5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan “selimut

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan
keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya
sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap
tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.1.1 Struktur kulit
Secara mikroskopik, lapisan kulit terbagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Epidermis adalah lapisan paling luar kulit yang kontak langsung dengan
lingkungan (Tabor dan Robert, 2009).
Epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yaitu:
1. Stratum corneum (lapisan tanduk)
Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin (protein yang tidak larut
dalam air). Secara alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan
melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh
lapisan pelindung yang lembab, tipis, dan bersifat asam disebut mantel
asam kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Umumnya, pH fisiologis
mantel asam kulit berkisar antara 4,5-6,5. Mantel asam kulit
memilikifungsi yang cukup penting bagi perlindungan kulit sehingga
5
Universitas Sumatera Utara
disebut “the first line barrier of the skin” (perlindungan kulit yang
pertama).
Mantel asam kulit memiliki tiga fungsi pokok, yaitu:
1) Sebagai penyangga (buffer) untuk menetralisir bahan kimia yang
terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.
2) Dengan sifat asamnya, dapat membunuh atau menekan
pertumbuhan mikroorganisme yang berbahaya bagi kulit.
3) Dengan sifat lembabnya, dapat mencegah kekeringan kulit
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2. Stratum lucidum
Lapisan ini terletak tepat di bawah stratum corneum. Lapisan ini
mengandung eleidin, dan tampak jelas pada telapak tangan dan telapak
kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).
3. Stratum granulosum
Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal,
berbutir kasar. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Lapisan ini
juga tampak jelas pada telapak tangan dan kaki (Tranggono dan Latifah,
2007; Wasitaatmadja, 1997).
4. Stratum spinosum (lapisan malphigi)
Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, dan
berbentuk oval. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan kulit semakin
berbentuk gepeng. Setiap sel berisi filamen kecil yang terdiri atas serabut
protein. Di antara sel sel stratum spinosum terdapat sel Langerhans yang
mempunyai peran penting dalam sistem imun tubuh (Tranggono dan
Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997).
6
Universitas Sumatera Utara
5. Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis)
Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalamnya
terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi
dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit
diberikan kepada sel-sel keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel
keratinosit disebut unit melanin epidermal (Tranggono dan Latifah,
2007).
Gambar 2.1 Struktur epidermis (Walters dan Michael, 2008)
2.
Dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang merupakan struktur dari kulit
dan dasar dari organ tubuh (Tabor dan Robert, 2009).
Lapisan dermis
termasuk bagian terpenting pada tubuh, bukan hanya menyediakan gizi,
memberi kekebalan dan menyangga epidermis, tetapi juga berperan dalam
mengatur suhu, tekanan dan rasa sakit. Lapisan dermis memiliki tebal 0,5-1,0
cm dan terdiri dari serat-serat kolagen (70%) yang memberikan elastisitas dan
menjadi bantalan di dalam matriks semigel dari mukopolisakarida. Sel utama
dalam lapisan dermis adalah fibroblast, yang menghasilkan kolagen, laminin,
fibronectin dan vitronectin, sel mast yang terlibat dalam reaksi imun dan
7
Universitas Sumatera Utara
inflamasi, dan melanosit yang terlibat dalam produksi pigmen melanin
(Walters, 2007).
3.
Hipodermis adalah lapisan di bawah dermis, tersusun dari lapisan sel adiposa
dan sebagai lambang “bantalan” dari lemak antara kulit dan organ yang
berada di bawahnya (Tabor dan Robert, 2009). Biasa disebut dengan lapisan
subkutis, berperan sebagai isolator panas, menyerap getaran dan untuk
penyimpanan energi. Lapisan ini merupakan jaringan sel lemak yang
langsung berhubungan dengan dermis melalui hubungan kolagen dan serat
elastin. Selain sel lemak, lapisan ini terdiri dari fibroblas dan makrofag. Peran
utama dari hipodermis adalah menopang pembuluh darah dan sistem saraf
(Walters, 2007).
Gambar 2.2 Komponen dari epidermis dan dermis kulit manusia (Walters, 2007).
8
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Fungsi kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi proteksi
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan
fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan
kimiawi, seperti zat-zat iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat
lainnya), gangguan panas atau dingin. gangguan sinar radiasi atau
ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja,
1997).
