BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007). 2.1.1 Struktur kulit Secara mikroskopik, lapisan kulit terbagi menjadi tiga, yaitu: 1. Epidermis adalah lapisan paling luar kulit yang kontak langsung dengan lingkungan (Tabor dan Robert, 2009). Epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yaitu: 1. Stratum corneum (lapisan tanduk) Lapisan ini sebagian besar terdiri atas keratin (protein yang tidak larut dalam air). Secara alami, sel-sel yang mati di permukaan kulit akan melepaskan diri untuk beregenerasi. Permukaan lapisan ini dilapisi oleh lapisan pelindung yang lembab, tipis, dan bersifat asam disebut mantel asam kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Umumnya, pH fisiologis mantel asam kulit berkisar antara 4,5-6,5. Mantel asam kulit memilikifungsi yang cukup penting bagi perlindungan kulit sehingga 5 Universitas Sumatera Utara disebut “the first line barrier of the skin” (perlindungan kulit yang pertama). Mantel asam kulit memiliki tiga fungsi pokok, yaitu: 1) Sebagai penyangga (buffer) untuk menetralisir bahan kimia yang terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit. 2) Dengan sifat asamnya, dapat membunuh atau menekan pertumbuhan mikroorganisme yang berbahaya bagi kulit. 3) Dengan sifat lembabnya, dapat mencegah kekeringan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). 2. Stratum lucidum Lapisan ini terletak tepat di bawah stratum corneum. Lapisan ini mengandung eleidin, dan tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki (Tranggono dan Latifah, 2007). 3. Stratum granulosum Lapisan ini tersusun atas sel-sel keratinosit berbentuk poligonal, berbutir kasar. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Lapisan ini juga tampak jelas pada telapak tangan dan kaki (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997). 4. Stratum spinosum (lapisan malphigi) Lapisan ini memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri, dan berbentuk oval. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan kulit semakin berbentuk gepeng. Setiap sel berisi filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Di antara sel sel stratum spinosum terdapat sel Langerhans yang mempunyai peran penting dalam sistem imun tubuh (Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997). 6 Universitas Sumatera Utara 5. Stratum germinativum (lapisan basal atau membran basalis) Lapisan ini merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalamnya terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan melalui dendrit diberikan kepada sel-sel keratinosit. Satu sel melanin untuk sekitar 36 sel keratinosit disebut unit melanin epidermal (Tranggono dan Latifah, 2007). Gambar 2.1 Struktur epidermis (Walters dan Michael, 2008) 2. Dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang merupakan struktur dari kulit dan dasar dari organ tubuh (Tabor dan Robert, 2009). Lapisan dermis termasuk bagian terpenting pada tubuh, bukan hanya menyediakan gizi, memberi kekebalan dan menyangga epidermis, tetapi juga berperan dalam mengatur suhu, tekanan dan rasa sakit. Lapisan dermis memiliki tebal 0,5-1,0 cm dan terdiri dari serat-serat kolagen (70%) yang memberikan elastisitas dan menjadi bantalan di dalam matriks semigel dari mukopolisakarida. Sel utama dalam lapisan dermis adalah fibroblast, yang menghasilkan kolagen, laminin, fibronectin dan vitronectin, sel mast yang terlibat dalam reaksi imun dan 7 Universitas Sumatera Utara inflamasi, dan melanosit yang terlibat dalam produksi pigmen melanin (Walters, 2007). 