BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Manajemen Sebuah organisasi baik organisasi baru ataupun yang sudah lama dalam menjalankan aktivitasnya perlu ditata dan diatur dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Oleh karena itu sebuah organisasi wajib memiliki manajemen yang baik dan benar. Tanpa adanya manajemen yang baik, sebuah perusahaan akan mengalami ketidakteraturan dalam menjalankan sebuah perusahaan. Kata manajemen berasal dari bahasa inggris, manage yang memiliki arti mengelola/mengurus, mengendalikan, mengusahakan dan juga memimpin. Manajemen adalah Sebuah proses dalam rangka untuk mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara bekerja secara bersama sama dengan orang - orang dan sumber daya yang dimiliki organisasi. Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu ménagement yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini, manajemen belum memiliki definisi yang diterima secara universal. Manajemen adalah ilmu dan seni mangatur proses pemanfaatan, sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 2007 : 20). Manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sihotang, 2007 : 16). Berdasarkan uraian pengertian manajemen menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bawah manajemen adalah proses pengendalian anggota organisasi dan penggunaan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 2.1.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut (Robbins, 2008 : 78): 1. Fungsi Perencanaan (Planning) 15 16 Fungsi ini meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi. Penentuan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut, dan pengembangan serangkaian rencana komprehensif untuk menggabung dan mengoordinasi berbagai aktivitas. 2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing) Fungsi ini meliputi penentuan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan dimana keputusan-keputusan dibuat. 3. Fungsi Kepemimpinan (Leading) Manajemen mengarahkan dan mengoordinasi individu-individu dalam perusahaan. Manajer memotivasi karyawan, mengatur aktivitas individu lain, memilih saluran komunikasi yang paling efektif, atau menyelesaikan konflik di antara anggotanya. 4. Fungsi Pengendalian (Controlling) Fungsi yang bertujuan guna memastikan bahwa segalanya berjalan seperti yang aktual tersebut dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila terdapat penyimpangan yang signifikan, adalah tugas manajemen untuk mengembalikan organisasi tersebut pada jalur yang benar. Fungsi ini meliputi pemantauan, pembandingan, dan pembetulan potensial. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam mengatur karyawan dalam sebuah organisasi diperlukan manajemen sumber daya manusia yang baik agar para karyawan dapat secara maksimal dalam bekerja sehingga hasilnya akan maksimal dan tepat waktu. Dengan adanya manajemen sumber daya manusia yang baik maka perusahaan dapat secara maksimal dalam mencapai tujuan perusahaan. Manajemen sumber daya manusia merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi (Mathis, 2006 : 33). Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunanaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rivai, 2009 : 43). 17 Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan cara-cara yang dipraktikkan dan berpengaruh dengan pemberdayaan manusia atau aspek-aspek sumber daya manusia dari posisi manajemen termasuk perektrutan, seleksi, pelatihan, penghargaan dan penilaian. 2.1.2.1 Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia Ada tujuh aktifitas manajemen sumber daya manusia (Robert, 2008 : 78) diantaranya: 1. Perencanaan dan analisis SDM Lewat perencanaan SDM, manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan. 2. Kesetaraan kesempatan kerja Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (EEO) mempengaruhi semua aktifitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM. 3. Pengangkatan pegawai Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah organisasi. 4. Pengembangan SDM Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi ketrampilan pekerjaan. 5. Kompensasi dan tunjangan Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus memperbaiki dan mengembakan sistem upah dan gaji dasar mereka. 6. Kesehatan, keselamatan, dan keamanan. Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan dan kesehatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. 7. Hubungan karyawan dan buruh atau hubungan manajemen Hubungan para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. 