efektivitas pemberian mikrokapsul sinbiotik melalui

advertisement
EFEKTIVITAS PEMBERIAN MIKROKAPSUL
SINBIOTIK MELALUI PAKAN DENGAN DOSIS BERBEDA
PADA UDANG VANAME TERHADAP INFEKSI WSSV
DWI FEBRIANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Pemberian
Mikrokapsul Sinbiotik Melalui Pakan dengan Dosis Berbeda pada Udang Vaname
terhadap Infeksi WSSV adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dwi Febrianti
C151130121
RINGKASAN
DWI FEBRIANTI. Efektivitas Pemberian Mikrokapsul Sinbiotik Melalui Pakan
dengan Dosis Berbeda pada Udang Vaname Terhadap Infeksi WSSV. Dibimbing
oleh MUNTI YUHANA dan WIDANARNI.
White spot syndrome virus (WSSV) merupakan salah satu jenis patogen yang
menyerang kelompok krustasea dan mengakibatkan kematian hingga 70-90% pada
kegiatan budidaya udang komersial. Sinbiotik menerapkan gabungan konsep
probiotik dan prebiotik dalam dosis seimbang yang diharapkan memberikan efek
menguntungkan diantaranya meningkatkan respon imun dan kinerja pertumbuhan
dan inang. Spray drying merupakan salah satu teknik mikroenkapsulasi yang
digunakan untuk menstabilkan bahan inti dan mempertahankan viablitas sel selama
masa penyimpanan. Teknik ini melibatkan atomisasi suspensi sel mikroba dalam
larutan polimer menggunakan pengeringan panas yang diikuti oleh penguapan air
secara cepat. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi
mikrokapsul sinbiotik (kombinasi Bacillus NP5 RfR dan prebiotik mannan
oligosakarida) pada pakan terhadap respon imun dan performa pertumbuhan udang
vaname (L. vannamei) yang diinfeksi WSSV (white spot syndrome virus).
Desain eksperimen yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan. Untuk uji in vivo, udang
(4,411 ± 0,395 g) dipelihara pada bak plastik (60 x 35 x 30 cm3; volume 0,04 m3)
dengan kepadatan 15 ekor bak-1. Pemberian pakan dilakukan selama 30 hari dengan
sistem aerasi kontinu. Udang diberi pakan mengandung mikrokapsul sinbiotik
dengan dosis 0,5% (M1), 1% (M2), 2% (M3) (w/w) serta tanpa penambahan
mikrokapsul sinbiotik meliputi kontrol negatif (KN) dan kontrol positif (KP)
dengan feeding rate 6%. Uji tantang dilakukan melalui injeksi intramuskular filtrat
WSSV (104 copy mL-1) pada hari ke-31 dan diikuti dengan pengamatan hingga hari
ke-34. Variabel pengamatan meliputi respon imun (total hemmocyte count (THC),
aktivitas respiratory burst (RB), dan aktivitas pro phenoloxidase (proPO)),
performa pertumbuhan (specific growth rate (SGR) dan feed convertion ratio
(FCR)), kuantifikasi populasi sel bakteri (total probiotic count (TPC), presumptive
Vibrio count (PVC), dan total bacterial count (TBC)), uji konfirmasi WSSV, dan
survival rate (SR).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon imun (THC, RB, dan proPO)
udang yang disuplementasi mikrokapsul sinbiotik mengalami peningkatan
dibanding perlakuan kontrol positif maupun negatif. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa suplementasi mikrokapsul sinbiotik melalui pakan dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dan status kesehatan pada udang vaname. Sementara itu,
TPC udang yang disuplementasi mikrokapsul sinbiotik 1% yaitu sebesar
4,279±0,288 Log CFU g-1, menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan 0,5% yaitu sebesar 3,550±0,447 Log CFU g-1 dan 2% sebesar
2,834±0,575 Log CFU g-1. Nilai TPC ini mengindikasikan bahwa probiotik Bacillus
NP5 RfR yang diberikan dalam bentuk mikrokapsul mampu mencapai target dan
bertahan hidup pada saluran pencernaan udang. PVC setelah pemberian pakan
sinbiotik menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Sementara itu, total bacterial
count (TBC) udang yang disuplementasi mikrokapsul sinbiotik 0,5%
(7,445±0,600 Log CFU g-1) menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan
perlakuan lainnya. SGR udang yang diberi pakan mengandung mikrokapsul
sinbiotik 0,5 dan 1%, masing-masing sebesar 2,191±0,286 % dan 2,213±0,333 %,
menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol positif dan
negatif. Sementara itu, FCR udang yang disuplementasi mikrokapsul sinbiotik
0,5% sebesar 1,976±0,180 dan 1% sebesar 1,701±0,229 juga menunjukkan nilai
yang lebih baik dibanding perlakuan kontrol positif dan negatif. Hasil uji PCR
menunjukkan bahwa empat sampel (sampel M1, M2, M3, dan KP) positif terinfeksi
WSSV yang diilustrasikan oleh pita DNA yang teramplifikasi pada panjang 942 bp,
sementara perlakuan KN negatif terinfeksi WSSV yang ditunjukkan dengan tidak
terbentuknya pita DNA. Setelah infeksi WSSV, SR udang yang diberi pakan
mengandung mikrokapsul sinbiotik 0,5; 1; dan 2%, berturut-turut sebesar
55,556±7,698 %; 60±6,667 %; dan 48,889±10,183 %, menunjukkan hasil yang
lebih tinggi dibanding kontrol positif sebesar 35,555±3,849%. Ini menunjukkan
bahwa suplementasi mikrokapsul sinbiotik mampu meningkatkan ketahanan tubuh
udang terhadap infeksi WSSV.
Keyword: mikroenkapsulasi, sinbiotik, L. vannamei, WSSV
SUMMARY
DWI FEBRIANTI. The effectiveness of synbiotic microcapsule application
through supplementation at different dosage in WSSV-infected Pacific white
shrimp. Supervised by MUNTI YUHANA and WIDANARNI.
White spot syndrome virus (WSSV) is one of pathogens which attacks the
crustacea and causes up to 70-90% mortality in commercial shrimp farming.
Synbiotic combined both probiotics and prebiotics concepts in a balanced dose
which is expected to provide beneficial effects including improving growth
performance and the host immune system. Spray drying is one of
microencapsulation technique that used to stabilize the core material and maintain
cells viability during storage. This technique involves the atomization of a
suspension of microbial cells in a polymer solution using heat drying, followed by
rapid evaporation of water. This study was aimed to evaluate the effectiveness of
synbiotic microcapsules which consisting of combination of probiotics Bacillus
NP5 RfR and prebiotics mannan oligossacharide (MOS) on the immune system and
growth performance of WSSV infected Pacific white shrimp.
The experimental design was completely randomized design with five
treatments and three replications. For in vivo test, shrimps were stocked in plastic
tank (60 x 35 x 30 cm3 within; volume of 0.04 m3) with stocking density
of 15 shrimps tank-1. Feeding experiment was conducted for 30 days in a continually
aerated system. Shrimp were fed with microcapsules synbiotic suplemented feed at
dosage of 0.5% (M1), 1% (M2), 2% (M3) (w/w) and without microcapsules
synbiotic include negative control (KN) and positive control (KP). Challenge test
was performed by intramuscular injection of WSSV filtrate (104 copies mL-1) on
31st day followed by observation until the 34th day. Observation variables consist
of immune responses (total hemmocyte count (THC), the activity of respiratory
burst (RB), and the activity of pro phenoloxidase (proPO)), growth performance
(specific growth rate (SGR) and feed convertion ratio (FCR)), quantification of
bacterial cells population (total probiotic count (TPC), presumptive Vibrio count
(PVC), and total bacterial count (TBC)), confirmatory test of WSSV, and survival
rate (SR).
Results showed that immune response parameters (THC, RB, and proPO) of
shrimp suplemented by synbiotic microcapsules increased compared to positive and
negative control. These results showed that synbiotic microcapsules suplementation
through feed could enhance the immune system and the health status of white
shrimp. Furthermore, TPC of shrimp supplemented by 1% synbiotic microcapsules
of 4,279±0,288 log CFU g-1, were higher than the treatment of 0.5% of
3,550±0,447 Log CFU g-1 and 2% of 2,834±0,575 Log CFU g-1. TPC value showed
that probiotics were given in the form of synbiotic microcapsules were able to reach
and survive in the digestive tract of shrimp. PVC after synbiotic feeding showed no
different results. Meanwhile TBC of shrimp supplemented by mycrocapsule
synbiotic 0,5% (7,445±0,600 Log CFU g-1) were lower than other treatments. SGR
of shrimps supplemented by synbiotic microcapsules 0,5 and 1%, i.e
2,191±0,286 % and 2,213±0,333 % respectively, were higher than positive and
negative controls. Moreover, FCR of shrimps supplemented by synbiotic
microcapsules 0,5% of 1,976±0,180 and 1% of 1,701±0,229 also showed a better
value than positive and negative controls. PCR test results showed that the four
samples (M1, M2, M3, and positive control) were positively infected WSSV as
illustrated by the size of amplified DNA bands of 942 bp in the electrophoresis
results, while negative control which was negatively infected WSSV showed no
band. After WSSV infection, SR of shrimps supplemented by synbiotic
microcapsules 0.5; 1; and 2%, were 55,556±7,698 %; 60±6,667 %; and
48,889±10,183 %, respectively, were higher than the positive control of
35,555±3,849%. This indicated that synbiotic supplementation could improve the
body’s defense of white shrimp to WSSV infection.
Keyword: microencapsulation, synbiotic, L. vannamei, WSSV
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEKTIVITAS PEMBERIAN MIKROKAPSUL
SINBIOTIK MELALUI PAKAN DENGAN DOSIS BERBEDA
PADA UDANG VANAME TERHADAP INFEKSI WSSV
DWI FEBRIANTI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji luar komisi ujian tesis: Dr Sri Nuryati, SPi, MSi
Judul Tesis
Nama
NIM
Mikrokapsul Sinbiotik Melalui Pakan
dengan Dosis Berbeda pada Udang vaname terhadap Infeksi
WSSV
: Dwi Febrianti
: C151130121
: Efektivitas Pemberian
Disetuiui oleh
i
Komisi Pembimbing
)
i
I
I
1
i
ru
l
l
I
l
I
I
Dr Ir Widanami. MSi
Dr Munti Yuhana. SPi. MSi
I(etua
i
I
Anggota
,!
i
Diketahui oleh
{r}q
Pascasarjana
Ketua Program Studi
Iln-iu Akuakultur
i,?"llil-:
'i,
##n*,:fil (sH
,N.
5f ffi:'':'
#il$f
-W
Dr Ir Widanarni, MSi
Tanggal
Ujian: 1 I
IL
Tanggal
2015
Lulus:
Z
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam usul penelitian ini ialah kesehatan ikan, dengan judul Efektivitas
Pemberian Mikrokapsul Sinbiotik Melalui Pakan Dengan Dosis Berbeda pada
Udang Vaname terhadap Infeksi WSSV.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Munti Yuhana, S.Pi, M.Si dan
Dr. Ir. Widanarni, M.Si selaku komisi pembimbing, yang telah memberi bimbingan
dan saran dalam penyelesaian karya ilmiah ini, serta Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si
selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tesis penulis. Selain itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ir. Yani Lestari Nuraini, M.P selaku pembimbing
lapangan dan Bambang Hanggono S.Pi, M.Sc dari Balai Budidaya Air Payau
Situbondo, Jawa Timur yang telah banyak memberi masukan selama proses
penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan atas bantuan dana
pendidikan magister yang diperoleh dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam
Negeri (BPPDN), Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga atas segala
dukungan, doa dan kasih sayangnya. Penulis sampaikan pula terima kasih kepada
teknisi Laboratorium Kesehatan Organisme Akuatik serta teman-teman mahasiswa
Program Studi Ilmu Akuakultur 2013.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Dwi Febrianti
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Hipotesis
1
1
3
3
3
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Materi Uji
Rancangan Percobaan
Metode Penelitian
Variabel Pengamatan
Analisis Data
3
3
3
4
4
6
8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Imun
Kuantifikasi Populasi Sel Bakteri
Performa Pertumbuhan
Uji Konfirmasi PCR Terhadap Infeksi WSSV
Survival Rate
8
8
14
16
18
19
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
20
20
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
36
vi
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Total hemocyte count (THC) udang vaname (L. vannamei) sebelum
(hari ke-0) dan setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30), serta
pasca infeksi WSSV (hari ke-34). Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%),
M2 (mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan
KN (kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Aktivitas respiratory burst (RB) udang vaname (L. vannamei) sebelum
(hari ke-0) dan setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30), serta
pasca infeksi WSSV (hari ke-34). Keterangan: M1 (mikrokapsul
0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol
positif), dan KN (kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari
yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar
perlakuan
Aktivitas pro phenoloxidase (proPO) udang vaname (L. vannamei)
sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30),
serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34). Keterangan: M1 (mikrokapsul
0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol
positif), dan KN (kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari
yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar
perlakuan.
