BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.4. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.4.1. Pengertian Berat Badan Lahir Rendah Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam (Saifuddin, 2001) : − Bayi dengan berat badan lahir rendah, berat lahir 1500-2499 gram. − Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, berat lahir 1000-1499 gram. − Bayi dengan berat badan lahir ekstrem rendah, berat lahir <1000 gram. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah Premature Baby dengan Low Birth Weight Baby (bayi dengan berat badan lahir rendah), dan kemudian WHO merubah ketentuan tersebut pada tahun 1977 yang semula kriteria BBLR adalah ≤ 2500 gram menjadi hanya < 2500 gram tanpa melihat usia kehamilan (Wiknjsastro, 2002). Berdasarkan usia kehamilan, bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu : 1) Bayi Premature Suatu keadaan yang belum “matang” yang ditemukan pada bayi yang lahir ketika usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Prematuritas merupakan penyebab utama dari kelainan dan kematian pada bayi yang baru lahir. Beberapa organ dalam bayi mungkin belum berkembang Universitas Sumatera Utara sepenuhnya sehingga bayi memiliki resiko tinggi untuk menderita penyakit tertentu (Depkes, 1999). 2) Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) Merupakan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya untuk masa gestasi, yakni dibawah percentile ke 10, yang dapat merupakan bayi kurang bulan (pre term), cukup bulan (aterm), lewat bulan (post term). Bayi ini disebut juga dengan sebutan Small for Gestational Age (SGA) atau Small for Date (SDA). Hal ini dikarenakan janin mengalami gangguan pertumbuhan di dalam uterus (Intra Uterine Growth Retardation) sehingga pertumbuhan janin mengalami hambatan. KMK dibagi atas : a. Proportionate Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), adalah janin yang menderita distress yang lama, dimana gangguan pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lahir, sehingga berat, panjang kepala dan lingkar kepala dalam proporsi yang seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih berada di bawah masa gestasi yang sebenarnya. b. Disproportionate Intra Uterine Growth Retardation, terjadi akibat distress sub-akut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang badan bayi dan lingkar kepala normal, akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi tampak kurus dan lebih panjang dengan tanda-tanda sedikit jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat. Universitas Sumatera Utara 2.4.2. Faktor Resiko Berat Badan Lahir Rendah Menurut Setiawan (1995), beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR antara lain ; − Faktor biologis : jenis kelamin bayi, paritas, umur ibu, ras, fektor keluarga, tinggi badan dan berat badan orang tua, pertambahan berat badan selama hamil, riwayat kehamilan terdahulu, hipertensi dan pre eklamsi, oedema ibu, komplikasi kehamilan, dan ukuran plasenta. − Faktor lingkungan : status sosial ekonomi, status gizi dan kebiasaan merokok. Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian Berat Badan Lahir Rendah Setiawan (1995) : 1. Umur Ibu Usia reproduksi optimal bagi seorang wanita adalah antara umur 20-35 tahun, di bawah dan di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan maupun persalinan, karena perkembangan organ-organ reproduksinya belum optimal, kematangan emosi dan kejiwaan kurang, serta fungsi fisiologis yang belum optimal, sehingga lebih sering terjadi komplikasi yang tidak diinginkan dalam kehamilan. Sebaliknya usia ibu yang lebih tua telah terjadi kemunduran fungsi fisiologis maupun reproduksi secara umum, sehingga lenih sering terjadi akibat yang merugikan pada bayi (Setyowati dkk, 2005). Universitas Sumatera Utara Beberapa studi telah melaporkan bahwa perkawinan di usia muda (<20 tahun) yang disusul dengan kehamilan akan berdampak negative terhadap kesehatan ibu dan janin yang sedang dikandungnya. Salah satunya adalah meningkatkan resiko kelahiran BBLR. Pada umumnya bayi dengan BBLR dari wanita yang berusia muda biasanya disertai dengan kelainan bawaan dan cacat fisik, epilepsy, retardasi mental, kebutaan dan ketulian. Bila bayi bertahan hidup akan menimbulkan masalah yang besar dan mengalami gangguan pertumbuhan. 