18 2.1.3 Beban Kerja Beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan, karena beban kerja berpengaruh terhadap karyawan dalam meningkatkan produktivitas dan merasakan kenyamanan dalam bekerja. Ketika seorang karyawan memiliki beban kerja yang sangat tinggi, besar kemungkinan karyawan tersebut akan merasa tidak nyaman dalam bekerja dan bisa berdampak karyawan tersebut mengundurkan diri dari tempat dimana dia bekerja. Bila karyawan dalam sebuah perusahaan merasakan kenyamanan dalam bekerja maka karyawan tersebut bisa menjadi loyal terhadap perusahaan dan kinerja karyawan menjadi sangat maksimal. Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Aminah, 2011 : 60). Beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pegawai menderita gangguan atau penyakit akibat kerja (Irwandy, 2007 : 77). Berdasarkan uraian diatas dapat simpulkan bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh individu maupun organisasi dalam jangka waktu tertentu. Seorang karyawan harus menerima beban kerja yang sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan karyawan itu sendiri sehingga karyawan tersebut dapat menguasai apa yang menjadi tugas yang diterimanya. 2.1.3.1 Hubungan Beban Kerja dan Turnover Intention Beban kerja mengacu pada jumlah pekerjaan yang diberikan untuk karyawan. Sejumlah peneliti telah mengidentifikasi hubungan positif antara beban kerja dan turnover intention. Tingginya beban kerja yang diterima oleh karyawan akan berdampak tingginya tingkat turnover dalam suatu perusahaan. Terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja serta stres kerja dan turnover intention (Imran, 2013 : 45). Penelitian tersebut mengasumsikan bahwa stres kerja memainkan peran tengah antara beban kerja dan turnover intention. 19 2.1.3.3 Indikator Beban Kerja Beban kerja dapat dikembangkan dalam 2 skala penilaian, yaitu (Soleman, 2011 : 68) : 1. Faktor eksternal yang terbagi atas tugas-tugas yang diberikan, kompleksitas pekerjaan, lamannya waktu kerja dan istirahat, 2. Faktor internal yang terbagi atas motivasi, persepsi, keinginan dan kepuasaan. Tugas-tugas yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing karyawan. Bila beban kerja yang diterima oleh seorang karyawan melewati batas kemampuan dari karyawan tersebut maka akan meningkatkan stress kerja seorang karyawan sehingga karyawan akan merasa tidak nyaman dan akan meningkatkan tingkat turnover dari suatu perusahaan. Lamanya waktu kerja yang diberikan harus sesuai dengan aturan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah dalam pasal 77 sampai pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas disebutkan diatas yaitu: • 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau • 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Jika seorang karyawan menerima lama waktu bekerja lebih dari ketentuan yang berlaku, maka karyawan tersebut akan menerima beban kerja yang berlebih dari kemampuannya. Oleh karena itu suatu perusahaan haruslah memiliki lama waktu kerja sesuai dengan aturan yang berlaku. Motivasi juga sangat penting bagi karyawan. Dengan adanya motivasi, para karyawan akan selalu bersemangat dalam bekerja. Motivasi dapat diberikan kepada karyawan yang mulai menurun kinerjanya sehingga kinerjanya akan kembali meningkat seperti awal dia bekerja. Suatu perusahaan harus bisa mengetahui apa yang menjadi keinginan dari para karyawannya sehingga mereka menjadi senang dalam bekerja karena keinginan dari masing-masing karyawan dapat dipenuhi oleh perusahaan dimana dia bekerja. Dengan demikian maka karyawan akan terus bersemangat dalam bekerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. 20 2.1.4 Sikap Pimpinan Dalam sebuah perusahaan pasti memiliki seorang pemimpin. Pemimpin ini yang mengatur segala sesuatu yang ada di perusahaan. Selain mengatur pimpinan dari kantor juga dapat mengambil sebuah keputusan. Sikap kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja seorang karyawan. Ketika pimpinan mempunyai kepemimpinan yang baik maka karyawan juga akan merasa nyama bila didekat seorang pemimpin. Pemimpin mempunyai bermacam-macam pengertian. Beberapa definisi tersebut antara lain (Kartono, 2006 : 38) : 1. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya di satu bidang, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama – sama melakukan aktivitas – aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Jadi, pemimpin itu ialah seorang yang mimiliki satu atau beberapa kelebihan sebagai predisposisi (bakat yang dibawa sejak lahir) dan merupakan kebutuhan dari satu situasi zaman sehingga mempunyai kekuasaan dan kewibawaan untuk mengarahkan dan membimbing bawahan. 