Total probiotic count (TPC) dalam saluran pencernaan udang vaname
(L. vannamei) sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian pakan
sinbiotik (hari ke-30), serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34).
Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3
(mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan KN (kontrol negatif).
Huruf superscript berbeda pada hari yang sama menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Presumptive Vibrio count (PVC) dalam saluran pencernaan udang
vaname (L. vannamei) sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian
pakan sinbiotik (hari ke-30), serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34).
Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3
(mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan KN (kontrol negatif).
Huruf superscript berbeda pada hari yang sama menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Total bacterial count (TBC) dalam saluran pencernaan udang vaname
(L. vannamei) sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian pakan
sinbiotik (hari ke-30), serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34).
Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3
(mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan KN (kontrol negatif).
Huruf superscript berbeda pada hari yang sama menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
9
11
12
14
15
16
vii
7
Specific growth rate (SGR) udang vaname (L. vannamei) setelah 30 hari
pemberian pakan sinbiotik. Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2
(mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), KN
(kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
8 Feed conversion ratio (FCR) udang vaname (L. vannamei) setelah 30
hari pemberian pakan sinbiotik. Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%),
M2 (mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), KN
(kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
9 Hasil pengujian PCR terhadap udang yang terinfeksi WSSV. Lane 1:
Marker; Lane 2: ddH2O; Lane 3: Kontrol positif; Lane 4: Sampel M1
positif terinfeksi WSSV; Lane 5: Sampel M2 positif terinfeksi WSSV;
Lane 6: Sampel M3 positif terinfeksi WSSV; Lane 7: Sampel KP positif
terinfeksi WSSV. Lane 8: Sampel KN negatif terinfeksi WSSV
10 Survival rate (SR) udang vaname (L. vannamei) sebelum dan setelah
uji tantang dengan WSSV. Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2
(mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), KN
(kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada waktu yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
17
17
18
19
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Uji viabilitas mikrokapsul sinbiotik yang disimpan pada suhu 4oC
selama 90 hari.
Data proksimat pakan kontrol dan perlakuan suplementasi sinbiotik
Gejala klinis udang vaname yang terinfeksi white spot syndrome virus
(WSSV): A) udang positif terinfeksi WSSV: tubuh, kaki renang dan
ekor mengalami kemerahan; B) udang normal: tubuh, kaki renang, dan
ekor berwarna putih bersih; C) udang normal: hepatopankreas berwarna
coklat gelap, dan usus penuh; D) udang positif terinfeksi WSSV:
hepatopankreas pucat, dan usus kosong; dan E) bintik-bintik putih pada
karapas udang yang terinfeksi WSSV ditunjukkan oleh tanda panah
berwarna merah.
Analisis statistik terhadap total hemocyte count (THC) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
Analisis statistik terhadap aktivitas respiratory burst (RB) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
Analisis statistik terhadap aktivitas pro phenoloxidase (proPO) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
Analisis statistik terhadap total probiotic count (TPC) setelah
pemberian pakan sinbiotik selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi
WSSV (H34).
25
26
27
28
29
30
31
viii
8
Analisis statistik terhadap presumptive Vibrio count (PVC) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
9 Analisis statistik terhadap total bacterial count (TBC) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
10 Analisis statistik terhadap Specific growth rate (SGR) dan feed
conversion ratio (FCR) setelah pemberian pakan sinbiotik selama
30 hari.
11 Analisis statistik terhadap kelangsungan hidup (survival rate/SR)
sebelum uji tantang (H30) dan pasca infeksi WSSV (H34).
32
33
34
35
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit infeksius merupakan salah satu permasalahan yang secara langsung
mempengaruhi kegiatan akuakultur dan mengakibatkan kerugian ekonomi.
Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh beberapa agen penyebab misalnya virus,
bakteri, parasit, protozoa dan fungal. Penyakit viral merupakan salah satu jenis
penyakit infeksius pada udang yang umumnya bersifat sangat letal. Beberapa
patogen viral yang ditemukan menyerang udang di Asia antara lain white spot
syndrome virus (WSSV), infectious myonecrosis virus (IMNV), yellow head virus
(YHV) tipe-1, dan infectious hypodermal and haematopoietic necrosis (IHHNV)
(Flegel 2012).
White spot disease (WSD) merupakan penyakit viral yang disebabkan oleh
white spot syndrome virus (WSSV). WSSV merupakan virus yang berasal dari
genus Whispovirus dan famili Nimaviridae. WSD umumnya menyerang berbagai
kelompok krustase air laut maupun air tawar (Paz 2010). Penyakit ini bersifat letal
bagi organisme yang dibudidayakan dengan tingkat kematian yang tinggi dan
berlangsung relatif cepat (Flegel 2006). Kematian akibat WSD dapat mencapai
70-90% dalam waktu 3-7 hari pasca infeksi (Mai dan Wang 2010). Sasaran utama
infeksi WSSV adalah jaringan ektodermal dan mesodermal, terutama epitel
kutikula dan subkutikular jaringan ikat (Tang et al. 2013). Infeksi akut WSD
ditandai oleh adanya inklusi atau bintik-bintik putih berdiameter 0,5-2,0 mm yang
pada umunya terdapat pada permukaan bagian dalam karapas, lethargic, serta
penurunan nafsu makan yang cepat. Dalam beberapa kasus, udang yang moribund
menunjukkan gejala klinis berupa perubahan warna tubuh menjadi coklat
kemerahan akibat perluasan kutikula dan kromatofor (Lightner 2011).
Probiotik, prebiotik, dan sinbiotik merupakan jenis pendekatan yang
ditawarkan untuk mengendalikan penyakit dan mendorong keberlanjutan kegiatan
akuakultur. Probiotik dalam budidaya, didefinisikan sebagai mikroba atau
komponen dari sel mikroba yang ditambahkan dalam bentuk hidup atau mati yang
diberikan melalui pakan atau media kegiatan akuakultur. Pemberian probiotik
diharapkan mampu meningkatkan status kesehatan, resistensi penyakit, kinerja
pertumbuhan, efisiensi pemanfaatan pakan, dan respon stres dari inang melalui
peningkatan keseimbangan mikroba inang atau keseimbangan mikroba lingkungan
(Merrifield et al. 2010). Prebiotik dapat diartikan sebagai bahan makanan yang
tidak dapat dicerna oleh inang dan bersifat menguntungkan yaitu dengan
merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri menguntungkan dalam saluran
pencernaan (Gibson 2004). Sementara itu, sinbiotik merupakan gabungan konsep
probiotik dan prebiotik yang menyediakan probiont dengan keunggulan tertentu
dan diharapkan mampu bersaing dengan populasi endogenous melalui penyediaan
sumber energi tertentu dalam saluran pencernaan (Merrifield et al. 2010).
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melindungi komponen
sinbiotik dari pengaruh lingkungan adalah melalui teknik mikroenkapsulasi.
Mikroenkapsulasi merupakan teknik yang digunakan untuk melindungi suatu bahan
melalui proses fisikokimia dengan memproduksi partikel kecil melalui
pemanfaatan penghalang fisik (Rathore et al. 2013). Teknik ini bermanfaat dalam
2
menstabilkan bahan inti, memperpanjang masa simpan dan melindungi komponen
terhadap kondisi lingkungan (Anal dan Singh 2007; Ying et al. 2013). Melalui
mikroenkapsulasi, sinbiotik diharapkan menjadi lebih efisien untuk disimpan dalam
waktu yang relatif lebih lama, serta setelah diaplikasikan akan mampu mencapai
target dan bekerja di saluran pencernaan inang (Weinberck et al. 2010).
Spray drying merupakan salah satu teknik mikroenkapsulasi yang melibatkan
atomisasi dari suspensi sel mikroba dalam larutan polimer menggunakan
pengeringan panas yang diikuti oleh penguapan air secara cepat. Produk yang
dihasilkan (mikrokapsul) dari proses tersebut berupa serbuk kering yang dipisahkan
melalui aliran udara dalam siklon panas. Spray drying umumnya digunakan dalam
industri makanan untuk memastikan stabilitas produk mikrobiologi, menghindari
resiko kimia, degradasi biologis, serta mengurangi biaya penyimpanan dan
transportasi (Gharsallaoui et al. 2007). Penggunaan teknik ini diketahui mampu
mempertahankan viabilitas mikrokapsul Bi๏ฌdobacteria dan oligofruktosa yang
diperkaya inulin selama 180 hari pada suhu 4oC dan -18oC (Freire et al. 2012). Hasil
studi Cislaghi et al. (2012) melaporkan bahwa Bifidobacterium Bb-12 yang
dimikroenkapsulasi dengan teknik spray drying menggunakan bahan penyalut
protein whey memiliki viabilitas yang tetap stabil (>9 Log CFU g-1) selama
12 minggu masa penyimpanan.
Sinbiotik dalam penelitian ini terdiri atas probiotik Bacillus NP5 dan
prebiotik mannan oligosakarida (MOS). Bacillus NP5 merupakan golongan bakteri
gram positif yang memiliki kemampuan mensekresikan enzim amilase serta bahan
antimikroba pada pengujian in vitro (Putra dan Widanarni 2015). Suplementasi
Bacillus NP5 dalam pakan dilaporkan menunjukkan tingkat efisiensi pakan dan laju
pertumbuhan harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
(Putra et al. 2015). Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa pemberian
Bacillus NP5 pada pakan mampu meningkatkan kelangsungan hidup ikan nila yang
diinfeksi Streptococcus agalactiae dibandingkan dengan kontrol positif
(Tanbiyaskur et al. 2015). Sementara itu, MOS merupakan jenis prebotik yang
umumnya berasal dari dinding sel Saccharomyces cerevisiae dan terikat dalam
bentuk kompleks molekul protein (Torrecillas et al. 2014). Beberapa penelitian
melaporkan bahwa suplementasi MOS dapat mempengaruhi kolonisasi patogen,
stimulasi sistem kekebalan tubuh, dan performa pertumbuhan. Suplementasi MOS
dilaporkan mampu meningkatkan performa pertumbuhan dan sistem imun pada
beberapa organisme akuatik seperti Apostichopus japonicas (Gu et al. 2011),
Cherax tenuimanus (Sang et al. 2009) dan Sciaenops ocellatus
(Buentello et al. 2010). Suplementasi MOS dilaporkan mampu memperbaiki
struktur saluran pencernaan pada rainbow trout (Dimitroglou et al. 2009) dan
aktivitas enzim pencernaan pada Cherax destructor (Sang et al. 2011).
Suplementasi mikrokapsul sinbiotik (kombinasi probiotik Bacillus NP5 dan
prebiotik oligosakarida ekstrak ubi jalar) pada pakan dilaporkan mampu
meningkatkan sistem imun dan kinerja pertumbuhan udang vaname yang diinfeksi
Vibrio harveyi (Munaeni et al. 2014; Zubaidah et al. 2014). Namun, suplementasi
mikrokapsul yang mengkombinasi probiotik Bacillus NP5 RfR dan prebiotik MOS,
belum pernah dilaporkan sebelumnya, khususnya terhadap udang yang diuji tantang
dengan WSSV. Oleh karena itu, perlu adanya kajian tentang dosis pemberian
mikrokapsul yang optimal dalam pakan udang vaname.
3
Perumusan Masalah
Efektivitas sinbiotik dalam aplikasinya sangat tergantung dengan viabilitas
probiotik untuk bertahan hidup selama masa penyimpanan, hingga mampu
mencapai target dan bekerja pada saluran pencernaan inang. Pemanfaatan teknik
mikroenkapsulasi ini diharapkan dapat memperpanjang masa penyimpanan produk
sinbiotik sehingga mampu mengefisiensikan waktu dan tenaga dalam aplikasinya.