2. Tingkat Pendidikan Ibu Latar belakang pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya suatu penyampaian informasi kesehatan terhadap ibu karena mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu terutama saat hamil. Akibatnya mereka tidak mengetahui cara pemeliharaan kesehatan terutama pada saat hamil, baik menyangkut gizi, kebersihan, serta makanan yang bernilai gizi tinggi 3. Tinggi dan Berat Badan Ibu Ibu dengan berat badan lebih rendah cendrung untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Hal ini mungkin disebabkan ibu dengan berat badan (BB) rendah memiliki usia kehamilan yang lebih muda dibandingkan ibu dengan BB cukup. Ibu dengan BB rendah sebelum masa kehamilannya ternyata mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR dibandingkan ibu yang mempunyai BB cukup pada masa sebelum kehamilannya. Ibu dengan BB kurang (<45 kg) atau turun sampai 10 kg atau lebih selama kehamilan, mempunyai resiko terjadinya BBLR (Sulaiman, 1998) Universitas Sumatera Utara Tinggi badan ibu dilaporkan berperan terhadap kejadian BBLR. Hubungan antara tinggi badan ibu dengan berat badan bayi yang dilahirkan merupakan hubungan positif, dimana semakin tinggi ibu semakin berat bayi yang dilahirkan. Ibu dengan tinggi badan <145 cm beresiko terhadap kelahiran bayi dengan BBLR. 4. Paritas Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami ibu sebelum persalinan atau kehamilan sekarang. Pada umunya BBLR meningkat sesuai dengan meningkatnya paritas ibu. Resiko untuk terjadinya BBLR tinggi pada paritas I kemudian menurun pada paritas 2 atau 3, selanjutnya kembali pada paritas 4 (Manuaba, 1998). Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu golongan paritas tinggi akan mempengaruhi perkembangan janin yang dikandungnya. Hal ini disebabkan adanya gangguan plasenta dan sirkulasi darah ke janin, sehingga pertumbuhan janin terhambat. Jika keadaan ini berlangsung lama akan mempengaruhi berat badan lahir bayi dan kemungkinan besar terjadi BBLR (Wibowo, 1992). 5. Pekerjaan Ibu Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan yang bersifat menghasilkan uang dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jenis pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan, dan pendapatan akan mempengaruhi penyediaan makanan bagi keluarga yang secara langsung akan menunjang perkembangan dan pertumbuhan anggota keluarga (Soetjiningsih, 1995). Universitas Sumatera Utara 6. Jarak Kelahiran Jarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik. Jarak dua kehamilan yang terlalu pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu selanjutnya akan mempengaruhi reproduksi (Wibowo, 1992). Dari hasil penelitian Prayoga (1994) di Surabaya didapatkan angka kejadian BBLR pada ibu dengan jarak kehamilan 12-23 bulan sebesar 2,2%, pada jarak kehamilan 24-59 bulan sebesar 1,5% dan pada jarak 60-98 bulan sebesar 2,3%. Dari angka tersebut dapat dikatakan bahwa kejadian BBLR pada ibu dengan jarak kehamilan <2 tahun dan >4 tahun adalah 1,5 kali lebih kecil dibandingkan ibu dengan jarak kehamilan 2-4 tahun. 7. Kadar Hb Ibu Menjelang Persalinan Kadar Hb menjelang persalinan digunakan sebagai indikator untuk menentukan adanya anemia seorang ibu hamil. Anemia saat ibu hamil dapat berakibat buruk pada ibu dan janin. Apabila ibu hamil menderita anemia akan menyebabkan resiko kelahiran bayi premature, BBLR dan perdarahan sebelum dan saat melahirkan. Hasil pemeriksaan Hb dapat digolongkan dalam (Soetjoenoes, 1999): - Hb 11 gr/dl : tidak anemia - Hb 9-10 gr/dl : anemia ringan - Hb 7-8 gr/dl : anemia sedang - Hb <7 gr/dl : anemia berat Universitas Sumatera Utara 8. Umur Kehamilan Umur kehamilan adalah jumlah minggu lengkap dari haid pertama mensturasi terakhir sampai anak lahir. WHO (1997) membagi umur kehamilan dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Pre-term : < 37 minggu (< 259 hari) 2. Term : ≥ 37 minggu sampai dengan < 42 minggu (259-293 hari) 3. Post-term : ≥ 42 minggu Menurut Manuaba (1998), menyatakan bahwa berat badan bayi bertambah sesuai dengan usia kehamilannya. Faktor umur kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR, karena semakin pendek umur kelahiran semakin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat tubuhnya, sehingga turut mempengaruhi berat badan waktu lahir. 