yang dikenal sebagai "showrooming", yang banyak pemasar mengutip sebagai penyebab penurunan profitabilitas toko fisik. Ann Zimmerman (2012), seorang penulis untuk Wall Street Journal, menjelaskan showroomers sebagai "Pembeli yang melihat barang dagangan di toko-toko tetapi membeli di website pesaing, biasanya pada harga yang lebih rendah" (Zimmerman 2012). Sebuah studi terbaru oleh William Blair menemukan bahwa rata-rata, Amazon.com menawarkan barang dengan rata-rata 11% lebih murah daripada lokasi toko fisik (Anderson 2011). Kecenderungan ini merupakan ancaman terhadap profitabilitas toko fisik, yang sudah merasakan tekanan dari kompetisi online. Adrianne Shapria, seorang analis ritel di Goldman Sachs memprediksi bahwa preferensi konsumen beralih untuk mendukung belanja online (Zimmerman 2012). 12 2.9 Evolusi Omni Channel Marketing Evolusi marketing kearah omni channel marketing bermula dari strategi pemasaran single channel, dimana fokus bisnis yang dilakukan melalui satu lini bisnis untuk mencapai pelanggan yang dituju. Pilihan saluran pemasaran mungkin termasuk kekuatan ritel penjualan, perdagangan online, atau kemitraan B2B. Setiap saluran memiliki manfaat dan keterbatasan sendiri. Sebuah strategi multi channel mengambil keuntungan dari lebih 12 dari satu saluran untuk Alec J. Dorman. ,” Omni-Channel Retail and the New Age Consumer: An Empirical Analysis of Direct-toConsumer Channel Interaction in the Retail Industry”, eJournal Claremont Colleges, (USA, 2013), 5-13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 mengoptimalkan jangkauan kepada konsumen. Keuntungan dari single channel marketing adalah dapat membantu meminimalkan biaya pemasaran. Diperkirakan bahwa strategi pemasaran single channel dapat menghemat biaya sebanyak sepertiga kurang dari strategi multi channel. Sebuah kampanye pemasaran single channel juga cocok untuk dikembangkan dan diluncurkan lebih cepat daripada kampanye multi channel. Kelemahan dari strategi single channel ini adalah pemasar akan kehilangan kesempatan untuk menjangkau konsumen pada segmen lain. Dalam era digital ini, perangkat mobile, media sosial, dan kemunculan teknologi komunikasi membawa saluran pemasaran tambahan ke dalam permainan. Teknologi baru ini juga mengubah proses dalam berbelanja, pembelian dan berpengaruh pada perilaku pelanggan. Fokus mendalam strategi single channel akan mengorbankan kesempatan dalam berbagai macam saluran distribusi lain. Perkembangan selanjutnya adalah ketika marketing bergerak kearah multi channel marketing. Yang dimaksud dengan multi channel marketing adalah ketika retailer menggunakan lebih dari satu saluran untuk menjual dan mengkomunikasikan produk mereka. Alasan pemasar menggunakan multi channel marketing adalah sebagai berikut: 1. Mengatasi kekurangan atau keterbatasan dari saluran yang sudah ada. a. Ragam (assortment) yang bertambah Misalnya, keterbatasan dari saluran store adalah jumlah SKU yang ditawarkan, karena bila pemasar ingin menambah SKU berarti biaya persediaan pun juga ikut meningkat. Keterbatasan tersebut bisa diatasi oleh saluran internet, dengan menjual melalui saluran internet, retailer bisa menambah jumlah SKU dengan cost yang cenderung lebih kecil, karena biaya untuk memori komputer lebih murah. b. Eksekusi yang konsisten dan rendah biaya Dengan saluran toko, bila pemasar ingin melayani konsumen dengan informasi produk yang lengkap dan dengan pelayanan lain oleh tenaga pramuniaga, memerlukan biaya yang besar http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 untuk misalnya training pramuniaga mengenai product knowledge dan bagaimana cara mengetahui selera konsumen. Kendala lain adalah pramuniaga tidak selalu ada di tempat di mana konsumen membutuhkan bantuan. Dengan saluran Internet, kendala ini bisa diatasi karena konsumen bisa mengakses sendiri informasi mengenai produk yang dibutuhkan secara cepat tanpa harus menunggu bantuan pramuniaga. c. Update informasi Pemasar yang menggunakan saluran katalog terbentur keterbatasan bila ingin mengubah harga atau informasi yang telah tercetak di katalog. Dengan saluran internet, data yang ada bisa langsung diubah tanpa harus mencetak ulang dengan biaya tinggi. 2. Meningkatkan kepuasan pelanggan dan kesetiaan pelanggan. Dengan menyediakan lebih banyak pilihan saluran belanja bagi para pelanggannya, maka pemasar dapat meningkatkan kepuasan pelanggannya karena kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh masing-masing saluran. Dengan begitu, maka pelanggan akan menjadi loyal terhadap pemasar tersebut, karena merasa kebutuhannya dapat terpenuhi secara memadai. 3. Mendapatkan insight mengenai perilaku belanja konsumen. Retailer seperti Amazon dapat menawarkan kepada para pelanggannya produk-produk buku sesuai selera mereka melalui tampilan historical purchasing atau historical buku-buku yang dicari oleh pelanggan sebelumnya, sehingga Amazon bisa memperoleh insight mengenai perilaku belanja masing-masing konsumen. 