Penggunaan mikrokapsul yang terdiri dari kombinasi probiotik Bacillus NP5 dan
prebiotik mannan oligosakarida dalam komposisi dan dosis yang tepat diharapkan
mampu memberikan efek positif terhadap sistem imun dan kinerja pertumbuhan
udang dalam menghadapi infeksi WSSV.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas mikrokapsul sinbiotik
terhadap respon imun dan performa pertumbuhan udang vaname terhadap infeksi
WSSV. Manfaat yang ingin dicapai dari studi ini adalah dihasilkannya produk
mikrokapsul sinbiotik yang dapat digunakan secara praktis dan diproduksi secara
masal sehingga mampu digunakan dalam kegiatan akuakultur khususnya untuk
meningkatkan sistem imun dan kinerja pertumbuhan udang vaname.
Hipotesis
Pemberian mikrokapsul sinbiotik dengan dosis yang berbeda melalui pakan
dapat meningkatkan sistem imun dan kinerja pertumbuhan udang vaname dalam
menghadapi infeksi WSSV.
2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Maret 2015
bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium
SEAFAST (South East Asian Food and Agriculture Science and Technology)
Center, Institut Pertanian Bogor, dan Balai Perikanan Budidaya Air Payau
(BPBAP) Situbondo, Jawa Timur.
Materi Uji
Strain bakteri yang digunakan sebagai probiotik dalam penelitian ini adalah
bakteri Bacillus NP5 RfR hasil isolasi dari saluran pencernaan ikan nila (Putra dan
Widanarni 2015) yang telah diberi penanda resisten antibiotik rifampisin
(50 μg mL-1). Prebiotik yang digunakan adalah mannan oligosakarida (MOS) yang
berasal dari dinding sel S. cerevisiae (mengandung 30% protein; 1,4 % lemak dan
13% serat kasar). Isolat WSSV yang digunakan diperoleh dari koleksi BPBAP
Situbondo, Jawa Timur.
4
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang digunakan merupakan udang
dengan bobot rata-rata 4,411 ± 0,395 g berasal dari Unit Produksi Udang Gelung,
BPBAP Situbondo, Jawa Timur yang sudah SPF (specific-pathogen free) terhadap
penyakit WSSV dan IMNV melalui pengencekan PCR sebelumnya.
Rancangan Percobaan
Desain eksperimental yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap dengan lima perlakuan (Tabel 1) dan tiga ulangan.
Tabel 1. Desain eksperimen
Perlakuan
Keterangan
Kontrol negatif (KN) Pemberian pakan berbinder tanpa penambahan
mikrokapsul sinbiotik, serta diinjeksi dengan phosphatebuffered saline (PBS)
Kontrol positif (KP) Pemberian pakan berbinder tanpa penambahan
mikrokapsul sinbiotik, serta diinjeksi WSSV
M1
Pemberian pakan berbinder dengan penambahan
mikrokapsul sinbiotik 0,5 %, serta diinjeksi WSSV
M2
Pemberian pakan berbinder dengan penambahan
mikrokapsul sinbiotik 1%, serta diinjeksi WSSV
M3
Pemberian pakan berbinder dengan penambahan
mikrokapsul sinbiotik 2%, serta diinjeksi WSSV
Sebelum pemberian pakan uji dilakukan, udang diaklimatisasi selama dua
minggu terlebih dahulu dalam tanki pemeliharaan. Udang dipelihara pada bak
plastik (60 x 35 x 30 cm3; volume 0,04 m3) dengan kepadatan 15 ekor bak-1. Udang
dipuasakan 1 hari sebelum perlakuan lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot
awal. Pemberian pakan perlakuan dilakukan selama 30 hari sebanyak 4 kali sehari
dengan feeding rate 6%. Pasca uji tantang, udang diberi pakan komersil biasa.
Kualitas air dipertahankan stabil selama masa pemeliharaan (suhu: 29 ± 0 oC;
oksigen terlarut : 6,296 ± 0,630 mg L-1; TAN: 1,196 ± 0,906 mg L-1; salinitas:
33 ± 0 ppt; pH: 7,955 ± 0,239; nitrit: 0,129 ± 0,136 mg L-1;
nitrat: 7,866 ± 2,107 mg L-1). Kotoran dan sisa pakan yang terakumulasi dalam
akuarium dikontrol melalui penyiponan dan pergantian air.
Metode Penelitian
Penyiapan sinbiotik dan bahan penyalut
Komposisi yang digunakan dalam pembuatan mikrokapsul sinbiotik mengacu
pada penelitian sebelumnya yaitu sebesar 1% (w/w) probiotik Bacillus NP5 RfR
dengan kepadatan 109-1010 CFU g-1 berat basah (Wang 2007) dan 0,4% (w/w)
prebiotik MOS (Zhang et al. 2012) dengan sedikit modifikasi. Perbanyakan
biomasa probiotik dilakukan dengan teknik subkultur pada media SWC (Sea Water
Complete) broth (bacto pepton 5 g; yeast extract 1 g; glycerol 3 mL; air laut
750 ml; dan akuades 250 ml) dengan inokulan (108 CFU mL-1) sebanyak 10% (v/v).
Inkubasi bakteri dilakukan pada thermoshaker berkecepatan 200 rpm selama
18 jam pada suhu 29 oC. Pemanenan sel dilakukan dengan cara disentrifuse pada
5
kecepatan 6000 rpm selama 15 menit pada suhu 4o C. Biomasa sel yang diperoleh
dicuci dengan menggunakan PBS (phosphate-buffered saline: 1,5 M NaCl; 15 mM
KH2PO4; 100 mM Na2HPO4; 30 mM KCl, 1000 ml aquades) sebanyak dua kali
hingga diperoleh pellet bakteri dengan kepadatan 108-1010 CFU g-1.
Bahan penyalut yang digunakan untuk proses mikroenkapsulasi sinbiotik
dalam penelitian ini adalah denatured whey protein (DWP) dan maltodekstrin.
DWP diperoleh melalui reaksi enzmatis sesuai dengan metode penelitian
Cislaghi et al. (2012). Susu sapi pasteurisasi ditambah dengan enzim rennet
(0,05 g L-1) dan larutan CaCl 40% (w/v) sebanyak 0,4 mL L-1 lalu diaduk selama
10 menit. Susu kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Cairan berwarna
putih agak kekuningan merupakan protein whey yang dapat dipisahkan dari
gumpalan melalui proses penyaringan. Protein whey yang dihasilkan dipanaskan
terlebih dahulu pada suhu 90 oC selama 30 menit untuk menghasilkan denatured
whey protein (DWP). DWP yang dihasilkan disimpan pada lemari pendingin
bersuhu 4oC sampai akan digunakan.
Sebelum proses mikroenkapsulasi, prebiotik MOS dilarutkan dalam PBS
steril (volume PBS disesuaikan dengan volume awal kultur probiotik) sebanyak
0,4% (w/w) dari bobot basah probiotik, kemudian ditambahkan maltodekstrin
sebanyak 10% (w/v). Larutan ini kemudian dipanaskan pada water bath bersuhu
80 oC selama 30 menit (Freire et al. 2012), lalu didinginkan pada suhu ruang.
Larutan yang telah mengandung MOS dan maltodekstrin ini kemudian digunakan
sebagai pelarut terakhir biomasa (pellet) sel probiotik hasil pemanenan sebelumnya.
Mikroenkapsulasi sinbiotik
Suspensi yang akan dimikroenkapsulasi terdiri atas maltodekstrin 10% (w/v),
serta protein whey dan bahan inti (probiotik dan MOS) dengan perbandingan
1:1 (v/v). Suspensi sinbiotik disiapkan dengan mencampurkan semua bahan dalam
satu wadah lalu dihomogenkan pada stirer plate selama 30 menit sebelum masuk
pada proses spray drying. Proses spray drying menggunakan spray dryer (Mini
bunchi 190) dengan suhu inlet 100-110 oC dan suhu outlet 55-58 oC. Mikrokapsul
yang dihasilkan berkepadatan 107 CFU g-1 dan telah diuji viabilitas sebelumnya
(Lampiran 1) disimpan pada lemari pendingin bersuhu -20 oC hingga akan
digunakan.
Persiapan pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan udang komersil.
Empat jenis pakan dipersiapkan dengan mencampurkan mikrokapsul pada pakan
komersil secara manual dengan menggunakan binder putih telur sebanyak 2% (v/v)
dan air sebagai pelarut sebanyak 6% (v/w). Pakan tersebut terdiri dari pakan untuk
perlakuan utama dengan penambahan mikrokapsul 0,5% (M1), 1% (M2), 2% (M3),
serta pakan tanpa penambahan mikrokapsul sinbiotik untuk perlakuan kontrol
negatif (KN) dan kontrol positif (KP). Pembuatan pakan dilakukan satu hari
sebelum pemberian pakan. Pakan yang telah dicampur dikeringudarakan lalu
disimpan pada lemari pendingin bersuhu 4oC sebelum digunakan. Hasil proksimat
pakan perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 2.
6
Preparasi filtrat virus
Proses pembuatan filtrat WSSV dilakukan berdasarkan Xie et al. (2005).
Sebanyak 5 g jaringan udang yang terinfeksi WSSV dihomogenkan dalam 20 mL
TN buffer (200 mM Tris, 400 mM NaCl, pH 7,5) lalu dilakukan sentrifuse pada
kecepatan 3000 g selama 30 menit pada suhu 4 oC. Supernatan diambil lalu
disentrifuse kembali pada 3000 g selama 30 menit pada suhu 4 oC. Supernatan yang
diperoleh difilter dengan millipore berukuran 0,45 µm. Hasil filtrasi kemudian
disimpan pada freezer -80 oC hingga akan digunakan.
Uji Tantang
Udang yang telah diberi perlakuan pakan mikrokapsul sinbiotik selama
30 hari, diuji tantang pada hari ke-31 dengan menyuntikkan filtrat WSSV
(konsentrasi: 104 copy ml-1) sebanyak 100 µl/ekor udang secara intramuskular pada
daerah antara segmen ke-3 dan ke-4 tubuh udang. Pasca uji tantang, pemberian
pakan dilanjutkan dengan pakan komersial. Pada masa feeding experiment (hari ke0 dan hari ke-30 pemeliharaan) serta pasca uji tantang (hari ke-34 pemeliharaan)
dilakukan sampling untuk mendapatkan usus dan hemolim guna penentuan jumlah
bakteri dan parameter kekebalan tubuh.
Variabel Pengamatan
Respon imun pada udang
Pengamatan respon imun yang terdiri dari total hemocyte count (THC),
aktivitas pro phenoloxidase (proPO), dan respiratory burst (RB). Pengamatan
dilakukan pada hari ke-0 (sebelum permberian pakan sinbiotik), hari ke-30 (akhir
pemberian pakan sinbiotik), dan hari ke-34 (setelah infeksi WSSV).
a.
Total hemocyte count (THC)
Hemolim diambil dengan menggunakan jarum berukuran 26-gauge dan
syringe 1 ml. Hemolim dicampur dengan antikoagulan (10 mM ethylene diamine
tetraacetic acid, 340 mM sodium chloride, 30 mM trisodium citrate, pH 7) yang
telah didinginkan sebelumnya (4 oC) dengan perbandingan 1: 2 (v/v). THC dihitung
dengan menggunakan hemasitometer pada perbesaran 400 kali.
b.
Aktivitas pro phenoloxidase (proPO)
Aktivitas pro phenoloxidase (proPO) diukur berdasarkan prinsip
spektrofotometri yakni dengan mencatat pembentukan dopachrome yang
dihasilkan dari L-dihydroxyphenylalanine (L-DOPA). Sebanyak 1 mL campuran
hemolim dan antikoagulan disentrifuse dengan kecepatan 700 g pada suhu 4 oC
selama 20 menit. Cairan supernatan kemudian dibuang, pellet yang terbentuk
dibilas dengan 1 mL cacodylate-citrate buffer (0,01 M sodium cacodylate; 0,45 M
sodium chloride; 0,10 M trisodium citrate; pH 7,0) lalu disentrifuse kembali. Pellet
yang diperoleh diresuspensi kembali dengan 200 µl cacodylate buffer (0,01 M
sodium cacodylate; 0,45 M sodium chloride; 0,01 M calcium chloride; 0,26 M
magnesium chloride; pH 7). Sebanyak 100 µl suspensi sel diinkubasi menggunakan
50 µl tripsin (1 mg mL-1), yang berfungsi sebagai aktivator, selama 10 menit pada
suhu 25-26 oC. Setelah 10 menit, 50 µl L-DOPA ditambahkan ke dalam suspensi
tersebut, diikuti dengan penambahan 800 µl cacodylate buffer 5 menit kemudian.
