9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Keuangan Menurut Robbins dan Mary (2010:8), yang diterjemahkan oleh Hermaya, manajemen adalah proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Manajemen keuangan memainkan peranan penting dalam perkembangan sebuah perusahaan. Dalam penerapannya, manajemen keuangan tidak dapat berdiri sendiri. Manajemen keuangan selalu berkaitan erat dengan berbagai disiplin ilmu antara lain seperti akuntansi, ilmu ekonomi mikro dan makro, manajemen pemasaran, manajemen produksi, metode kuantitatif, dan manajemen sumber daya manusia. 2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Menurut Martono dan Agus (2010:4), manajemen keuangan adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, mengelola aset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Menurut Horne dan Wachowicz (2009:2), manajemen keuangan berkaitan dengan perolehan aset, pendanaan dan manajemen aset dengan didasari beberapa tujuan umum. Pada dasarnya manajemen keuangan mempunyai dua unsur kata yaitu “manajemen” dan “keuangan”. Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi operasional perusahaan yang sangat penting diantara fungsi-fungsi operasional perusahaan lainnya seperti Manajemen Pemasaran, Manajemen Produksi, Manajemen Stratejik, Manajemen Sumber Daya Manusia dan lain sebagainya. Menurut Sartono (2008:6) menerangkan pengertian mengenai manajemen keuangan sebagai berikut: “Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana yang baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan adalah keseluruhan aktifitas perusahaan yang bersangkutan dengan pengelolaan dana secara optimal untuk digunakan dalam biaya segala aktifitas yang dilakukan oleh 10 perusahaan, kemudian menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut guna mencapai suatu tujuan yang diharapkan. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Manajemen keuangan merupakan manajemen (pengelolaan) mengenai bagaimana memperoleh aset, mendanai aset dan mengelola aset untuk mencapai tujuan perusahaan. Dari definisi tersebut menurut Martono dan Agus (2010:4), ada 3 (tiga) fungsi utama dalam manajemen keuangan, yaitu: 2.1.2.1 Keputusan Investasi Keputusan yang diambil oleh manajer keuangan dalam mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan mendatangkan keuntungan dimasa yang akan datang. Keputusan investasi ini akan tergambar dari aktiva perusahaan, dan mempengaruhi struktur kekayaan yaitu perbandingan antara current assets dengan fixed assets. Keputusan investasi sering dianggap sebagai keputusan terpenting dalam pengambilan keputusan manajer keuangan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Pendapat Hartono (2010:10) memperjelas bahwa keputusan investasi merupakan langkah awal untuk menentukan jumlah aktiva yang dibutuhkan perusahaan secara keseluruhan sehingga keputusan investasi ini merupakan keputusan terpenting yang dibuat oleh perusahaan. 2.1.2.2 Keputusan Pendanaan Keputusan Pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kebutuhan usahanya. Keputusan pendanaan adalah keputusan keuangan tentang asal dana untuk membeli aktiva. Ada dua macam sumber dana : (1) dana pinjaman, seperti utang bank dan obligasi (2) modal sendiri, seperti laba ditahan dan saham. Dana pinjaman dan saham, merupakan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan, sedangkan laba ditahan merupakan sumber dana yang berasal dari dalam perusahaan, (Sudjana, 2011:3). Pemilihan sumber pendanaan yang telah 11 dilakukan oleh manajer keuangan perusahaan, baik menggunakan utang ataupun menggunakan modal sendiri akan tercermin dalam kolom neraca keuangan. Hasil dari keputusan pembelanjaan tampak pada neraca sisi pasiva, yaitu berupa utang lancar, utang jangka panjang, dan modal, (Sudana, 2011:6). 2.1.2.3 Keputusan Pengelolaan Asset Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan : 1) besarnya presentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentukcash dividend, 2) stabilitas dividen yang dibagikan, 3) dividen saham (stock dividen), 4) pemecahan saham (stock split), serta 5) penarikan kembali saham beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham. Keputusan masalah efisiensi pengguna aktiva yang dimiliki, keputusan tentang produk apa yang akan dijual dan bagaimana cara menjualnya agar memperoleh laba yang maksimal, dan bagaimana penggunaan laba tersebut. 2.1.2.4 Teori Agensi Menurut Ali dalam Bayu (2010), teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara pemilik modal (principal) yaitu investor dengan manajer (agent). Investor memberikan wewenang pada manajer untuk mengelola perusahaan. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemilik (principal) dan manajer (agent) sulit tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (conflict of interest). Perbedaan kepentingan antara principal dengan agent dapat menimbulkan permasalahan yang dikenal dengan asimetri informasi. Keadaan asimetri informasi terjadi ketika adanya distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agent. Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri informasi) ini, dapat menimbulkan dua permasalahan yang disebabkan karena adanya kesulitan principal memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan tindakan agen. Menurut Eisenhardt dalam Bayu (2010), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya 12 Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan. Untuk meredam tindakan para agent yang tidak sesuai dengan kepentingannya principal memiliki dua cara yaitu (Ujiyantho, 2011 ): 1. Mengawasi perilaku agent dengan mengadopsi fungsi audit dan mekanisme corporate governance lain yang dapat meluruskan kepentingan agent dengan kepentingan principal. 2. Menyediakan insentif kepegawaian yang menarik kepada agent dan mengadakan struktur reward yang dapat membujuk para agent untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik principal. Govindarajan (2008) menyatakan satu elemen kunci dari teori keagenan adalah bahwa prinsipal dan agen mempunyai perbedaan preferensi dan tujuan. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka. Para agen diasumsikan menerima kepuasan bukan saja dari kompensasi keuangan tetapi juga dari syarat-syarat yang terlibat dalam hubungan agensi, seperti kemurahan jumlah waktu luang, kondisi kerja yang menarik dan jam kerja yang fleksibel. Prinsipal diasumsikan tertarik hanya pada hasil keuangan yang bertambah dari investasi mereka dalam perusahaan. Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama 13 perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah. Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan (agency theory), yang diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan keyakinan para investor bahwa agent (manajer) akan memberikan keuntungan bagi mereka, keyakinan bahwa agent (manajer) tidak akan mencuri, menggelapkan bahkan menginvestasikan ke dalam proyekproyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para agent (manajer). Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost). 2.1.2.5 Teori Sinyal Menurut Batthacarya dalam Dewi (2011), Signaling Theory mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa informasi yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain dan informasi lainnya. Ketika digunakan dalam praktek pengungkapan perusahaan, signalling theory secara umum menguntungkan bagi perusahaan untuk mengungkapkan praktek corporate governance yang baik, sehingga dapat menciptakan kualitas perusahaan yang baik dalam pasar. Menurut Wira (2010), Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan 14 laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate. Teori signal juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (principal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan (Fahmi, 2011). 