BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dalam arti luas merupakan sebuah usaha manusia yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya. Pendidikan yang mahal kerap di sangkutpautkan dengan kemiskinan dan pendapatan masyarakat yang beragam, dan kemiskinan mengakibatkan sulitnya anak-anak Indonesia mendapatkan pendidikan. Mahalnya pendidikan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan keterbatasan masyarakat yang berpendapatan rendah memperoleh pendidikan yang layak. Masalah ini merupakan masalah besar yang dihadapi oleh Indonesia yang sampai saat ini belum dapat diatasi. Masalah klasik ini semakin lama semakin marak terjadi walau pun sudah dilakukan berbagai upaya namun masalah ini belum juga terselesaikan. Dalam Kompas.Com disebutkan bahwa berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7-12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21 persen atau 209.976 anak; dan anak usia 16-18 tahun lebih tinggi yaitu mencapai 3,14 persen atau 223.676 anak. Universitas Sumatera Utara Dari data di atas maka pemerintah berusaha dan berupaya menyeleseaikan masalah tersebut dengan menetapkan program pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimaksudkan sebagai bantuan pada sekolah/ madrasah/sanawiah dalam rangka membebaskan iuran siswa namun sekolah tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Meski dana BOS diharapkan dapat meningkatkan jumlah keikutsertaan peserta didik, tapi masih banyak anak- anak yang tidak dapat bersekolah, putus sekolah, tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang pendidikan berikutnya. Salah satu penyebab alasan tersebut adalah orang tua/keluarga tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan pendidikan lainnya seperti baju seragam, buku tulis, sepatu, biaya transportasi maupun biaya pendidikan lainnya yang tidak ditanggung oleh dana BOS. Maka dari itu pemerintah mengeluarkan lagi program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Program BSM adalah program nasional yang bertujuan untuk menghilangkan halangan siswa/siswi miskin dalam berpartisipasi dalam bersekolah dengan membantu siswa/siswi miskin memperoleh akses layanan pendidikan yang layak, mencegah putus sekolah, menarik siswa miskin untuk kembali bersekolah, membantu siswa dalam memenuhi kebutuhan kegiatan pembelajaran, mendukung program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (bahkan sampai tingkat menengah atas), serta membantu kelancaran program sekolah. Tidak hanya itu, pemerintah juga menjalankan program BKM dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat keluarga kurang/tidak mampu akan layanan pendidikan jenjang sekolah lanjutan atas dan sederajat (SLTA). Universitas Sumatera Utara Dari berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah diharapkan masalah putus sekolah dapat diatasi. Namun pada kenyataannya saat ini masih banyak terjadi kasus anak putus sekolah di Indonesia. Hal ini mengubah pandangan bahwa kemiskinan bukan lagi menjadi faktor utama dalam penghambat pendidikan. Saat ini yang terjadi adalah putus sekolah tidak hanya di alami oleh masyarakat berperekonomian rendah, melainkan oleh masyarakat berperekonomian menengah atau bahkan menengah atas. Hal ini seperti yang terjadi pada Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Desa Patumbak merupakan desa perkebunan. Dahulunya desa ini dikelilingi oleh perkebunan tembakau, namun kini telah beralih keperkebunan kelapa sawit. Penduduk asli Desa Patumbak (Senembah) adalah Suku Karo dan Melayu, kemudian datang kaum migran dari berbagai suku bangsa di nusantara yang di domonasi oleh Suku Simalungun dan Suku Jawa