0 C. Kemudian bakteri dengan volume tertentu di pipet ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan 20 mL media padat PYG, kemudian digoyang-goyangkan sampai bakteri tersebut merata. Selanjutnya, bahan bakteri tersebut didiamkan sampai memadat. Setelah memadat, biakan dilobangi dengan diameter ± 5 mm. Sebanyak 50 µL propolis dimasukan ke dalam lobang tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Sampel memperlihatkan adanya zona bening berati itu menadakan adanya aktivitas antibakteri. Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) Penentuan KHTM dilakukan setelah ekstrak propolis diketahui mempunyai aktivitas antibakteri. Tahap pertama yaitu dengan pengenceran propolis dengan aquades sehingga didapatkan beberapa konsentrasi (100% sampai 3.13%) v/v). Tiap konsentrasi dimasukkan sebanyak 50 µL kedalam lubang media PYG padat yang mengandung bakteri berbeda. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur zona bening disekitar lobang sampel dengan menggunakan jangka sorong. Uji aktivitas antibakteri Metode Hitungan Cawan Sampel yang digunakan adalah propolis dengan konsentrasi KHTM. Sebanyak 1 ose biakan bakteri dikulturkan di dalam 10 mL PYG cair lalu diinkubasi pada suhu 370 C selama 18 jam. Kultur ini harus dibuat segar, hal ini untuk mengkondisikan agar umur bakteri yang digunakan sama yaitu 24 jam. Sebanyak 1% inokulum atau 30 µL bakteri dari kultur bakteri yang sudah diinkubasikan selama 24 jam tadi dimasukkan ke dalam 3 mL PYG cair steril yang mengandung sampel berbeda lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Selanjutnya setelah 24 jam masing masing kultur bakteri dari sampel yang berbeda dilakukan pengenceran serial sampai 1:1000000 dengan menggunakan NaCl 0,9%. Setelah itu sebanyak 100 µL biakan bakteri hasil pengenceran di pipet kedalam cawan petri lalu dituangkan media PYG padat pada suhu 45 0C digoyang dan dibiarkan memadat. Setelah media memadat, biakan di inkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh berupa koloni koloni dihitung jika masa inkubasi selesai. HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Ekstrak Propolis Metode yang digunakan untuk mengestrak propolis adalah metode maserasi. Maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan panas dengan cara perendaman di dalam pelarut tertentu. Maserasi adalah suatu metode dengan cara merendam propolis kasar dalam pelarut tertentu selama dalam waktu tertentu. Propolis bersifat, termostabil, keras dan liat pada suhu 15 0C dengan titik didih 60-69 0C, larut etanol dan sedikit larut dalam air sehingga untuk menjaga kestabilan komponen-komponen aktifnya propolis dan hasil ekstraksinya disimpan pada suhu tidak lebih dari 25 0C, ditempatkan pada tempat yang gelap dan tidak langsung terkena sinar matahari (Woo 2004). Pelarut yang digunakan pada metode ini adalah etanol 70%. Menurut Harbone (1987) diacu pada Anggaraini (2006) etanol 70% dapat mengestrak flavonoid yang merupakan senyawa aktif yang banyak terdapat dan terpenting dalam propolis. Oleh sebab itu penggunaan pelarut etanol dapat meningkatkan jumlah senyawa aktif yang terekstraksi. Etanol bersifat semipolar sehingga zat aktif yang terdapat dalam propolis dengan nilai kepolaran yang beragam dapat terekstraksi sempurna. Ekstraksi propolis dengan maserasi menggunakan etanol 70% akan menghasilkan rendemen 20% lebih tinggi daripada menggunakan etanol absolut. Berdasarkan hasil ekstraksi, rendemen propolis diperoleh sebesar 1.08% (Lampiran 4). Rendemen yang diperoleh tergantung pada metode ekstraksi dan warna propolis. Propolis yang warna gelap akan menghasilkan rendemen lebih tinggi dibandingkan dengan warna yang lebih muda. Hal ini dikarenakan kandungan flavonoidnya lebih banyak. Propolis pada penelitian ini berwarna coklat muda. Hasil Analisis Fitokimia Analisis fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi secara kualitatif golongan senyawa aktif antibakteri pada propolis yang telah diekstrak. Berdasarkan hasil penelitian, di dalam ekstrak dan propolis komersil terkandung senyawa aktif yang sama, yaitu mengandung flavonoid, fenolik, hidrokoinon, tanin, minyak atsiri, streoid, saponin, dan gula pereduksi . Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1. Menurut Pelczar & Chan (1998) senyawa yang bersifat sebagai antimikroba antara lain adalah alkohol, senyawa fenolik, klor, iodium, dan etilen oksida. Golongan flavonoid dan pigmen kuinon memberikan warna pada propolis. Flavonoiod pada propolis berbeda dengan yang ada pada tumbuhan. Flavonoid pada propolis tidak mengandung glikosida sedangkan pada tumbuhan sebagian besar flavonoid mengandung glikosida. Senyawa tanin dalam ekstrak propolis diduga memiliki sifat antimikrob karena kemampuannya dalam menginaktifkan protein, enzim, dan lapisan protein transpor. Sifat antibakteri dari senyawa tanin didukung dengan penelitian oleh Yulia ( 2006) yang menyatakan bahwa senyawa tanin yang terdapat dalam ekstrak teh dapat menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik. Saponin adalah glikosida triperna dan sterol yang banyak terdapat di dalam tanaman. Saponin berasa pahit, berbusa dan bersifat hemolisis terhadap sel darah merah. Uji terhadap saponin positif yang ditandai dengan adanya busa pada pengocokan propolis. Karena sifatnya yang seperti sabun, saponin bersifat sebagai antibakteri. Saponin menurunkan tegangan permukaan membran lipid bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuahan bakteri. Tabel 1 Hasil analisis fitokimia ekstrak propolis senyawa Hasil Ekstrak Propolis komersil Alkaloid Tanin Flavonoid Saponin Steroid &Tripenoid Minyak Atsiri Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak propolis yang di dapat mengandung senyawa tripernoid. Tripernoid dapat ditemukan pada lapisan lilin buah, damar, kulit, batang dan getah yang memungkinkan digunakan sebagai sumber resin propolis oleh lebah. Rasa pahit pada ekstrak pada propolis disebabkan adanya senyawa triperna dalam ekstrak tersebut. Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari antibakteri pada ekstrak propolis yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Konsentrasi yang digunakan bervariasi antara 100%- 3.13% (v/v). Parameter adanya penghamabatan pertumbuhan bakteri yaitu dengan mengukur diameter zona bening kultur bakteri pada media padat. Berdasarkan data, konsentrasi 6.25% merupakan nilai KHTM untuk ekstrak propolis. Artinya ekstrak propolis dengan konsentrasi 6.25% sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji (Gambar 3 dan Gambar 4). Gambar 3 Uji KHTM pada S.mutans Gambar 4 Uji KHTM pada Ecoli KHTM untuk bakteri Streptococus mutans pada konsentrasi 6,25% dengan diameter zona bening 6.108 mm dan untuk bakteri E.coli adalah pada konsentrasi 8.683 mm (Lampiran 6). Perbedaan nilai zona bening kedua bakteri ini disebabkan oleh sifat bakteri uji maupun kerja senyawa aktif antibakterinya. KHTM ekstrak etanol (EEP) untuk bakteri Gram positif lebih rendah dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (Stepanovic et al 2003). Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukan ekstrak propolis pada bakteri Gram positif yaitu S. mutans lebih rendah dibandingkan dengan bakteri gram negatif E. coli (Lampiran 7). Aktivitas antibakteri yang diperoleh menunjukkan variasi aktivitasnya yang tergantung pada konsentrasi dan jenis bakteri. Begitu pula dengan isolat yang berbeda, terdapat perbedaan nyata pada aktivitas propolis terhadap masing masing isolat. Perbedaan ini juga menunjukkan karena kerentanan yang berbeda beda terhadap masing masing isolat. Perbandingan Aktivitas Ekstrak Propolis terhadap Aktivitas Propolis Komersial Metode yang digunakan dalam penentuan aktivitas antibakteri adalah metode difusi sumur. Metode ini digunakan karena metode ini mudah digunakan. Potensi antibakterinya dapat dilihat dari daerah bening disekitar sumur media padat. Secara umum, berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat dari daerah bening yang terbentuk, makin besar konsentrasi propolis maka makin besar juga zona bening yang terbentuk yang menunjukan aktivitas antibakterinya semakin besar. Jika dibandingkan, ekstrak propolis mempunyai efektifitas yang lebih tinggi daripada propolis komersil. Gambar 5 Perbandingan zona bening ekstrak propolis dan propolis komersil Berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat perbedaan antara besar diameter zona bening yang terbentuk baik pada kultur bakteri yang ditambahkan ekstrak propolis 100% maupun yang komersil pada konsentrasi 6.25% dengan diameter zona bening untuk ekstrak propolis 12.617% dan diameter propolis komersil 13.038% untuk bakteri uji E. coli (Gambar 5) dengan efektifitas nya 96.770% (Lampiran 5). Hal ini menandakan bahwa zat aktif yang terkandung baik dalam propolis 100% dan propolis komersil memiliki kemampuan menghambat bakteri. Perbandingan Daya hambat Antara Ekstrak Propolis dan Ampisilin 10 mg/mL Ampisilin adalah kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini. Ampisilin berspektum yang luas. Pada tingkat molekul, ampisilin menyerang nukleofil dari gugus hidroksil serin enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin bete-laktam