2.4.3. Pencegahan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Untuk menurunkan angka kejadian BBLR pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan. Upaya untuk menurunkan angka kejadian BBLR ini akan lebih efisien apabila bumil yang mempunyai resiko melahirkan bayi dengan BBLR dapat dideteksi sedini mungkin. Pemantauan ibu hamil adalah salah satu upaya untuk mendeteksi 12remat resiko terjadinya BBLR. Pemantauan ini merupakan tindakan mengikuti perkembangan ibu dan janin, meningkatkan kesehatan optimim dan diakhiri dengan kelahiran bayi yang sehat (Wiknjosastro, 1997). Universitas Sumatera Utara Menurut Handayani (2003), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum hamil agar setiap pasangan dapat merencanakan sebaik mungkin kehamilan yang akan datang sehingga dapat melahirkan bayi yang normal dan sehat. Yang perlu diperhatikan antara lain : a) Menganjurkan agar melakukan konsultasi atau konseling pra-hamil. b) Menganjurkan agar calon ibu diimunisasi TT atau imunisasi pra-nikah untuk mencegah penyakit tetanus. c) Menganjurkan agar ibu rajin untuk pemeriksaan kehamilan. d) Untuk ibu hamil dianjurkan makan lebih banyak dan lebih sering yang dapat memenuhi kesehatan gizi bagi ibu hamil dan janinnya. e) Untuk mempersiapkan kehamilan yang sehat dianjurkan agar ibu menghindari akohol dan rokok, karena 13rematu dapat mengganggu tumbuh kembang janin sementara rokok akan menyebabkan kelahiran 13remature atau kelainan letak plasenta pada janin. Selain itu, rokok juga dapat menyebabkan plasenta janin mudah lepas, kelainan bawaan pada bayi dan yang paling membahayakan ketuban pecah (dini) tidak pada waktunya. 2.5. Kematian Janin dalam Kandungan (KJDK) 2.5.1. Pengertian Kematian Janin dalam Kandungan Kematian janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. Kematian janin dalam kandungan (KJDK) atau Universitas Sumatera Utara Intra uterine fetal Death (IUFD) sering dijumpai, baik pada kehamilan di bawah 20 minggu maupun sesudah kehamilan 20 minggu. Sebelum kehamilan 20 minggu ; kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati tidak dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut dengan missed abortion. Sesudah 20 minggu ; biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20 minggu dan seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi kematian janin dalam rahim (Anonim, 2010). 2.5.2. Tanda-Tanda Kematian Janin dalam Kandungan Tanda-tanda kematian janin dalam kandungan adalah sebagai berikut (Anonim, 2010) : a) Bunyi /denyut jantung tidak terdengar lagi Dalam keadaan normal, frekuensi denyut jantung janin berkisar antara 120 /menit s/d 160 /menit. Apabila terjadi kematian janin maka tidak terdengar adanya denyut jantung melalui pemeriksaan. b) Rahim tidak membesar, fundus uteri menurun Apabila janin telah lama mati (dalam beberapa minggu), dengan pemeriksaan yang teliti biasanya dapat ditunjukkan bahwa besar uterus tidak sesuai dengan perkiraan umur kehamilannya, bahkan uterus menjadi lebih kecil dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya. c) Pergerakan janin tidak teraba lagi oleh pemeriksa d) Palpasi janin menjadi tidak jelas Universitas Sumatera Utara Janin yang sehat dan hidup dapat dirasakan melalui palpasi. Apabila janin mati maka palpasi menjadi tidak jelas. e) Reaksi kehamilan menjadi negative setelah anak mati f) Pada foto rontgen dapat dilihat : 1. Tulang-tulang tengkorak saling menutupi (tanda spalding) Terjadinya perimpitan (overlap) yang jelas antara tulang-tulang tengkorak akibat perlunakan otak, yang memerlukan waktu beberapa hari. 2. Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes) Timbulnya lengkungan ini sangat tergantung pada tingkat maserasi ligament pada tulang belakang. 3. Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin Timbulnya gas dalam tubuh janin merupakan sesuatu yang tidak biasa, dan merupakan tanda yang dapat dipercaya adanya kematian janin. 