2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Menurut Brigham dan Houston (2011:132) yang diterjemahkan oleh Yulianto tujuan manajemen keuangan itu adalah memaksimalkan kekayaaan pemegang saham dalam jangka panjang, tetapi bukan untuk memaksimalkan ukuran-ukuran akuntansi seperti laba bersih atau EPS. Manajemen keuangan sebagai aktivitas memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola aset secara efisien membutuhkan tujuan atau sasaran. Di mana menurut Martono dan Agus (2010:13) tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan (memaksimumkan kemakmuran pemegang saham) yang diukur dari harga saham perusahaan. Berdasarkan tujuan keuangan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan yaitu memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. 2.2 Laporan Keuangan 2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Sebelum manajemen keuangan mengambil keputusan, manajer keuangan perlu memahami kondisi keuangan perusahaan. Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, diperlukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Di samping manajer keuangan, beberapa pihak di luar perusahaan juga perlu memahami kondisi keuangan perusahaan diantaranya adalah calon investor dan kreditur. Menurut Fahmi (2011:2), laporan keuangan yaitu merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut. 15 Menurut Martono dan Agus (2010:51), laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Menurut Brigham dan Houston (2010:84) yang diterjemahkan oleh Yulianto, laporan keuangan yaitu beberapa lembar kertas dengan angka-angka yang tertulis di atasnya, tetapi penting juga untuk memikirkan aset-aset nyata yang berada di balik angka tersebut. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan dan informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan dari perusahaan tersebut. 2.2.2 Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan 2.2.2.1 Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan yang dibuat perusahaan sangat bermanfaat bagi stakeholder. Stakeholder perlu mengetahui bagaimana kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan yang baik dan akurat dapat memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil dan prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu. Menurut Standar Akuntansi Keuangan dalam Fahmi (2011:6), tujuan laporan keuangan yaitu menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Selanjutnya menurut Fahmi (2011:5) tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan tentang kondisi suatu perusahaan dari sudut angka-angka dalam sistem moneter. Menurut Sukardi dan Kurniawan (2010:187), tujuan laporan keuangan yaitu: 1. Sebagai bisnis yang mudah dimengerti 2. Menunjukan logika hubungan timbal-balik antar pos-pos dalam laporan keuangan 2.2.2.2 Manfaat Laporan Keuangan 16 Menurut Fahmi (2011:4), manfaat laporan keuangan adalah untuk mengukur hasil usaha dan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu dan untuk mengetahui sudah sejauh mana perusahaan mencapat tujuannya. Selain tujuan laporan keuangan, laporan keuangan juga memiliki beberapa manfaat. Di mana menurut Martono dan Agus (2010:52), laporan keuangan yang baik dan akurat dapat memberikan manfaat antara lain dalam: 1. Pengambilan keputusan investasi 2. Keputusan pemberian kredit 3. Penilaian aliran kas 4. Penilaian sumber ekonomi 5. Melakukan klaim terhadap sumber dana 6. Menganalisis perubahan yang terjadi terhadap sumber dana 7. Menganalisis penggunaan dana Kemudian menurut Sukardi dan Kurniawan (2010:187), manfaat laporan keuangan adalah : 1. Bagi Manajemen Sebagai dasar untuk memberi kompensasi 2. Bagi Pemilik Perusahaan Sebagai dasar untuk menilai peningkatan nilai perusahaan 3. Bagi Supplier Untuk mengetahui besarnya kemungkinan pembayaran hutang 4. Bagi Bank Sebagai bukti bahwa perusahaan tersebut likuid dan mempunyai cukup working capital. 2.2.3 Jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan merupakan ringkasan dari harta, kewajiban, dan kinerja operasi selama suatu periode akuntansi tertentu. Pada umumnya laporan keuangan terdiri atas tiga hal utama, yaitu neraca (Balance Sheet), laporan laba rugi (Income Statement), dan laporan perubahan modal (Statement of Changes in Capital). Dalam perkembangannya komponen laporan keuangan bertambah dengan satu 17 laporan keuangan yaitu laporan arus kas (Cash Flow). Di mana menurut Gumanti (2011:103), jenis laporan keuangan yaitu: 1. Neraca (Balance Sheet) Merupakan laporan tentang kekayaan dan kewajiban atau beban suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. 2. Laporan Laba Rugi (Income Statement) Menunjukkan kinerja operasi suatu perusahaan dalam suatu periode akuntansi tertentu dan juga menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu menjalankan kegiatan usaha serta seberapa efisien perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. 3. Laporan Perubahan Modal (Statement of Changes in Capital) Menunjukkan berapa besar bagian atau porsi dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan yang diinvestasikan kembali ke perusahaan yang mempengaruhi besaran modal secara keseluruhan. 4. Laporan Arus Kas (Cash Flow) Menyajikan informasi tentang arus kas bersih dari tiga kegiatan umum di mana perusahaan, yaitu arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari pendanaan, dan arus kas dari aktivitas investasi. 2.3 Kinerja Perusahaan Kinerja perusahaan adalah hasil banyak keputusan yang dibuat secara terus-menerus oleh pihak manajemen perusahaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien, (Samsinar, 2010). Pengertian kinerja menurut Sari (2010) adalah pencapaian suatu tujuan dari suatu kegiatan atau pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan perusahaan yang diukur dengan standar. Kinerja merupakan faktor penting yang digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi perusahaan. Performance atau kinerja menurut Dyah (2012) merupakan suatu pola tindakan yang dilaksanakan untuk mencapai yang diukur dengan mendasarkan pada suatu perbandingan dengan berbagai standar. Kinerja juga dapat diartikansebagai tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi suatu organisasi yang diukur dengan standar. 18 Kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun dalam pengukurannya, karena sebagai sebuah konstruk, kinerja bersifat multi dimensional dan oleh karena itu pengukuran dengan menggunakan dimensi tunggal tidak mampu memberikan pemahaman komprehensif. Efektifitas terjadi apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan efisiensi diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal. Pelaporan kinerja merupakan refleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan melaporkan kinerja semua aktivitas dan sumber daya yang perlu dipertanggungjawabkan. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkonsentrasi atau tidak terkonsentrasinya kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan keuangan. Kepemilikan yang banyak terkonsentasi oleh institusi akan memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam hubungannya dengan kinerja perusahaan dapat dilihat dari suatu laporan keuangan yang sering dijadikan suatu dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator atau variabel untuk mengukur keberhasilan perusahaan, pada umumnya berfokus pada informasi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut bermanfaat untuk membantu investor, kreditor, calon investor dan para pengguna lainnya dalam rangka membuat keputusan investasi, keputusan kredit, analisis saham serta menentukan prospek suatu perusahaan di masa yang akan datang. Penilaian kinerja perusahaan dilakukan bertujuan untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang ditetapkan sebelumnya agar tercapai tujuan perusahaan yang baik. 2.3.1 Tujuan Penilaian Kinerja Penilaian perusahaan khususnya kinerja, sering dilakukan untuk tujuan-tujuan yang tersebut di bawah ini (Darmawati dalam Yudha, 2007): 1. Untuk keperluan merger dan akuisisi. Perusahaan yang akan melakukan merger (penggabungan usaha) atau mengakuisisi perusahaan lain, jelas memerlukan kegiatan 19 penilaian untuk mengetahui berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masingmasing perusahaan. 2. Untuk kepentingan restrukturisasi dan kepentingan usaha. Perusahaan yang bermasalah seringkali memerlukan penilaian untuk mengimplementasikan program pemulihan usaha atau restukturisasi , untuk mengetahui apakah nilai usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya. 3. Untuk keperluan divestasi sebagai saham perusahaan dari mitra strategis (beberapa saham harus dilepas kepada mitra baru) Contoh : Privatisasi BUMN. 4. Untuk Initial Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan menjual sahamnya pada umum atau bursa, harus dinilai dengan menggunakan penilaian yang wajar untuk ditawarkan kepada masyarakat luas atau publik. 5. Untuk memperoleh pendapatan wajar atas penyertaan modal dalam suatu perusahaan atau menunjukkan bahwa perusahaan bernilai lebih dari apa yang ada di dalam neraca 6. Memperoleh pembelanjaan, penetapan besarnya pinjaman, atau tambahan modal. 2.3.2 Return On Assets (ROA) Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering dilihat, karena dapat menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Assets atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rasio keuangan (Prasinta, 2012). Investor melakukan penanaman modal salah satunya dengan melihat rasio profitabilitas (Prasinta, 2012). Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Return on Asset (ROA) karena dapat memberikan gambaran tingkat pengembalian keuntungan yang dapat diperoleh investor atas investasinya (Prasinta, 2012). Selain itu dengan ROA, investor dapat melihat bagaimana perusahaan mengoptimalkan penggunaan asetnya untuk dapat memaksimalkan laba yang juga menjadi tujuan GCG untuk menggunakan aset dengan efisien dan optimal. 20 ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan keseluruhan total aset yang dimiliki (Attar, Islahuddin, & Shabri, 2014). ROA mengukur seberapa efektif perusahaan dapat mengubah pendapatan dari pengembalian investasinya menjadi asset. Semakin tinggi ROA perusahaan, semakin baik. Beberapa perusahaan menekankan net margin yang tinggi untuk meningkatkan ROA mereka. Untuk menghitung ROA menggunakan rumus: ROA = Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. 2.3.2.1 Kelebihan dan Kelemahan ROA Kelebihan dan Kelemahan Return on Asset Adapun kelebihan dan kelemahan Return On Asset adalah sebagai berikut: 1. Kelebihan ROA diantaranya sebagai berikut: a. ROA mudah dihitung dan dipahami. b. Merupakan alat pengukur prestasi manajemen yang sensitif terhadap setiap pengaruh keadaan keuangan perusahaan. c. Manajemen menitikberatkan perhatiannya pada perolehan laba yang maksimal. d. Sebagai tolok ukur prestasi manajemen dalam memanfaatkan asset yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh laba. e. Mendorong tercapainya tujuan perusahaan. f. Sebagai alat mengevaluasi atas penerapan kebijakan – kebijakan manajemen. 2. Kelemahan ROA diantaranya sebagai berikut: a. Kurang mendorong manajemen untuk menambah asset apabila nilai ROA yang diharapkan ternyata terlalu tinggi. b. Manajemen cenderung fokus pada tujuan jangka pendek bukan pada tujuan jangka panjang, sehingga cenderung mengambil keputusan jangka pendek 21 yang lebih menguntungkan tetapi berakibat negatif dalam jangka panjangnya. 2.3.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ROA Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi ROA Profitabilitas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Return on Assets (ROA) termasuk salah satu rasio profitabilitas. Faktor – faktor yang mempengaruhi rasio return on asset ada beberapa rasio antara lain: rasio perputaran kas, rasio perputaran piutang, dan rasio perputaran persediaan. 2.4 Pengertian Good Corporate Governance Menurut Muh. Arief Effendi (2009) dalam bukunya The Power of Good Corporate Governance, pengertian Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkannilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang. Good corporate governance (GCG) menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Corporate governance berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan Good corporate governance mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya Good corporate governance oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan Good corporate governance juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good corporate governance pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good corporate governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang bersih dan berwibawa. Menurut Bacelius Ruru (Sekretaris-Kementerian BUMN RI), Good Corporate Governance perlu diterapkan di perusahaan-perusahaan di Indonesia karena beberapa hal: 1. Krisis di Indonesia yang diakibatkan masih banyaknya para pelaku dunia usaha belum secara sempurna menerapkan praktek-praktek good corporate governance. 22 2. Tingkat inefisiensi yang tinggi di Indonesia dan merupakan yang tertinggi di Asia, merupakan akibat dari tidak adanya pelaksanaan transparansi dan prinsip-prinsip good corporate governance lainnya. 3. Iklim globalisasi mendorong perusahaan untuk selalu harus siap untuk bersaing ketat dengan perusahaan dari negara asing, paling tidak dalam tingkat regional. 4. Corporate citizen hanya dapat berjalan dengan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang baik dan konsisten. Iman sjahputra tunggal mendefinisikan Corporate Governance : System dan struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham (shareholders value) serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholder). (Iman ,1). Bank dunia Mendefinisikan Corporate Governance : Corporate Governance adalah kumpulan hukum, peraturan kaidah yang wajib di penuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar. (Iman, 4). Azhar kasim mendefinisikan Corporate governance : Corporate Governance adalah proses pengelolaan berbagai bidang kehidupan (social, ekonomi, politik, dan sebagainya) dalam suatu negara serta penggunaan sumberdaya (alam, keuangan, manusia) dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. (Iman, 5). Menurut Sunarto dalam Haris (2008), Corporate governance merupakan sebuah struktur, proses, budaya dan sistem untuk menciptakan kondisi operasional yang sukses bagi suatu organisasi. Menurut Koesnohadi (dalam Haris 2008), mengatakan bahwa “Good Corporate Governance is relationship among stake holders that is used to determine and control the strategic direction and performance of organization”. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan agar menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengedepankan keadilan bagi semua stakeholders, transparansi mengenai kondisi perusahaan sebagai bagian dari lingkungan eksternal (Haris, 2008). Corporate governance dalam penelitian ini diproksikan menggunakan: 23 1. Kepemilikan manajerial yang diukur dengan persentase kepemilikan saham dewan direksi dan dewan komisaris dibagi dengan jumlah saham yang beredar (Rustiarini, 2010). 