7
Optical density pada panjang gelombang 492 nm diukur dengan menggunakan
microplate reader. Optical density aktivitas proPO udang yang diuji diekpresikan
sebagai pembentukan dopachrome dalam 50 μL hemolim (Hsieh et al. 2008).
Aktivitas respiratory burst (RB)
Aktivitas respiratory burst hemosit dihitung dengan menggunakan prinsip
reduksi dari nitroblue tetrazolium (NBT) membentuk formazon sebagai ukuran
jumlah anion superoksida. Sebanyak 50 µl hemolim dimasukkan ke dalam lubanglubang pada microplate titer lalu diinkubasi selama satu jam pada suhu 37 oC untuk
meningkatkan pelekatan sel. Supernatan yang terbentuk dibuang, lalu dilakukan
pencucian dengan 50 µl PBS sebanyak tiga kali. Setelah pencucian, sebanyak 50 µl
larutan NBT 0,2 % ditambahkan dan dibiarkan bereaksi selama satu jam pada suhu
37 oC. Setelah inkubasi satu jam, larutan NBT dibuang, hemosit di fiksasi dengan
50 µl methanol 100% selama 2-3 menit. Hemosit dicuci tiga kali dengan 50 μL
metanol 30% dan dikeringudarakan. 60 μL 2 N KOH dan 70 μL dimethyl
sulphoxide (DMSO) ditambahkan pada masing-masing lubang untuk melarutkan
presipitasi formazon blue yang terbentuk. Optical density diukur pada panjang
gelombang 630 nm menggunakan microplate reader (Singh et al. 2013).
c.
Kuantifikasi populasi sel bakteri
Usus udang dikumpulkan dari masing-masing kontainer pemeliharaan dan
dihomogenisasi dalam PBS. Kuantifikasi bakteri dilakukan dengan metode
pengenceran serial (10 kali lipat pengenceran) dalam larutan PBS diikuti oleh
plating pada media agar. Media agar yang digunakan adalah SWC (sea water
complete) agar (bacto pepton 5 g; yeast extract 1 g; glycerol 3 mL; bacto agar
18 gr; air laut 750 ml; dan akuades 250 ml) untuk menghitung total bacterial count
(TBC), SWC RfR (SWC yang diperkaya dengan 50 µg mL-1 rifampisin) untuk
menghitung total probiotic count (TPC) dan media selektif thiosulphate citrate
bile-salt sucrose (TCBS) agar yang digunakan untuk menghitung presumptive
Vibrio count (PVC).
Performa pertumbuhan
Performa pertumbuhan udang vaname yang disuplementasi dengan
mikrokapsul sinbiotik dievaluasi melalui laju pertumbuhan spesifik (Specific
growth rate/SGR) dan rasio konversi pakan (feed conversion ratio/FCR). Setelah
30 hari feeding experiment, dilakukan sampling terhadap jumlah dan berat rata-rata
udang. Berdasarkan hasil sampling, SGR dan FCR dihitung dengan persamaan
berikut:
SGR (%/day) =
FCR =
Ln Wt − Ln Wo
x 100 (Bai ๐‘’๐‘ก ๐‘Ž๐‘™. 2010)
T
Berat kering pakan yang dikonsumsi
(Nejad ๐‘’๐‘ก ๐‘Ž๐‘™. 2006)
Biomasa akhir udang yang dipelihara
dimana, SGR adalah laju pertumbuhan spesifik (%), FCR adalah rasio
konversi pakan,Wt adalah berat udang pada waktu tertentu akhir pemeliharaan (g),
8
Wo adalah berat udang pada awal pemeliharaan (g), dan T adalah lama waktu
pemeliharaan (g).
Uji konfirmasi PCR terhadap infeksi WSSV
Uji konfirmasi dilakukan terhadap udang yang menunjukkan gejala klinis
terinfeksi WSSV dan udang pada perlakuan kontrol negatif pasca uji tantang. Uji
konfirmasi WSSV dilakukan dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain
reaction) berdasarkan metode yang telah digunakan dalam penelitian sebelumnya
(Nunan dan Lightner 2011).
Survival rate
Survival rate (SR) pada penelitian ini dihitung pada akhir masa feeding
experiment (hari ke-30 pemeliharaan) dan setelah uji tantang dengan persamaan
berikut:
๐‘†๐‘ข๐‘Ÿ๐‘ฃ๐‘–๐‘ฃ๐‘Ž๐‘™ ๐‘Ÿ๐‘Ž๐‘ก๐‘’ (%) =
Nt
x 100
No
dengan Nt adalah jumlah udang hidup pada akhir pengamatan (ekor), dan No
adalah jumlah udang pada awal pengamatan (ekor).
Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk rataan ± SD (standar deviasi dari
rataan) diuji tingkat kenormalan dan homogenitasnya. Program SPSS (Versi 16)
digunakan sebagai software untuk analisis statistik. Analisis varian satu arah (Oneway ANOVA) digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya perbedaan yang
signifikan antara perlakuan. Jika terdapat pengaruh yang signifikan, perbedaan
antar perlakuan diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Semua
tes dilakukan pada selang kepercayaan 95%. Analisis data inferensia dilakukan
pada data respon imun, performa pertumbuhan, kuantifikasi populasi sel bakteri dan
survival rate (Lampiran 4-8).
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon Imun
Total hemocyte count (THC)
Pengaruh suplementasi mikrokapsul sinbiotik terhadap sistem imun udang
vaname dapat dievaluasi melalui profil hemolim, salah satunya melalui pegukuran
jumlah sel hemosit atau total hemocyte count (THC). Hemosit merupakan sel yang
memainkan peran sentral dalam pertahanan kekebalan krustasea. Perubahan jumlah
hemosit merupakan salah satu indikator stres dan status kesehatan pada udang.
Selain itu, hemosit juga terlibat dalam sintesis dan pelepasan molekul penting,
seperti α-2-macroglobulin (α2M), aglutinin dan peptida antibakteri sebagai reaksi
pertahanan tubuh pada krustasea (Rodriguez dan Moullac 2000).
9
Pengukuran jumlah hemosit dilakukan sebelum dan setelah pemberian pakan
sinbiotik selama 30 hari, serta pasca infeksi WSSV. Profil jumlah hemosit dapat
dilihat pada Gambar 1. THC sebelum pemberian pakan sinbiotik menunjukkan hasil
yang tidak berbeda (p>0,05) antar perlakuan. Nilai THC sebelum pemberian pakan
sinbiotik pada perlakuan M1, M2, M3, KP, dan KN yaitu sebesar
2,867±0,711 x 106 sel mL-1. Namun, THC mengalami peningkatan setelah
pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30). THC pada perlakuan M3 dan M2, masingmasing sebesar 15,267±2,885 x 106 sel mL-1 dan 11,540±0,387 x 106 sel mL-1,
menunjukkan nilai yang lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Sementara perlakuan M1, KP dan KN dengan nilai THC berturut-turut
sebesar 4,400±1,093 x 106 sel mL-1, 4,863±1,673 x 106 sel mL-1, dan
3,282±1,164 x 106 sel mL-1, menunjukkan hasil yang tidak berbeda (p>0,05) antar
perlakuan. Pasca infeksi WSSV, THC mengalami penurunan kecuali perlakuan KN
(16,493±4,885 x 106 sel mL-1) dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda (p>0,05)
pada
perlakuan
M1
(2,440±0,050
x
106
sel
mL-1),
M2
6
-1
6
(3,559±0,520 x 10 sel mL ), M3 (1,036 ± 0,170 x 10 sel mL-1), dan KP
(1,038±0,447 x 106 sel mL-1).
Total hemocyte count
( x 106 sel mL-1)
25
b
20
c
15
b
10
5
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
0
M1
M2
M3
H0
H30
KP
KN
H34
Gambar 1. Total hemocyte count (THC) udang vaname (L. vannamei) sebelum (hari
ke-0) dan setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30), serta pasca
infeksi WSSV (hari ke-34). Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2
(mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan KN
(kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Peningkatan THC (Gambar 1) pada udang yang diberi pakan sinbiotik terjadi
sebagai bentuk reaksi respon imun tubuh udang dalam menanggapi benda asing
yang masuk. Hal ini didukung oleh semakin tingginya dosis mikrokapsul sinbiotik
yang diberikan, sehingga menyebabkan semakin banyak pula sel probiotik dan
prebiotik yang masuk dalam saluran pencernaan udang. Partikel asing yang masuk
ke dalam tubuh udang, akan dikenali oleh reseptor sel hemosit hingga menghasilkan
respon seluler seperti intracellular signaling cascade, fagositosis, enkapsulasi, dan
agregasi nodular (Rodriguez dan Moullac 2000).
Penurunan total hemosit pasca uji tantang dapat disebabkan oleh
bermigrasinya sel hemosit dari sistem sirkulasi tubuh menuju jaringan dimana
banyak sel yang terinfeksi (Yeh et al. 2009). Penurunan THC menandakan
bekerjanya sistem pertahanan tubuh pada daerah terinfeksi melalui aktivitas
10
penyembuhan luka seperti penggumpalan sel, inisiasi proses koagulasi melalui
pelepasan faktor pembekuan plasma, serta membawa dan melepaskan faktor-faktor
dalam sistem pro phenoloxidase (proPO) (Smith et al. 2003). Selain itu, respon
tubuh udang berupa mekanisme apoptosis sel dilaporkan memiliki hubungan
dengan peningkatan keparahan infeksi dan perkembangan kondisi inang menuju
kematian. Apoptosis yang terjadi pada jaringan hematopoietik diduga merupakan
penyebab terjadinya penurunan hemosit setelah infeksi WSSV (Yeh et al. 2009).
Li et al. (2008) melaporkan bahwa penambahan probiotik Arthrobacter
XE-7 pada pakan udang vaname mampu meningkatkan jumlah hemosit (p<0,05)
pada akhir periode pemberian pakan. Peningkatan jumlah hemosit (p<0,05) juga
ditemukan pada Cherax destructor yang diberi pakan mengandung sinbiotik
dibandingkan dengan kontrol (Sang et al. 2011). Sebuah penelitian melaporkan
bahwa jumlah hemosit mengalami penurunan (p<0,05) setelah uji tantang dengan
Vibrio parahaemolyticus (Li et al. 2008). Hasil penelitian You et al. (2010)
menyebutkan bahwa THC pada udang Marsupenaeus japonicus yang dipelihara
pada suhu 27 oC dan 31 oC mengalami penurunan (p<0,05) setelah uji tantang
dengan WSSV. Yeh et al. (2009) menemukan hal yang sama, dimana THC udang
yang diinfeksi oleh WSSV mengalami penurunan (p<0,05) setelah uji tantang. Hal
ini diduga disebabkan oleh akumulasi sel hemosit pada area infeksi dan terjadinya
apoptosis sel akibat dari infeksi virus. Hasil penelitian Jiravanichpaisal et al. (2006)
menyebutkan bahwa sel hemosit semi granular (SGC) lebih rentan terhadap infeksi
WSSV dan diketahui bahwa virus ini bereplikasi lebih cepat di SGC daripada di sel
granular (GCS). Infeksi SGC oleh WSSV ini menyebabkan penurunan sel hemosit
secara bertahap dari sirkulasi darah.
Aktivitas respiratory burst (RB)
Salah satu respon imun seluler pada udang dalam menanggapi benda asing
adalah melalui mekanisme fagositosis. Selama fagositosis, partikel atau
mikroorganisme diinternalisasi ke dalam sel yang kemudian membentuk vakuola
pencernaan yang disebut fagosom. Penghapusan partikel dalam proses ini
melibatkan pelepasan enzim degradatif ke dalam fagosom dan menghasilkan
reactive oxygen intermediates (ROI). Proses ini dikenal dengan istilah respiratory
burst (RB) activity (Rodriguez dan Moullac 2000).