yang pada dasarnya didatangkan sebagai buruh perkebunan dan buruh tani yang sekarang sudah beralih menjadi buruh pabrik. Kemudian di susul oleh Suku Minang dan Suku Batak, serta suku lainnya sehingga pada saat ini penduduk dominan di desa ini adalah Suku Jawa dan Suku Karo yang sebagian besar penduduk masih bekerja sebagai buruh, yaitu yang terdiri dari buruh tani, buruh bangunan, buruh sebagai pembantu rumah tangga, dan buruh pabrik. Menurut hasil survei 2011 dari BPS Kabupaten Deli Serdang, populasi penduduk Desa Patumbak telah mencapai 20795 rumah tangga, dengan jumlah penduduk 88961 jiwa, dimana terdiri dari 45123 jiwa penduduk laki- laki dan 43838 penduduk wanita. Universitas Sumatera Utara Lain suku, lain kebiasaannya. Salah satunya tampak dalam bidang pendidikan. Latar belakang pendidikan pada setiap keluarga memang berbedabeda, namun secara umum rata- rata pasangan suami istri hanya mengecam pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD), dikarenakan tidak adanya sarana pendidikan di desa ini pada saat itu. Dahulunya desa ini termasuk dalam desa yang masih primitif, hal ini ditandai oleh orang-orang terdahulu (orang tua saat ini) yang tidak mengenal baca tulis pada masa kini. Oleh karenanya penduduk desa khususnya para orang tua ingin anaknya bersekolah agar tidak mengalami nasib seperti para orang tua terdahulu yang tidak mengenal baca tulis dan nantinya bekerja hanya menjadi seorang buruh. Maka para orang tua bekerja keras dan semangat dalam mencari nafkah agar anak- anaknya dapat sekolah. Ini ditandai dengan tidak hanya suami yang bekerja, tetapi sang istri juga ikut bekerja untuk menambah penghasilan keluarga dan mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Namun di sisi lain, akibat hal tersebut membuat para orang tua tidak mengetahui bagaimana perkembangan anak- anaknya, karena kebanyakan orang tua menitipkan anak mereka dengan neneknya bahkan di asuh oleh tetangga mereka, akibatnya sang anak mengalami kurang sosialisasi, perhatian dan kasih sayang dalam keluarganya sehingga dampaknya si anak akan mencari perhatian dari orang lain seperti teman dekat yang di anggap bisa memberikan perhatian kepada mereka. Hal ini lah yang nantinya menimbulkan anomi dalam perkembangan anak yang sangat mempengaruhi pada kenakalan anak ketika beranjak remaja yang salah satunya adalah menikah di usia muda ( sekolah ) akibat perkawinan di luar pernikahan. Universitas Sumatera Utara Pengaruh sosial seperti kurangnya kehangatan dari orang tua akan memberikan penilaian negatif dari orang tua yang menyebabkan ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua. Hal ini mempengaruhi budaya dan tata krama dan memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional yang berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll (http://www.slideshare.net/MugiwaraHaqiem/remajadan-masalahnya). Masalah ini pula lah yang kini mulai merambah dan marak terjadi pada para remaja di pedesaan, seperti kasus yang ada pada Desa Patumbak 1. Masalah yang kini muncul adalah pernikahan yang dilakukan oleh para remaja akibat kehamilan di luar nikah di kalangan remaja Desa Patumbak I. Kehamilan di luar nikah ini di perkirakan akibat anomi para remaja tentang perilaku seksual yaitu terjadi hubungan di luar pernikahan yang mengakibatkan remaja hamil di luar nikah. Walau pun perilaku seksual manusia merupakan perilaku alamiah, namun perilaku ini memiliki norma dan batasan- batasan tertentu khususnya bagi para remaja. Apabila batasan tersebut di langgar maka akan menimbulkan berbagai masalah seperti, penyakit kelamin, aborsi, pernikahan usia muda, masalah