I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk organik maupun anorganik umumnya ditambahkan ke dalam tanah pertanian maupun perkebunan yang diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat dari tanah baik sifat kimia, fisika maupun biologi dari tanah tersebut (Sutanto, 2005). Selain dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, pemberian pupuk juga dapat memenuhi kebutuhan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan juga dapat meningkatan kesuburan dari tanaman tersebut (Geos, 2012). Oleh sebab itu para petani umumnya akan menambahkan pupuk tersebut beberapa kali ke dalam tanah. Salah satu pupuk yang umumnya digunakan oleh petani yaitu pupuk organik (Suriardikarta, 2007). Pupuk organik merupakan pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa - sisa tanaman maupun hewan. Pupuk organik yang umumnya digunakan oleh para petani dapat berbentuk padat atau cair, dengan sumber bahan organik dari pupuk ini dapat berupa kompos (pupuk hijau, pupuk kandang), sisa panen (jerami, tongkol jagung, serabut kelapa), maupun limbah ternak (Alfiyah, 2012). Salah satu bahan organik dalam pupuk organik yaitu pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak seperti ayam, sapi, kerbau, kambing, baik berupa padatan (feses) yang bercampur dengan sisa makanan maupun berupa urine (Jabber, 2011). Pupuk kandang banyak mengandung unsur hara makro seperti unsur fosfor (P), nitrogen (N), dan kalium (K), sedangkan unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang diantarnya kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe) dan molybdenum (Mb) (Wibowo, 2009). Selain pupuk kandang, kompos juga merupakan salah satu bahan organik dari pupuk organik tersebut. Dimana kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahanbahan organik yang telah mengalami pelapukan, seperti jerami, alang-alang, sekam padi, dan lain-lain termasuk kotoran hewan (Amira, 2012). Pupuk organik cair yang berasal dari urin hewan maupun ekstrak tumbuh-tumbuhan mengandung unsur nitrogen dan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk organik padat, namun kandungan karbohidrat dari pupuk organik cair ini sangat rendah. 1 Sedangkan pada pupuk organik padat selain mengandung unsur nitrogen dan mineral juga memiliki kandungan karbohidrat terutama selulosa dan protein yang tinggi sehingga dapat memberikan suatu media yang lebih seimbang bagi perkembangan mikroorganisme (Sitohang, 2010). Pupuk organik banyak mengandung unsur hara makro dan mikro yang diperlukan oleh tanaman. Salah satunya adalah unsur hara fosfor. Unsur hara fosfor sangat diperlukan oleh tanaman namun tidak mudah tersedia bagi tanaman. Hal ini disebabkan karena unsur hara fosfor terdapatnya dalam bentuk senyawa kompleks yang sulit untuk didegradasi. Tanaman menyerap unsur fosfor (P) dari tanah dalam bentuk ion fosfat terutama H2PO4- yang terdapat di dalam tanah (Basriman, 2011; Praja, 2011). Pemakaian pupuk merupakan salah satu upaya petani untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman maupun meningkatkan kesuburan tanah, baik itu berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik/pupuk kimia. Pemakaian pupuk organik secara berulang-ulang kali tidak menimbulkan dampak atau efek negatif pada tanaman dibandingkan dengan pemakaian pupuk anorganik secara berulangulang, baik berupa dampak bagi tanaman (mengakibatkan tanaman mudah terserang penyakit dan tanaman menjadi tidak sehat) maupun bagi tanah pertanian dan perkebunan (mengakibatkan kondisi tanah menjadi cepat mengeras dan berkurangnya kesuburan tanah) (Widyastuti, 2012). Oleh sebab itu permintaan akan pupuk organik dipasaran terus mengalami peningkatan. Seiring dengan meningkatnya pemakaian pupuk organik oleh petani maka semakin banyak pula pupuk organik yang harus dihasilkan oleh produsen. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan petani akan pupuk organik yang semakin meningkat, maka produsen penghasil pupuk organik umumnya akan mempersingkat waktu fermentasi dari pupuk organiknya. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap keberadaan populasi mikroba yang terdapat di dalam pupuk. Unsur fosfat (P) merupakan salah satu unsur esensial yang diperlukan oleh tanaman dalam pembentukan rambut akar dan perkembangan akar. Namun sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Adapun peranan fosfat bagi tanaman yaitu memperkuat tegaknya batang 2 agar tanaman tidak mudah rebah, pembentukan bunga, buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit (Hanafiah, 2005). Fosfat tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh tanaman, karena fosfat dalam bentuk P terikat didalam tanah. Adanya pengikatan fosfat tersebut mengakibatkan pupuk yang diberikan menjadi tidak efisien. Sehingga diperlukan adanya mikroorganisme yang mampu melarutkan fosfat sehingga unsur fosfat tersebut dapat diserap oleh tanaman (Husen, 2012; Purwangsih, 2003). Mekanisme pelarutan fosfat dilakukan dengan cara mikroba pelarut fosfat menghasilkan sejumlah asam-asam organik seperti oksalat, asam sitrat, suksinat, glutamat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya akan diikuti dengan penurunan pH. Selanjutnya asam-asam organik tersebut akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+ , Fe3+ , Ca2+ dan Mg2+ yang kemudian akan membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat. Sehingga akan dapat diserap oleh tanaman (Hanafiah, 2005). Mikroba pelarut fosfat merupakan mikroorganisme yang dapat melarutkan fosfat baik berupa cendawan maupun bakteri. Mikroba pelarut fosfat mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman sehingga dapat diserap oleh tanaman (Leni, 2008). Bakteri pelarut fosfat merupakan salah satu mikroba yang dapat melarutkan fosfat, bakteri ini umumnya hidup di daerah perakaran tanaman atau sekitar 25 cm dari permukaan tanah dengan jumlah yang berbeda-beda dan sangat beragam disetiap tempat, hal ini disebabkan karena sifat-sifat biologis yang berbeda-beda (Raharjo, 2007). Pertumbuhan bakteri pelarut fosfat akan optimum pada tanah dengan pH netral dan akan semakin meningkat dengan meningkatnya pH tanah tersebut, sedangkan pada tanah dengan pH yang rendah akan didominasi oleh kelompok cendawan pelarut fosfat dengan pertumbuhan cendawan tersebut pada pH 5-5,5. Kelompok bakteri yang tergolong dalam bakteri pelarut fosfat yaitu Bacillus firmus, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Pseudomonas, Klebsiella, Escherichia, Arthrobacter, Enterobacter. Sedangkan kelompok cendawan yang tergolong dalam cendawan pelarut fosfat yaitu Aspergillus, Penicillium, Culvularia (Madjid, 2010). 3 Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian uji keberadaan mikroba pelarut fosfat dan karakterisasi mikroba pelarut fosfat yang terdapat pada berbagai merek pupuk organik. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah ada mikroba pelarut fosfat yang terkandung dalam beberapa merek pupuk organik? 2. Berapakah total mikroba pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk organik tersebut? 3. Bagaimanakah karakteristik mikroba pelarut fosfat pada pupuk organik tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui ada tidaknya mikroba pelarut fosfat yang terdapat pada berbagai merek pupuk organik. 2. Untuk mengetahui total mikroba pelarut fosfat pada pupuk organik tersebut. 3. Untuk mengetahui karakteristik dari mikroba pelarut fosfat yang terdapat pada pupuk organik tersebut. 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah, penyuluh lapangan pertanian dan masyarakat khususnya petani tentang keberadaan mikroba pelarut fosfat, total mikroba pelarut fosfat dan karakteristik mikroba pelarut fosfat pada berbagai merek pupuk organik. Serta dapat digunakan sebagai acuan maupun dasar penelitian lebih lanjut mengenai mikroba pelarut fosfat pada pupuk organik. 4