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit,
begitu pula zat yang larut dalam minyak. Kemampuan absorpsi kulit ini
tergantung pada tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara,
metabolisme dan jenis vehikulum zat yang menempel di kulit.
Penyerapan melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar
rambut (Wasitaatmadja, 1997).
3. Fungsi pengindera (sensori)
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan
dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan krause. Badan taktil
meissner yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan,
demikian pula badan Merkel-renvier yang terletak di epidermis
(Wasitaatmadja, 1997).
9
Universitas Sumatera Utara
4. Fungsi pengaturan suhu tubuh (thermoregulasi)
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu
tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke
permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang panas
tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit
melindungi
diri
dari
kehilangan
panas
pada
waktu
dingin
(Wasitaatmadja, 1997).
5. Pengeluaran (ekskresi)
Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea dan zat
lainnya seperti asam urat, amonia dan sedikit lemak (Wasitaatmadja,
1997).
6. Fungsi pembentukan pigmen (melanogenesis)
Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang
terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein,
tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen, dihasilkan
oleh sel melanosit di dalam melanosom. Paparan sinar matahari dapat
mempengaruhi produksi melanin (Wasitaatmadja, 1997).
7. Fungsi keratinisasi
Keratinisasi dimulai dari dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke
atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat ke atas
menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum.
Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng dan granula serta
intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai dipermukaan
10
Universitas Sumatera Utara
kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras,
gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel tanduk ini akan secara
kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak
dibawahnya (Wasitaatmadja, 1997).
8. Sintesis vitamin D
Kulit dapat membentuk Vitamin D dari bahan baku 7-dehidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih
lebih rendah dari kebutuhan tubuh sehingga diperlukan tambahan
vitamin D dari luar melalui makanan (Wasitaatmadja, 1997). Vitamin D
dapat diperoleh dari susu, keju, telur, tahu, kedelai, minyak hati ikan
kod, ikan salmon dan jamur.
2.2 Sinar Matahari dan Efeknya Terhadap Kulit
Radiasi ultraviolet adalah bagian dari spektrum radiasi elektromagnetik
yang dipancarkan oleh matahari (Sukma, 2015). Radiasi ultraviolet memiliki
panjang gelombang di antara 200-400 nm. Panjang gelombang di bawah 290 nm
diserap oleh ozon di stratosfer dan tidak mencapai permukaan bumi. Pembagian
panjang gelombang berdasarkan reaksi kulit pada manusia terbagi menjadi UV A,
UV B dan UV C. UV A (320-400 nm) tidak banyak terserap oleh protein dan
asam nukleat dan tidak menyebabkan eritema pada kulit normal dengan dosis
sedang tanpa adanya perlindungan kimia. UV B (290-320 nm) dapat
menyebabkan eritema. UV B juga dapat menyebabkan kulit terbakar atau
sunburn. UV C (200-290 nm) secara biologi sangat aktif, tetapi tidak mencapai
permukaan bumi. Dari ketiga jenis sinar UV, semuanya dapat berpengaruh pada
sistem kekebalan tubuh. Namun, dalam penelitian atau percobaan, banyak
11
Universitas Sumatera Utara
digunakan lampu merkuri tekanan rendah dengan panjang gelombang 254 nm
sebagai sumber sinar UV (Parish, et al., 1983).
Gambar 2.3 Pembagian panjang gelombang sinar UV(www.ultraviolet.com)
Penyinaran matahari mempunyai 2 efek, baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan, tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari
mengenai kulit, intensitas sinar matahari serta sensitifitas seseorang (Ditjen POM
RI, 1985). Efek yang ditimbulkan oleh sinar matahari:
1. Efek yang bermanfaat
Penyinaran matahari yang sedang, secara psikologi dan fisiologi
menimbulkan rasa nyaman dan sehat. Dapat merangsang peredaran
darah, serta meningkatkan pembentukan hemoglobin. Sinar matahari
dapat mengubah 7-dehidrokolesterol (provitamin D3) yang terdapat pada
epidermis dan diaktifkan menjadi vitamin D3. Sinar matahari juga
merangsang pembentukan melanin sehingga dapat berfungsi sebagai
pelindung tubuh alami terhadap sengatan matahari selanjutnya (Ditjen
POM RI, 1985).