3. Hipodermis adalah lapisan di bawah dermis, tersusun dari lapisan sel adiposa dan sebagai lambang “bantalan” dari lemak antara kulit dan organ yang berada di bawahnya (Tabor dan Robert, 2009). Biasa disebut dengan lapisan subkutis, berperan sebagai isolator panas, menyerap getaran dan untuk penyimpanan energi. Lapisan ini merupakan jaringan sel lemak yang langsung berhubungan dengan dermis melalui hubungan kolagen dan serat elastin. Selain sel lemak, lapisan ini terdiri dari fibroblas dan makrofag. Peran utama dari hipodermis adalah menopang pembuluh darah dan sistem saraf (Walters, 2007). Gambar 2.2 Komponen dari epidermis dan dermis kulit manusia (Walters, 2007). 8 Universitas Sumatera Utara 2.1.2 Fungsi kulit Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi proteksi Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin. gangguan sinar radiasi atau ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997). 2. Fungsi absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak. Kemampuan absorpsi kulit ini tergantung pada tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis vehikulum zat yang menempel di kulit. Penyerapan melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut (Wasitaatmadja, 1997). 3. Fungsi pengindera (sensori) Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan krause. Badan taktil meissner yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan, demikian pula badan Merkel-renvier yang terletak di epidermis (Wasitaatmadja, 1997). 9 Universitas Sumatera Utara 4. Fungsi pengaturan suhu tubuh (thermoregulasi) Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang panas tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri dari kehilangan panas pada waktu dingin (Wasitaatmadja, 1997). 5. Pengeluaran (ekskresi) Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea dan zat lainnya seperti asam urat, amonia dan sedikit lemak (Wasitaatmadja, 1997). 6. Fungsi pembentukan pigmen (melanogenesis) Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen, dihasilkan oleh sel melanosit di dalam melanosom. Paparan sinar matahari dapat mempengaruhi produksi melanin (Wasitaatmadja, 1997). 7. Fungsi keratinisasi Keratinisasi dimulai dari dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai dipermukaan 10 Universitas Sumatera Utara kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk. Sel tanduk ini akan secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak dibawahnya (Wasitaatmadja, 1997). 8. Sintesis vitamin D Kulit dapat membentuk Vitamin D dari bahan baku 7-dehidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melalui makanan (Wasitaatmadja, 1997). Vitamin D dapat diperoleh dari susu, keju, telur, tahu, kedelai, minyak hati ikan kod, ikan salmon dan jamur. 2.2 Sinar Matahari dan Efeknya Terhadap Kulit Radiasi ultraviolet adalah bagian dari spektrum radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari (Sukma, 2015). Radiasi ultraviolet memiliki panjang gelombang di antara 200-400 nm. Panjang gelombang di bawah 290 nm diserap oleh ozon di stratosfer dan tidak mencapai permukaan bumi. Pembagian panjang gelombang berdasarkan reaksi kulit pada manusia terbagi menjadi UV A, UV B dan UV C. UV A (320-400 nm) tidak banyak terserap oleh protein dan asam nukleat dan tidak menyebabkan eritema pada kulit normal dengan dosis sedang tanpa adanya perlindungan kimia. UV B (290-320 nm) dapat menyebabkan eritema. UV B juga dapat menyebabkan kulit terbakar atau sunburn. UV C (200-290 nm) secara biologi sangat aktif, tetapi tidak mencapai permukaan bumi. Dari ketiga jenis sinar UV, semuanya dapat berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh. Namun, dalam penelitian atau percobaan, banyak 11 Universitas Sumatera Utara digunakan lampu merkuri tekanan rendah dengan panjang gelombang 254 nm sebagai sumber sinar UV (Parish, et al., 1983). Gambar 2.3 