2. Kepemilikan institusional yang diukur dengan persentase kepemilikan saham institusi dibagi dengan total jumlah saham beredar (Rustiarini, 2010). 3. Proporsi dewan komisaris independen dihitung dengan membagi jumlah dewan komisaris independen dengan total anggota dewan komisaris (Rustiarini, 2010). 4. Jumlah anggota komite audit yang diukur dengan menghitung jumlah anggota komite audit dari setiap perusahaan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini (Rustiarini, 2010). 2.4.1 Tujuan Corporate Governance Tujuan Corporate Governance secara umum adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan, yang secara tegas oleh global Corporate Governance adalah menjadi sebuah isu penting dunia. Organisasi mempunyai peran kunci untuk bermain dalam peningkatan pengembangan ekonomi sosial. Good Governance adalah mesinnya pertumbuhan global, pertanggungjawaban penyedia kerja, pelayanan publik dan privat, pengadaan barang dan jasa serta infrastruktur. Sekarang ini, efisiensi akan pertanggungjawaban organisasi tidak perduli apakah organisasi publik atau privat. Good Governance telah menjadi agenda pokok internasional. The Indonesian institute for corporate governance (IICG) mengungkapkan tujuan dari Good Corporate Governance: a. Meraih kembali kepercayaan investor dan kreditor nasional serta internasional b. Memenuhi standar global c. Meminimalkan biaya kerugian dan biaya pencegahan atas penyalahgunaan wewenang pengelolaan d. Meminimalkan cost of capital dengan menekan resiko yang dihadapi kreditur e. Meningkatkan nilai saham perusahaan f. Mengangkat citra perusahaan di mata publik 2.4.2 Karakteristik Corporate Governance Menurut pedoman umum Good Corporate Governance (komite nasional kebijakan corporate governance, 2006) karakteristik dari Good Corporate Governance adalah: 24 1. Transparansi Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. 2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan good corporate governace serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. 3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundangundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. 2. Akuntabilitas Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkisenambungan. Pedoman Pokok Pelaksanaan 25 1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan. 2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan good corporate governace. 3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). 4. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati. 3. Responsibilitas Perusahaan harus memenuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). 2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. 4. Independensi Untuk melancarkan pelaksanaan atas good corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman Pokok Pelaksanaan 26 1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara objektif. 2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain. 5. Kesetaraan dan Kewajaran Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. 2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. 3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. 2.4.3 Prinsip Corporate Governance Prinsip-Prinsip internasional mengenai Corporate Governence mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Prinsip-prinsip tersebut mencakup: 1. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan. 27 2. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (Insider traiding). 3. Peran pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kekayaan, lapangan pekerjaan dan perusahaan yang sehat dari aspek keuntungan. 4. Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (Stakeholders). 5. Tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan, manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham. Pada dasarnya prinsip good corporate governace menghendaki keberadaan dunia usaha dan praktek bisnis pada umumnya harus dapat menyeimbangkan antara profit orientation dengan customer service. Dunia usaha dapat mengembangkan modal dan keuntungan sebesar-besarnya, tetapi di sisi lain juga harus memenuhi aturan main (rule of game) yang berlaku, sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu kepada masyarakat konsumen. 2.4.4 Dewan Komisaris Independent Dewan komisaris merupakan salah satu elemen yang paling penting dalam mekanisme corporate governance. Dewan komisaris berperan dalam mengawasi pelaksanaan bisnis perusahaan yang sedang dikelola oleh dewan direksi mereka dengan sebaik-baiknya (Said, etal., 2009 dalam Handayani, 2011). Pada penelitian sebelumnya Utami dan Rahmawati, 2009 menyatakan bahwa adanya pengaruh positif antara ukuran dewan komisaris dengan Corporate Social Responsibility. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wakidi dan Siregar, 2011; Veronica, 2009; Sembiring, 2005; Permatasari dan Kholisoh, 2009 berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial. Hasil penelitian Badjuri, 2011 bertentangan yang menyatakan ukuran dewan komisaris tidak mempengaruhi corporate social responsibility perusahaan manufaktur dan sumber daya alam di Indonesia. Independensi Dewan Komisaris = Jumlah dewan Komisaris Independen Jumlah dewan komisaris di perusahaan 28 2.4.5 Komite Audit Komite Audit adalah Komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja Direksi dan Tim Manajemen sesuai dengan prinsip-prinsip Good corporate governance. Pembentukan Komite Audit telah memenuhi semua peraturan Bapepam-LK. Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu tugas dan fungsinya. Sedangkan pengertian menurut Keputusan Menteri BUMN Nomor : KEP – 103/MBU/2002 komite audit adalah sebagai berikut: komite audit adalah suatu badan yang dibawah komisaris yang sekurang – kurangnya minimal satu orang anggota komisaris dan dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan yang bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun pelaporannya dan bertanggungjawab langsung kepada komisaris atau dewan pengawas. Jadi yang dimaksud komite audit secara umum yaitu komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu tugas dan fungsinya yang anggotanya minimal satu orang dan dua orang ahli yang bukan berasal dari pegawai BUMN yang bersangkutan yang bersifat mandiri dalam melaksanakan tugasnya dan bertanggungjawab langsung kepada dewan komisaris. Komite Audit = 2.4.6 Kepemilikan Institusional Pemegang saham institusional biasanya berbentuk entitas seperti perbankan, asuransi, dana pensiun, reksa dana dan institusi lain. Investor institusional umumnya merupakan pemegang saham yang cukup besar karena memiliki pendanaan yang besar. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi mkenimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar untuk menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Mursalim (2007) dalam Rustiani (2009), kepemilikan institusional dapat dijadikan sebagai upaya untuk mengurangi masalah keagenan dengan meningkatkan proses monitoring. Pemegang saham institusional juga memiliki opportunity, resources, dan expertise untuk menganalisis kinerja dan tindakan manajemen. Investor institusional sebagai pemilik sangat berkepentingan untuk membangun reputasi perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin tinggi corporate financial performance. 29 Kepemilikan Institusional adalah kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dana perwalian dan institusi lainnya pada akhir tahun Shien dalam Winanda (2009). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah kepemilikan institusional. Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Penmgawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan tersebut untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham Solomon (2004) dalam Sabrina (2010). Hal ini disebabkan karena jika tingkat kepemilikan manajeral tinggi, dapat berdampak buruk terhadap perusahaan karena menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti jika kepemilikan manajerial tinggi, para manajer memiliki memiliki posisi yang kuat untuk melakukan suatu kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang saham eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan para manajer tersebut. Kepemilikan Institusional = 2.5 Pengertian Corporate Social Responsibility Sampai saat ini belum ada kesamaan pandang mengenai konsep dan penerapan corporate social responsibility, meskipun kalangan dunia usaha menyadari bahwa corporate social responsibility ini amat penting bagi keberlanjutan usaha suatu perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (dalam Rika dan Ishlahuddin, 2008), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan para karyawan 30 serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Penjelasan pasal 15 huruf b UU Penanaman Modal Menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat “. (UU, 15). Pada intinya, dimaksudkan sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan dalam kegiatan usaha dan juga pada cara perusahaan berinteraksi dengan stakeholder yang dilakukan secara sukarela. Selain itu, tanggungjawab sosial perusahaan diartikan pula sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan dan masyarakat setempat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Menurut Boone dan Kurtz (dikutip oleh Harmoni dan Ade, 2008), pengertian tanggung jawab sosial (social responsibility) secara umum adalah dukungan manajemen terhadap kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan dan kesejahteraan masyarakat secara setara dalam mengevaluasi kinerja perusahaan. Jika ditarik pada berbagai pengertian di atas maka corporate social responsibility merupakan komitmen perusahaan terhadap kepentingan pada stakeholders dalam arti luas dari sekedar kepentingan perusahaan belaka. Dengan kata lain, meskipun secara moral adalah baik bahwa perusahaan maupun penanam modal mengejar keuntungan, bukan berarti perusahaan ataupun penanam modal dibenarkan mencapai keuntungan dengan mengorbankan kepentingan-kepentngan pihak lain yang terkait. Kondisi Indonesia masih menghendaki adanya corporate social responsibility sebagai suatu kewajiban hukum. Kesadaran akan adanya corporate social responsibility masih rendah, kondisinya yang terjadi adalah belum adanya kesadaran moral yang cukup dan bahkan seringkali terjadi suatu yang diatur saja masih ditabrak, apalagi kalau tidak diatur. Karena ketaatan orang terhadap hukum masih sangat rendah. Corporate social responsibility lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosial, seperti: perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, pajak, dan menindas 31 buruh. Lalu, kebanyakan perusahaan juga cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Indikator yang digunakan dalam checklist mengacu pada indikator GRI (Global Reporting Initiatives) yang berfokus pada beberapa komponen pengungkapan, yaitu economic, environment, labour practices, human rights, society, dan product responsibility sebagai dasar sustainability reporting yang diukur dengan menggunakan variabel dummy yaitu : Score 0 : Jika perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan. Score 1: Jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan. Pengukuran kemudian dilakukan berdasarkan indeks pengungkapan masing-masing perusahaan yang dihitung melalui jumlah item yang sesungguhnya diungkapkan perusahaan dengan jumlah semua item yang mungkin diungkapkan (Bambang Suripto, 1999), yang dinotasikan dalam rumus sebagai berikut: CSD = n k Keterangan: CSD = indeks pengungkapan perusahaan n = jumlah item pengungkapan yang dipenuhi k = jumlah semua item yang mungkin dipenuhi. 2.5.1 Manfaat Corporate Social Responsibility Yusuf Wibisono (2007) menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility, yaitu: 1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image/citra yang positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan. 2. Layak Mendapatkan sosial licence to operate Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki 32 perusahaan. Sehingga imbalan yang diberikan kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut. 3. Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program corporate social responsibility. Oleh karena itu, pelaksanaan corporate social responsibility sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders perlu mendapat perhatian. 4. Melebarkan Akses Sumber Daya Track records yang baik dalam pengelolaan corporate social responsibility merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan. 5. Membentangkan Akses Menuju Market Investasi yang ditanamkan untuk program corporate social responsibility ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. 6. Mereduksi Biaya Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan corporate social responsibility. Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan. 7. Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder Implementasi corporate social responsibility akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah kepercayaan stakeholders kepada perusahaan. 8. Memperbaiki Hubungan dengan Regulator Perusahaan yang melaksanakan corporate social responsibility umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat. 9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan Image perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan 33 kebanggaan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka. 10. Peluang Mendapatkan Penghargaan Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku corporate social responsibility sekarang. 2.5.2 Pengungkapan Sosial Corporate Social Responsibility dalam Laporan Tahunan Dikutip dari Natalylova (2011), pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory), yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku. Setiap pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan mengkonsetrasikan diri pada pencapaian laba juga mempunyai tanggung jawab sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (IAI,01) paragraf keduabelas: Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan. 2.5.3 Triple Botom Line Dikutip dari Rosyidawati (2012), bahwa akhir-akhir ini terdapat kecenderungan (trend) meningkatnya tuntutan publik atas transparansi dan akuntabilitas perusahaan sebagai wujud implementasi good corporate governance (GCG). Salah satu implementasi good corporate governance di perusahaan adalah penerapan corporate social responsibility (CSR). Dalam era globalisasi kesadaran akan penerapan corporate social responsibility menjadi penting seiring dengan semakin maraknya kepedulian masyarakat terhadap produk (barang) yang ramah lingkungan. Berkenaan dengan hal tersebut, muncul triple bottom line model, yang terdiri dari profit, people & planet (3 P). Laporan suatu perusahaan yang menggunakan model triple bottom line, selain melaporkan aspek keuangan juga melaporkan aspek kepedulian sosial dan upaya pelestarian lingkungan hidup. 