kehamilan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan (unwanted atau unitended pregnacy), dan masalah reproduksi yang menyebabkan kematian pada ibu dan bayi. Sejalan dengan meningkatnya hubungan seksual sebelum menikah, dan hal ini lah yang kini kerap terjadi pada desa ini yaitu masalah kehamilan di luar nikah yang merupakan penyimpangan seksual yang terjadi pada remaja Desa Patumbak I. Universitas Sumatera Utara Tidak hanya itu kehamilan di luar nikah juga sangat berpengaruh pada pendidikan remaja. Walau pun di dalam undang-undang dibenarkan siswi bersekolah walau pun dalam keadaan hamil, namun ada beberapa faktor lain yang dipertimbangkan para remaja untuk memilih tidak bersekolah contohnya seperti menanggung malu dan pemberhentian oleh pihak sekolah karena di anggap akan mencoreng nama baik sekolah. Ironisnya kehamilan di luar nikah ini tidak hanya terjadi pada siswi di kalangan SMA, masalah ini juga kerap terjadi pada siswi SLTP. Selain itu, akibat hamil di luar pernikahan orang tua calon pasangan terpaksa menikahkan anak-anak mereka. Keluarga dari pihak pria menikahkan anaknya sebagai wujud tanggung jawab orang tua, sedangkan bagi pihak keluarga wanita pernikahan dilakukan untuk menutupi aib keluarganya. Dengan kata lain, pernikahan dini yang terjadi pada remaja di Desa Patumbak I ini bukan dikarenakan oleh faktor ekonomi, melainkan akibat faktor jaman dimana pergaulan bebas yang menyebabkan hamil di luar nikah ini menjadi trend pada remaja masa kini yang disebut MBA (Merried by Aciden). Sehingga nilai dan norma yang ada di masyarakat desa yang cenderung masih sangat kental dan kuat pun telah memudar. Dan pandangan bahwa gadis desa pun berubah, dahulu gadis desa yang dianggap lugu, memiliki sopan santun yang baik, menjunjung tinggi harkat dan martabat keluaga. Sebaliknya, pada saat ini gadis desa di pandang buruk, tidak memiliki sopan santun dan terkesan tidak memiliki harga diri. Hal ini terbukti semakin banyaknya para remaja desa khususnya pada remaja Desa Patumbak I yang melakukan hubungan di luar nikah yang menyebabkan kehamilan di luar pernikahan. Universitas Sumatera Utara Dari hasil observasi, peneliti mendapatkan informasi bahwa pada dua tahun terakhir telah terjadi 30 pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang masih berumur 12-19 tahun di Desa Patumbak 1. Salah satunya seperti masalah yang terjadi pada salah satu pasangan yang menikah dan bertempat tinggal di Desa Patumbak 1. Kasus perkawinan di luar nikah terjadi di tahun 2012 di mana pada saat itu si A (remaja wanita) yang berumur 12 tahun yang masih duduk di kelas VIII SLTP menikah akibat hamil di luar pernikahan dengan seorang pria berumur 23 tahun. Mereka berdua merupakan remaja Desa Patumbak 1 yang menjalin hubungan melebihi hubungan berpacaran dan menikah setelah si A hamil sehingga ia harus menikah dan mengakhiri pendidikannya. Selain itu dari data yang di dapat dari salah satu sekolah yang berada di Desa Patumbak 1, pada tiga tahun terakhir telah terjadi 8 kasus putus sekolah akibat kehamilan yang terjadi karena perkawinan di luar nikah pada tingkat SMA, dan 3 orang siswi pada tingkat SLTP. Pada tingkat SLTP, rata- rata perkawinan terjadi ketika sang siswi telah duduk di kelas IX. Dan pada siswa siswi SMA perkawinan yang terjadi beragam, baik dari kelas X, sampai kelas XII. Contoh kasus seperti yang terjadi pada pasangan Y dan Z pada tahun 2011. Anak berusia 18 tahun ini dahulunya adalah teman satu kelas pada saat SMA. Kemudian tidak berapa lama mereka menjalin hubungan ‘pacaran’ ketika mereka masih samasama duduk di kelas X SMA. Mereka menjalin hubungan sampai kelas XII SMA, sampai akhirnya tiba- tiba mereka tidak pernah masuk sekolah lagi, tepatnya sebelum ujian nasional berlangsung. Ketika di selidiki oleh pihak sekolah, ternyata si Y malu untuk datang kesekolah karena ia sudah hamil, dan si Z juga Universitas Sumatera Utara tidak bersekolah lagi karena akan menikahi si Y. Walau pun orang tua si Z bermaksud agar anaknya tetap melanjutkan sekolah dan menunda pernikahan sampai si Z melakukan UN, namun si Y tidak mau dan memilih menikah. Ironinya, tidak hanya pada sekolah ini saja, kasus pernikahan di luar nikah juga kerap terjadi pada sekolah- sekolah lainnya khususnya yang berada di wilayah desa Patumbak 1. Dari kasus di atas masih banyak lagi terjadi kasus pernikahan di luar nikah pada remaja yang terjadi di setiap wilayah Indonesia khususnya di pedesaan. Tabel 1.1 Umur Perkawinan Pertama Wanita 16 tahun ke Bawah di Pedesaan Menurut SUPAS Umur Perkawinan Pertama Frekuensi Jumlah (%) < 13 Tahun 1.393.411 5,10 14 Tahun 1.481.929 5,42 15 Tahun 2.522.914 9,23 16 Tahun 3.310.195 12,10 Total 8.708.449 31,85 Sumber: Thirwaty Arsal (2012) Dari gambaran diatas maka penulis tertarik untuk memperoleh gambaran lebih mendalam tentang kehamilan di luar nikah di kalangan remaja yang hamil sebelum menikah yang berada di Desa Patumbak 1 Kec. Patumbak Kab. Deli Serdang dengan fokus penelitian Kehamilan Di Luar Nikah Dan Putus Sekolah Di Kalangan Remaja Desa Patumbak I dengan studi kasus pada remaja Desa Universitas Sumatera Utara Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang . Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap agar masalah perkawinan di luar nikah di Desa Patumbak 1 semakin diperhatikan dan segera melakukan tindakan berupa perubahan dan pembuatan peraturan perundang-undangan bagi instalansi terkait yang bersangkutan, agar tidak semakin marak terjadi kasus kehamilan di luar nikah di berbagai wilayah Indonesia khususnya di Desa Patumbak 1 Kec. Patumbak Kab. Deli Serdang. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti memfokuskan rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah di kalangan remaja putri di Desa Patumbak I? 2. Mengapa remaja yang hamil menjadi putus sekolah pada hal UndangUndang membenarkan untuk tetap sekolah? 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah di kalangan remaja putri di Desa Patumbak I. 2. Untuk mengetahui penyebab remaja yang hamil menjadi putus sekolah pada hal Undang- Undang membenarkan untuk tetap sekolah. Universitas Sumatera Utara 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan menambah sumber pengetahuan di bidang ilmu sosial khususnya pada sosiologi pendidikan dan sosiologi keluarga sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang memiliki keterkaitan dengan kehamilan di luar nikah dan putus sekolah di kalangan remaja Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak, dalam rangka menambah wawasan dan perbandingan dengan lokasi penelitian lainnya. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi pemerintah, masyarakat, sekolah, dan perangkat desa dalam meningkatkan kontrol sosial terhadap pada siswa/siswi agar tidak semakin banyak kasus perkawinan di luar nikah pada siswa/siswi yang merupakan para remaja di desa Patumbak 1.Disamping itu juga merupakan prasyarat bagi penyelesaian studi di perguruan tinggi, sesuai disiplin ilmu yang digeluti. 1.5. Defenisi Konsep 1. Hubungan di luar nikah adalah hubungan seksual (memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan) yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara seorang perempuan dengan seorang laki-laki tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah yang disebut sebagai seks bebas. 