Pembagian panjang gelombang sinar UV(www.ultraviolet.com) Penyinaran matahari mempunyai 2 efek, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari mengenai kulit, intensitas sinar matahari serta sensitifitas seseorang (Ditjen POM RI, 1985). Efek yang ditimbulkan oleh sinar matahari: 1. Efek yang bermanfaat Penyinaran matahari yang sedang, secara psikologi dan fisiologi menimbulkan rasa nyaman dan sehat. Dapat merangsang peredaran darah, serta meningkatkan pembentukan hemoglobin. Sinar matahari dapat mengubah 7-dehidrokolesterol (provitamin D3) yang terdapat pada epidermis dan diaktifkan menjadi vitamin D3. Sinar matahari juga merangsang pembentukan melanin sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung tubuh alami terhadap sengatan matahari selanjutnya (Ditjen POM RI, 1985). 12 Universitas Sumatera Utara 2. Efek yang merugikan Penyinaran matahari mempunyai efek yang merugikan. Sinar matahari menyebabkan eritema ringan hingga luka bakar yang nyeri pada kasus yang lebih parah. Umumnya eritema tersebut terjadi 2-3 jam setelah sengatan surya, gejala tersebut akan berkembang dalam 10-24 jam. Sengatan surya akan merusak lapisan bertaju, mungkin karena proses denaturasi protein. Kerusakan sel tersebut menyebabkan terlepasnya mediator seperti histamin, sehingga terjadinya pelebaran pembuluh darah dan eritema, juga menyebabkan edema kulit dan merangsang sel basal untuk berproliferasi. Lukar bakar ringan dapat sembuh dalam waktu 24-36 jam, luka bakar lebih parah dapat sembuh dalam 4-8 hari. Jika inflamasi berkurang maka terjadi pengelupasan kulit. Sengatan surya yang berlebihan dapat menyebabkan kelainan kulit dari dermatitis ringan yang hanya bersifat gatal dan kemerahan hingga kanker kulit. Orang kulit putih lebih mudah terserang kanker kulit dibandingkan dengan orang kulit hitam (Ditjen POM RI, 1985). Gambar 2.4 Penetrasi sinar UV pada kulit 13 Universitas Sumatera Utara Radiasi UV yang berperan dalam kesehatan manusia terdiri dari UV A dan UV B. Sebanyak 95-98% radiasi UV yang mencapai permukaan bumi terdiri dari UV A, sedangkan sisanya sekitar 2-5% adalah sinar UV B. Intensitas UV A dalam sinar matahari mencapai 500-1000 kali lebih besar dibandingkan UV B (Sukma, 2015). UV B merupakan sinar ultraviolet yang efektif menembus bumi dan mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena radiasi UV B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya. Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UV B ke epidermis berupa eritema. Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif menyebabkan eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan bertambahnya panjang gelombang (Sukma, 2015). UV A dapat menyebabkan inflamasi, pigmentasi, photoaging, imunosupresi dan kanker (Ho, 2001). 2.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia mempunyai sistem perlindungan terhadap paparan sinar matahari. Mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan penebalan stratum korneum dan pigmentasi kulit. Perlindungan kulit terhadap sinar UV disebabkan oleh peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir melanin yang terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran UVB akan berpindah ke stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar UVA. Jika kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari (Ditjen POM RI, 1985). Semakin gelap warna kulit (tipe kulit seperti yang dimiliki ras Asia dan Afrika), maka semakin banyak pigmen melanin yang dimiliki, sehingga semakin 14 Universitas Sumatera Utara besar perlindungan alami dalam kulit. Namun, mekanisme perlindungan alami ini dapat ditembus oleh tingkat radiasi sinar UV yang tinggi, sehingga kulit tetap membutuhkan perlindungan tambahan (Theresia, 2010). 