12
Universitas Sumatera Utara
2. Efek yang merugikan
Penyinaran matahari mempunyai efek yang merugikan. Sinar
matahari menyebabkan eritema ringan hingga luka bakar yang nyeri pada
kasus yang lebih parah. Umumnya eritema tersebut terjadi 2-3 jam
setelah sengatan surya, gejala tersebut akan berkembang dalam 10-24
jam. Sengatan surya akan merusak lapisan bertaju, mungkin karena
proses denaturasi protein. Kerusakan sel tersebut menyebabkan
terlepasnya mediator seperti histamin, sehingga terjadinya pelebaran
pembuluh darah dan eritema, juga menyebabkan edema kulit dan
merangsang sel basal untuk berproliferasi. Lukar bakar ringan dapat
sembuh dalam waktu 24-36 jam, luka bakar lebih parah dapat sembuh
dalam 4-8 hari. Jika inflamasi berkurang maka terjadi pengelupasan kulit.
Sengatan surya yang berlebihan dapat menyebabkan kelainan kulit dari
dermatitis ringan yang hanya bersifat gatal dan kemerahan hingga kanker
kulit. Orang kulit putih lebih mudah terserang kanker kulit dibandingkan
dengan orang kulit hitam (Ditjen POM RI, 1985).
Gambar 2.4 Penetrasi sinar UV pada kulit
13
Universitas Sumatera Utara
Radiasi UV yang berperan dalam kesehatan manusia terdiri dari UV A
dan UV B. Sebanyak 95-98% radiasi UV yang mencapai permukaan bumi terdiri
dari UV A, sedangkan sisanya sekitar 2-5% adalah sinar UV B. Intensitas UV A
dalam sinar matahari mencapai 500-1000 kali lebih besar dibandingkan UV B
(Sukma, 2015). UV B merupakan sinar ultraviolet yang efektif menembus bumi
dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh
karena radiasi UV B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan
kromofornya. Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UV B ke
epidermis berupa eritema. Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif
menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya
seiring dengan bertambahnya panjang gelombang (Sukma, 2015). UV A dapat
menyebabkan inflamasi, pigmentasi, photoaging, imunosupresi dan kanker (Ho,
2001).
2.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit
Secara alami kulit manusia mempunyai sistem perlindungan terhadap
paparan sinar matahari. Mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan penebalan
stratum korneum dan pigmentasi kulit. Perlindungan kulit terhadap sinar UV
disebabkan oleh peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir melanin
yang terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran UVB akan berpindah ke
stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar UVA. Jika
kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan pelindung
terhadap sinar matahari (Ditjen POM RI, 1985).
Semakin gelap warna kulit (tipe kulit seperti yang dimiliki ras Asia dan
Afrika), maka semakin banyak pigmen melanin yang dimiliki, sehingga semakin
14
Universitas Sumatera Utara
besar perlindungan alami dalam kulit. Namun, mekanisme perlindungan alami ini
dapat ditembus oleh tingkat radiasi sinar UV yang tinggi, sehingga kulit tetap
membutuhkan perlindungan tambahan (Theresia, 2010).
2.4 Tabir Surya
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud memantulkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama
daerah emisi gelombang ultraviolet, sehingga dapat mencegah terjadinya
gangguan kulit karena cahaya mahatari (Ditjen POM RI, 1985).
Tabir surya terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Tabir surya fisik
Tabir surya fisik mencegah sinar matahari agar sampai ke kulit
dengan cara memantulkan dan menghamburkan sinar, seperti cermin
yang memantulkan cahaya. Komponen utama dari tabir surya fisik
ini adalah bahan seperti talk, yaitu titanium dioksida dan zink oksida
(Shai, et al., 2009). Titanium dioksida dan zink oksida memiliki sifat
innert dan dapat memberi efek pada seluruh panjang gelombang UV
(Barel, et al., 2009). Kadar maksimum yang dapat digunakan adalah
25% (Arjona, et al., 2015).