2. Kehamilan Tidak Direncanakan (unwanted atau unitended pregnancy) yaitu suatu kehamilan yang harus dialami oleh seorang perempuan, pada suatu kondisi dimana perempuan tersebut belum melakukan suatu ikatan yang sah menurut norma-norma yang ada (baik norma agama maupun norma hukum yang berlaku), maupun secara psikis belum siap menerima kehamilan yang dialaminya. Jika kehamilan yang terjadi pada perempuan merupakan suatu hal yang tidak diharapkan atau diinginkan, itu yang dimaksud dengan KTD. Bisa saja KTD dialami oleh perempuan yang sudah menikah, karena kegagalan KB, karena jumlah anak sudah banyak, atau kondisi dimana anak masih kecil, atau memang belum ingin memiliki anak, kemudian terjadi kehamilan. Secara konseptual, istilah KTD juga bisa diartikan sebagai Kehamilan Tidak Dikehendaki (Unintended Pregnancy). Kehamilan yang tidak dikehendaki adalah kehamilan yang terjadi baik karena alasan waktu yang tidak tepat (mistimed) atau karena kehamilan tersebut tidak diinginkan (unwanted). Kehamilan yang dikehendaki (intended) adalah kehamilan yang kejadiannya diinginkan atau kehamilan yang diharapkan akan terjadi karena sedang direncanakan. Jika demikian, ketika seorang perempuan tidak Universitas Sumatera Utara menginginkan kehamilan yang terjadi dengan berbagai alasan dan tidak ingin ada kehamilan di kemudian hari, maka kehamilan tersebut bisa dikategorikan sebagai kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted). Dalam hal ini, pihak yang banyak dirugikan adalah pihak perempuan. Dimana resiko kehamilan pada remaja, rentan bagi diri remaja dan kandungannya. Sistem reproduksi pada remaja masih sangat labil untuk mengalami kehamilan, masih sangat rentan organ reproduksinya. Besar kemungkinan dikeluarkan dari sekolahnya dan sangsi sosial. Tidak hanya itu, beban berat bagi seorang perempuan ketika harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya mengalami kehamilan sebelum waktunya. Bagaimana ia harus berusaha menyembunyikan kehamilannya dari orang lain, belum lagi ketika nanti bayinya telah lahir, akan menjadi beban baru baginya. 3. Pernikahan Dini (early marriage) merupakan pernikahan yang di lakukan karena keterterpaksaan. Keterpaksaan “paksa” adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan tidak iklas atau tidak sesuai kehendak. Terkait dengan penelitian ini, keterpaksaan tersebut diartikan sebagai suatu yang dilakukan untuk menutupi kehamilan yang terjadi sebelum adanya ikatan pernikahan yang sah yang terjadi pada para pelajar. Masyarakat mengijinkan pernikahan atas dasar kemanusiaan, sedangkan keluarga melakukan pernikahan atas dasar untuk menutupi aib keluarga agar status anak tersebut jelas di dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara Menurut Suhadi (2012) dalam penelitiannya tentang pernikahan dini (early marriage) dapat dipetakan dalam empat temuan mengenai pernikahan dini. Temuan pertama adalah pernikahan dini dianggap mampu membantu ikatan suci dalam membentuk keluarga harmoni. Hal serupa yang ditemukan oleh Sawardi (2009) dalam penelitiannya ia mengemukakan bahwa pernikahan dini mampu membentuk ikatan suci keluarga karena mampu membangun rasa setia dan keberkahan yang dipancarkan setelah terjadi jalinan pernikahan. Temuan kedua adalah kritikan dari hasil penelitian pertama dimana beberapa peneliti melanjutkan penelitian pertama dan didapatkan temuan bahwa pernikahan dini justru akan meruntuhkan ikatan suci keluarga. Ditemukan adanya disfungsi pernikahan dini dimana keluarga yang berantakan dalam menjalani nantangan yang harmoni. Seperti penelitian yang ditemukan juga oleh Pasaribu (2009) yang menyimpulkan bahwa terjadi banyak pasangan nikah dini yang