2.4 Tabir Surya Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud memantulkan atau menyerap secara efektif cahaya matahari, terutama daerah emisi gelombang ultraviolet, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya mahatari (Ditjen POM RI, 1985). Tabir surya terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1. Tabir surya fisik Tabir surya fisik mencegah sinar matahari agar sampai ke kulit dengan cara memantulkan dan menghamburkan sinar, seperti cermin yang memantulkan cahaya. Komponen utama dari tabir surya fisik ini adalah bahan seperti talk, yaitu titanium dioksida dan zink oksida (Shai, et al., 2009). Titanium dioksida dan zink oksida memiliki sifat innert dan dapat memberi efek pada seluruh panjang gelombang UV (Barel, et al., 2009). Kadar maksimum yang dapat digunakan adalah 25% (Arjona, et al., 2015). 2. Tabir surya kimia Tabir surya kimia menyerap sinar ultraviolet, dimana bekerja dengan cara mencegah agar sinar ultraviolet masuk ke kulit. Kemampuan untuk menyerap tergantung pada konsentrasi dan ukuran partikel dari bahan aktif yang digunakan. Bahan yang digunakan adalah oksibenzon, benzofenon dan asam p- 15 Universitas Sumatera Utara aminobenzoat (Shai, et al., 2009). Biasanya merupakan senyawa aromatik terkonjugasi dengan ikatan rangkap C=C (Arjona, et al., 2015). Gambar 2.5 Mekanisme kerja dari tabir surya (Shai, et al., 2009) Tabir surya kimia menghalangi 95% dari sinar UV B dan kebanyakan tidak dapat menghalangi UV A. Tabir surya kimia golongan benzofenon dan tabir surya fisik lebih efektif dalam menghalangi sinar UV dengan SPF >15. Kombinasi tabir surya yang ideal adalah dengan mencampurkan bahan aktif tabir surya kimia dan fisik (Shai, et al., 2009). Beberapa syarat tabir surya diantaranya: 1. Efektif dalam menyerap sinar eritemogenik pada rentang panjang gelombang 290-320 nm tanpa mengalami gangguan yang akan mengurangi efisiensinya atau yang akan menimbulkan toksik atau iritasi 2. Tidak mudah menguap 3. Tidak menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi 4. Bahan kimia tidak terdegradasi 16 Universitas Sumatera Utara 5. Tidak memberikan noda pada pakaian (Ditjen POM RI, 1985). 2.5 Sun Protection Factor (SPF) Sun Protection Factor (SPF) adalah perbandingan antara jumlah sinar UV yang dibutuhkan untuk menghasilkan kulit terbakar atau sunburn pada kulit yang dilindungi sediaan tabir surya dengan jumlah sinar UV yang dibutuhkan untuk menghasilkan kulit terbakar atau sunburn pada kulit yang tidak dilindungi sediaan tabir surya. Sun Protection Factor (SPF) adalah ukuran perlindungan sediaan krim tabir surya terhadap sinar UV B Semakin meningkat nilai SPF, maka efek proteksi terhadap kulit terbakar semakin meningkat juga (FDA, 2015). FDA merekomendasikan menggunakan tabir suryadengan nilai SPF minimal 15 atau lebih untuk mendapatkan efek perlindungan terhadap sinar UV yang lebih baik. Nilai SPF mengacu kepada kemampuan suatu produk tabir surya untuk menyaring atau memblokir sinar matahari yang berbahaya. Misalnya, untuk tabir surya dengan SPF 15 memiliki kemampuan menyerap 93% dari sinar matahari selama 150 menit. Jumlah radiasi ultraviolet yang diteruskan dan dengan yang diserap oleh produk tabir surya pada berbagai nilai SPF dapat dilihat pada Gambar 2.6 Gambar 2.6 Hubungan antara transmitan dan absorban nilai SPF (www.scielo.br) 17 Universitas Sumatera Utara Pengukuran SPF suatu sediaan dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Secara in vitro, nilai SPF dapat dilakukan dengan cara sampel diencerkan dan diukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang sesuai dengan persamaan Mansur dengan prosedur seperti pada halaman 