4. Ekspansi pasar Melalui saluran internet, pemasar dapat berekspansi dan menambah jumlah konsumennya tanpa harus mendirikan store baru di mana biayanya jauh lebih besar. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 5. Membangun keunggulan strategis (strategic advantage) Pemasar yang menggunakan multi channel marketing memiliki keunggulan yang sulit diduplikat oleh kompetitornya yang hanya menggunakan satu saluran (single channel retailing). Keunggulan tersebut adalah adanya informasi mengenai histori pembelian konsumen sehingga mengetahui needs and wants konsumen secara individual. Keunggulan lain adalah memperoleh keahlian untuk mengkoordinasikan aktivitas operasional di antara saluran-saluran yang ada. Kelemahan dari strategi ini karena hanya terpusat pada perluasan channel bisnis yang dimiliki untuk menjangkau segmen baru, multi channel marketing masih melihat bisnis dari kacamata produsen dan belum mengintegrasikan toolstools yang dimiliki.13 Pendekatan sebuah brand kepada konsumen melalui omni channel marketing jauh lebih kompleks dibandingkan melalui channel-channel tradisional yang biasa dilakukan. Ini dikarenakan karena pengalaman pelanggan di setiap saluran harus lebih dispesifikasikan, dan harus disesuaikan oleh channel-channel yang lain. Jika brand tahu perilaku konsumen dari channel offline, informasi ini harus dibagi dengan saluran secara online (dan sebaliknya). Hal ini harus dilakukan di waktu yang tepat, idealnya secara real time, karena informasi ini bisa berdampak keputusan membeli. Demikian pula, pengecer harus menangkap setiap interaksi pelanggan di setiap saluran dan memanfaatkan wawasan perilaku pembelian untuk membangun strategi omni channel marketing yang efektif. Pendekatan melalui omni channel marketing adalah evolusi dari sebuah pemasaran tradisional. Hal ini membutuhkan saluran penjualan yang sebelumnya terpisah untuk terintegrasi menjadi satu dimana brand tidak hanya menawarkan sebuah produk tapi juga mewujudkan pengalaman belanja konsumen secara personal. Oleh karena itu, sebuah strategi omni channel marketing adalah sebuah 13 Levy, Michael and Barton Weitz, “Retailing Management – Global Edition.8th edition”, McGraw Hill Higher Education, 2011. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 perubahan segala aspek pemasaran dari mulai sistem pemesanan, pembelian, dan pengembalian. Ini adalah langkah baru dalam memanajemen sebuah bisnis.14 Tabel II. Evolusi Marketing ke Omni Channel Marketing Sumber : Riset Internal DHL dalam Omni Channel Logistic 2.10 Pendekatan Konsumen Melalui Omni Channel Marketing Pendekatan melalui omni channel marketing bertujuan untuk meningkatkan pengalaman belanja konsumen secara personal kapan saja, di mana saja, dan pada perangkat apapun. Beberapa praktek pendekatan omni channel marketing adalah sebagai berikut: A. Meningkatkan Personalisasi Berbelanja Di Dalam Toko Offline. Sebuah brand yang melakukan strategi omni channel biasanya berfokus pada personalisasi pengalaman belanja di toko offline. Mereka memanfaatkan teknologi baru di dalam toko offline mereka untuk membuat konsumen lebih nyaman. Hal ni bertujuan untuk mempermudah konsumen melakukan pembelian produk di dalam toko. B. Menggabungkan Pengalaman Berbelanja Offline dan Online Konsumen. 14 DHL Internal Research: Omni Channel Logistic, 2015 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 Saat berbelanja di toko offline, konsumen berharap untuk menerima informasi secara kontekstual untuk mempermudah mereka ketika membeli produk. Karena itu banyak brand memanfaatkan ponsel untuk berkomunikasi di dalam toko dengan pelanggan secara real-time. Riset konsumen oleh IDC menunjukkan bahwa seluruh Asia Pasifik, 71% dari pembeli (yang memiliki perangkat mobile) menggunakan perangkat mobile mereka saat di toko untuk mencari informasi tentang produk yang mereka ingin beli. Saat ini brand menggunakan teknologi digital untuk mengenali konsumen mereka saat mereka memasuki toko, lalu mendeteksi smartphone mereka dan memberikan staf penjualan informasi yang relevan seperti data tentang perilaku pembelian pelanggan. C. Membuat Traffic ke Toko Offline dengan On-the-Go advertising. Pelaku omni channel juga memanfaatkan ponsel untuk mengarahkan traffic ke jaringan toko offline. Untuk memaksimalkan efektivitas, penawaran promosi secara personal dikirim oleh brand berdasarkan pada profil masing-masing konsumen dan riwayat pembelian konsumen dikumpulkan dari berbagai sumber sebagai data konsumen. Ini adalah apa yang disebut sebagai "on-the-go" advertising. Segala macam bentuk promosi seperti diskon yang dapat ditukarkan langsung ke toko dikirimkan ke masing-masing ponsel konsumen yang berlokasi dekat dengan toko offline. Hal ini memberikan kesempatan toko offline untuk mendapatkan traffic pembelian. http://digilib.mercubuana.ac.id/