meninggalkan tradisi pernikahan dini dengan alasan rumitnya menjalani hubungan yang harmoni. Dimana Pasaribu mengemukakan bahwa “sekarang calon pasangan suka melestarikan adat perkawinan lain yaitu menikah pada usia di atas batas yang telah mentradisi”. Hal serupa juga ditemukan RK. Ardhikari (1996) dalam penelitiannya yang membuktikan bahwa pernikahan dini cenderung melahirkan kemiskinan struktural. Dimana kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang muncul bukan karena ketidakmampuan sistem dan Universitas Sumatera Utara struktur sosial dalam menyediakan kesempatan yang memungkinkan seorang dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak mampu menghubungkan masyarakat dengan sumber- sumber yang tersedia. Baik yang disediakan oleh alam, pemerintah, maupun masyarakat yang ada di sekitarntya. Hal ini lah yang terjadi pada pasangan nikah dini, dimana mereka yang melakukan nikah dini atau muda cenderung melupakan orang yang tidak mempelajadi dan tidak terlatih, sehingga tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang layak, akibatnya kebanyakan dari mereka bekerja sebagai buruh, pemulung, penggali pasir dengan pendapatan yang rendah dan hidup dalam keterbatasan ekonomi. Temuan ketiga yaitu pernikahan dini merupakan media peraih kuasa, dimana pernikahan dini terjadi karena pergulatan akan kekuasaan dan pengendalian peran. Seperti penelitia Wardany (2009) yang mengemukakan bahwa kekuasaan sebagai kado spesial saat menikahi perempuan dibawah umur, dimana dengan menikah seseorang akan mendapat peran yang lebih dibandingkan perannya sebelum manikah. Adapun Wardany mengemukakan bahwa kekuasaan tersebut di dapat oleh laki- laki dimana tanda- tanda kekuasaan pada saat menikah yaitu: berprilaku agresif, berkepuasan, bebas meluapkan rasa jengkel, selalu menang sendiri, rasa menekan, dan luapan kemarahan. Perempuan yang tidak mendapat kekuasaan selalu berada di bawah dan di tindas laki- laki sehingga tak jarang pernikahan dini menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada pihak perempuan dan anak. Universitas Sumatera Utara Temuan ke empat yaitu pernikahan dini sebagai simbol kemuliaan seperti penelitian oleh Leleury (2010) dalam penelitiannya tentang kewajiban perkawinan Levirat yang di dalamnya membahas tentang reproduksi kemuliaan sebagai defenisi akan ritual perkawinan. dalam penelitia Leleury menyimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah menghasilkan keturunan meneruskan nama dari orang yang telah meninggal sehingga namanya tidak hilang. Dengan demikian pernikahan akan dilaksanakan secepatnya jika ada keinginan untuk mendapatkan keberlangsungan status sosial sebagai simbol. 4. Nilai adalah sebuah tolak ukur untuk mengukur perilaku seseorang sebagai bagian dari suatu masyarakat. Baik buruk, benar salah, patut tidak patut, hina mulia, atau pun penting tidaknya sebuah perilaku merupakan hasil dari penilaian seseorang terhadap sesuatu sebagai respon, anggapan, maupun sikapnya. 5. Norma adalah aturan-aturan hidup bermasyarakat baik suatu perintah maupun larangan pada suatu masyarakat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama untuk dipatuhi dan menjadi pedoman hidup bermasyarakat guna mencapai ketertiban dan kedeamaian bersama. 6. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dilakukan oleh para remaja (pelajar) yang dianggap tercela,hina dan di luar batas toleransi. Universitas Sumatera Utara 7. Putus sekolah adalah suatu keadaan dimana terhenti atau putusnya pendidikan (pendidikan formal) seseorang (siswa/siswi) dikarenakan kehamilan akibat seks bebas yang berujung pada pernikahan. Universitas Sumatera Utara