Gambar 2 menunjukkan aktivitas respiratory burst (RB) udang vaname
sebelum dan setelah pemberian pakan sinbiotik, serta pasca infeksi WSSV.
Aktivitas RB sebelum pemberian pakan sinbiotik (hari ke-0) menunjukkan hasil
yang tidak berbeda (p>0,05) antar perlakuan yaitu sebesar 0,154±0,008. Namun,
setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30) terjadi peningkatan aktivitas RB
pada semua perlakuan. Perlakuan M2 (0,803±0,179) dan M3 (0,824±0,125)
menunjukkan aktivitas RB yang lebih tinggi (p<0,05), dibandingkan dengan
perlakuan KP (0,499±0,088) dan KN (0,445±0,098), namun menunjukkan hasil
yang tidak berbeda (p>0,05) dengan perlakuan M1 (0,750±0,186). Pasca infeksi
WSSV, aktivitas RB pada perlakuan KN (0,818±0,013) dan M2 (0,698±0,055)
menunjukkan nilai yang lebih tinggi (p<0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan
M1 (0,563±0,047), M3 (0,550±0,013) dan KP (0,469±0,081). Namun, aktivitas RB
pada perlakuan KN menunjukkan nilai yang lebih tinggi (p<0,05) jika dibandingkan
dengan perlakuan M2.
11
Aktivitas respiratory burst
(O.D 630nm)
Peningkatan aktivitas RB (Gambar 2) setelah pemberian pakan sinbiotik (hari
ke-30) menunjukkan adanya pengaruh pemberian mikrokapsul sinbiotik terhadap
sistem imun udang vaname dimana peningkatan ini selaras dengan peningkatan
THC. Dalam penelitian ini, aktivitas RB diukur sebagai banyaknya anion
superoksida (O2-) yang terbentuk dari sel hemosit. Produk pertama yang dihasilkan
dalam proses RB adalah anion superoksida (O2-). Selanjutnya, proses RB akan
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (OH-), dan singlet
oksigen (1O2). Hidrogen peroksida dapat berubah menjadi asam hipoklorit (HOCl-)
melalui sistem myeloperoxidase ((MPO)-H2O2-Cl) membentuk sistem antibakteri
(Rodriguez dan Moullac 2000). Kondisi stres, misalnya akibat faktor lingkungan,
berbagai jenis toksik, dan stres biologis (termasuk infeksi patogen) dapat
menyebabkan perubahan nilai ROI dan menyebabkan stres oksidatif di dalam sel
(Mohankumar dan Ramasamy 2006; Castex et al. 2010).
1,2
c
bc
1
c
c
b
0,8
a
0,6
a
ab a
a
0,4
0,2
a
a
a
a
a
0
M1
M2
M3
H0
H30
KP
KN
H34
Gambar 2. Aktivitas respiratory burst (RB) udang vaname (L. vannamei) sebelum
(hari ke-0) dan setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30), serta
pasca infeksi WSSV (hari ke-34). Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%),
M2 (mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan
KN (kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Li et al. (2009) melaporkan hasil yang sama, dimana aktivitas RB udang
vaname yang disuplementasi probiotik Bacillus OJ dan isomaltooligosakarida
mengalami peningkatan (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Zhang et al. (2014)
melaporkan bahwa Trachinotus ovatus yang diberi pakan dengan kombinasi
probiotik Bacillus subtilis (5,62 x 107 CFU g-1 pakan) dan 0,2% fruktooligosakarida
(FOS) menunjukkan aktivitas RB yang lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan
kontrol. Sedangkan pasca infeksi WSSV, aktivitas RB mengalami penurunan yang
signifikan (p<0,05). Chang et al. (2003) melaporkan hal yang sama pada udang
vaname yang disuplementasi β-1,3-glucan, dimana penurunan aktivitas RB
memiliki pola yang sama dengan penurunan THC hingga hari ke-6 pasca infeksi
WSSV. Penurunan aktivitas RB ini diduga berkaitan dengan penurunan jumlah sel
hemosit dimana penurunannya akan mengakibatkan penurunan jumlah produk yang
dihasilkan dari proses fagositosis yaitu berupa oksigen radikal seperti superoxide
anion (O2-) yang bersifat toksik bagi patogen .
12
Aktivitas pro phenoloxidaxe
(O.D 492 nm)
Aktivitas pro phenoloxidase (proPO)
Aktivitas pro phenoloxidase (proPO) adalah salah satu bentuk respon imun
humoral udang yang dapat dikuantifikasi untuk melihat pengaruh suplementasi
mikrokapsul sinbiotik yang diberikan. Aktivitas enzim pro phenoloxydase sebelum
pemberian pakan sinbiotik (hari ke-0), setelah pemberian pakan sinbiotik
(hari ke- 30), dan setelah infeksi WSSV (hari ke-34) disajikan pada Gambar 3.
Aktivitas proPO sebelum pemberian pakan sinbiotik menunjukkan hasil yang tidak
berbeda (p>0,05) antar perlakuan yaitu sebesar 0,157±0,007. Setelah pemberian
pakan sinbiotik, aktivitas RB perlakuan M2 (0,493±0,057) dan M3 (0,472±0,096)
menunjukkan nilai yang lebih tinggi (p<0,05) dibanding perlakuan M1
(0,284±0,017), KP (0,219±0,034) dan KN (0,318±0,056). Hasil penelitian
Li et al. (2009) melaporkan bahwa aktivitas proPO udang vaname mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan dosis probiotik yang diberikan.
Nurhayati et al. (2015) juga menemukan hasil yang sama, dimana peningkatan
dosis probiotik dan prebiotik yang diberikan pada udang vaname menyebabkan
peningkatan aktivitas PO. Zhang et al. (2012) dalam studinya melaporkan adanya
pengaruh suplementasi MOS terhadap aktivitas proPO. Suplementasi MOS
sebanyak 4 g kg-1 pada pakan udang vaname diketahui mampu menghasilkan
aktivitas proPO tertinggi (p<0,05) dibanding perlakuan lainnya.
d
0,7
b c
0,6
0,5
bc
0,4
a
a
ab
a
0,3
0,2
b
a
a
a a
a
a
0,1
0
M1
M2
M3
H0
H30
KP
KN
H34
Gambar 3. Aktivitas pro phenoloxidase (proPO) udang vaname (L. vannamei)
sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30),
serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34). Keterangan: M1 (mikrokapsul
0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol
positif), dan KN (kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari
yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar
perlakuan.
Pasca infeksi WSSV, aktivitas proPO perlakuan M2 (0,423±0,057) menunjukkan
hasil yang tidak berbeda (p>0,05) dengan perlakuan M1 (0,381±0,050), namun
kedua perlakuan ini lebih tinggi (p<0,05) dibanding perlakuan KP (0,248±0,019).
Sementara aktivitas proPO perlakuan KN (0,609± 0,055) menunjukkan nilai yang
lebih tinggi (p<0,05) dibanding perlakuan M3 (0,285±0,034) dan KP. Hasil
penelitian Immanuel et al. (2012) menunjukkan hal yang serupa, dimana THC dan
aktivitas ProPO pada Penaeus monodon yang diberi pakan mengandung ekstrak
fucoidan Sargassum wightii mengalami penurunan pasca uji tantang dengan
WSSV.
13
Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas proPO dan RB sangat berhubungan
dengan jumlah THC. Sistem proPO berperanan penting dalam pengenalan benda
asing termasuk fagositosis, melanisasi, produksi reaktan sitotoksik, enkapsulasi
partikel, serta pembentukan nodul dan kapsul. Peningkatan aktivitas proPO setelah
pemberian pakan mikrokapsul sinbiotik dapat disebabkan oleh proses inisiasi dan
pengenalan benda asing (non self recognition) oleh pattern recognition protein
(PRPs) terhadap komponen sel mikroba. Kompleks ini selanjutnya akan memicu
aktivasi serine protease (SP) cascade yang kemudian mengkonversi pro
phenoloxidase (proPO) menjadi phenoloxidase (PO) aktif melalui proses
proteolisis. Phenoloxidase aktif selanjutnya akan mengoksidasi phenol membentuk
quinone hingga dihasilkan produk akhir berupa melanin. Melanin merupakan
pigmen berwarna coklat kehitaman yang berfungsi dalam memerangkap dan
mencegah kontak antara patogen dengan inang (Amparyup et al. 2013).
Peningkatan nilai pada beberapa parameter sistem imun (THC, proPO, dan
RB) udang dalam penelitian ini berkaitan dengan aktivasi sistem pertahan tubuh
udang yang dimediasi oleh interaksi pattern recognition receptors (PRRs) dengan
pathogen associated molecular patterns (PAMPs). PAMPs ini dapat berupa
polisakarida dan glikoprotein pada permukaan mikroba, seperti lipopolisakarida
(LPS) dari bakteri Gram negatif, peptidoglikan (PGN) dan asam lipoteikoat (LTA)
dari bakteri Gram positif, glukan dari sel jamur, maupun polinukleotida (Wang dan
Wang 2013b). Ikatan yang terjadi anatara PRRs dan PAMPs ini menyebabkan
teraktivasinya sistem imun tubuh inang sehingga menyebabkan kenaikan beberapa
nilai variabel sistem imun seperti THC, proPO, dan RB. Sementara itu, penurunan
beberapa variabel sistem imun seperti THC, proPO, dan RB yang terjadi setelah uji
tantang menyebabkan menurunnya kemampuan proteksi sistem imun sehingga
mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup inang yang diinfeksi patogen
(Li dan Xiang 2013).
Kandungan MOS dalam mikrokapsul sinbiotik diduga juga memberikan
peranan terhadap sistem imun udang vaname melalui mannan binding lectin
pathway (MBL) (Torrecillas et al. 2014). Lectin sendiri merupakan suatu jenis
protein yang memiliki peran potensial dalam reaksi non self recognition pada
golongan invertebrata. Protein ini dapat mengenali seluruh molekul gula, atau
bagian dari molekul, bahkan ikatan glikosidik. Selain berperan dalam pengenalan
patogen, lektin juga terlibat dalam proses biologis lainnya seperti pada interaksi sel,
sintesis protein dan transportasi, serta sinyal transduksi. Sementara itu, MBL adalah
collectin yang menunjukkan spesifisitas untuk mannose, N-asetil-D-glukosamin,
fucose dan glukosa. Ikatan yang terjadi antara lectin dan ligannya akan
menyebabkan aktivasi respon imun misalnya melalui proses aglutinasi, fagositosis,
respon anti viral, serta efek anti mikroba yang secara langsung dapat membunuh
patogen (Wang dan Wang 2013a). Beberapa penelitian juga menegaskan bahwa
suplementasi MOS pada pakan mampu meningkatkan respon imun Cherax
tenuimanus dan Sciaenops ocellatus masing-masing terhadap infeksi bakteri dan
kondisi stres lingkungan (Sang et al. 2009; Buentello et al. 2010).
14
Kuantifikasi Populasi Sel Bakteri
Kuantifikasi populasi sel bakteri di usus udang vaname meliputi total
probiotic count (TPC), presumptive Vibrio count (PVC) dan total bacterial count
(TBC). Gambar 4 menunjukkan TPC dalam saluran pencernaan udang vaname.
Setelah pemberian pakan sinbiotik (hari ke-30), TPC perlakuan M2
(4,279±0,288 Log CFU g-1) menunjukkan nilai yang lebih tinggi (p<0,05)
dibandingkan dengan perlakuan M1 (3,550±0,447 Log CFU g-1) dan M3
(2,834±0,575 Log CFU g-1). Keberadaan Bacillus NP5 RfR dalam saluran
pencernaan ini mengindikasikan bahwa probiotik yang diberikan dalam bentuk
mikrokapsul sinbiotik mampu mencapai target dan bertahan hidup pada saluran
pencernaan udang. Namun, pasca infeksi WSSV kepadatan sel bakteri probiotik
tidak menunjukkan hasil yang berbeda (p>0,05) pada perlakuan M1
(2,720±0,448 Log CFU g-1), M2 (3,034±0,028 Log CFU g-1) dan M3
(2,955±0,439 Log CFU g-1).
Total probiotic count
(LOG CFU g-1)
5
d
c
4
b
b b
b
3
2
1
a
a
a
a a a
a a a
KP
KN
0
M1
M2
M3
H0
H30
H34
Gambar 4. Total probiotic count (TPC) dalam saluran pencernaan udang vaname
(L. vannamei) sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian pakan
sinbiotik (hari ke-30), serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34).
Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3
(mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan KN (kontrol negatif).
Huruf superscript berbeda pada hari yang sama menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Gambar 5. menunjukkan populasi presumptive Vibrio dalam saluran
pencernaan udang vaname. PVC dalam saluran pencernaan udang vaname sebelum
pemberian pakan sinbiotik yaitu sebesar 6,771±0,285 Log CFU g-1 (hari ke-0)
menunjukkan hasil yang tidak berbeda (p>0,05). Setelah pemberian pakan
sinbiotik (hari ke-30) PVC untuk perlakuan M1, M2, M3, KP, dan KN masingmasing sebesar 8,116±0,565 Log CFU g-1; 8,303±0,927 Log CFU g-1;
6,156±0,055 Log CFU g-1; 8,632±0,497 Log CFU g-1; dan
9,235±0,206 Log CFU g-1 juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda (p>0,05)
antar perlakuan.
Pasca infeksi WSSV (hari ke-34),
PVC perlakuan M3
-1
(6,156±0,055 Log CFU g ) menunjukkan nilai yang lebih rendah (p<0,05)
dibandingkan
perlakuan
lainnya.
Sementara
itu,
perlakuan
M2
15
Presumptive Vibrio count
(LOG CFU g-1)
(8,303±0,927 Log CFU g-1), KP (8,632±0,497 Log CFU g-1), dan KN (9,235±0,206
Log CFU g-1) menunjukkan hasil yang tidak berbeda (p>0,05) antar perlakuan.
10
8
bc
b
a
a
a
a
bc
a
a
a
a a
c
a a
6
4
2
0
M1
M2
M3
H0
H30
KP
KN
H34
Gambar 5. Presumptive Vibrio count (PVC) dalam saluran pencernaan udang
vaname (L. vannamei) sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian pakan
sinbiotik (hari ke-30), serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34).
Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3
(mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan KN (kontrol negatif).
Huruf superscript berbeda pada hari yang sama menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Munaeni et al. (2014) melaporkan hasil yang berbeda, dimana suplementasi
mikrokapsul sinbiotik (kombinasi Bacillus NP5 RfR dan oligosakarida ekstrak ubi
jalar) mampu menurunkan populasi total Vibrio count pada akhir pemberian pakan
dan setelah uji tantang dengan Vibrio harveyi. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan
oleh berbedanya jenis prebiotik yang digunakan, dimana dalam penelitian ini jenis
prebiotik yang digunakan adalah MOS. Hasil studi pendahuluan menunjukkan
bahwa Bacillus NP5 RfR tidak mampu memanfaatkan MOS sebagai sumber energi
secara langsung. MOS yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung diduga
mempengaruhi kelimpahan nutrien sebagai sumber energi untuk replikasi probiotik
sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuan kompetisi dengan bakteri
lain yang menjadi salah satu mekanisme kerja probiotik dalam saluran pencernaan
(Merrifield et al. 2010).
Gambar 6. menunjukkan populasi total sel bakteri dalam saluran pencernaan
udang vaname. TBC sebelum pemberian pakan sinbiotik menunjukkan hasil yang
tidak berbeda (p>0,05) antar perlakuan yaitu sebesar (7,872±0,333 Log CFU g-1).
Namun, setelah pemberian pakan sinbiotik, TBC tertinggi terdapat pada perlakuan
KN (9,513±0,239 Log CFU g-1) dan menunjukkan hasil yang berbeda (p<0,05)
terhadap
perlakuan
M1
(7,445±0,600
Log
CFU
g-1),
M2
(8,464±0,077 Log CFU g-1) dan M3 (8,399±0,122 Log CFU g-1). Namun, pelakuan
KN tidak menunjukkan hasil yang berbeda (p>0,05) dengan perlakuan KP
(8,891±0,259 Log CFU g-1). Sementara TBC pada perlakuan M1 menunjukkan
hasil yang lebih rendah (p<0,05) dibandingkan perlakuan M2 dan M3. Pasca infeksi
WSSV, TBC perlakuan M1 (8,741±1,202 Log CFU g-1); M2
(8,879±0,880 Log CFU g-1); M3 (8,687±1,320 Log CFU g-1); KP
(9,776±0,347 Log CFU g-1); dan KN (9,767±0,117 Log CFU g-1) menunjukkan
hasil yang tidak berbeda (p>0,05) antar perlakuan.
Total bacterial count
(LOG CFU g-1)
16
12
10
8
6
4
2
0
a
a a
M1
a
a b
a
a b
M2
H0
M3
H30
a
bc
KP
a
c a
a
KN
H34
Gambar 6. Total bacterial count (TBC) dalam saluran pencernaan udang vaname
(L. vannamei) sebelum (hari ke-0) dan setelah pemberian pakan
sinbiotik (hari ke-30), serta pasca infeksi WSSV (hari ke-34).
Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2 (mikrokapsul 1%), M3
(mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), dan KN (kontrol negatif).
Huruf superscript berbeda pada hari yang sama menunjukkan
perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Aplikasi sinbiotik juga telah banyak dilaporkan mampu memberikan
pengaruh terhadap komposisi mikroba saluran pencernaan. Li et al. (2009),
melaporkan bahwa total bakteri pada saluran pencernaan udang vaname mengalami
penurunan dengan semakin tinggi dosis probiotik dan prebiotik yang diberikan.
Selanjutnya, Dimitroglou et al. (2009) menyebutkan bahwa TBC raibow trout yang
disuplementasi MOS lebih rendah (p<0,05) dibandingkan kontrol. Sementara hasil
berbeda diperoleh Nurhayati et al. (2015) dimana peningkatan dosis sinbiotik pada
pakan menyebabkan semakin meningkatnya TBC dalam saluran pencernaan
L. vannamei.
Probiotik dan prebiotik telah banyak dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan
mikroba dalam saluran pencernaan. Probiotik bekerja melalui beberapa mekanisme
diantaranya produksi senyawa penghambat, kompetisi memperoleh bahan kimia
dan energi, kompetisi tempat pelekatan, penghambatan ekspresi gen virulensi dan
quorum sensing, peningkatan kualitas air, peningkatan respon imun, sebagai
sumber makro atau mikronutrien dan kontribusi enzimatik untuk pencernaan
(Merrifield et al. 2010). Sedangkan prebiotik bekerja dengan menghambat adhesi
dan invasi patogen dalam epitel usus melalui mekanisme persaingan dalam
memperoleh glycoconjugates pada permukaan sel epitel, mengubah pH kolon,
mendukung fungsi pertahanan, meningkatkan produksi mukus, memproduksi asam
lemak rantai pendek dan merangsang produksi sitokin (Delgado et al. 2011).
Performa Pertumbuhan
Laju pertumbuhan spesifik udang vaname setelah 30 hari pemberian pakan
sinbiotik disajikan pada Gambar 7. Specific growth rate (SGR) perlakuan M1 dan
M2 yaitu sebesar 2,191±0,286 % hari-1 dan 2,213±0,333 % hari-1, menunjukkan
nilai yang tidak berbeda (p>0,05) dengan perlakuan M3 (2,074±0,250 % hari-1).
Namun, perlakuan M1 dan M2 menunjukkan nilai yang lebih tinggi (p<0,05)
daripada perlakuan KN (1,672±0,137 % hari-1) dan KP (1,685±0,140 % hari-1).
17
3
SGR (% hari-1)
b
b
2,5
ab
2
a
a
KP
KN
1,5
1
0,5
0
M1
M2
M3
Gambar 7. Specific growth rate (SGR) udang vaname (L. vannamei) setelah 30 hari
pemberian pakan sinbiotik. Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2
(mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), KN
(kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Rasio konversi pakan udang vaname setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari disajikan pada Gambar 8. Nilai feed conversion ratio (FCR) terendah
terdapat pada perlakuan M2 (1,701±0,229) dan M1 (1,976±0,180). Kedua
perlakuan tersebut lebih rendah (p<0,05) dibanding perlakuan KN (2,516±0,040)
dan KP (2,464±0,085) namun tidak menunjukkan perbedaan (p>0,05) terhadap
perlakuan M3 (2,069±0,306).
3
2,5
a
FCR
2
ab
b
b
KP
KN
a
1,5
1
0,5
0
M1
M2
M3
Gambar 8. Feed conversion ratio (FCR) udang vaname (L. vannamei) setelah 30
hari pemberian pakan sinbiotik. Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%),
M2 (mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), KN
(kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada hari yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Suplementasi mikrokapsul sinbiotik 0,5% (M1) dan 1% (M2) menunjukkan
hasil terbaik terhadap laju pertumbuhan spesifik dan konversi pakan udang vaname
yang dipelihara selama 30 hari. Hal ini didukung oleh keberadaan bakteri Bacillus
NP5 RfR dalam saluran pencernaan udang pada perlakuan M1 dan M2 yang lebih
tinggi (p<0,05) dibanding perlakuan M3 (Gambar 4). Bakteri probiotik yang
terdapat dalam saluran pencernaan diduga memberikan kontribusi terhadap proses
pencernaan melalui eksogenus enzim yang dihasilkan sebagai salah satu faktor
18
pendukung pertumbuhan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa suplementasi probiotik Bacillus NP5 RfR mampu
meningkatkan aktivitas enzim amilase, kecernaan karbohidrat dan performa
pertumbuhan pada tilapia (Putra et al. 2015). Prebiotik yang terkandung dalam
mikrokapsul juga diduga memberikan pengaruh terhadap performa pertumbuhan
secara tidak langsung melalui peningkatan panjang mikrovili saluran pencernaan
udang. Analisis TEM dalam penelitian Zhang et al. (2012) menunjukkan bahwa
suplementasi MOS dalam pakan secara signifikan dapat meningkatkan panjang
mikrovili usus L. vannamei dengan kisaran panjang mencapai 1,10-2,39 µm
dibandingkan dengan kontrol sebesar 0,92 µm. Peningkatan panjang mikrovili ini
mampu meningkatkan kemampuan penyerapan nutrien dan memperbaiki performa
pertumbuhan. Aplikasi sinbiotik dalam beberapa penelitian juga diketahui mampu
meningkatkan performa pertumbuhan termasuk nilai SGR dan FCR pada beberapa
organisme akuatik seperti Acipenser baerii, Trachinotus ovatus dan L. vannamei
(Geraylou et al. 2013; Zhang et al. 2014; Nurhayati et al. 2015).
Uji Konfirmasi PCR Terhadap Infeksi WSSV
Konfirmasi keberadaan WSSV pada udang eksperimen diuji dengan
menggunakan analisis PCR (Gambar 9). Sampel dikumpulkan dari perlakuan yang
menunjukkan gejala klinis (sampel M1, M2, M3, dan KP) berupa tubuh kemerahan,
hepatopankreas berwarna pucat, usus kosong dan munculnya bintik putih pada
karapas (Lampiran 3) serta perlakuan KN yang diinjeksi dengan PBS. Hasil
menunjukkan bahwa empat sampel (sampel M1, M2, M3, dan KP) yang diuji
positif terinfeksi WSSV yang diilustrasikan oleh pita DNA yang teramplifikasi
pada panjang 942 bp, sementara perlakuan KN tidak menunjukkan adanya pita
DNA.
1
1000 bp---
2
3
4
5
6
7
8
---942 bp
1000 bp---
Gambar 9. Hasil pengujian PCR terhadap udang yang terinfeksi WSSV. Lane 1:
Marker; Lane 2: ddH2O; Lane 3: Kontrol positif; Lane 4: Sampel M1
positif terinfeksi WSSV; Lane 5: Sampel M2 positif terinfeksi WSSV;
Lane 6: Sampel M3 positif terinfeksi WSSV; Lane 7: Sampel KP positif
terinfeksi WSSV. Lane 8: Sampel KN negatif terinfeksi WSSV.