28-29. Uji in vitro dilakukan untuk memperkirakan hasil pada in vivo. Uji untuk UV A Protection Factor (UVA-PF) secara in vitro adalah menggunakan Ultraviolettransmittance analyzer pada plat kuarsa dengan luas 25 cm2. Plat dilapisi dengan plester kertas (TransporeTM) pada salah satu permukaan, ditetesi sampel sebanyak 2 mg/cm2 untuk setiap formula dan diratakan. Plat didiamkan selama 15 menit, lalu diukur pada Ultraviolettransmittance analyzer (Mansur, et al., 2016). Tipe kulit setiap orang tergantung pada gen dan merupakan satu dari banyak aspek penting dalam penampilan, termasuk warna mata dan rambut. Dengan mengetahui tipe kulit, maka kita dapat mengetahui reaksi kulit terhadap paparan sinar matahari. Tipe kulit menurut Fitzpatrick adalah klasifikasi warna kulit, reaksi terhadap paparan sinar matahari dan kemampuan kulit untuk terbakar atau tidak. Pembagian tipe kulit Fitzpatrick terdiri dari 6 jenis kulit yang dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tipe kulit Fitzpatrick (Sachdeva, 2009) 18 Universitas Sumatera Utara Dari tabel di atas, tipe kulit I-III memiliki MED yang lebih rendah dibandingkan tipe IV-VI. Dan tipe I-III memiliki resiko yang lebih tinggi dalam kerusakan kulit, photoaging dan kemungkinan kanker kulit (Sachdeva, 2009). Sedangkan secara in vivo, metode untuk mendapatkan nilai SPF adalah menurut Colipa (2006), dimana SPF artinya perbandingan antara jumlah energi ultraviolet yang diperlukan untuk menghasilkan eritema (Minimal Erythemal Dose) pada kulit yang dilindungi tabir surya dan dengan kulit yang tidak dilindungi tabir surya. Minimal Erythemal Dose (MED) adalah dosis yang diperlukan untuk menghasilkan eritema pada kulit (Mansur, et al., 2016). Sepuluh wanita dengan umur 18-42 tahun dengan tipe kulit I,II dan III yang telah mengetahui tujuan dari pengujian dan telah setuju untuk ikut serta dalam pengujian ini. Punggung dari sukarelawan diradiasi dengan simulator sinar ultraviolet yang memancarkan radiasi ultraviolet. Pada hari kedua, sukarelawan diradiasi lagi dan diperoleh Minimal Erythemal Dose (MED) tanpa perlindungan tabir surya, lalu digunakan tabir surya sebanyak 2 mg/cm2 pada punggung sukarelawan dan didiamkan 15 menit sebelum diradiasi. Setelah itu akan diperoleh Minimal Erythemal Dose (MED) dengan perlindungan tabir surya, maka akan diperoleh hasil Sun Protection Factor (SPF) (Mansur, et al., 2016). πΊπΊπΊπΊπΊπΊ = π΄π΄π΄π΄π΄π΄ ππππππππππ ππππππππππππππππππππππππ ππππππππππ ππππππππππ π΄π΄π΄π΄π΄π΄ ππππππππππ ππππππππππ ππππππππππππππππππππππππ ππππππππππ ππππππππππ Perlindungan terhadap UV B. SPF pertama digunakan untuk mengindikasi tingkat perlindungan yang ditawarkan oleh sediaan tabir surya dalam menghadapi sunburn. Tabir surya yang digunakan sebanyak 2 mg/cm2. Walaupun SPF pada tabir surya sangat tinggi, namun tidak menjamin dapat menghadapi efek dari UV A (Ho, 2001). 19 Universitas Sumatera Utara Perlindungan terhadap UV A. Terdapat banyak kendala dalam menyatakan indikator perlindungan untuk UV A, bahkan FDA tidak dapat memberikan jawaban dari kendala ini. Maka, dilakukan metode ini sebagai indikator pada UV A, yaitu MED, Immediate Pigment Darkening (IPD) dan Persistent Pigment Darkening (PPD). Pada metode MED, untuk memperoleh faktor proteksi akan UV A dengan cara menggunakan radiasi pada 100 mW/cm2 dan radiasi 8-metoksipsoralen plus UV A (PUVA). Biasanya faktor proteksi radiasi PUVA lebih tinggi daripada radiasi biasa karena 8-MOP menginduksi secara maksimal pada panjang gelombang 320-340 nm, maka akan mudah terdeteksi hasilnya. Hasil akan diperoleh jika serapan diterima oleh sensitizer pada alat (Ho, 2001). Immediate Pigment Darkening (IPD), merupakan salah satu indikator