2. Pemimpin dalam arti luas adalah seorang yang memimpin dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisasikan atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi (Kartono, 2006 : 38). Dalam arti sempit, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas persuasifnya, dan aksentansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. 3. Menurut John Gage Alle menyatakan bahwa “Leader ... a guide; a conductor; a commander” (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan) (Alle, 2006 : 39). Seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan yang bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan dan menyerahkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran – sasaran tertentu. 21 Jadi ide kreatif, inovatif dan keberanian untuk berusaha merupakan cikal bakal dari jiwa seorang pemimpin. Contoh saja Ir. Ciputra. Dia berani berusaha dan mengasah daya pikir sehingga bisa menjadi seorang pemimpin Ciputra Group dan Enterpreneur yang sukses. Jadi seorang pemimpin secara sadar atau tidak pasti memiliki jiwa sebagai seorang enterpreneur. Bila diterjemahkan secara literatur, enterpreneur itu berasal “between taker” atau “go between” yang artinya orang yang berani memutuskan dan mengambil resiko dari satu atau lebih pilihan yang semua pilihannya mempunyai manfaat dan risiko berbeda (Widhianto, 2006 : 16). Sama halnya dengan seorang pemimpin, mereka harus berani dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan risiko yang akan dihadapi. Oleh karena itu, seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai seorang enterpreneur. Entrepreneurship berubah makna dari sekadar mengambil resiko menjadi menjual manfaat untuk menukar resiko yang akan terjadi (Widhianto, 2006 : 16). Bila manfaat sebuah pekerjaan itu lebih besar dari resiko yang ditawarkan kepada orang lain yang akan mendanainya, maka itulah makna entrepreneur. Wirausaha adalah mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan (Finces, 2004 : 11). Jadi dari pengertian wirausaha di atas dapat disimpulkan bahwa wirausaha adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengambil risiko dan mengelola sesuatu yang ada di dalam dirinya untuk dimanfaat dan ditingkatkan agar dapat memperoleh suatu value bagi dirinya ataupun orang banyak. Ada beberapa ciri yang biasanya ada dalam diri seorang pemimpin yang telah sukses, yaitu (Widhianto, 2006 : 56): • Mempunyai impian – impian realistis dan tinggi dan mampu diubah menjadi cita-cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan emosionalnya yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, sehingga impian itu bisa terwujud (power of dream). • Menyukai tantangan dan tidak pernah puas dengan apa yang didapat (high achiever). • Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat (motivator). 22 • Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya bahwa dia bisa (power of mind). • Seorang yang visioner dan mempunyai daya kreativitas tinggi. • Risk manager, not just a risk taker. • Memiliki strong emotional attachment (kekuatan emosional). • Seorang problem solver. • Mampu menjual dan memasarkan produknya (seller). • Ia mudah bosan dan sulit diatur. • Seorang kreator ulung. 2.1.4.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama dibawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Samsudin, 2006 : 287), sehingga dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi atau menggerakkan bawahan agar mau melaksanakan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh pimpinan tersebut. Kepemimpinan mempengaruhi kinerja setiap orang yang bekerja dengan kita. Dengan tanggung jawab yang besar, pemimpin harus belajar tanpa henti. Para pemimpin besar tidak ditentukan oleh tidak adanya kelemahan, tetapi lebih oleh adanya kekuatan nyata. Kunci untuk mengembangkan kepemimpinan besar dan efektif adalah membangun kekuatan. Sumber pengaruh dapat secara formal ada bila seorang pemimpin memiliki posisi manajerial di dalam sebuah organisasi. Sedangkan sumber pengaruh tidak formal muncul di luar struktur organisasi formal. Dengan demikian seorang pemimpin dapat muncul dari dalam organisasi atau karena ditunjuk secara formal. Dengan demikian pengaruh pemimpin sangat ditentukan oleh statusnya, yaitu sebagai pemimpin formal atau pimpinan informal yang masing-masing dapat dibedakan. Dari pengertian kepemimpinan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan lebih yang dimiliki oleh seseorang (baik dalam organisasi atau tidak) untuk mempengaruhi dan membujuk orang – orang yang ada dalam lingkungannya, agar mereka bersedia bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 23 2.1.4.2 Hubungan Sikap Pimpinan dan Turnover Intention Sikap pimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap turnover intention pada suatu perusahaan. Sikap pimpinan yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan membuat tingginya tingkat turnover intention di sebuah perusahaan. Pimpinan yang memiliki kecakapan dan kelebihan sehingga dapat mengatur, mengarahkan dan membimbing bawahannya dengan baik merupakan pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention karyawan (Kartono, 2006 : 90). 