19
Survival Rate
Survival rate (SR) udang vaname dihitung pada saat sebelum uji tantang
(akhir masa pemberian pakan sinbiotik) dan setelah infeksi WSSV. SR sebelum uji
tantang (Gambar 10) menunjukkan hasil yang tidak berbeda (p>0,05) antar
perlakuan yaitu sebesar 100±0 %. Pasca infeksi WSSV, SR udang perlakuan M1
(55,555±7,698 %), M2 (60±6,667 %), dan M3 (48,889±10,183 %) menunjukkan
nilai yang lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan KP (35,556±3,849 %). Sedangkan
udang pada perlakuan KN yang diinjeksi dengan PBS tidak menunjukkan adanya
kematian setelah infeksi WSSV.
a
a
a
a
a
c
Survival rate (%)
100
80
b
b
60
b
a
40
20
0
M1
M2
Sebelum uji tantang
M3
KP
KN
Setelah uji tantang
Gambar 10. Survival rate (SR) udang vaname (L. vannamei) sebelum dan setelah
uji tantang dengan WSSV. Keterangan: M1 (mikrokapsul 0,5%), M2
(mikrokapsul 1%), M3 (mikrokapsul 2%), KP (kontrol positif), KN
(kontrol negatif). Huruf superscript berbeda pada waktu yang sama
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) antar perlakuan.
Suplementasi mikrokapsul sinbiotik mampu meningkatkan respon imun dan
meningkatkan survival rate udang vaname akibat infeksi WSSV. Udang yang diberi
pakan mengandung mikrokapsul sinbiotik menunjukkan tingkat SR lebih tinggi
(p<0,05) dibandingkan KP (Gambar 10). Endogenous Vibrio terdeteksi cukup
tinggi pada akhir masa pemberian pakan sinbiotik (Gambar 5) yang mencapai
>7 log CFU g-1 diduga berkontribusi terhadap tingkat kematian udang vaname
dalam penelitian ini. Hasil penelitian Phouc et al. (2009) menunjukkan hal serupa
dimana, udang vaname yang diinfeksi tunggal dengan V. campbellii berkepadatan
103-104 CFU mL-1 tidak menunjukkan adanya kematian. Namun, setelah diinfeksi
bersama dengan WSSV dan V. campbellii tingkat kematian udang vaname
mengalami peningkatan dibandingkan dengan yang diinfeksi secara tunggal dengan
WSSV. Beberapa penelitian dengan menggunakan Bacillus NP5 baik sebagai
probiotik tunggal maupun sinbiotik juga dilaporkan memiliki kemampuan dalam
meningkatkan respon imun L.vannamei yang diinfeksi V. harveyi
(Munaeni et al. 2014; Zubaidah et al. 2014) dan tilapia yang diinfeksi
Streptococcus sp. (Tanbiyaskur et al. 2015; Utami 2015).
20
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Suplementasi mikrokapsul sinbiotik (kombinasi Bacillus NP5 RfR dan
mannan oligosakarida) sebesar 1 % dalam pakan selama 30 hari mampu
meningkatkan sistem imun (total hemocyte count, aktivitas respiratory burst, dan
aktivitas pro phenoloxidase), survival rate, dan performa pertumbuhan (specific
growth rate dan feed conversion ratio) udang vaname pasca uji tantang dengan
WSSV dibandingkan kontrol positif.
Saran
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap komposisi mikrokapsul sinbiotik
yang optimal sehingga mampu meningkatkan efektivitas dalam aplikasi di
lapangan.
5 DAFTAR PUSTAKA
Amparyup P, Charoensapsri W, Tassanakajon A. 2013. Prophenoloxidase system
and its role in shrimp immune responses against major pathogens. Fish &
Shellfish Immunology. 34: 990-1001.
Anal AK, Singh H. 2007. Recent advances in microencapsulation of probiotics for
industrial applications and targeted delivery. Trends in Food Science &
Technology. 18: 240-251.
Bai N, Zhang W, Mai K, Wang X, Xu W, Ma H. 2010. Effects of discontinuous
administration of β-glucan and glycyrrhizin on the growth and immunity of
white shrimp Litopenaeus vannamei. Aquaculture. 306: 218–224.
Buentello JA, Neill WH, Gatlin III DM. 2010. Effects of dietary prebiotics on the
growth, feed efficiency and non-specific immunity of juvenile red drum
Sciaenops ocellatus fed soybean-based diets. Aquaculture Research. 41:411418.
Castex M, Lemaire P, Wabete N, Chim L. 2010. Effect of probiotic Pediococcus
acidilactici on antioxidant defences and oxidative stress of Litopenaeus
stylirostris under Vibrio nigripulchritudo challenge. Fish & Shellfish
Immunology. 28: 622-31.
Chang CF, Su MS, Chen HY, Liao IC. 2003. Dietary β-1,3-glucan effectively
improves immunity and survival of Penaeus monodon challenged with white
spot syndrome virus. Fish & Shellfish Immunology. 15: 297-310.
21
Cislaghi FPC, Silva CR, Freire CBF, Lorenz JG, Sant’Anna ES. 2012.
Bifidobacterium Bb-12 microencapsulated by spray drying with whey:
Survival under simulated gastrointestinal conditions, tolerance to NaCl, and
viability during storage. Journal of Food Engineering. 113: 186–193.
Delgado GTC, Tamashiro WMS, Junior MRM, Moreno YMF, Pastore GM. 2011.
The putative effects of prebiotics as immunomodulatory agents. Food
Research International. 44: 3167–3173
Dimitroglou A, Merrifield DL, Moate R, Davies SJ, Spring P, Sweetman J, Bradley
G. 2009. Dietary mannan oligosaccharide supplementation modulates
intestinal microbial ecology and improves gut morphology of rainbow trout,
Oncorhynchus mykiss (Walbaum). Journal of Animal Science. 87: 32263234.
Flegel TW. 2006. Detection of major penaeid shrimp viruses in Asia, a historical
perspective with emphasis on Thailand. Aquaculture. 258: 1-33.
Flegel TW. 2012. Historic emergence, impact and current status of shrimp
pathogens in Asia. Journal of Invertebrate Pathology. 110: 166–173.
Freire CBF, Prudencio ES, Amboni RDMC, Pinto SS, Murakami ANN, Murakami
FS. 2012. Microencapsulation of Bi๏ฌdobacteria by spray drying in the
presence of prebiotics. Food Research International. 45: 306–312.
Geraylou Z, Souffreau C, Rurangwa E, Meester LD, Courtin CM, Delcour J A,
Buyse J, Ollevier F. 2013. Effects of dietary arabinoxylan-oligosaccharides
(AXOS) and endogenous probiotics on the growth performance, non-specific
immunity and gut microbiota of juvenile Siberian sturgeon (Acipenser
baerii). Fish & Shellfish Immunology. 35: 766-775.
Gharsallaoui A, Roudaut G, Chambin O, Voilley A, Saurel R. 2007. Applications
of spray-drying in microencapsulation of food ingredients: An overview.
Food Research International. 40: 1107–1121.
Gibson G.R, 2004. Fibre and effects on probiotics (the prebiotic concept). Clinical
Nutrition Supplements, 1:25-31. doi:10.1016/j.clnu.2004.09.005
Gu M, Ma HM, Mai KS, Zhang WB, Bai N, Wang XJ. 2011. Effects of dietary bglucan, mannanoligosaccharide and their combinations on growth
performance, immunity and resistance against Vibrio splendidus of sea
cucumber, Apostichopus japonicus. Fish & Shellfish Immunology. 31: 303309.
Hsieh SL, Ruan YH, Li YC, Hsieh PS, Hu CH, Kuo CM. 2008. Immune and
physiological responses in Pacific white shrimp (Penaeus vannamei) to
Vibrio alginolyticus. Aquaculture. 275: 335–341.
Immanuel G, Sivagnanavelmurugan M, Marudhupandi T, Marudhupandi S,
Palavesam A. 2012. The effect of fucoidan from brown seaweed Sargassum
wightii on WSSV resistance and immune activity in shrimp Penaeus
monodon (Fab). Fish & Shellfish Immunology. 32: 551-564.
22
Jiravanichpaisal P, Sricharoen S, Soderhall I, Soderhall K. 2006. White spot
syndrome virus (WSSV) interaction with crayfish haemocytes. Fish &
Shellfish Immunology. 20: 718-727
Li F, Xiang J. 2013. Recent advances in researches on the innate immunity of
shrimp in China. Developmental and Comparative Immunology. 39: 11–26
Li J, Tan B, Mai K, Ai Q, Zhang W, Liufu Z, Xu W. 2008. Immune responses and
resistance against vibrio parahaemolyticus induced by probiotic bacterium
Arthrobacter XE-7 in pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei. Journal
of The World Aquaculture Society. 39(4): 477-489.
Li
J, Tan B, Mai K. 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and
isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations,
immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp
(Litopenaeus vannamei). Aquaculture. 291: 35–40.
Lightner DV. 2011. Virus diseases of farmed shrimp in the Western Hemisphere
(the Americas): A review. Journal of Invertebrate Pathology. 106: 110–130.
Mai WJ, Wang WN. 2010. Protection of blue shrimp (Litopenaeus stylirostris)
against the White Spot Syndrome Virus (WSSV) when injected with shrimp
lysozyme. Fish & Shellfish Immunology. 28: 727-733.
Merrifield DL, Dimitroglou A, Foey A, Davies SJ, Baker RTM, Bogwald J, Castex
M, Ringo E. 2010. The current status and future focus of probiotic and
prebiotic applications for salmonids. Aquaculture. 302: 1–18.
Mohankumar K, Ramasamy P. 2006. White spot syndrome virus infection
decreases the activity of antioxidant enzymes in Fenneropenaeus
indicus.Virus Research 115:69-75.
Munaeni W, Yuhana M, Widanarni. 2014. Effect of micro-encapsulated synbiotic
at different frequencies for luminous vibriosis control in white shrimp
(Litopenaeus vannamei). Microbiology Indonesia. 8 (2): 73-80.
Nejad ZS, Rezaei MH, Takami GA, Lovett DL, Mirva GAR, Shakouri M. 2006.
The effect of Bacillus spp. bacteria used as probiotics on digestive enzyme
activity, survival and growth in the Indian white shrimp Fenneropenaeus
indicus. Aquaculture 252: 516–524.
Nunan LM, Lightner DV. 2011.Optimized PCR assay for detection of white spot
syndrome virus (WSSV). Journal of Virological Methods. 171: 318–321.
Nurhayati D, Widanarni, Yuhana M. 2015. Dietary synbiotic infuence on growth
performance and immune responses to co-infection with Infectious
Myonecrosis Virus and Vibrio harveyi in Litopenaeus vannamei. Journal of
Fisheries and Aquatic Science. 10 (1): 13-23
Paz AS. 2010. White spot syndrome virus: an overview on an emergent concern.
Veterinary Research. 41(43): 1-34
23
Phuoc LH, Corteel M, Thanh NC, Nauwynck H, Pensaert M, Sanz VA, Broeck
WV, Sorgeloos P, Bossier P. 2009. Effect of dose and challenge routes of
Vibrio spp. on co-infection with white spot syndrome virus in Penaeus
vannamei. Aquaculture. 290: 61–68.
Putra AN, Utomo NBP, Widanarni. 2015. Growth performance of tilapia
(Oreochromis niloticus) fed with probiotic, prebiotic and synbiotic in diet.
Pakistan Journal of Nutrition. 14 (5): 263-268.
Putra AN, Widanarni. 2015. Screening of amylolytic bacteria as candidate of
probiotics in tilapia (Oreochromis sp.). Research Journal of Microbiology.
1-13.
Rathore S, Desai PM, Liew CVC, Lai W, Heng PWS. 2013. Microencapsulation of
microbial cells. Journal of Food Engineering 116: 369–381.odrฤฑguez J,
Moullac GL. 2000. State of the art of immunological tools and health control
of penaeid shrimp. Aquaculture. 191: 109–119.
Rodrฤฑguez J, Moullac GL. 2000. State of the art of immunological tools and health
control of penaeid shrimp. Aquaculture. 191: 109–119.
Sang HM, Fotedar R, Filler K. 2011. Effect of dietary mannan oligosaccharide on
the survival, growth, immunity and digestive enzyme activity of freshwater
crayfish Cherax destructor Clark (1936). Aquaculture Nutrition 17: 629-635.
Sang HM, Ky LT, Fotedar R. 2009. Dietary supplementation of mannan
oligosaccharide improves the immune responses and survival of marron,
Cherax tenuimanus (Smith, 1912) when challenged with different stressors.
Fish & Shellfish Immunology. 27:341-348.
