DM - ETD UGM

advertisement
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia
sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,
jumlah penderita DM pada tahun 2013 mencapai 382 juta. Jumlah ini diperkirakan
akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035 atau sekitar 55%. Di antara 10
negara dengan prevalensi DM tertinggi di dunia, Indonesia menempati urutan ke-7
dengan jumlah penderita DM 8,5 juta pada tahun 2013. Pada tahun 2035,
Indonesia diperkirakan akan menempati urutan ke-6 dengan jumlah penderita DM
14,1 juta (IDF, 2013). Berdasarkan data dari Riskesdas (2013), prevalensi DM
tertinggi di Indonesia yaitu provinsi Sulawesi Tengah sebesar 3,7%. Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) dan DKI Jakarta menduduki urutan ke-5 setelah
provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara
Timur (NTT) dengan prevalensi 3%.
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe penyakit DM yang paling banyak
ditemukan, yaitu sedikitnya 90% kasus (Gonzales et al., 2009). Penyakit ini
ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia) disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat sel-sel tubuh
kurang merespon insulin atau resistensi insulin (Depkes, 2005). Diabetes melitus
tipe 2 ini dihasilkan dari interaksi antara genetik dan lingkungan (Olokoba et al.,
2012). Faktor lingkungan ini misalnya diet tinggi kalori dan kurangnya aktivitas
fisik. Faktor risiko DM tipe 2 yang lain misalnya usia, obesitas, riwayat diabetes
gestasional sebelumnya, dan ras (Sachdev, 2009).
Diabetes melitus tipe 2 berkaitan erat dengan kondisi inflamasi. Salah satu
1
2
marker inflamasi pada DM tipe 2 ini adalah kemokin monocyte chemoattractant
protein-1 (MCP-1). Pada beberapa studi, MCP-1 sirkulasi ditemukan secara
signifikan meningkat pada pasien DM tipe 2 (Blaha et al., 2006; Piemonti et al.,
2009; Nomura et al., 2000; Ziets et al., 2005; Simeoni et al., 2004). Kemokin
MCP-1 ini berperan utama pada proses awal perkembangan aterosklerosis, yaitu
menarik monosit ke sel endotel arteri yang diikuti dengan migrasinya ke celah sub
endotel. Selanjutnya monosit berdiferensiasi menjadi makrofag yang memfagosit
lipid (terutama lipid teroksidasi) menjadi sel busa kemudian menyebabkan
penumpukan lipid pada dinding pembuluh arteri, sehingga membentuk lesi atau
plak (Kaplan et al., 2012). Kadar MCP-1 sirkulasi juga berkaitan dengan
komplikasi DM, seperti penyakit kardiovaskular (Davi et al., 2009). Hal ini
menunjukkan bahwa MCP-1 sangat berkaitan dengan DM tipe 2 dan progresivitas
komplikasinya terhadap vaskular.
Regulasi
ekspresi
gen
MCP-1
melibatkan
beberapa
mekanisme.
Pengikatan nuclear factor κB (NFκB) pada daerah promoter MCP-1 merupakan
mekanisme penting untuk transkripsi MCP-1 (Ueda et al., 1997). Modifikasi
epigenetik merupakan mekanisme lain yang berpotensi dalam meregulasi ekspresi
MCP-1. Penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2012) menunjukkan bahwa
metilasi promoter gen MCP-1 berkorelasi signifikan dengan kadar trigliserida
(TG) plasma pasien DM tipe 2. Peningkatan TG dapat menjadi faktor penyebab
atau hasil dari metilasi (Liu et al., 2012). Aktivasi PPAR dapat menghambat
hipermetilasi gen iNOS. Hal ini yang mungkin menjadi alasan bahwa asam lemak
bebas atau TG dapat mempengaruhi modifikasi epigenetik pada gen-gen yang
berperan dalam proses aterogenesis (Jiang et al., 2007). Pada khamir, down-
3
regulasi ekspresi S-adenosyl-homocysteine hydrolase (SAH1) menyebabkan
penurunan sintesis fosfatidilkolin (PC) secara in vivo. Penurunan ini diikuti
dengan peningkatan kadar TG, sehingga menunjukkan bahwa metilasi yang
diregulasi SAH1 mempunyai pengaruh besar terhadap homeostasis lipid selular
(Malanovic et al., 2008).
Kadar trigliserida pada penderita DM tipe 2 dapat dikendalikan melalui
konsumsi diet yang mengandung pati resisten (Kim et al., 2003). Beberapa studi
menyebutkan bahwa pati resisten dapat menurunkan kadar trigliserida plasma
puasa (Behall et al., 1989; Noakes et al., 1996). Pati resisten merupakan total pati
atau produk degradasi pati yang tidak dapat dicerna dan diabsorpsi di usus halus
karena resisten terhadap enzim pencernaan (Kim et al., 2003). Pati resisten yang
mencapai kolon menjadi substrat bagi bakteri komensal untuk difermentasi
menjadi asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid, SCFA) dengan produk
samping gas hidrogen, karbon dioksida, dan metana. Sumber pati resisten antara
lain biji-bijian dan umbi-umbian (Nugent, 2005).
Asam lemak rantai pendek hasil fermentasi pati resisten terutama adalah
asetat, propionat, dan butirat. Asam lemak rantai pendek ini dapat menurunkan
lipolisis pada jaringan adiposa, sehingga menurunkan kadar asam lemak bebas
sirkulasi atau non-esterified fatty acids (NEFA). Asam lemak rantai pendek juga
dapat meningkatkan β-oksidasi trigliserida di hati (Marinangeli & Peter, 2010).