2.5.3. Faktor Resiko Kematian Janin dalam Kandungan 1. Umur Umur seseorang sangat berpengaruh terhadap kehamilan. Ibu yang berumur <20 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya belum siap untuk menerima kehamilan dan cenderung kurang perhatian terhadap kehamilannya. Ibu yang berumur 20-35 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya sudah siap untuk menerima kehamilan dan diharapkan mampu untuk lebih memperhatikan kehamilan karena lebih banyak pengetahuan dan pengalaman terhadap kehamilan. Universitas Sumatera Utara Ibu yang berumur >35 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya fungsinya sudah mulai menurun dan kesehatan tubuh ibu tidak sebaik dan seoptimal pada usia 20-35 tahun (Winkjosastro, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Umar (2001) di RS dr. Pirngadi Medan tahun 2001 diperoleh bahwa ibu yang berumut >35 tahun mempunyai resiko sebesar 17,716 kali lebih besar terhadap kematian perinatal dibanding ibu hamil dengan umur 20-34 tahun. 2. Paritas Menurut Chapman (1999) paritas adalah jumlah kelahiran yang pernah dialami ibu dengan mencapai viabilitas. Ditinjau dari tingkatannya paritas dikelompokkan menjadi tiga antara lain: 1) Paritas rendah atau primipara Paritas rendah meliputi nullipara (jumlah anak 0) dan primipara (jumlah anak 2) 2) Paritas sedang atau multipara Paritas sedang atau multipara digolongkan pada hamil dan bersalin dua sampai empat kali. Pada paritas sedang ini, sudah masuk kategori rawan terutama pada kasus-kasus obstetric yang jelek, serta interval kehamilan yang terlalu dekat kurang dari 2 tahun 3) Paritas tinggi Kehamilan dan persalinan pada paritas tinggi atau grandemulti, adalah ibu hamil dan melahirkan di atas 5 kali. Paritas tinggi merupakan paritas rawan oleh karena paritas tinggi banyak kejadian-kejadian obstetri patologi yang bersumber pada paritas tinggi, antara lain : plasenta praevia, perdarahan postpartum, dan lebih Universitas Sumatera Utara memungkinkan lagi terjadinya atonia uteri. Pada paritas tinggi bisa terjadi pre eklamsi ringan oleh karena paritas tinggi banyak terjadi pada ibu usia lebih 35 tahun Sedangkan menurut Manuaba (1999) paritas adalah wanita yang pernah melahirkan dan di bagi menjadi beberapa istilah : 1) Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali 2) Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali 3) Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali. Adapula sumber yang didapat dari wikipedia terdapat beberapa istilah tentang paritas yaitu : 1) Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan satu kali atau melahirkan untuk pertama kali 2) Multipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu kali Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal (Winkjosastro, 2002). Primipara dan gravida pada usia di atas 35 tahun merupakan kelompok risiko tinggi untuk toksemia gravidarum. Kematian maternal akan meningkat tinggi jika sudah menjadi eklamsi (Winkjosastro, 2002). Universitas Sumatera Utara 3. Riwayat Penyakit Penyakit yang diderita ibu semasa kehamilannya sangat mempengaruhi hasil akhir kehamilan, dimana dapat mengakibatkan kematian janin, keguguran ataupun persalinan prematur (Behrman, 1994). Penyakit yang sering muncul selama masa kehamilan antara lain : a. Penyakit infeksi pada kehamilan Hampir setiap infeksi yang dialami oleh ibu yang disertai oleh manifestasi sistemik yang parah dapat mengakibatkan terjadinya keguguran, kematian janin dalam kandungan atau persalinan prematur. Infeksi pada kehamilan dapat berupa ; − Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih dapat berupa sistitis dan lebih berat berbentuk pielonefritis yang dapat menimbulkan keguguran atau lahir prematur. Pada kondisi akut dapat menimbulkan keluhan-keluhan yang sangat mengganggu ibu berupa demam, nyeri pinggang, menggigil, sakit di daerah supra simfisis, disuria, dan sebagainya. − TORCH (Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simpleks) TORCH merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Pada ibu hamil dapat menyebabkan abortus, kematian janin dalam kandungan, lahir