7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. Keliat (1992) menguraikan bahwa konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih elektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptif. Dari pengertian konsep diri menurut teori yang dipaparkan di atas maka penulis menarik kesimpulan, konsep diri adalah pola pikir individu terhadap diri sendiri yang didapatkan berdasarkan pengalaman pribadi dan interaksi orang lain. 7 Universitas Sumatera Utara 8 2.1.2 Jenis – jenis konsep diri Dalami (2009) menyatakan bahwa dalam perkembangan konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri yang adaptif dan konsep diri mal-adaptif : 1. Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik antara lain: a) Aktualisasi diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi masa lalu akan diri dan perasaannya. b) Konsep diri positif menunjukan individu akan sukses dalam menghadapi masalah. 2. Respon mal-adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon mal-adaptif gangguan konsep diri adalah: a) Gangguan harga diri Transisi antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif kekacauan identitas. b) Identitas diri Kacau atau tidak jelas sehingga tidak memeberikan kehidupan dalam mencapai tujuan. c) Tidak mengenal diri Tidak mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada Universitas Sumatera Utara 9 rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain. 2.1.3. Komponen konsep diri a. Gambaran diri Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang berkesinambungan di modifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart and Sundeen, 1998). Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri. Sikap dan nilai kultural serta sosial juga mempengaruhi citra tubuh (Perry & Potter, 2005). Beberapa gangguan pada citra tubuh dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti syok psikologis yang merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan, menarik diri dimana klien ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional sehingga klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. Universitas Sumatera Utara 10 Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka akan muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru. Tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh tersebut adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan citra tubuh, tanda dan gejalanya berupa menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi mengungkapkan keputusasaan, tubuh yang hilang, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh (Stuart & Sundeen, 1998). b. Ideal Diri Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku (Stuart and Sundeen, 1998). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diingingkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin dilakukan. Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang di anggap ideal dan di upayakan untuk dicapai diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan berkembang sepanjang hidup diri ideal dipengaruhi oleh Universitas Sumatera Utara 11 norma masyarakat dan harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter & Perry, 2005). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri diri (Keliat, 1992) : 1. Kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya. 2. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri. Kemudian standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman. 3. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil; kebutuhan yang realistis; keinginan untuik menghindari kegagalan; perasaan cemas dan rendah diri. c. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberap jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart & Sundeen, 1998). Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain, harga diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas seseorang yang menghargai dirinya yang tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter & Perry, 2005). Universitas Sumatera Utara 12 d. Peran Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan secara sosial berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial (Stuart & Sundeen, 1998). Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki dan teman. Setiap peran mencakup Draft Only pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter & Perry, 2005). Banyak faktor yang mempengaruhi peran dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan (Stuart & Sundeen, 1998) : 1. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran. 2. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan. 3. Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban. 4. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. 5. Pemisahaan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran. Universitas Sumatera Utara 13 e. Identitas diri Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber diri observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 1998). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duannya. Identitas juga mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan dan konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi (Potter & Perry, 2005). Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa seseorang belajar tentang nilai, perilaku dan peran sesuai dengan kultur, untuk dapat membentuk identitas seseorang harus mampu membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren, konsisten dan unik. Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan memandang dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda dengan orang lain, merasakan otonomi, menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri. Stuart & Sundeen (1998) mengidentifikasi 6 ciri identitas ego : 1. Mengenal diri sendiri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dri oranglain. 2. Mengakui jenis kelamin sendiri. Universitas Sumatera Utara 14 3. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan. 4. Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat. 5. Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang. 6. Mempunyai tujuan yang bernilai yang dapat direalisasikan. 2.1.4. Konsep diri narapidana remaja Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umunya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia belasan tahun atau awal dua puluh tahun (Papila dan Olds, 2011). Remaja yang kehilangan keluarga dan orang tua akan mengalami gangguan dalam proses pembentukan konsep dirinya. Pada remaja yang tinggal di Lapas dapat terjadi perubahan konsep diri. Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil belajar. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan oranglain (Riyaldi, 2009). Konsep diri melalui proses dalam interaksinya dengan lingkungan LAPAS. Kurang adanya kesempatan mengembangkan diri dan menyesuaikan diri seperti individu pada umunya mengakibatkan narapidana merasa ditolak oleh lingkuannya sehingga narapidana mempertahankan diri dengan cara menyimpang, mempertahankan gambaran diri yang palsu dan mengakibatkan narapidana mengembangkan konsep diri secara negatif (Wulandari, 2012). Hal itulah yang terjadi pada remaja yang direhabilitasi di LAPAS. Butarbutar (2007) telah melakukan observasi pada para remaja yang sedang Universitas Sumatera Utara 15 direhabilitasi di LAPAS dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan di Lapas belum sesuai dengan teori-teori perkembangan remaja, sering terjadi perilaku kekerasan fisik, pola pembinaan yang dilakukan masih sama dengan narapidana dewasa, waktu petugas untuk mendengarkan keluhan remaja juga terbatas, kemampuan petugas memahami persoalan masih rendah, dan seringkali remaja masih terlantar banyaknya waktu luang yang tidak di isi dengan kegiatan berarti. 2.2 Remaja 2.2.1 Pengertian Remaja Istilah adolescense atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “ tumbuh” atau “ tumbuh menjadi dewasa” (Al-Mighwar, 2011). Masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa, masa ini hampir selalu merupkan masa-masa sulit bagi remaja maupun orang tuanya (Jahja, 2011). 2.2 Batasan karakteristik remaja Batasan karakteristik remaja menurut Agustiani (2006) yaitu : a. Remaja awal: 12 – 15 tahun Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap Universitas Sumatera Utara 16 bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya. b. Remaja madya: 15 – 18 tahun Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-direced). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impusivitas dan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain ini penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu. c. Remaja akhir: 18 – 22 tahun Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja beusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa juga menjadi ciri dari tahap ini. 2.3 Ciri – ciri umum masa remaja Setiap periode penting selama rentang kehidupan memiliki ciri-ciri terentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Al-Mighwar (2011) menyatakan ciri – ciri umum masa remaja sebagai berikut Universitas Sumatera Utara 17 a. Masa penting Semua periode dalam rentang kehidupan memeang penting, teapi ada perbedaan dalam tingkat kepentingannya. Adanya akibat yang langsung terhadap sikap dan tingkah laku serta akibat–akibat jangka panjangnya menjadikan perioda remaja lebih penting daripada periode lainnya. b. Masa transisi Transisi merupakan tahap peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Maksudnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Jika seseorang anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dia harus meninggalkan segala hal yang bersifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola tingkah laku dan sikap baru. c. Masa perubahan Perubahan yang terjadi pada masa remaja memang beragam, tetapi ada empat perubahan yang terjadi pada semua remaja: 1) Emosi yang tinggi. Intensitas emosi bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, sebab pada awal masa remaja, perubahan emosi terjadi lebih cepat. 2) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah baru. Dibandingkan dengan masalah yang dihadapi Universitas Sumatera Utara 18 sebelumnya, remaja muda, tampaknya mengalami masalah yang lebih banyak dan sulit diselasaikan. 3) Perubahan nilai-nilai sebagai konsekuensi perubahan minat dan pola tingkah laku. Setelah hampir dewasa, remaja tidak lagi menganggap penting segala apa yang dianggap penting pada masa anak-anak. 4) Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menghendaki dan menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab akan risikonya dan meragukan kemampuannya untuk mengatasinya. d. Masa bermasalah Meskipun setiap periode mengalami masalah sendiri, masalah masa remaja termasuk masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Alasannya, pertama, sebagian masalah yang terjadi selama masa kanak-kanak diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga mayoritas remaja tidak berpengalaman dalam mengatasinya. Kedua, sebagian remaja sudah merasa mandiri sehingga menolak bantuan orangtua dan guru-guru. Dia ingin mengatasi masalahnya sendiri. e. Masa pencarian identitas Penyesuaian diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting bagi remaja daripada individualitas. Contohnya, dalam hal pakaian, berbicara, dan tingkah laku, remaja ingin seperti teman-teman gengnya. Apabila tidak demikian, ia akan terusir dalam kelompoknya. Universitas Sumatera Utara 19 f. Masa munculnya ketakutan Majeres berpendapat, “ Banyak yang berangggapan bahwa popularitas mempunyai arti yang bernilai dan sayangnya, banyak diantaranya yang bersifat negaif. Persepsi negatif terhadap remaja seperti tidak percaya, cenderung merusak dan berperilaku merusak, mengindikasikan pentingnya bimbingan dan pengawasan orang dewasa. Demikian pula, terhadap kehidupan remaja muda yang cenderung tidak simpatik dan takut bertanggung jawab. g. Masa yang tidak realistik Pandangan subjektif cenderung mewarnai remaja. Mereka memandangi diri sendiri dan oranglain berdasarkan keinginannya, dan bukan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, apalagi dalam cita-cita. Tidak hanya berakibat bagi dirinya sendiri, bahkan bagi keluarga dan teman-temannya, cita-cita yang realistik ini berakibat pada tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja. h. Masa menuju dewasa Masa menuju dewasa dimana kematangan kian dekat, para remaja merasa gelisah stereotip usia belasan tahun yang indah di satu sisi, dan harus bersiapsiap menuju usia dewasa di sisi lainnya. Kegelisahan itu timbul akibat kebimbangan tentang bagaimana meninggalkan masa remaja dan bagaimana pula memasuki masa dewasa. Universitas Sumatera Utara 20 Mereka mencari-cari sikap yang dipandangnya pantas untuk itu. Bila kurang arahan atau bimbingan, tingkah laku mereka akan ganjil, seperti berpakaian dan bertingkah laku meniru-niru orang dewasa, merokok, minumminum keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Universitas Sumatera Utara