Selain itu, asam lemak rantai pendek dapat meningkatkan sensitivitas insulin,
sehingga dapat menekan produksi VLDL-TG hepatik dan menurunkan kadar TG
plasma (Canfora et al., 2015).
Kebutuhan konsumsi pati resisten setiap negara berbeda-beda. Di Australia
4
dengan kebiasaan konsumsi pati resisten yang tinggi direkomendasikan untuk
mengkonsumsi pati resisten 20 g/hari (Landon et al., 2012). Sementara di negara
berkembang, rerata konsumsi pati resisten yaitu berkisar antara 3-7 g/hari (WFC,
2007). Penelitian ini menggunakan intervensi makanan ringan (snack) dengan
kandungan pati resisten untuk dikonsumsi per hari, yaitu 4,25 g (Sunarti et al.,
unpublished).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa makanan tinggi pati
resisten dapat meningkatkan metilasi promoter gen MCP-1 serta menurunkan
kadar trigliserida pada pasien DM tipe 2. Peningkatan metilasi MCP-1 dapat
menekan ekspresi gen tersebut. Oleh karena itu, kondisi ini diharapkan dapat
menurunkan kemungkinan terjadinya komplikasi vaskular pada pasien DM tipe 2.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pemberian makanan ringan kaya pati resisten
terhadap metilasi promoter gen MCP-1 pada pasien DM tipe 2?
2. Bagaimana pengaruh pemberian makanan ringan kaya pati resisten
terhadap kadar trigliserida plasma pasien DM tipe 2?
3. Bagaimana hubungan antara metilasi promoter gen MCP-1 dengan kadar
trigliserida plasma pasien DM tipe 2?
5
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengkaji pengaruh pemberian makanan ringan kaya pati resisten terhadap
metilasi promoter gen MCP-1 pada pasien DM tipe 2.
2. Mengkaji pengaruh pemberian makanan ringan kaya pati resisten terhadap
kadar trigliserida plasma pada pasien DM tipe 2.
3. Mengkaji hubungan antara metilasi promoter gen MCP-1 dengan kadar
trigliserida plasma pasien DM tipe 2.
I.4. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang metilasi gen MCP-1 serta pengaruh pati resisten
terhadap kadar trigliserida yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara
lain:
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (2012) menunjukkan bahwa metilasi
promoter gen MCP-1 berkorelasi signifikan dengan kadar MCP-1 serum,
HbA1c, glukosa darah puasa, dan trigliserida. Studi ini dilakukan pada 32
pasien DM tipe 2 dan 15 kontrol sehat.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2013) menunjukkan terjadinya
hipometilasi promoter gen MCP-1 pada pembentukan aterosklerosis yang
diinduksi hiperhomosisteinemia sebagai efek dari nuclear factor-κB (NFκB)/
DNA metiltransferase 1 (DNMT1). Studi ini dilakukan pada mencit yang
mengalami defisiensi apoliportotein E (ApoE -/-).
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Vaziri et al., (2014) dengan menggunakan
tikus Sprague-Dawley model nefropati kronis diberikan perlakuan diet rendah
6
serat dan diet tinggi serat yang mengandung pati resisten jagung 59% selama
3 minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa tikus yang diberi perlakuan diet
tinggi pati resisten secara signifikan dapat menurunkan aktivasi NFkB dan
ekspresi gen pro-inflamasi, salah satunya adalah MCP-1.
4.
Penelitian yang dilakukan oleh Johnston et al. (2010) menunjukkan bahwa
suplementasi pati resisten pada subjek resistensi insulin dapat memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga dapat menurunkan kadar trigliserida plasma
subjek tersebut. Subjek mengkonsumsi pati resisten sebanyak 40 g/hari
selama 12 minggu. Studi ini dilakukan di Inggris.
5.
Penelitian yang dilakukan oleh Higgins et al. (2004) menunjukkan bahwa
penambahan 5,4% pati resisten dalam diet sehari-hari dapat meningkatkan
oksidasi lemak secara signifikan pada 12 subjek normal. Namun, intervensi
ini tidak dapat menurunkan kadar asam lemak bebas maupun trigliserida
secara signifikan. Studi ini dilakukan di Colorado, Amerika Serikat.
6.
Penelitian yang dilakukan oleh Noakes et al. (1996) menunjukkan bahwa
konsumsi diet tinggi pati resisten pada 23 subjek (10 wanita dan 13 laki-laki)
hipertrigliseridemia secara signifikan dapat menurunkan kadar trigliserida
plasma pada subjek tersebut. Pati resisten dikonsumsi sebanyak 17 g/hari
untuk subjek wanita dan 25 g/hari untuk subjek laki-laki selama 4 minggu.
Studi ini dilakukan di Australia.
7
I.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Manfaat ilmiah
Data metilasi MCP-1 pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal
bagi penelitian selanjutnya dalam rangka pengembangan penggunaan status
metilasi promoter gen MCP-1 sebagai biomarker baru dalam penilaian risiko
komplikasi dan deteksi dini DM tipe 2 di Indonesia.
2.
Manfaat klinis
Makanan ringan kaya
pati
resisten diharapkan dapat
menurunkan
kemungkinan terjadinya komplikasi vaskular pada pasien DM tipe 2 melalui
manfaatnya dalam menurunkan kadar trigliserida dan meningkatkan metilasi
promoter gen MCP-1. Oleh karena itu, makanan ringan kaya pati resisten
dapat menjadi dasar saran untuk salah satu terapi nutrisi bagi penderita DM
tipe 2.
Download