2.1.4.3 Indikator Sikap Pimpinan Indikator dari sikap pimpinan ada beberapa ciri yang biasanya ada dalam diri seorang pemimpin yang telah sukses, yaitu (Widhianto, 2006 : 56): • Mempunyai impian – impian realistis dan tinggi dan mampu diubah menjadi cita-cita yang harus ia capai. Hidupnya ingin berubah karena kekuatan emosionalnya yang tinggi dan keyakinannya yang kuat, sehingga impian itu bisa terwujud (power of dream). • Menyukai tantangan dan tidak pernah puas dengan apa yang didapat (high achiever). • Mempunyai ambisi dan motivasi yang kuat (motivator). • Memiliki keyakinan yang kuat akan kemampuannya bahwa dia bisa (power of mind). • Seorang yang visioner dan mempunyai daya kreativitas tinggi. • Risk manager, not just a risk taker. • Memiliki strong emotional attachment (kekuatan emosional). • Seorang problem solver. • Mampu menjual dan memasarkan produknya (seller). • Ia mudah bosan dan sulit diatur. • Seorang kreator ulung. Sikap pimpinan yang sudah sesuai dengan keinginan dari para karyawan akan menurunkan tingkat turnover intention dalam sebuah perusahaan. Selain itu karyawan dapat merasa nyaman dalam bekerja sehingga hasilnya akan memuaskan. 24 2.1.5 Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam hal ini maksudnya adalah bagaimana kondisi didalam sebuah perusahaan tempat para karyawan bekerja, apakah sudah nyaman atau belum. Lingkungan kerja yang nyaman membuat para karyawan menjadi betah bekerja di kantor dan terus bersemangat dalam mengerjakan semua pekerjaan yang diterimanya. Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari (Mardiana, 2005 : 110). Lingkungan kerja yang kondusif dapat memberikan rasa nyaman kepada para karyawan untuk bekerja secara optimal dan meningkatkan kinerjanya. Lingkungan kerja adalah semua yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung (Sedarmayanti, 2007 : 105). Selanjutnya, Sedarmayanti menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: a. Lingkungan kerja fisik Lingkungan kerja fisik diantaranya adalah penerangan/cahaya, temperatur/suhu udara, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, setaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan kemanan ditempat kerja. b. Lingkungan kerja non fisik Lingkungan kerja non fisik diantaranya adalah pengaruh sosial di tempat kerja baik antara atasan dengan bawahan atau pengaruh antara bawahan. Berdasarkan pengertian lingkungan kerja menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan ruang lingkup dalam suatu pekerjaan dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. 2.1.5.1 Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan manusia/pegawai, diantaranya adalah (Sedarmayanti, 2011 : 135) : 1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak 25 menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan berjalan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. 2. Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. 3. Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam presentase. Kelembaban ini berpengaruh atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak, dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas tubuh dengan suhu di sekitarnya. 4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara dapat dirasakan dengan sesak napas, dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu lama, karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan akan mempercepat proses kelelahan. Sumber utama 26 adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. 5. Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu: lamanya kebisingan, intensitas kebisingan, dan frekuensi kebisingan. 6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh pegawai dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu tubuh karena ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekuensinya. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal konsentrasi bekerja, datangnya kelelahan, timbulnya beberapa penyakit diantaranya karena gangguan terhadap: mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain. 7. Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air condition yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat 27 digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menggangu di sekitar tempat kerja. 8. Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia. Selain warna merangsang emosi atau perasaan, warna dapat memantulkan sinar yang diterimanya. Banyak atau sedikitnya pantulan dari cahaya tergantung dari macam warna itu sendiri. 9. Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada pengaruhnya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hiasan ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan dan lainnya untuk bekerja. 10. Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang pegawai untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja. 2.1.5.2 Hubungan Lingkungan Kerja dan Turnover Intention Salah satu di antara faktor turnover yang tinggi diperusahaan adalah lingkungan kerja yang terdiri dari komunikasi di tempat kerja, lingkungan politik, rekan kerja dan sikap atasan yang membuat karyawan merasa tidak puas dalam bekerja. Lingkungan kerja yang tidak membuat nyaman karyawan menjadi alasan turnover intention yang tinggi di antara karyawan. Kualitas pengawasan di dalam lingkungan kerja merupakan pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention karyawan. Kurangnya pengawasan dan dukungan dari atasan dalam melakukan tugas akan mengarah pada tingkat turnover intention (Imran et al, 2013 : 77). 28 2.1.5.3 Indikator Lingkungan Kerja Indikator dari lingkungan kerja terbagi atas 2 skala pengukuran, yaitu (Sedarmayanti, 2007 : 105): 1. Lingkungan kerja fisik yang terbagi atas penerangan/cahaya ditempat kerja, temperatur/suhu diruang kerja, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, setaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan keamanan. 2. Lingkungan kerja non fisik yang terbagi atas pengaruh kerja terhadap karyawan dengan atasan, pengaruh kerja terhadap sesama karyawan dan pengaruh kerja terhadap atasan dengan karyawan. Lingkungan kerja yang baik dan membuat karyawan nyaman dalam bekerja di sebuah perusahaan akan menurunkan tingkat turnover intention sebuah perusahaan. Selain itu karyawan juga akan secara maksimal mengerjakan apa yang menjadi pekerjaan yang diterimanya. 2.1.6 Turnover Intention Turnover adalah proses di mana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan (Mathis, 2006 : 143). Perputaran/keluar-masuknya karyawan adalah penarikan diri yang permanen secara sukarela atau tidak sukarela dari organisasi (Robbins, 2012 : 167). Suatu tingkat keluar masuknya karyawan yang tinggi dalam suatu organisasi berarti naiknya biaya perekrutan, seleksi, dan pelatihan. Tingginya tingkat keluar-masuknya karyawan juga menghambat suatu organisasi secara efisien bila personel yang berpengalaman dan berpengetahuan keluar dan penggantian harus ditemukan dan disiapkan untuk mengambil posisi yang bertanggung jawab. Turnover intention adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Intensi keluar merupakan ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar mencari pekerjaan yang baru (Widjaja, 2008 : 97). Turnover intention merupakan keinginan karyawan untuk pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya (Deborah, 2008 : 122). Penarikan diri seseorang keluar dari suatu organisasi (turnover) dapat diputuskan secara sukarela (voluntary turnover) maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover) (Robbins, 2007 : 167). Voluntary turnover atau quit merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela yang disebabkan oleh faktor seberapa manarik pekerjaan yang ada saat ini dan tersedianya alternatif 29 pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk menghentikan pengaruh kerja dan bersifat uncontrollable bagi karyawan yang mengalaminya. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa turnover intention adalah niatan atau keinginan karyawan untuk keluar dan pindah dari perusahaan tempat mereka bekerja saat ini. 2.1.6.1 Faktor Yang Mempegaruhi Turnover Intention Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover intention cukup kompleks dan saling berkaitan satu sama lain, diantaranya adalah sebagai berikut (Saffelbachl, 2008 : 30): 1. Faktor Psikologi Penentu psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan, seperti harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan kerja atau efektifitas. Konsep turnover secara psikologis berkaitan dengan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh emosi karyawan, sikap atau persepsi. Faktor Psikologi terdiri dari : 1) Kontrak Psikologis atau Psychological Contract mengacu pada keyakinan individu mengenai syarat dan ketentuan perjanjian timbal balik pertukaran antara seseorang dan pihak lain. Konsep kontrak psikologis didasarkan pada wawasan, bahwa motivasi karyawan dan tingkat kinerja mereka