dalam menentukan nilai proteksi UV A. IPD mengarah pada warna kulit yang menjadi kecoklatan akibat dari paparan sinar ultraviolet khususnya UV A. Perubahan warna kulit diyakini dapat terjadi karena fotooksidasi dari prekursor melanin. Tetapi metode IPD ini sulit dilakukan, karena kulit kecoklatan sangat cepat menghilang, sehingga susah diperoleh hasil yang akurat (Ho, 2001). Persistent Pigment Darkening (PPD) mengarah pada lanjutan hasil IPD setelah 2-4 jam setelah paparan UV A. Pigmen yang dihasilkan di basal keratinosit, merupakan konversi fotokimia dari prekursor melanin dan/atau migrasi dari melanosom. Pengujian PPD secara in vitro menyatakan PPD sebagai dosimeter endogen untuk UV A. Sistem Protection Grade of UV A (PA) adalah sistem berdasarkan reaksi PPD dan banyak tercantum pada produk tabir surya. Menurut Asosiasi Industri Kosmetik Jepang, PA+ untuk faktor pelindungan antara 20 Universitas Sumatera Utara 2-4, PA++ antara 4-6 dan PA+++ untuk faktor perlindungan yang lebih besar dari 8 (Ho, 2001). 2.6 Oksibenzon Oksibenzon secara efisien menyerap UV B, tetapi dapat menyerap dengan baik pada UV A-I (320-340 nm), sehingga lebih sering digunakan untuk menyerap UV A. Oksibenzon dapat meningkatkan SPF jika dikombinasikan dengan bahan yang menyerap UV B. Oksibenzon berbentuk padat dan sukar larut (Barel, et al., 2009; Harry, 2000). Gambar 2.7 Rumus bangun oksibenzon Nama kimia : 2-hidroksi-4-metoksifenil-fenilmetanon Nama dagang : oksibenzon, benzofenon-3, 2-hidroksi-4-metoksibenzofenon Berat Molekul : 228.25 g/mol Rumus bangun : C14H12O3 Deskripsi : serbuk kristal berwarna kuning dan bau aromatis lemah 2.7 Oktil Metoksisinamat Oktil metoksisinamat merupakan penyerap UV B yang bagus, dimana memiliki panjang gelombang maksimum 311 nm. Merupakan bahan yang paling banyak digunakan pada sediaan tabir surya di seluruh dunia. Oktil metoksisinamat 21 Universitas Sumatera Utara termasuk pada turunan sinamat, yang sekarang ini merupakan pengganti dari golongan asam p-aminobenzoat Oktil metoksisinamat memiliki kelarutan yang bagus pada minyak dan paling efektif meningkatkan SPF jika dikombinasikan dengan bahan lainnya (Harry, 2000). Gambar 2.8 Rumus bangun oktil metoksisinamat Nama kimia : 2-ethilheksil-3-(4-metoksifenil)-2-propenoat Nama dagang : Eusolex 2292, Escalol 557, NeoHolipan, Parsol MCX Rumus bangun : C18H26O3 Berat Molekul : 290,40 g/mol Deskripsi : berwarna bening berupa cairan 2.8 Minyak Biji Gandum (Wheat Germ Oil) Minyak biji gandum diperoleh dari bagian lembaga dari gandum. Gandum terdiri dari endosperm (81-84%), kulit (14-16%) dan inti (2-3%). Kulit dan inti memiliki nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan. Minyak biji gandum biasanya digunakan untuk meningkatkan nutrisi karena memiliki vitamin E yang sangat tinggi. Minyak ini dapat digunakan dalam kosmetik, sediaan mandi dan farmaseutikal. Rentang konsentrasi minyak biji gandum yang digunakan pada produk kosmetik adalah 0,1-50%. Minyak biji gandum dapat diekstraksi melalui beberapa teknik seperti, ekstraksi secara mekanik, ekstraksi dengan pelarut organik dan ekstraksi cairan superkritikal dengan CO2. Minyak biji gandum yang diekstraksi dengan pelarut organik lebih stabil dibandingkan dengan ekstraksi 22 Universitas Sumatera Utara secara mekanik, dimana hasil asam lemaknya lebih sedikit. Biji gandum mengandung 15% minyak. Komposisi asam lemaknya tergantung pada jenis gandum, keadaan pertumbuhan, metode ekstraksi dan kondisi penyimpanan. Biji gandum terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh (Yildirim dan Kostem, 2014). Gambar 2.9 Anatomi gandum Gambar 2.10 Perbandingan anatomi gandum, beras dan jagung 23 Universitas Sumatera Utara