34 Konsep Triple Bottom Line (TBL) sebagai suatu ukuran kinerja perusahaan yang berkelanjutan, yang mencakup dimensi keuangan, siosial, dan lingkungan. Secara khusus, penelitian ini akan melakukan beberapa hal berikut: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi praktek-praktek pelaporan corporate social responsibility, 2. Menginvestigasi motif-motif perusahaan melakukan pelaporan corporate social responsibility, 3. Dan memahami faktor-faktor eksternal yang menghambat pelaporan corporate social responsibility. Hasil penelitian ini bisa meningkatkan kesadaran para pimpinan perusahaan terhadap pentingnya keseimbangan antara good corporate governance, sosial dan lingkungan. Temuan penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan corporate social responsibility adalah creditor power dan environmentally concern. Motif-motif pelaporan corporate social responsibility yang dilakukan perusahaan yang diteliti adalah: (1) Public image, (2) Kebijakan pemerintah/undang-undang, (3) Arahan dari perusahaan holding, dan (4) Corporate philosophy (sesuai dengan visi dan misi perusahaan). Faktor yang menjadi penghambat di dalam pelaporan corporate social responsibility bisa dikelompokkan kedalam dua yaitu internal dan eksternal. Faktor internal bermuara pada kurangnya pemahaman manajemen terhadap pengertian corporate social responsibility, konsep stakeholder, dan pelaporan corporate social responsibility. Faktor eksternal berasal dari belum adanya dukungan regulator dan profesi akuntansi tentang penyajian pelaporan non financial. Sebenarnya, pendekatan Triple Bottom Line ini telah banyak digunakan sejak awal tahun 2007 seiring perkembangan pendekatan akuntansi biaya penuh (full cost accounting) yang banyak digunakan oleh perusahaan sektor publik. Pada perusahaan sektor swasta, penerapan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR) pun merupakan salah satu bentuk implementasi Triple Bottom Line. Konsep Triple Bottom Line mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) dari pada kepentingan shareholder (pemegang saham). 35 Mari kita lihat secara detail bagaimana perusahaan di Indonesia bisa mengaplikasi konsep 3P ini secara riil. People menekankan pentingnya praktik bisnis suatu perusahaan yang mendukung kepentingan tenaga kerja. Lebih spesifik konsep ini melindungi kepentingan tenaga kerja dengan menentang adanya eksplorasi yang mempekerjakan anak di bawah umur, pembayaran upah yang wajar, lingkungan kerja yang aman dan jam kerja yang dapat ditoleransi. Bukan hanya itu, konsep ini juga meminta perusahaan memperhatikan kesehatan dan pendidikan bagi tenaga kerja. Planet berarti mengelola dengan baik penggunaan energi terutama atas sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Mengurangi hasil limbah produksi dan mengolah kembali menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi CO2 ataupun pemakaian energi, merupakan praktik yang banyak dilakukan oleh perusahaan yang telah menerapkan konsep ini. Profit di sini lebih dari sekadar keuntungan. Profit di sini berarti menciptakan fair trade (Fair Trade atau perdagangan yang adil adalah sebuah alternatif dalam bisnis yang antara lain bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan produsen dengan cara membangun komunitas). Membangun model kemitraan dalam perdagangan melalui prinsip-prinsip dialog, transparansi, penghargaan, kemitraan dalam jangka panjang, adanya kesetaraan gender, kondisi kerja yang layak, upah produksi yang layak, proses produksi yang ramah lingkungan, melindungi anak-anak dari eksploitasi dalam proses produksi, tidak ada pembedaan dalam suku, agama, ras, dan ethical trade (ethical trade yaitu citra positif yang melekat pada suatu merk dan nama perusahaan yang berpengaruh pada loyalitas pelanggan pada produk tersebut). Itulah sebabnya saat ini citra sebuah produk mempengaruhi keputusan pembeli. Citra positif tidak hanya pada kualitas produk namun juga citra terhadap bagaimana perusahaan memperlakukan pekerjanya, maka dikenal perdagangan beretika dalam berbisnis. 2.6 Penelitian Terdahulu Trinanda dan Didin Mukodin (2010), Hasil penelitian menunjukan bahwa Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity, Return On Investment, Return On Asset, dan Net Profit Margin. Artinya, penerapan Corporate Governance yang baik maka akan mengakibatkan kinerja perusahaan juga menjadi baik. Hal ini menggambarkan bahwa manajemen perusahaan menyadari manfaat jangka panjang dari penetapan Corporate Governance yaitu adanya dampak keuangan secara langsung seperti 36 peningkatan laba bersih perusahaan dan akan menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang sehat. Erkens .et. al. (2012), menunjukkan bahwa corporate governance perusahaan memiliki dampak penting terhadap kinerja perusahaan selama krisis melalui keputusan manajemen perusahaan yang berani mengambil resiko dan pembiayaan kebijakan. Berikut ini adalah ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu yang mendorong pnulis untuk melakukan penelitian ini: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No. 1 2 Peneliti Rahayu (2010) Variabel Dependen Kinerja Keuangan Perusahaan Variabel Independen Nilai Perusahaan Variabel Objek Moderasi Penelitian GCG Pengaruh dan CSR Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Rosyidawati Good Corporate (2012) Corporate Social Governance Responsibility Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Corporate Social Responsibility Hasil Penelitian Kinerja keuangan tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Good Corporate Governance tidak mempengaruhi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Secara parsial aktifitas dewan komisaris, independensi dewan komisaris, ukuran komite audit, independensi komite audit, dan rasio leverage tidak ada yang berpengaruh 37 - signifikan. Secara simultan pun praktek good corporate governance tidak mempengaruhi pelaporan Corporate Social Responsibility perusahaan telekomunikasi Pengaruh Jumlah dewan Good direksi, jumlah Corporate dewan Governance komisaris dan Ukuran dan ukuran Perusahaan perusahaan Terhadap tidak Kinerja berpengaruh Perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan. 3 Raharja (2012) GCG, Ukuran Perusahaan Kinerja Perusahaan 4 Natalylova (2012) GCG CSR dan Kinerja Perusahaan Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Corporate Social Responsibility dan Kinerja Perusahaan 5 Windah (2012) GCG Kinerja Keuangan Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan - Kepemilikan Manajerial, Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Publik, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap CSR dan Kinerja Perusahaan. Ada hubungan positif yang signifikan antara indeks GCG dengan kinerja operasional yang diukur 38 6 Sutisna (2014) Kinerja Keuangan Nilai Perusahaan GCG dan CSR Perusahaan Hasil Survei The Indonesian Institute Preception Governence (HCG) Periode 20082011 Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi dengan ROE. Kepemilikan manajerial mampu memperkuat hubungan antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan signifikan baik secara simultan maupun parsial. Sumber: Ringkasan berbagai hasil penelitian 2.7 Hipotesis dan Kerangka Pemikiran Perusahaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan yang akan dituju. Dengan kata lain perusahaan merupakan suatu bentuk badan usaha yang lebih menekankan pada profit atau keuntungan dari barang atau jasa yang ditawarkan kepada seseorang oleh perusahaan tersebut. Sebuah perusahaan selalu mengharapkan bisnis yang dijalankan dapat menguntungkan serta dapat mempertahankan dan meningkatkan nilai agar dapat memaksimalkan nilai perusahaan dan juga memaksimalkan kesejahteraan stakeholder. Definisi lain dari perusahaan sendiri tertuang dalam UndangUndang No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan pasal 1b yang berbunyi: “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan stiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.” 39 Untuk mencapai tujuan perusahaan perlu adanya hubungan kontraktual antara pihak Principals dan agents sebagaimana yang dijelaskan pada Agency Theory. Principals sebagai pemilik modal memiliki akses pada infromasi internal perusahaan sdangkan agents sebagai pelaku dalam praktek operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Aktifitas kedua pihak tersebut dinilai melalui kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan keuangan. Gray and Radebaugh (2009) menggambarkan sebuah mekanisme corporate governance yang dibagi ke dalam dua struktur. Mekanisme merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol terhadap keputuan tersebut. Pertama adalah struktur mekanisme pengendalian internal perusahaan. Sisi internal lain dari kinerja perusahaan adalah tata kelola perusahaan yang baik atau biasa disebut Good Corporate Governance (GCG). Good Corporate Governance adalah suatu praktik pengelolaan perusahaan secara amanah dan prudensial dengan mempertimbangkan keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders. Dengan implementasi Good Corporate Governance / penerapan Good Corporate Governance, maka pengelolaan sumberdaya perusahaan diharapkan menjadi efisien, efektif, ekonomis dan produktif dengan selalu berorientasi pada tujuan perusahaan dan memperhatikan stakeholders approach. Menurut Muh. Arief Effendi (2009) dalam bukunya The Power of Good Corporate Governance, pengertian Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkannilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang. Pihak- pihak yang terlibat dalam mekanisme internal ini adalah agent dan principal yang terdiri komposisi board of directors dan executive manajer di dalam perusahaan. Yang kedua adalah struktur mekanisme pengendalian eksternal. Struktur mekanisme pengendalian external terdiri dari stakeholder yang berkepentingan dan berhubungan dengan perusahaan antara lain Pasar Modal, Pasar Uang, Auditor, Paralegal dan regulator. Struktur mekanisme pengendalian eksternal merupakan mekanisme pengendalian yang dibentuk pihak dari luar perusahaan. Adapun indikator yang sering digunakan untuk mengukur Good Corporate Governance antara lain Komisaris Independen, komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite nominasi. Indikator Good Corporate Governance yang 40 digunakan pada penelitian ini adalah Komisaris Independen, komite audit, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Dari sisi eksternal, kinerja perusahaan dapat dilihat dari tanggung jawab sosial perusahaan atau biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR). Corporate Social Responsibility adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggung jawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan menjadi meningkat. Investor lebih berminat pada perusahaan yang memiliki citra baik di masyarakat karena semakin vaiknya citra perusahaan, loyalitas konsumen semakin tinggi sehingga dalam waktu lama penjualan perusahaan akan membaik dan profitabilitas perusahaan juga meningkat. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat (Retno, 2012). Indikator pengungkapan Corporate Social Responsibility yang mendominasi saat ini adalah Sustainability Reporting Guidelines (SRG) yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Indikator Sustainability Reporting Guidelines terdiri dari: 1. Indikator Kinerja Ekonomi - Aspek Kinerja Ekonomi : 4 item - Aspek Kehadiran Pasar : 3 item - Aspek Dampak Ekonomi Tidak Langsung : 2 item 2. Indikator Kinerja Keuangan - Aspek Material : 2 item - Aspek Energi : 5 item - Aspek Air : 3 item - Aspek Biodiversitas (Keanekaragaman Hayati) : 5 item - Aspek Emisi, Efluen, dan Limbah : 10 item - Aspek Produk dan Jasa : 2 item - Aspek Kepatuhan : 1 item - Aspek Pengangkutan/transportasi : 1 item - Aspek Menyeluruh : 1 item 3. Praktek Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang layak - Aspek Pekerjaan : 3 item - Aspek Tenaga Kerja / Hubungan Manajemen : 2 item 41 - Aspek Kesehatan dan Keselamatan Jabatan : 4 item - Aspek Pelatihan dan Pendidikan : 3 item - Aspek Keberagaman dan Kesempatan Setara : 2 item 4. Hak Asasi Manusia - Aspek Investasi dan Pengadaan : 2 item - Aspek HAM : 1 item - Aspek Nondiskriminasi : 1 item - Aspek Kebebasan Berserikat dan Berunding Bersama Berkumpul : 1 item - Aspek Pekerja Anak : 1 item - Aspek Kerja Paksa dan Kerja Wajib : 1 item - Aspek Praktek/Tindakan Pengamanan : 1 item - Aspek Hak Penduduk Asli : 1 item 5. Masyarakat - Aspek Komunitas : 1 item - Aspek Korupsi : 3 item - Aspek Kebijakan Publik : 2 item - Aspek Kelakuan Tidak Bersaing : 1 item - Aspek Kepatuhan : 1 item 6. Tanggung Jawab Produk - Aspek Kesehatan dan Kenyamanan Pelanggan : 2 item - Aspek pemasangan Label bagi Produk dan Jasa : 3 item - Aspek Komunikasi Pemasaran : 2 item - Aspek Kelaluasaan Pribadi (Privacy) Pelanggan : 1 item - Aspek Kepatuhan : 1 item Hal diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) yang mengadopsi penelitian yang dilakukan oleh hackston dan Milne (1996) kemudian disesuaikan dengan peraturan Bapepam No. VIII.G.2 tentang laporan keuangan tahunan dan kesesuaian item tersebut digunakan untuk diaplikasikan di Indonesia. Kinerja perusahaan adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efesien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Menurut Samsinar (2010) pengertian kinerja perusahaan adalah hasil banyak keputusan yang dibuat secara terus-menerus oleh pihak manajemen perusahaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Sedangkan Performance atau 42 kinerja menurut Lestari (2011) merupakan suatu pola tindakan yang dilaksanakan untuk mencapai yang diukur dengan mendasarkan berbagai standar. Kinerja juga dapat diartikansebagai pada suatu tingkat perbandingan pencapaian dengan hasil atas pelaksanaan tugas tertentu, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi suatu organisasi yang diukur dengan standar. Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya) sehingga harus diuji secara empiris. Menurut Sugiyono (2009: 96), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Menurut J. Supranto (2012 : 49), hipotesis ialah suatu proporsi, kondisi atau prinsip yang untuk sementara waktu dianggap benar dan barangkali tanpa keyakinan, agar bis aditarik suatu konsekuensi yang logis dan dengan cara ini kemudian diadakan pengujian (testing) tentang kebenarannya dengan mempergunkan data empiris hasil penelitian. Menurut semua penjelasan diatas, hipotesis adalah dugaan/ pernyataan sementara yang diungkapkan secara deklaratif/ yang menjadi jawaban dari sebuah permasalahan. Pernyataan tersebut diformulasikan dalam bentuk variabel agar bisa di uji secara empiris. 2.7.1 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Kinerja Perusahaan Dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan dan memberikan masukan kepada dewan direksi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas langsung terhadap perusahaan. Fungsi utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kelengkapan dan kualitas informasi laporan atas kinerja dewan direksi. Karena itu, posisi dewan komisaris sangat penting dalam menjembatani kepentingan principal dalam sebuah perusahaan. Hardikasari (2011) menyebutkan bahwa penelitian mengenai ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang beragam. Dalam penelitiannya tersebut, disebutkan argumen dari Yermack (1996), Sundgren dan Wells (1998), dan Jensen (1993), yang menyatakan bahwa semakin banyak personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruk kinerja yang dimiliki perusahaan. Hal tersebut dikarenakan dengan semakin banyaknya 43 anggota dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam komunikasi dan koordinasi antar anggota dewan komisaris. Adanya komisaris independen diharapkan dapat mengurang konsumsi manajer dan semakin banyaknya komisaris independen dapat memonitor perusahaan dengan lebih dekat, dan melakukan tindakan terkait dengan tata kelola perusahaan yaitu mengurangi manajemen puncak yang memiliki kinerja buruk (Sheikh, Khan, & Wang, 2013). Dengan pemecatan manajemen puncak yang memiliki kinerja buruk tersebut, pasar merespon positif sehingga ROA meningkat (Ibrahim & Samad, 2011). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1: Dewan Komisaris independen berpengaruh positif terhadap Kinerja perusahaan. 2.7.2 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kinerja Perusahaan Rustiarini (2010) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara komite audit dengan nilai perusahaan. Dengan adanya komite audit, diharapkan dapat mengurangi konflik agensi sehingga laporan yang disampaikan epada pihak-pihak yang berkepentingan dapat dipercaya sehingga dapat membantu meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Salah satu cara auditor mempertahankan independensinya adalah dengan membentuk komite audit. Sesuai dengan fungsi dan tujuan dibentuknya komite audit, yang salah satunya yaitu memastikan laporan keuangan yang dihasilkan tidak menyesatkan dan sesuai dengan praktik akuntansi yang berlaku umum, maka sedikit banyak keberadaan dan efektivitas komite audit dalam perusahaan berpengaruh terhadap kualitas dan integritas laporan keuangan yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih, 2010 tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. 2.7.3 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kinerja Perusahaan Menurut agency theory, pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik keagenan. Konflik keagenan disebabkan prinsipal dan agen mempunyai kepentingan sendiri-sendiri yang saling bertentangan karena agen dan prinsipal berusaha memaksimalkan utilitasnya masing-masing. Menurut Haruman (2008), perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham mengakibatkan manajemen berperilaku curang dan tidak etis, sehingga merugikan pemegang saham. Oleh karena itu diperlukan suatu 44 mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara manajemen dengan saham. Dengan adanya kepemilikan bagi manajemen, akan meningkatkan motivasi manajemen untuk bekerja dengan lebih baik dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan agar tidak merugikan perusahaan. Semakin besar kepemilikan manajer, maka manajer akan berusaha maksimal untuk meningkatkan laba perusahaan (alignment of interest) karena manajer memiliki bagian atas laba yang diperoleh (Jensen & Meckling, 1976). Dengan demikian, kepentingan antara agen dan pemilik akan sejalan yaitu meningkatkan return perusahaan (ROA). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan El-Chaarani (2014) yang mengukur internal ownership berdasarkan kepemilikan manajer, menghasilkan bahwa internal ownership berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan bank. Kepemilikan manajer dalam penelitian tersebut, merupakan faktor penting yang mempengaruhi GCG dan kinerja bank (El-Chaarani, 2014). Jika manajemen memiliki kepemilikan dalam suatu perusahaan maka manajemen akan memiliki kepentingan yang sama dengan kepentingan pemilik. Dengan demikian, konflik kepentingan antara pemilik dan agen dapat terhindarkan. Dengan berkurangnya konflik kepentingan maka terjalin kesinambungan dalam perusahaan yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan shareholder dan stakeholder. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.7.4 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Perusahaan Murwaningsari (2009) menyatakan bahwa terdapat pengaruh kepemilikan institusional dengan nilai perusahaan. Kepemilikan Institusional terhadap saham perusahaan dipandang dapat meningkatkan fungsi pengawasan terhadap perusahaan, agar melakukan praktek Good Corporate Governance yang lebih baik. Dengan meningkatnya kepemilikan institusional, diharapkan dapat memberikan tekanan agar perusahaan dapat terus melaksanakan praktek Good Corporate Governance sesuai yang diharapkan investor institusional. Oleh karena itu, kinerja perusahaan akan semakin baik dan semakin meningkatkan nilai perusahaan. 45 Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Farshid dan Naiker (2006) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif dengan nilai perusahaan pada tingkat kepemilikan yang rendah. Keberadaan investor institusional dinilai mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Ujiyantho dan Pramuka, 2007 kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intensif. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan manajemen untuk melakukan kecurangan dalam laporan keuangan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wulandari, 2007 yang menyatakan tidak ada pengaruh antara kepemilikan institusional dan kinerja perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Kepemilikan institutional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan 2.7.5 Pengaruh Corporate Social Responsibility sebagai Variabel Moderating dalam hubungan antara Good Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan Corporate Social Responsibility akan turut menginteraksi antara hubungan Good Corporate Governance dengan Kinerja Perusahaan. Desakan lingkungan perusahaan menuntut perusahaan agar menerapkan strategi untuk memaksimalkan kinerja perusahaan. Strategi perusahaan seperti CSR dapat dilakukan untuk memberikan image perusahaan yang baik kepada pihak eksternal. Perusahaan tidak hanya memandang laba sebagai satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya yaitu kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham. Disamping kinerja perusahaan yang akan dilihat investor sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam suatu perusahaan, adanya pengungkapan item CSR dalam laporan keuangan diharapkan akan menjadi nilai plus yang akan menambah kepercayaan para investor, bahwa perusahaan tersebut akan terus berkembang dan berkelanjutan (sustainable). Para konsumen akan lebih mengapresiasi perusahaan yang mengungkapkan CSR dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengungkapkan CSR, mereka akan membeli produk yang sebagian laba dari produk tersebut disisihkan untuk kepentingan sosial 46 lingkungan, misalnya untuk beasiswa, pembangunan fasilitas masyarakat, program pelestarian lingkungan, dan lain sebagainya. Hal ini akan berdampak positif terhadap perusahaan, selain membangun image yang baik di mata para stakeholder karena kepedulian perusahaan terhadap sosial lingkungan, juga akan menaikkan laba perusahaan melalui peningkatan penjualan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Corporate Social Responsibility mempengaruhi hubungan antrara Good Corporate Governance dengan Kinerja Perusahaan Perbedaan hasil penelitian yang meneliti pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan mendindikasikan terdapat variabel lain yang diduga ikut mempengaruhi. Dalam hal ini penulis memasukan variabel Corporate Social Responsibility yang nantinya akan dapat dilihat apakah variabel ini akan mempengaruhi hubungan Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan atau tidak. Oleh karena itu dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran sebagai berikut: 47 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Perusahaan Aktivitas Perusahaan Laporan Keuangan Laporan Tahunan Ukuran Kinerja Perusahaan Internal Eksternal Good Corporate Governance Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Dewan Komisaris Independen Komite Audit Komite Nominasi Corporate Social Responsibility Kinerja Perusahaan Diteliti Tidak Diteliti Moderating