prematur, dan cacat bawaan. Toksoplasmosis disebabkan oleh parasit disebut Toxiplasma gondi, yang hidup dan berkembang biak pada kucing. Tetapi parasit ini juga dapat hidup pada manusia, burung, kambing dan hewan ternak lainnya. Bila seseorang Universitas Sumatera Utara terinfeksi Toksoplasmosis, pada umumnya tidak menunjukkan gejala yang jelas sehingga biasanya tidak disadari oleh penderitanya. − Infeksi saluran pernafasan a) Bronkhitis Bronkhitis dapat disebabkan oleh virus atau kuman. b) Pneumonia Pneuminoa dapat disebabkan oleh virus, kuman, dan zat kimia. c) Influenza Wanita hamil yang menderita influenza mempunyai komplikasi yang lebih tinggi daripada wanita yang tidak hamil. Angka kematian janin pada wanita yang terserang influenza adalah 10-20%. − Malaria Penyakit malaria disebabkan oleh plasmodium, gejala klinik malaria pada wanita hamil adalah ; demam, anemia, hipoglikemia, edema paru akut. b. Penyakit dasar pada ibu hamil a) Diabetes Melitus (DM) Pengaruh DM pada kehamilan : - Kemungkinan gestosis (hipertensi dalam kehamilan setelah kehamilan 20 minggu) 4 kali lebih besar - Infeksi lebih mudah terjadi - Kemungkinan abortus dan partus prematurus sedikit lebih besar Universitas Sumatera Utara - Mengakibatkan bayi mempunyai berat badan melebihi usia kehamilan karena kadar gula darah dalam tubuh ibu tinggi sehingga mempengaruhi pertumbuhan janin - Janin sering mati intrauterine terutama sesudah minggu ke-35 - Jika lahir, anak sering mengalami hipoglikemia dan hipoksia b) Penyakit jantung Penyakit jantung pada wanita hamil masih merupakan penyebab kematian yang penting, dimana tingkat kematian janin akibat penyakit jantung bawaan sekitar 22%. Penyakit jantung yang berat dianggap menyebabkan partus prematurus atau kematian janin karena kekurangan oksigen. d) Anemia pada Kehamilan Menurut WHO kejadian anemia pada kehamilan berkisar antara 20-89% dengan menetapkan Hb 11 gr/dl sebagai dasarnya. Jika persediaan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Depkes, 2000). Prevalensi anemia lebih tinggi pada kehamilan trimester II dibandingkan dengan kehamilan trimester I dan III. Hal ini sejalan dengan penelitian I Made Bakta dkk, yang mengatakan bahwa kadar Hb pada ibu hamil akan menurun pada trimester I dan mencapai titik paling rendah pada akhir semester II kemudian sedikit meningkat pada akhir semester III. Pada anemia berkurangnya Hb sebagai alat transport oksigen dari paru-paru ke jaringan akan di ikuti penurunan oksigen dalam darah ibu dan darah janin. Sehingga menganggu metabolism pada jaringan tubuh janin yang dapat Universitas Sumatera Utara menyebabkan abortus, partus prematurus, kematian janin dakam kandungan dan BBLR. d) Hipertensi dalam Kehamilan Hipertensi pada wanita hamil juga masuk kategori sebagai penyebab janin mati dalam kandungan. Hipertensi menyebabkan sirkulasi darah dalam plasenta kurang baik dan menyebabkan terjadinya pengapuran sehingga nutrisi ke janin terganggu. Wanita yang mengalami kehamilan pertama kali berada dalam resiko terbesar terhadap hipertensi dalam kehamilan. Begitu juga dengan ubu usia muda <19 tahun mempunyai resiko lebih besar terhadap hipertensi daripada ibu hamil yang berusia >35 tahun. Wanita yang pada kehamilan sebelumnya pernah mengalami hipertensi mempunyai kemungkinan 13-45% untuk menderita penyakit ini kembali pada kehamilan berikutnya. 4. Riwayat Kehamilan Riwayat kehamilan terdahulu yang dialami ibu juga merupakan resiko tinggi dalam terjadinya komplikasi kehamilan. Abortus berulang, kematian intrauterin, pendarahan saat hamil, infeksi sewaktu hamil, anak terkecil <5 tahun tanpa KB, dan adanya riwayat obstetric yang buruk. Hasil SKRT 1986 menunjukkan ibu bersalin dengan komplikasi selama mempunyai resiko 2 kali lebih besar mengalami kematian bayi disbanding ibu bersalin tanpa komplikasi kehamilan (Budiarso,1999). 5. Riwayat Persalinan Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan premature, persalinan dengan BBLR, lahir mati, persalinan dengan indukasi, persalinan dengan Universitas Sumatera Utara menual, persalinan dengan pendarahan post partum serta semua persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu juga merupakan resiko tinggi untuk terjadinya kematian intrauterine (Manuaba,1999). 