yang bermuatan positif dan akan menghambat biosintesis peptidoglikan. Ampisilin juga mampu menghambat bakteri Gram negatif maupun Gram positif dan bekerja menghambat sintesis dinding sel bakteri (Siswandono & Soekardjo 1995). Mekanisme kerja antibakteri ampisilin yaitu menghambat pembentukan dinding sel bakteri dengan mencegah bergabungnya asam N-asetil muramat ke dalam struktur peptidoglikan yang menyebabkan dinding sel lemah dan pecah karena tidak dapat menahan tekanan dari sitoplasma sehingga sel akan pecah dan bakteri akan mati.. Mekanisme kerja yang spesifik yang dimiliki ampisilin tersebut yang menyebabkan ampisilin memiliki daya antibakteri yang besar dan bersifat bakteriosidal dan berspektrum luas. Gambar 6 Perbandingan zona bening ekstrak propolis dengan ampisilin Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, zona bening yang terbentuk antara ekstrak propolis dengan ampisilin pada konsentrasi 6.25% tidak terlalu berbeda. Dengan diameter zona bening untuk ekstrak propolis 12.228 mm dan diameter zona bening ampisilin 12.587% (Gambar 6). Efektifitasnya 97.147% untuk S. mutans (Lampiran 5). Hal ini menandakan bahwa ekstrak propolis juga mempunyai aktivitas antibakteri. Tetapi, zona bening yang terbentuk, masih menunjukan zona bening ampisilin 10 mg/mL lebih besar dibandingkan dengan zona bening ekstrak propolis. Potensi Propolis dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Konsentrasi yang digunakan pada metode ini adalah pada KHTM 6,25%. Penentuan konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari antibakteri pada ekstrak propolis yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Metode hitungan cawan adalah metode kuantitatif yang didasarkan pada bahwa setiap sel yang dapat hidup di dalam larutan sampel akan berkembang menjadi satu koloni. Tiap bakteri memiliki sensitifitas terhadap antibakteri yang berbeda. Semakin sedikit jumlah koloni bakteri yang terbentuk menunjukan bahwa ekstrak propolis memiliki potensi antibakteri. Kultur bakteri yang yang mengandung akuades sebagai kontrol negatif yaitu yang tidak mempunyai aktivitas antibakteri, dapat ditumbuhi bakteri paling banyak karena tidak ada senyawa yang mampu menghambat bakteri dalam akuades. Kultur bakteri yang mengandung ampisilin, ditumbuhi dengan koloni sedikit, hal ini di karenakan ampisilin adalah sebagai kontrol positif dan telah terbukti sebagai antibakteri. Kultur bakteri yang mengandung ekstrak propolis ditumbuhi sedikit koloni. Tetapi koloni yang terbentuk masih lebih banyak dibandingkan dengan kultur yang mengandung ampisilin. Hal ini sesuai dengan analisis yang menggunakan zona bening, yang memperlihatkan zona bening yang terbentuk pada ampisilin lebih besar dibandingkan zona bening ekstrak propolis. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak ini memberikan efek positif terhadap 2 bakteri uji, Streptococus mutans, Escheria coli. Ekstrak propolis mengandung senyawa alkoloid, tanin, flavonoid, saponin, streoid dan minyak atsiri. Rendemen yang dihasilkan pada ekstrak propolis ini adalah 1.62%. Konsentrasi Tumbuh Hambat Minimum (KHTM) setiap bakteri uji adalah 6,25% dengan diameter zona bening 6.108 untuk S .mutans dan 8.683 mm untuk E. coli. Saran Sebagai saran perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja antibakteri dari propolis. Perlu juga dilakukan perlakuan optimasi metode ekstraksi propolis dari A. melifera untuk meningkatkan rendemen ekstrak propolis sehingga diharapkan aktivitas antibakterinya meningkat. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Bee propolis. http://www/droperbee/info/propolis .htm [ 10 Mei 2010]. Atlas RM. 1997. Principles of Microbiology. Ed ke-2. Iowa: WNC Brown. Dharmayanti NLP, sulistyowati E, Tejolaksono MN, Presetya R. 2000. Efektifitas pemberian propolis lebah dan royal jelly pada abses yang disebabkan Stapylococus aureus. Berita Biologi 5: 41-48 Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Hadioetomo. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia. Harbone HB. 1987. Metode Fitokimia I. Ed ke-2, Padmawinat K, penerjemah; bandung: ITB. Terjemahan dari Phytochemical Methode. Koo H et al. 2002. Effects of compounds found in propolis on Streptococus mutans grownth and on glucosyltranferase activity Antimicrob Agents Chemother 46: 1302-1309. Hudayanti M. 2004. Aktivitas antibakteri rimpang temulawak ( Curcuma xanthoriza roxb) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Lay W, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali. Nelli. 2004. Waktu pencarian serbuk sari lebah pekerja Trigona (Apidae: