BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dalam arti

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan dalam arti luas merupakan sebuah usaha manusia yang
dilakukan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
kehidupan
manusia
yang
berlangsung sepanjang hidupnya. Pendidikan yang mahal kerap di sangkutpautkan dengan kemiskinan dan pendapatan masyarakat yang beragam, dan
kemiskinan
mengakibatkan
sulitnya
anak-anak
Indonesia
mendapatkan
pendidikan. Mahalnya pendidikan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan
keterbatasan masyarakat yang berpendapatan rendah memperoleh pendidikan
yang layak. Masalah ini merupakan masalah besar yang dihadapi oleh Indonesia
yang sampai saat ini belum dapat diatasi. Masalah klasik ini semakin lama
semakin marak terjadi walau pun sudah dilakukan berbagai upaya namun masalah
ini belum juga terselesaikan.
Dalam Kompas.Com disebutkan bahwa berdasarkan pendataan yang
dilakukan oleh BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7-12
tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13-15 tahun sebanyak 2,21
persen atau 209.976 anak; dan anak usia 16-18 tahun lebih tinggi yaitu mencapai
3,14 persen atau 223.676 anak.
Universitas Sumatera Utara
Dari data di atas maka pemerintah berusaha dan berupaya menyeleseaikan
masalah tersebut dengan menetapkan program pemberian dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang dimaksudkan sebagai bantuan pada sekolah/
madrasah/sanawiah dalam rangka membebaskan iuran siswa namun sekolah tetap
dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Meski
dana BOS diharapkan dapat meningkatkan jumlah keikutsertaan peserta didik,
tapi masih banyak anak- anak yang tidak dapat bersekolah, putus sekolah, tidak
dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang pendidikan berikutnya. Salah
satu penyebab alasan tersebut adalah orang tua/keluarga tidak mampu dalam
memenuhi kebutuhan pendidikan lainnya seperti baju seragam, buku tulis, sepatu,
biaya transportasi maupun biaya pendidikan lainnya yang tidak ditanggung oleh
dana BOS. Maka dari itu pemerintah mengeluarkan lagi program Bantuan Siswa
Miskin (BSM). Program BSM adalah program nasional yang bertujuan untuk
menghilangkan halangan
siswa/siswi miskin dalam berpartisipasi dalam
bersekolah dengan membantu siswa/siswi miskin memperoleh akses layanan
pendidikan yang layak, mencegah putus sekolah, menarik siswa miskin untuk
kembali bersekolah, membantu siswa dalam memenuhi kebutuhan kegiatan
pembelajaran, mendukung program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
(bahkan sampai tingkat menengah atas), serta membantu kelancaran program
sekolah. Tidak hanya itu, pemerintah juga menjalankan program BKM
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat keluarga kurang/tidak
mampu akan layanan pendidikan jenjang sekolah lanjutan atas dan sederajat
(SLTA).
Universitas Sumatera Utara
Dari berbagai program yang dicanangkan oleh pemerintah diharapkan
masalah putus sekolah dapat diatasi. Namun pada kenyataannya saat ini masih
banyak terjadi kasus anak putus sekolah di Indonesia. Hal ini mengubah
pandangan bahwa kemiskinan bukan lagi menjadi faktor utama dalam
penghambat pendidikan. Saat ini yang terjadi adalah putus sekolah tidak hanya di
alami oleh masyarakat berperekonomian rendah, melainkan oleh masyarakat
berperekonomian menengah atau bahkan menengah atas. Hal ini seperti yang
terjadi pada Desa Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
Desa Patumbak merupakan desa perkebunan. Dahulunya desa ini
dikelilingi oleh perkebunan tembakau, namun kini telah beralih keperkebunan
kelapa sawit. Penduduk asli Desa Patumbak (Senembah) adalah Suku Karo dan
Melayu, kemudian datang kaum migran dari berbagai suku bangsa di nusantara
yang di domonasi oleh Suku Simalungun dan Suku Jawa yang pada dasarnya
didatangkan sebagai buruh perkebunan dan buruh tani yang sekarang sudah
beralih menjadi buruh pabrik. Kemudian di susul oleh Suku Minang dan Suku
Batak, serta suku lainnya sehingga pada saat ini penduduk dominan di desa ini
adalah Suku Jawa dan Suku Karo yang sebagian besar penduduk masih bekerja
sebagai buruh, yaitu yang terdiri dari buruh tani, buruh bangunan, buruh sebagai
pembantu rumah tangga, dan buruh pabrik. Menurut hasil survei 2011 dari BPS
Kabupaten Deli Serdang, populasi penduduk Desa Patumbak telah mencapai
20795 rumah tangga, dengan jumlah penduduk 88961 jiwa, dimana terdiri dari
45123 jiwa penduduk laki- laki dan 43838 penduduk wanita.
Universitas Sumatera Utara
Lain suku, lain kebiasaannya. Salah satunya tampak dalam bidang
pendidikan. Latar belakang pendidikan pada setiap keluarga memang berbedabeda, namun secara umum rata- rata pasangan suami istri hanya mengecam
pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD), dikarenakan tidak adanya sarana
pendidikan di desa ini pada saat itu. Dahulunya desa ini termasuk dalam desa
yang masih primitif, hal ini ditandai oleh orang-orang terdahulu (orang tua saat
ini) yang tidak mengenal baca tulis pada masa kini. Oleh karenanya penduduk
desa khususnya para orang tua ingin anaknya bersekolah agar tidak mengalami
nasib seperti para orang tua terdahulu yang tidak mengenal baca tulis dan nantinya
bekerja hanya menjadi seorang buruh. Maka para orang tua bekerja keras dan
semangat dalam mencari nafkah agar anak- anaknya dapat sekolah. Ini ditandai
dengan tidak hanya suami yang bekerja, tetapi sang istri juga ikut bekerja untuk
menambah penghasilan keluarga dan mampu memberikan pendidikan yang layak
bagi anak-anaknya. Namun di sisi lain, akibat hal tersebut membuat para orang
tua tidak mengetahui bagaimana perkembangan anak- anaknya, karena
kebanyakan orang tua menitipkan anak mereka dengan neneknya bahkan di asuh
oleh tetangga mereka, akibatnya sang anak mengalami kurang sosialisasi,
perhatian dan kasih sayang dalam keluarganya sehingga dampaknya si anak akan
mencari perhatian dari orang lain seperti teman dekat yang di anggap bisa
memberikan perhatian kepada mereka. Hal ini lah yang nantinya menimbulkan
anomi dalam perkembangan anak yang sangat mempengaruhi pada kenakalan
anak ketika beranjak remaja yang salah satunya adalah menikah di usia muda (
sekolah ) akibat perkawinan di luar pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh sosial seperti kurangnya kehangatan dari orang tua akan
memberikan penilaian negatif dari orang tua yang menyebabkan ketegangan di
rumah, perceraian dan perpisahan orang tua. Hal ini mempengaruhi budaya dan
tata krama dan memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol
penolakan atas standar konvensional yang berorientasi pada tujuan jangka pendek
dan kepuasan hedonis, dll (http://www.slideshare.net/MugiwaraHaqiem/remajadan-masalahnya).
Masalah ini pula lah yang kini mulai merambah dan marak terjadi pada
para remaja di pedesaan, seperti kasus yang ada pada Desa Patumbak 1. Masalah
yang kini muncul adalah pernikahan yang dilakukan oleh para remaja akibat
kehamilan di luar nikah di kalangan remaja Desa Patumbak I. Kehamilan di luar
nikah ini di perkirakan akibat anomi para remaja tentang perilaku seksual yaitu
terjadi hubungan di luar pernikahan yang mengakibatkan remaja hamil di luar
nikah. Walau pun perilaku seksual manusia merupakan perilaku alamiah, namun
perilaku ini memiliki norma dan batasan- batasan tertentu khususnya bagi para
remaja. Apabila batasan tersebut di langgar maka akan menimbulkan berbagai
masalah seperti, penyakit kelamin, aborsi, pernikahan usia muda, masalah
kehamilan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan (unwanted atau
unitended pregnacy), dan masalah reproduksi yang menyebabkan kematian pada
ibu dan bayi. Sejalan dengan meningkatnya hubungan seksual sebelum menikah,
dan hal ini lah yang kini kerap terjadi pada desa ini yaitu masalah kehamilan di
luar nikah yang merupakan penyimpangan seksual yang terjadi pada remaja Desa
Patumbak I.
Universitas Sumatera Utara
Tidak hanya itu kehamilan di luar nikah juga sangat berpengaruh pada
pendidikan remaja. Walau pun di dalam undang-undang dibenarkan siswi
bersekolah walau pun dalam keadaan hamil, namun ada beberapa faktor lain yang
dipertimbangkan para remaja untuk memilih tidak bersekolah contohnya seperti
menanggung malu dan pemberhentian oleh pihak sekolah karena di anggap akan
mencoreng nama baik sekolah. Ironisnya kehamilan di luar nikah ini tidak hanya
terjadi pada siswi di kalangan SMA, masalah ini juga kerap terjadi pada siswi
SLTP. Selain itu, akibat hamil di luar pernikahan orang tua calon pasangan
terpaksa menikahkan anak-anak mereka. Keluarga dari pihak pria menikahkan
anaknya sebagai wujud tanggung jawab orang tua, sedangkan bagi pihak keluarga
wanita pernikahan dilakukan untuk menutupi aib keluarganya. Dengan kata lain,
pernikahan dini yang terjadi pada remaja di Desa Patumbak I ini bukan
dikarenakan oleh faktor ekonomi, melainkan akibat faktor jaman dimana
pergaulan bebas yang menyebabkan hamil di luar nikah ini menjadi trend pada
remaja masa kini yang disebut MBA (Merried by Aciden). Sehingga nilai dan
norma yang ada di masyarakat desa yang cenderung masih sangat kental dan kuat
pun telah memudar. Dan pandangan bahwa gadis desa pun berubah, dahulu gadis
desa yang dianggap lugu, memiliki sopan santun yang baik, menjunjung tinggi
harkat dan martabat keluaga. Sebaliknya, pada saat ini gadis desa di pandang
buruk, tidak memiliki sopan santun dan terkesan tidak memiliki harga diri. Hal ini
terbukti semakin banyaknya para remaja desa khususnya pada remaja Desa
Patumbak I yang melakukan hubungan di luar nikah yang menyebabkan
kehamilan di luar pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil observasi, peneliti mendapatkan informasi bahwa pada dua
tahun terakhir telah terjadi 30 pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang
masih berumur 12-19 tahun di Desa Patumbak 1. Salah satunya seperti masalah
yang terjadi pada salah satu pasangan yang menikah dan bertempat tinggal di
Desa Patumbak 1. Kasus perkawinan di luar nikah terjadi di tahun 2012 di mana
pada saat itu si A (remaja wanita) yang berumur 12 tahun yang masih duduk di
kelas VIII SLTP menikah akibat hamil di luar pernikahan dengan seorang pria
berumur 23 tahun. Mereka berdua merupakan remaja Desa Patumbak 1 yang
menjalin hubungan melebihi hubungan berpacaran dan menikah setelah si A
hamil sehingga ia harus menikah dan mengakhiri pendidikannya.
Selain itu dari data yang di dapat dari salah satu sekolah yang berada di
Desa Patumbak 1, pada tiga tahun terakhir telah terjadi 8 kasus putus sekolah
akibat kehamilan yang terjadi karena perkawinan di luar nikah pada tingkat SMA,
dan 3 orang siswi pada tingkat SLTP. Pada tingkat SLTP, rata- rata perkawinan
terjadi ketika sang siswi telah duduk di kelas IX. Dan pada siswa siswi SMA
perkawinan yang terjadi beragam, baik dari kelas X, sampai kelas XII. Contoh
kasus seperti yang terjadi pada pasangan Y dan Z pada tahun 2011. Anak berusia
18 tahun ini dahulunya adalah teman satu kelas pada saat SMA. Kemudian tidak
berapa lama mereka menjalin hubungan ‘pacaran’ ketika mereka masih samasama duduk di kelas X SMA. Mereka menjalin hubungan sampai kelas XII SMA,
sampai akhirnya tiba- tiba mereka tidak pernah masuk sekolah lagi, tepatnya
sebelum ujian nasional berlangsung. Ketika di selidiki oleh pihak sekolah,
ternyata si Y malu untuk datang kesekolah karena ia sudah hamil, dan si Z juga
Universitas Sumatera Utara
tidak bersekolah lagi karena akan menikahi si Y. Walau pun orang tua si Z
bermaksud agar anaknya tetap melanjutkan sekolah dan menunda pernikahan
sampai si Z melakukan UN, namun si Y tidak mau dan memilih menikah.
Ironinya, tidak hanya pada sekolah ini saja, kasus pernikahan di luar nikah juga
kerap terjadi pada sekolah- sekolah lainnya khususnya yang berada di wilayah
desa Patumbak 1. Dari kasus di atas masih banyak lagi terjadi kasus pernikahan
di luar nikah pada remaja yang terjadi di setiap wilayah Indonesia khususnya di
pedesaan.
Tabel 1.1 Umur Perkawinan Pertama Wanita 16 tahun ke Bawah di Pedesaan
Menurut SUPAS
Umur Perkawinan Pertama
Frekuensi
Jumlah (%)
< 13 Tahun
1.393.411
5,10
14 Tahun
1.481.929
5,42
15 Tahun
2.522.914
9,23
16 Tahun
3.310.195
12,10
Total
8.708.449
31,85
Sumber: Thirwaty Arsal (2012)
Dari gambaran diatas maka penulis tertarik untuk memperoleh gambaran
lebih mendalam tentang kehamilan di luar nikah di kalangan remaja yang hamil
sebelum menikah yang berada di Desa Patumbak 1 Kec. Patumbak Kab. Deli
Serdang dengan fokus penelitian Kehamilan Di Luar Nikah Dan Putus Sekolah Di
Kalangan Remaja Desa Patumbak I dengan studi kasus pada remaja Desa
Universitas Sumatera Utara
Patumbak 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang . Dari hasil penelitian
ini, peneliti berharap agar masalah perkawinan di luar nikah di Desa Patumbak 1
semakin diperhatikan dan segera melakukan tindakan berupa perubahan dan
pembuatan
peraturan
perundang-undangan
bagi
instalansi
terkait
yang
bersangkutan, agar tidak semakin marak terjadi kasus kehamilan di luar nikah di
berbagai wilayah Indonesia khususnya di Desa Patumbak 1 Kec. Patumbak Kab.
Deli Serdang.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti memfokuskan rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di luar nikah di
kalangan remaja putri di Desa Patumbak I?
2. Mengapa remaja yang hamil menjadi putus sekolah pada hal UndangUndang membenarkan untuk tetap sekolah?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehamilan di
luar nikah di kalangan remaja putri di Desa Patumbak I.
2. Untuk mengetahui penyebab remaja yang hamil menjadi putus sekolah
pada hal Undang- Undang membenarkan untuk tetap sekolah.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan menambah sumber pengetahuan di bidang ilmu sosial
khususnya pada sosiologi pendidikan dan sosiologi keluarga sehingga
dapat dipergunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya
yang memiliki keterkaitan dengan kehamilan di luar nikah dan putus
sekolah di kalangan remaja Desa Patumbak I Kecamatan Patumbak, dalam
rangka menambah wawasan dan perbandingan dengan lokasi penelitian
lainnya.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi
pemerintah, masyarakat, sekolah, dan perangkat desa dalam meningkatkan
kontrol sosial terhadap pada siswa/siswi agar tidak semakin banyak kasus
perkawinan di luar nikah pada siswa/siswi yang merupakan para remaja di
desa Patumbak 1.Disamping itu juga merupakan prasyarat bagi
penyelesaian studi di perguruan tinggi, sesuai disiplin ilmu yang digeluti.
1.5. Defenisi Konsep
1. Hubungan di luar nikah adalah hubungan seksual (memasukkan alat
kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan) yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
seorang perempuan dengan seorang laki-laki tanpa adanya ikatan
pernikahan yang sah yang disebut sebagai seks bebas.
2. Kehamilan Tidak Direncanakan (unwanted atau unitended pregnancy)
yaitu suatu kehamilan yang harus dialami oleh seorang perempuan, pada
suatu kondisi dimana perempuan tersebut belum melakukan suatu ikatan
yang sah menurut norma-norma yang ada (baik norma agama maupun
norma hukum yang berlaku), maupun secara psikis belum siap menerima
kehamilan yang dialaminya.
Jika kehamilan yang terjadi pada perempuan merupakan suatu hal
yang tidak diharapkan atau diinginkan, itu yang dimaksud dengan KTD.
Bisa saja KTD dialami oleh perempuan yang sudah menikah, karena
kegagalan KB, karena jumlah anak sudah banyak, atau kondisi dimana anak
masih kecil, atau memang belum ingin memiliki anak, kemudian terjadi
kehamilan.
Secara konseptual, istilah KTD juga bisa diartikan sebagai Kehamilan
Tidak Dikehendaki (Unintended Pregnancy). Kehamilan yang tidak
dikehendaki adalah kehamilan yang terjadi baik karena alasan waktu yang
tidak tepat (mistimed) atau karena kehamilan tersebut tidak diinginkan
(unwanted).
Kehamilan yang dikehendaki (intended) adalah kehamilan yang
kejadiannya diinginkan atau kehamilan yang diharapkan akan terjadi karena
sedang direncanakan. Jika demikian, ketika seorang perempuan tidak
Universitas Sumatera Utara
menginginkan kehamilan yang terjadi dengan berbagai alasan dan tidak
ingin ada kehamilan di kemudian hari, maka kehamilan tersebut bisa
dikategorikan sebagai kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted).
Dalam hal ini, pihak yang banyak dirugikan adalah pihak perempuan.
Dimana resiko kehamilan pada remaja, rentan bagi diri remaja dan
kandungannya. Sistem reproduksi pada remaja masih sangat labil untuk
mengalami kehamilan, masih sangat rentan organ reproduksinya. Besar
kemungkinan dikeluarkan dari sekolahnya dan sangsi sosial. Tidak hanya
itu, beban berat bagi seorang perempuan ketika harus menghadapi
kenyataan bahwa dirinya mengalami kehamilan sebelum waktunya.
Bagaimana ia harus berusaha menyembunyikan kehamilannya dari orang
lain, belum lagi ketika nanti bayinya telah lahir, akan menjadi beban baru
baginya.
3. Pernikahan Dini (early marriage) merupakan pernikahan yang di lakukan
karena keterterpaksaan. Keterpaksaan “paksa” adalah suatu tindakan yang
dilakukan dengan tidak iklas atau tidak sesuai kehendak. Terkait dengan
penelitian ini, keterpaksaan tersebut diartikan sebagai suatu yang
dilakukan untuk menutupi kehamilan yang terjadi sebelum adanya ikatan
pernikahan yang sah yang terjadi pada para pelajar. Masyarakat
mengijinkan pernikahan atas dasar kemanusiaan, sedangkan keluarga
melakukan pernikahan atas dasar untuk menutupi aib keluarga agar status
anak tersebut jelas di dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suhadi (2012) dalam penelitiannya tentang pernikahan dini
(early marriage) dapat dipetakan dalam empat temuan mengenai
pernikahan dini. Temuan pertama adalah pernikahan dini dianggap mampu
membantu ikatan suci dalam membentuk keluarga harmoni. Hal serupa
yang ditemukan oleh Sawardi (2009) dalam penelitiannya ia
mengemukakan bahwa pernikahan dini mampu membentuk ikatan suci
keluarga karena mampu membangun rasa setia dan keberkahan yang
dipancarkan setelah terjadi jalinan pernikahan. Temuan kedua adalah
kritikan dari hasil penelitian pertama dimana beberapa peneliti
melanjutkan penelitian pertama dan didapatkan temuan bahwa pernikahan
dini justru akan meruntuhkan ikatan suci keluarga. Ditemukan adanya
disfungsi pernikahan dini dimana keluarga yang berantakan dalam
menjalani nantangan yang harmoni. Seperti penelitian yang ditemukan
juga oleh Pasaribu (2009) yang menyimpulkan bahwa terjadi banyak
pasangan nikah dini yang meninggalkan tradisi pernikahan dini dengan
alasan rumitnya menjalani hubungan yang harmoni. Dimana Pasaribu
mengemukakan bahwa “sekarang calon pasangan suka melestarikan adat
perkawinan lain yaitu menikah pada usia di atas batas yang telah
mentradisi”.
Hal serupa juga ditemukan RK. Ardhikari (1996) dalam
penelitiannya yang membuktikan bahwa pernikahan dini cenderung
melahirkan kemiskinan struktural. Dimana kemiskinan struktural adalah
kemiskinan yang muncul bukan karena ketidakmampuan sistem dan
Universitas Sumatera Utara
struktur sosial dalam menyediakan kesempatan yang memungkinkan
seorang dapat bekerja. Struktur sosial tersebut tidak mampu
menghubungkan masyarakat dengan sumber- sumber yang tersedia. Baik
yang disediakan oleh alam, pemerintah, maupun masyarakat yang ada di
sekitarntya. Hal ini lah yang terjadi pada pasangan nikah dini, dimana
mereka yang melakukan nikah dini atau muda cenderung melupakan orang
yang tidak mempelajadi dan tidak terlatih, sehingga tidak mampu
mendapatkan pekerjaan yang layak, akibatnya kebanyakan dari mereka
bekerja sebagai buruh, pemulung, penggali pasir dengan pendapatan yang
rendah dan hidup dalam keterbatasan ekonomi.
Temuan ketiga yaitu pernikahan dini merupakan media peraih kuasa,
dimana pernikahan dini terjadi karena pergulatan akan kekuasaan dan
pengendalian peran. Seperti penelitia Wardany (2009) yang
mengemukakan bahwa kekuasaan sebagai kado spesial saat menikahi
perempuan dibawah umur, dimana dengan menikah seseorang akan
mendapat peran yang lebih dibandingkan perannya sebelum manikah.
Adapun Wardany mengemukakan bahwa kekuasaan tersebut di dapat oleh
laki- laki dimana tanda- tanda kekuasaan pada saat menikah yaitu:
berprilaku agresif, berkepuasan, bebas meluapkan rasa jengkel, selalu
menang sendiri, rasa menekan, dan luapan kemarahan. Perempuan yang
tidak mendapat kekuasaan selalu berada di bawah dan di tindas laki- laki
sehingga tak jarang pernikahan dini menyebabkan kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) kepada pihak perempuan dan anak.
Universitas Sumatera Utara
Temuan ke empat yaitu pernikahan dini sebagai simbol kemuliaan
seperti penelitian oleh Leleury (2010) dalam penelitiannya tentang
kewajiban perkawinan Levirat yang di dalamnya membahas tentang
reproduksi kemuliaan sebagai defenisi akan ritual perkawinan. dalam
penelitia Leleury menyimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah
menghasilkan keturunan meneruskan nama dari orang yang telah
meninggal sehingga namanya tidak hilang. Dengan demikian pernikahan
akan dilaksanakan secepatnya jika ada keinginan untuk mendapatkan
keberlangsungan status sosial sebagai simbol.
4. Nilai adalah sebuah tolak ukur untuk mengukur perilaku seseorang sebagai
bagian dari suatu masyarakat. Baik buruk, benar salah, patut tidak patut,
hina mulia, atau pun penting tidaknya sebuah perilaku merupakan hasil
dari penilaian seseorang terhadap sesuatu sebagai respon, anggapan,
maupun sikapnya.
5. Norma adalah aturan-aturan hidup bermasyarakat baik suatu perintah
maupun larangan pada suatu masyarakat yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama untuk dipatuhi dan menjadi pedoman hidup
bermasyarakat guna mencapai ketertiban dan kedeamaian bersama.
6. Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dilakukan oleh para remaja
(pelajar) yang dianggap tercela,hina dan di luar batas toleransi.
Universitas Sumatera Utara
7. Putus sekolah adalah suatu keadaan dimana terhenti atau putusnya
pendidikan (pendidikan formal) seseorang (siswa/siswi) dikarenakan
kehamilan akibat seks bebas yang berujung pada pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
Download