2. Tabir surya kimia
Tabir surya kimia menyerap sinar ultraviolet, dimana bekerja
dengan cara mencegah agar sinar ultraviolet masuk ke kulit.
Kemampuan untuk menyerap tergantung pada konsentrasi dan
ukuran partikel dari bahan aktif yang digunakan. Bahan yang
digunakan
adalah
oksibenzon,
benzofenon
dan
asam
p-
15
Universitas Sumatera Utara
aminobenzoat (Shai, et al., 2009). Biasanya merupakan senyawa
aromatik terkonjugasi dengan ikatan rangkap C=C (Arjona, et al.,
2015).
Gambar 2.5 Mekanisme kerja dari tabir surya (Shai, et al., 2009)
Tabir surya kimia menghalangi 95% dari sinar UV B dan kebanyakan
tidak dapat menghalangi UV A. Tabir surya kimia golongan benzofenon dan tabir
surya fisik lebih efektif dalam menghalangi sinar UV dengan SPF >15. Kombinasi
tabir surya yang ideal adalah dengan mencampurkan bahan aktif tabir surya kimia
dan fisik (Shai, et al., 2009).
Beberapa syarat tabir surya diantaranya:
1. Efektif dalam menyerap sinar eritemogenik pada rentang panjang gelombang
290-320 nm tanpa mengalami gangguan yang akan mengurangi efisiensinya
atau yang akan menimbulkan toksik atau iritasi
2. Tidak mudah menguap
3. Tidak menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi
4. Bahan kimia tidak terdegradasi
16
Universitas Sumatera Utara
5. Tidak memberikan noda pada pakaian (Ditjen POM RI, 1985).
2.5 Sun Protection Factor (SPF)
Sun Protection Factor (SPF) adalah perbandingan antara jumlah sinar
UV yang dibutuhkan untuk menghasilkan kulit terbakar atau sunburn pada kulit
yang dilindungi sediaan tabir surya dengan jumlah sinar UV yang dibutuhkan
untuk menghasilkan kulit terbakar atau sunburn pada kulit yang tidak dilindungi
sediaan tabir surya. Sun Protection Factor (SPF) adalah ukuran perlindungan
sediaan krim tabir surya terhadap sinar UV B Semakin meningkat nilai SPF, maka
efek proteksi terhadap kulit terbakar semakin meningkat juga (FDA, 2015).
FDA merekomendasikan menggunakan tabir suryadengan nilai SPF
minimal 15 atau lebih untuk mendapatkan efek perlindungan terhadap sinar UV
yang lebih baik. Nilai SPF mengacu kepada kemampuan suatu produk tabir surya
untuk menyaring atau memblokir sinar matahari yang berbahaya. Misalnya, untuk
tabir surya dengan SPF 15 memiliki kemampuan menyerap 93% dari sinar
matahari selama 150 menit. Jumlah radiasi ultraviolet yang diteruskan dan dengan
yang diserap oleh produk tabir surya pada berbagai nilai SPF dapat dilihat pada
Gambar 2.6
Gambar 2.6 Hubungan antara transmitan dan absorban nilai SPF (www.scielo.br)
17
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran SPF suatu sediaan dapat dilakukan secara in vitro dan in
vivo. Secara in vitro, nilai SPF dapat dilakukan dengan cara sampel diencerkan
dan diukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang sesuai dengan
persamaan Mansur dengan prosedur seperti pada halaman 28-29. Uji in vitro
dilakukan untuk memperkirakan hasil pada in vivo. Uji untuk UV A Protection
Factor (UVA-PF) secara in vitro adalah menggunakan Ultraviolettransmittance
analyzer pada plat kuarsa dengan luas 25 cm2. Plat dilapisi dengan plester kertas
(TransporeTM) pada salah satu permukaan, ditetesi sampel sebanyak 2 mg/cm2
untuk setiap formula dan diratakan. Plat didiamkan selama 15 menit, lalu diukur
pada Ultraviolettransmittance analyzer (Mansur, et al., 2016).
Tipe kulit setiap orang tergantung pada gen dan merupakan satu dari
banyak aspek penting dalam penampilan, termasuk warna mata dan rambut.