harus dipelihara oleh organisasi melalui insentif dan penghargaan. Kontrak psikologis berisi semua harapan timbal balik yang tidak terungkapkan, harapan dan keinginan karyawan atau atasan dan merupakan perjanjian tambahan tidak dirumuskan dalam pekerjaan yang mengikat sah kontrak. Jika pemenuhan keinginan dan harapan karyawan gagal untuk muncul dalam jangka panjang dan kerugian tidak seimbang dengan keuntungan, maka konflik batin pada karyawan akan semakin buruk. Jika seorang karyawan tidak mampu membawa perubahan apapun, ketidakpuasan akan terjadi dan kemudian merusak kontrak psikologis. Dasar dari kontrak psikologis didasarkan pada teori pertukaran sosial, yang mengasumsikan bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh pemaksimalan utilitas individu. Manusia berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Jika karyawan merasakan kontrak 30 psikologis tidak berjalan seperti semestinya, maka turnover intention akan lebih tinggi. 2) Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosional menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang dalam mencapai atau memfasilitasi pencapaian nilai pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi keterikatan afektif seseorang. Hal ini dikonseptualisasikan sebagai respon afektif dan emosional. Kepuasan didefinisikan sebagai sejauh mana karyawan memiliki orientasi afektif yang positif terhadap pekerjaan oleh organisasi. Orientasi afektif negatif terhadap organisasi akan muncul ketika karyawan tidak puas. Kepuasaan kerja mencakup otonomi, pay satisfaction, participation, fleksibilitas pekerjaan, job design dan supervisory support. 3) Komitmen Organisasi Mowday dan Steers mendefinisikan komitmen "sebagai kekuatan relatif dari individu dalam identifikasi dengan dan keterlibatan dalam organisasi tertentu”. Komitmen dapat dilihat sebagai loyalitas sebuah sebuah organisasi atau suatu pekerjaan. Komitmen organisasi di konsepkan dalam tiga keadaan psikologis yang berbeda yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap atau meninggalkan organisasi, yaitu: - Komitmen afektif: keterikatan emosional terhadap organisasi - Komitmen berkelanjutan: pengakuan biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi - Komitmen normatif: kewajiban yang dirasakan untuk tetap dengan organisasi 4) Ketidakamanan Kerja atau Job Insecurity Job insecurity adalah kekhawatiran pribadi tentang kelangsungan pekerjaan. Karyawan dapat merasa tidak aman meskipun tidak ada alasan untuk itu. Namun, ketidakamanan pekerjaan lebih dikenal mengenai ketidakpastian tentang pekerjaan di masa depan dalam pengembangan pekerjaan dan diskontinuitas. 31 2. Faktor Ekonomi Ketika reward sama dengan di tempat kerja lain, karyawan akan memutuskan untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi menganalisis proses turnover lebih menekankan pada interaksi antara penentuan variabel eksternal seperti gaji atau peluang. Faktor-faktor ekonomi terdiri dari : 1) Upah Upah pembayaran memainkan peran penting dalam pekerjaan pada masa ini dan pada masa depan. Bahwa karyawan yang dibayar lebih tinggi dalam tingkat hirarki yang sama cenderung untuk tetap bertahan dalam organisasi. 2) Peluang Eksternal Peluang eksternal mengacu pada tersedianya alternatif, daya tarik dan pencapaian dari pekerjaan di lingkungan. Interaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan ekonomi harus dipertimbangkan dalam mengukur peluang eksternal. Ketersediaan ini terutama tentang seberapa banyak peluang di luar organisasi. Daya tarik yang mengacu pada pay level dari peluang tersebut. Pencapaian didefinisikan sebagai kepemilikan keahlian yang dibutuhkan di dalam suatu pekerjaan. 3) Ukuran Perusahaan atau Company Size Selama fase resesi di pertengahan tahun sembilan puluhan, organisasi yang lebih kecil dihadapkan dengan tingkat turnover yang lebih tinggi, sedangkan organisasi yang lebih besar mampu mempertahankan karyawan mereka (Henneberger & Sousa-Poza, 2007). Banyak orang beranggapan bahwa perusahaan-perusahaan besar membayar gaji yang lebih tinggi, memiliki kesempatan promosi yang lebih (mobilitas internal vertikal dan horisontal) dan menawarkan keselamatan kerja yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil (Henneberger & Sousa-Poza, 2007). 3. Faktor Demografis Faktor demografis yang sering disebut juga sebagai karakteristik personal, yang terdiri dari : 32 1) Usia Faktor usia berkorelasi negatif dengan turnover intention (SouzaPoza, 2007 : 147). Orang yang lebih muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan profesional mereka, sehingga lebih sering berpindah kerja. 