Singh SK, Tiwari VK, Chadha NK, Prakash C, Sukham M, Das P, Mandal SC,
Chanu TI. 2013. Effect of Bacillus circulans and fructooligosaccharide
supplementation on growth and haemato-immunological function of Labeo
rohita (Hamilton, 1822) fingerlings exposed to sub-lethal nitrite stress. The
Israeli Journal of Aquaculture-Bamidgeh. 64 (894):1-11.
Smith VJ, Brown JH, Hauton C. 2003. Immunostimulation in crustacean: does it
really against infection?. Fish & Shellfish Immunology. 15:71-90.
Tanbiyaskur, Widanarni, Lusiastuti AM. 2015. Administration of Bacillus NP5 and
Oligosaccharide to Enhance the Immune Response in Tilapia Oreochromis
niloticus towards Streptococcosis. International Journal of Sciences: Basic
and Applied Research. 20 (2): 304-315.
Tang KFJ, Pantoja CR., Redman RM, Lightner DV. 2013. A histological variant of
white spot syndrome virus (WSSV) from the Kingdom of Saudi Arabia.
Journal of Invertebrate Pathology. 113: 82–85.
Torrecillas S, Montero D, Izquierdo M. 2014. Improved health and growth of fish
fed mannan oligosaccharides: Potential mode of action. Fish & Shellfish
Immunology. 36: 525-544.
24
Utami DA. 2015. Aplikasi Kultur Kering Probiotik untuk Pengendalian
Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis sp.). [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Wang XW, Wang JX. 2013a. Diversity and multiple functions of lectins in shrimp
immunity. Developmental and Comparative Immunology. 39: 27–38
Wang XW, Wang JX. 2013b. Pattern recognition receptors acting in innate immune
system of shrimp against pathogen infections. Fish & Shellfish Immunology.
34: 981-989
Wang YB. 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme
activity of the shrimp Penaeus vannamei. Aquaculture. 269: 259–264.
Weinberck F, Bodnar I, Marco ML. 2010. Can encapsulation lengthen the shelf-life
of probiotic bacteria in dry products?. International Journal of Food
Microbiology. 136: 364–367.
Xie X, Li H, Xu L, Yang F. 2005. A simple and efficient method for purification of
intact white spot syndrome virus (WSSV) viral particles. Aquaculture. 108:
63-67.
Yeh SP, Chen YN, Hsieh SL, Cheng W, Liu CH. 2009. Immune response of white
shrimp, Litopenaeus vannamei, after a concurrent infection with white spot
syndrome virus and infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus.
Fish & Shellfish Immunology. 26: 582-588.
Ying DY, Schwander S, Weerakkody R, Sanguansria L, Demarchi CG, Augustin
MA. 2013. Microencapsulated Lactobacillus rhamnosus GG in whey protein
and resistant starch matrices: Probiotic survival in fruit juice. Journal of
Functional Foods. 5: 98-105.
You XX, Su YQ, Mao Y, Liu M, Wang J, Zhang M, Wu C. 2010. Effect of high
water temperature on mortality, immune response and viral replication of
WSSV-infected Marsupenaeus japonicus juveniles and adults. Aquaculture.
305: 133–137.
Zhang J, Liu Y, Tian L, Yang H, Liang G, Xu Di. 2012. Effects of dietary mannan
oligosaccharide on growth performance, gut morphology and stress tolerance
of juvenile Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei. Fish & Shellfish
Immunology. 33: 1027-1032.
Zhang Q, Yu H, Tong T, Tong W, Dong L, Xu M, Wang Z. 2014. Dietary
supplementation of Bacillus subtilis and fructooligosaccharide enhance the
growth, non-specific immunity of juvenile ovate pompano, Trachinotus
ovatus and its disease resistance against Vibrio vulnificus. Fish & Shellfish
Immunology. 38: 7-14.
Zubaidah A, Yuhana M, Widanarni. 2014. Supplementation of encapsulated
synbiotic through diet with different dosages to prevent vibriosis in white
shrimps Litopenaeus vannamei. Hayati Journal of Bioscience, Submitted.
25
Lampiran 1 Uji viabiliats mikrokapsul sinbiotik yang disimpan pada suhu 4 oC
selama 90 hari.
9
Kepadatan NP5 RfR
(LOG CFU g-1)
8
7
6
5
4
3
2
1
0
H0
H10
H20
H30
H40
Hari ke-
H50
H60
H70
H80
H90
26
Lampiran 2 Data proksimat pakan kontrol dan perlakuan suplementasi sinbiotik
Kode
Sampel
Pakan
Kontrol
Pakan M1
Pakan M2
Pakan M3
Karbohidrat
Serat Kasar
BETN
(%)
(%)
Kadar
Air (%)
Kadar
Abu (%)
Protein
(%)
Lemak
(%)
13,79
8,34
27,91
7,81
2,89
39,26
13,38
13,83
13,43
8,55
8,40
8,85
28,79
30,23
26,67
7,53
7,77
7,57
2,95
2,70
2,95
38,80
37,07
40,53
27
Lampiran 3 Gejala klinis udang vaname yang terinfeksi white spot syndrome virus
(WSSV): A) udang positif terinfeksi WSSV: tubuh, kaki renang dan
ekor mengalami kemerahan; B) udang normal: tubuh, kaki renang, dan
ekor berwarna putih bersih; C) udang normal: hepatopankreas berwarna
coklat gelap, dan usus penuh; D) udang positif terinfeksi WSSV:
hepatopankreas pucat, dan usus kosong; dan E) bintik-bintik putih pada
karapas udang yang terinfeksi WSSV ditunjukkan oleh tanda panah
berwarna merah.
A
B
C
D
E
28
Lampiran 4 Analisis statistik terhadap total hemocyte count (THC) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
ANOVA
H0
H30
H34
Sum of
Squares
.000
5.057
5.057
330.945
27.665
358.610
516.264
48.732
564.996
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
df
4
10
14
4
10
14
4
10
14
Mean
Square
.000
.506
F
.000
Sig.
1.000
82.736
2.767
29.906
.000
129.066
4.873
26.485
.000
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
THC H30
Perlakuan
KN
M1
KP
M2
M3
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
3.28233
4.40067
4.86333
1.15403E1
1.52673E1
.292
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed
THC H34
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
1
M3
3
1.03633
KP
3
1.03867
M1
3
2.44067
M2
3
3.55933
KN
3
Sig.
2
16.49333
.221
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed
29
Lampiran 5 Analisis statistik terhadap aktivitas respiratory burst (RB) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
ANOVA
H0
H30
H34
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
.000
.001
.001
.383
.200
.584
.228
.025
.253
df
4
10
14
4
10
14
4
10
14
Mean
Square
.000
.000
F
.000
Sig.
1.000
.096
.020
4.781
.020
.057
.002
23.077
.000
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
RB H30
Perlakuan
KN
KP
M1
M2
M3
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
.44470
.49917
.49917
.75003
.75003
.80333
.82427
.648
.055
.554
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
RB H34
Perlakuan
KP
M3
M1
M2
KN
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
.46933
.55067
.56367
.69833
.81800
.050
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
30
Lampiran 6 Analisis statistik terhadap aktivitas pro phenoloxidase (proPO) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
ANOVA
H0
H30
H34
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
.000
.001
.001
.172
.037
.209
.241
.038
.279
df
4
10
14
4
10
14
4
10
14
Mean Square
.000
.000
F
.000
Sig.
1.000
.043
.004
11.693
.001
.060
.004
15.745
.000
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
ProPO H30
Perlakuan
KP
M1
KN
M3
M2
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
.21967
.28467
.31833
.47200
.49333
.086
.676
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
ProPO H34
Perlakuan
KP
M3
M1
M2
KN
Sig.
N
3
3
3
3
3
1
.24800
.28567
.473
Subset for alpha = 0.05
2
3
.28567
.38133
.088
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
4
.38133
.42367
.422
.60933
1.000
31
Lampiran 7 Analisis statistik terhadap total probiotic count (TPC) setelah
pemberian pakan sinbiotik selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi
WSSV (H34).
ANOVA
H30
H34
Sum of
Squares
Between Groups
48.615
Within Groups
1.228
Total
49.843
Between Groups
30.505
Within Groups
.788
Total
31.292
df
4
10
14
4
10
14
Mean
Square
12.154
.123
7.626
.079
F
98.955
Sig.
.000
96.805
.000
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
TPC H30
Perlakuan
KP
KN
M3
M1
M2
Sig.
N
3
3
3
3
3
1
.00000
.00000
Subset for alpha = 0.05
2
3
2.83375
3.55004
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
TPC H34
Perlakuan
KP
KN
M1
M3
M2
Sig.
4
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
.00000
.00000
2.71978
2.95549
3.03446
1.000
.219
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
4.27931
1.000
32
Lampiran 8 Analisis statistik terhadap presumptive Vibrio count (PVC) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
ANOVA
Sum of
Squares
H0
H30
H34
Between
Groups
Within Groups
Total
Between
Groups
Within Groups
Total
Between
Groups
Within Groups
Total
Mean
Square
df
.000
4
.000
.814
.814
10
14
.081
.924
4
.231
2.783
3.707
10
14
.278
16.170
4
4.042
2.944
19.113
10
14
.294
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
PVC H34
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
1
2
3
M3
3
M1
3
8.11567
M2
3
8.30300
8.30300
KP
3
8.63200
8.63200
KN
3
Sig.
6.15633
9.23500
1.000
.292
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
.072
F
Sig.
.000
1.000
.830
.536
13.733
.000
33
Lampiran 9 Analisis statistik terhadap total bacterial count (TBC) sebelum
pemberian pakan sinbiotik (H0), setelah pemberian pakan sinbiotik
selama 30 hari (H30), dan pasca infeksi WSSV (H34).
ANOVA
H0
H30
H34
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
,000
1,109
1,109
5,212
1,148
6,360
3,678
8,194
11,873
df
4
10
14
4
10
14
4
10
14
Mean
Square
,000
,111
F
,000
Sig.
1,000
1,303
,115
11,349
,001
,920
,819
1,122
,399
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
TBC H30
Perlakuan
M1
M3
M2
KP
KN
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
7,44467
8,39867
8,46433
8,89133
8,89133
9,17967
1,000
,120
,322
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
34
Lampiran 10 Analisis statistik terhadap Specific growth rate (SGR) dan feed
conversion ratio (FCR) setelah pemberian pakan sinbiotik selama
30 hari.
ANOVA
SGR
FCR
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
,865
,590
1,455
1,412
,376
1,788
df
4
10
14
4
10
14
Mean Square
,216
,059
F
3,670
Sig.
,043
,353
,038
9,395
,002
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
SGR
Perlakuan
KN
KP
M3
M1
M2
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
1,67204
1,68591
2,07408
2,07408
2,19138
2,21324
,081
,518
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
FCR
Perlakuan
KN
KP
M3
M1
M2
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
1,67204
1,68591
2,07408
2,07408
2,19138
2,21324
,081
,518
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
35
Lampiran 11 Analisis statistik terhadap kelangsungan hidup (survival rate/SR)
sebelum uji tantang (H30) dan pasca infeksi WSSV (H34).
ANOVA
H30
H34
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
,000
,000
,000
7022,222
444,444
7466,667
df
4
10
14
4
10
14
Mean Square
,000
,000
Uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
SR H34
Perlakuan
KP
M3
M1
M2
KN
Sig.
N
3
3
3
3
3
Subset for alpha = 0.05
1
2
3
35,55555
48,88889
55,55556
60,00000
100,00000
1,000
,080
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
1755,556
44,444
F
Sig.
.
.
39,500
,000
36
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuala Tungkal pada tanggal 14 Februari 1990 dari
pasangan Bapak Holil Sadikin dan Ibu Herlina. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA
Negeri 1 Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi pada tahun 2007. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah
(BUD) pada program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun
2011. Pada Tahun 2013, penulis mendapat kesempatan menempuh pendidikan
Magister di Sekolah Pascasarjana IPB, pada program studi Ilmu Akuakultur melalui
program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri DIKTI.
Selama menempuh pendidikan magister, penulis menjadi asisten praktikum
pada mata kuliah Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik pada program pendidikan
S-1. Karya Ilmiah berjudul “Dietary Synbiotic Microcapsule influence immune
responses, growth performance and microbial populations to white spot syndrome
virus in white shrimp (Litopenaeus vannamei)” telah accepted pada Journal of
Fisheries and Aquatic Science yang terindeks Scopus.
Download