Dengan mengetahui tipe kulit, maka kita dapat mengetahui reaksi kulit terhadap
paparan sinar matahari. Tipe kulit menurut Fitzpatrick adalah klasifikasi warna
kulit, reaksi terhadap paparan sinar matahari dan kemampuan kulit untuk terbakar
atau tidak. Pembagian tipe kulit Fitzpatrick terdiri dari 6 jenis kulit yang dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tipe kulit Fitzpatrick (Sachdeva, 2009)
18
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas, tipe kulit I-III memiliki MED yang lebih rendah
dibandingkan tipe IV-VI. Dan tipe I-III memiliki resiko yang lebih tinggi dalam
kerusakan kulit, photoaging dan kemungkinan kanker kulit (Sachdeva, 2009).
Sedangkan secara in vivo, metode untuk mendapatkan nilai SPF adalah
menurut Colipa (2006), dimana SPF artinya perbandingan antara jumlah energi
ultraviolet yang diperlukan untuk menghasilkan eritema (Minimal Erythemal
Dose) pada kulit yang dilindungi tabir surya dan dengan kulit yang tidak
dilindungi tabir surya. Minimal Erythemal Dose (MED) adalah dosis yang
diperlukan untuk menghasilkan eritema pada kulit (Mansur, et al., 2016).
Sepuluh wanita dengan umur 18-42 tahun dengan tipe kulit I,II dan III
yang telah mengetahui tujuan dari pengujian dan telah setuju untuk ikut serta
dalam pengujian ini. Punggung dari sukarelawan diradiasi dengan simulator sinar
ultraviolet yang memancarkan radiasi ultraviolet. Pada hari kedua, sukarelawan
diradiasi lagi dan diperoleh Minimal Erythemal Dose (MED) tanpa perlindungan
tabir surya, lalu digunakan tabir surya sebanyak 2 mg/cm2 pada punggung
sukarelawan dan didiamkan 15 menit sebelum diradiasi. Setelah itu akan
diperoleh Minimal Erythemal Dose (MED) dengan perlindungan tabir surya,
maka akan diperoleh hasil Sun Protection Factor (SPF) (Mansur, et al., 2016).
𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺𝑺 =
𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴 π’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œ 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔
𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴 π’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œπ’Œ 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔𝒔
Perlindungan
terhadap
UV
B.
SPF
pertama
digunakan
untuk
mengindikasi tingkat perlindungan yang ditawarkan oleh sediaan tabir surya
dalam menghadapi sunburn. Tabir surya yang digunakan sebanyak 2 mg/cm2.
Walaupun SPF pada tabir surya sangat tinggi, namun tidak menjamin dapat
menghadapi efek dari UV A (Ho, 2001).
19
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan terhadap UV A. Terdapat banyak kendala dalam
menyatakan indikator perlindungan untuk UV A, bahkan FDA tidak dapat
memberikan jawaban dari kendala ini. Maka, dilakukan metode ini sebagai
indikator pada UV A, yaitu MED, Immediate Pigment Darkening (IPD) dan
Persistent Pigment Darkening (PPD). Pada metode MED, untuk memperoleh
faktor proteksi akan UV A dengan cara menggunakan radiasi pada 100 mW/cm2
dan radiasi 8-metoksipsoralen plus UV A (PUVA). Biasanya faktor proteksi
radiasi PUVA lebih tinggi daripada radiasi biasa karena 8-MOP menginduksi
secara maksimal pada panjang gelombang 320-340 nm, maka akan mudah
terdeteksi hasilnya. Hasil akan diperoleh jika serapan diterima oleh sensitizer pada
alat (Ho, 2001).
Immediate Pigment Darkening (IPD), merupakan salah satu indikator
dalam menentukan nilai proteksi UV A. IPD mengarah pada warna kulit yang
menjadi kecoklatan akibat dari paparan sinar ultraviolet khususnya UV A.
Perubahan warna kulit diyakini dapat terjadi karena fotooksidasi dari prekursor
melanin. Tetapi metode IPD ini sulit dilakukan, karena kulit kecoklatan sangat
cepat menghilang, sehingga susah diperoleh hasil yang akurat (Ho, 2001).