2) Masa Jabatan Individu memiliki masa jabatan yang lebih lama kemudian meninggalkan organisasi akan dianggap tidak proporsional. 2.1.6.2 Dampak Turnover Intention Bagi Perusahaan Turnover merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan merugikan perusahaan. Sebab, apabila seorang karyawan meninggalkan perusahaan akan membawa berbagai biaya seperti: - Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari penggantian. - Biaya latihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan yang dilatih. - Apa yang dikeluarkan untuk karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan baru tersebut. - Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi. - Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan. - Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya. - Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru. - Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan penyerahan. Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi, menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara pembinaannya. 2.1.6.3 Indikator Turnover Intention Intensi keluar merupakan variabel yang paling berhubungan dan lebih banyak menjelaskan perilaku turnover, dimana keinginan untuk keluar dapat diukur dengan 3 komponen berikut ini (Deborah, 2008 : 122): 33 1. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru di bidang yang sama di perusahaan lain. Melihat adanya perusahaan lain yang dirasa mampu memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan tempat dia bekerja saat ini, dapat menjadi alasan utama bagi individu untuk memicu keinginannya keluar dari perusahaan. Namun hal itu akan terbatas di saat dia hanya akan menerima jika sesuai dengan keahliannya saat ini. 2. Keinginan untuk mencari pekerjaan baru di bidang yang berbeda di perusahaan lain. Seorang individu yang merasa selama ini kurang mengalami kemajuan pada pekerjaan akan mencoba untuk beralih pada bidang yang berbeda. Tanpa harus mempelajari keahlian baru, individu tersebut mencari pekerjaan di bidang yang baru dengan keahlian sama dengan yang dia miliki saat ini. 3. Keinginan untuk mencari profesi baru. Dengan memiliki keahlian yang cukup banyak, maka akan mudah bagi seseorang untuk timbul keinginan mencari pekerjaan baru yang sebelumnya tidak pernah dia kerjakan. 2.2 Kerangka Pemikiran Melalui penelitian ini dapat diketahui pengaruh antara beban kerja (workload), sikap pimpinan dan lingkungan kerja (work environment) terhadap turnover intention. Dimana beban kerja, sikap pimpinan dan lingkungan kerja merupakan variabel independen/bebas serta turnover intention merupakan variabel dependen/terikat, dengan sumber data yang berasal dari PT. Inovasi Sukses Sentosa – INDOTRADING.com. Kerangka pemikiran dari masalah digambarkan sebagai berikut: Beban Kerja H1 (X1) H2 Sikap Pimpinan (X2) H3 Lingkungan Kerja (X3) Employee Turnover Intention (Y) 34 H4 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis (2015) Berdasarkan gambar diatas didapatkan hipotesis berikut ini : • Hipotesis 1: H1 = beban kerja berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention • Hipotesis 2: H2 = beban kerja berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention • Hipotesis 3: H3 = lingkungan kerja berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention • Hipotesis 4: H4 = beban kerja, sikap pimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh secara simultan terhadap turnover intention. 2.3 Hipotesis Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas. Dapat diajukan empat hipotesis penelitian sebagai berikut: Hipotesis 1: Apakah ada pengaruh secara parsial dari beban kerja terhadap turnover intention? H0 = beban kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention Ha = beban kerja berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention Hipotesis 2: Apakah ada pengaruh secara parsial dari sikap pimpinan terhadap turnover intention? H0 = beban kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention Ha = beban kerja berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention Hipotesis 3: Apakah ada pengaruh secara parsial dari lingkungan kerja terhadap turnover intention? H0 = lingkungan kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention Ha = lingkungan kerja berpengaruh secara parsial terhadap turnover intention 35 Hipotesis 4: Apakah ada pengaruh secara simultan dari beban kerja, sikap pimpinan dan lingkungan kerja terhadap turnover intention? H0 = beban kerja, sikap pimpinan dan lingkungan kerja tidak berpengaruh secara simultan terhadap turnover intention Ha = beban kerja, sikap pimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh secara simultan terhadap turnover intention. 36