6. Pemerikasaan Kehamilan Penurunan komplikasi kehamilan ke tingkat resiko yang rendah memiliki arti yang sangat besar dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin yang dikandungnya. Salah satu upaya untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin yaitu dengan melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care). Pemeriksaan kehamilan berupaya menetapkan kehamilan dengan resiko tinggi, yang bertujuan untuk menurunkan komplikasi kehamilan, menentukan dan menetapakan keadaan patologis sedini mungkin sehingga kondisi ibu dapat diperbaiki atau segera dirujuk untuk mendapatkan pengawasan dan penanganan yang lebih intensif (Manuaba,1999). Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksa kehamilan minimal 4 kali oleh tenaga kesehatan. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 diperoleh 55% kelahiran (lahir hidup dan lahir mati) pernah diperiksa 4 kali atau lebih selama dalam kandungan. Dari hasil SKDI 1997 diperoleh 89% kelahiran hidup tidak pernah diperikasa kesehatannya ketika dalam kandungan (Budiarso,1999). 2.5.4. Pencegahan Kematian Janin dalam Kandungan Kematian janin dalam kandungan dapat dicegah dengan berbagai upaya : a. Memerikasakan kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilan yang meliputi 5T yaitu : timbang badan, periksa tekanan darah, periksa tinggi Universitas Sumatera Utara fundus, pemberian tablet Fe, suntikan TT. Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 4 kali kunjungan, dengan kunjungan I pada kehamilan 12-24 minggu, kunjungan ke II pada kehamilan 28-32 minggu, kunjungan ke III pada kehamilan 34 minggu, dan kunjungan ke IV pada kehamilan 36 minggu. b. Deteksi dini resiko tinggi pada ibu hamil dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) ibu hamil agar perencanaan pertolongan persalinan dan rujukan kasus dapat dilakukan lebih dini. c. Melakukan diagnosa keadaan janin pada kehamilan, dengan cara : 1. Amniosentesis Pengeluaran cairan amnion secara transabdominal yang dilakukan selama kehamilan untuk tujuan diagnostic. Biasanya dilakukan antara minggu ke 16-18 kehamilan. 2. Mikroanalisa darah janin Pengambilan darah janin yang diambil dari kulit kepala janin dengan alat-alat khusus kemudian darah ini diperiksa secara biokimia. Gunanya untuk memastikan adanya gawat janin. Dengan teknik pemeriksaan ini dapat dilakukan persalinan yang lebih dini bagi gawat janin sehingga dapat dilakukan resusitasi dengan hasil yang memuaskan, mempertinggi kemungkinan hidup janin dan mengurangi angka kesakitan. Universitas Sumatera Utara 3. Amnioskopi Pada kehamilan lanjut dapat dilakukan amnioskopi untuk dapat melihat kutub bawah janin. Selain itu dapat dilihat juga cairan amnion. Bila cairan amnion mengandung mekonium pada bayi dengan letak kepala, hal ini merupakan suatu tanda gawat janin dan harus segera diselamatkan. 4. Registrasi jantung bayi Pencatatan jantung bayi secara terus menerus dapat memberikan penilaian yang lebih tepat tentang keadaan janin daripada control bunyi jantung dengan auskultasi. d. Melakukan program KB e. Pendayagunaan tenaga paramedis yang bukan bidan, pemanfaatan tenaga kader dan dukun bayi terlatih dalam mobilisasi sasaran dan pelaksanaan deteksi dini resiko tinggi oleh masyarakat beserta rujukannya (Anonim, 2010). Universitas Sumatera Utara 2.6. Kerangka Konsep Penelitian Sosio Demografi - Umur - Tingkat pendidikan - Jenis Pekerjaan ibu Biomedis - Paritas Umur kehamilan Jarak kehamilan Tekanan darah Kadar Hb Pola Makan KJDK BBLR Antropometri - LILA : yang diteliti : tidak diteliti Keterangan : BBLR dan KJDK dapat disebabkan oleh faktor sosio demografi (umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan), faktor biomedis (paritas, umur kehamilan, jarak kehamilan, tekanan darah, kadar Hb), dan faktor Antropometri (LILA) serta pola makan ibu selama hamil, tetapi pada penelitian tidak melihat hubungan antara faktor sosiodemografi, biomedis, antropometri terhadap BBLR dan KJDK, melainkan hanya melihat secara univariat yang mengalami BBLR dan KJDK. Universitas Sumatera Utara