Persistent Pigment Darkening (PPD) mengarah pada lanjutan hasil IPD
setelah 2-4 jam setelah paparan UV A. Pigmen yang dihasilkan di basal
keratinosit, merupakan konversi fotokimia dari prekursor melanin dan/atau
migrasi dari melanosom. Pengujian PPD secara in vitro menyatakan PPD sebagai
dosimeter endogen untuk UV A. Sistem Protection Grade of UV A (PA) adalah
sistem berdasarkan reaksi PPD dan banyak tercantum pada produk tabir surya.
Menurut Asosiasi Industri Kosmetik Jepang, PA+ untuk faktor pelindungan antara
20
Universitas Sumatera Utara
2-4, PA++ antara 4-6 dan PA+++ untuk faktor perlindungan yang lebih besar dari
8 (Ho, 2001).
2.6 Oksibenzon
Oksibenzon secara efisien menyerap UV B, tetapi dapat menyerap
dengan baik pada UV A-I (320-340 nm), sehingga lebih sering digunakan untuk
menyerap UV A. Oksibenzon dapat meningkatkan SPF jika dikombinasikan
dengan bahan yang menyerap UV B. Oksibenzon berbentuk padat dan sukar larut
(Barel, et al., 2009; Harry, 2000).
Gambar 2.7 Rumus bangun oksibenzon
Nama kimia : 2-hidroksi-4-metoksifenil-fenilmetanon
Nama dagang : oksibenzon, benzofenon-3, 2-hidroksi-4-metoksibenzofenon
Berat Molekul : 228.25 g/mol
Rumus bangun : C14H12O3
Deskripsi : serbuk kristal berwarna kuning dan bau aromatis lemah
2.7 Oktil Metoksisinamat
Oktil metoksisinamat merupakan penyerap UV B yang bagus, dimana
memiliki panjang gelombang maksimum 311 nm. Merupakan bahan yang paling
banyak digunakan pada sediaan tabir surya di seluruh dunia. Oktil metoksisinamat
21
Universitas Sumatera Utara
termasuk pada turunan sinamat, yang sekarang ini merupakan pengganti dari
golongan asam p-aminobenzoat Oktil metoksisinamat memiliki kelarutan yang
bagus pada minyak dan paling efektif meningkatkan SPF jika dikombinasikan
dengan bahan lainnya (Harry, 2000).
Gambar 2.8 Rumus bangun oktil metoksisinamat
Nama kimia : 2-ethilheksil-3-(4-metoksifenil)-2-propenoat
Nama dagang : Eusolex 2292, Escalol 557, NeoHolipan, Parsol MCX
Rumus bangun : C18H26O3
Berat Molekul : 290,40 g/mol
Deskripsi : berwarna bening berupa cairan
2.8 Minyak Biji Gandum (Wheat Germ Oil)
Minyak biji gandum diperoleh dari bagian lembaga dari gandum.
Gandum terdiri dari endosperm (81-84%), kulit (14-16%) dan inti (2-3%). Kulit
dan inti memiliki nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan. Minyak biji gandum
biasanya digunakan untuk meningkatkan nutrisi karena memiliki vitamin E yang
sangat tinggi. Minyak ini dapat digunakan dalam kosmetik, sediaan mandi dan
farmaseutikal. Rentang konsentrasi minyak biji gandum yang digunakan pada
produk kosmetik adalah 0,1-50%. Minyak biji gandum dapat diekstraksi melalui
beberapa teknik seperti, ekstraksi secara mekanik, ekstraksi dengan pelarut
organik dan ekstraksi cairan superkritikal dengan CO2. Minyak biji gandum yang
diekstraksi dengan pelarut organik lebih stabil dibandingkan dengan ekstraksi
22
Universitas Sumatera Utara
secara mekanik, dimana hasil asam lemaknya lebih sedikit. Biji gandum
mengandung 15% minyak. Komposisi asam lemaknya tergantung pada jenis
gandum, keadaan pertumbuhan, metode ekstraksi dan kondisi penyimpanan. Biji
gandum terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh (Yildirim dan
Kostem, 2014).
Gambar 2.9 Anatomi gandum
Gambar 2.10 Perbandingan anatomi gandum, beras dan jagung
23
Universitas Sumatera Utara
Download