KINERJA BIDAN DESA PADA BERBAGAI TINGKATAN DESA SIAGA AKTIF DI KABUPATEN PEKALONGAN Rini Kristiyanti Jusuf S Effendi Farid Program Studi Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Alamat : Departemen Pendidikan Nasional, Universitas Padjadjaran, Fakultas Kedokteran,Program Pascasarjana Jl.Eijkman no 38, Bandung 40132 email : [email protected] LEMBAR PERNYATAAN Bersama ini saya menyatakan bahwa artikel ilmiah dengan judul: KINERJA BIDAN DESA PADA BERBAGAI TINGKATAN DESA SIAGA AKTIF DI KABUPATEN PEKALONGAN THE MIDWIFE WORK PERFORMANCE ON THE LEVELS OF ACTIVE ALERT VILLAGE IN PEKALONGAN REGENCY Telah dikoreksi dan disetujui oleh penulis pembantu untuk dimuat pada Jurnal Forum Kesehatan Penulis Tanda tangan Rini Kristiyanti, M.Keb. ................................................................. Prof. Jusuf S. Effendi, dr. SpOG (K) ................................................................. Dr. Farid, dr, Ir, SpOG (K), MKes., MHKes. ................................................................. Kinerja Bidan Desa Pada Berbagai Tingkatan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Pekalongan Penulis 1 Rini Kristiyanti, M.Keb. Stikes Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan Jl. Raya Pekajangan no. 87 Pekajangan Pekalongan 51172 Mobile: 08156559546 email: [email protected] Penulis 2 Prof. Jusuf S. Effendi, dr. SpOG (K) Program Studi Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung Jl. Eijkman no. 38 Mobile: 0811209262 email: Penulis 3 Dr. Farid, dr, Ir, SpOG (K), MKes., MHKes. Program Studi Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung Jl. Eijkman no. 38 Mobile: 0811208159 email: [email protected] ABSTRAK KINERJA BIDAN DESA PADA BERBAGAI TINGKATAN DESA SIAGA AKTIF DI KABUPATEN PEKALONGAN Rini Kristiyanti,1 Jusuf S. Effendi,2 Farid3 Program Studi Magister Kebidanan, Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Setidaknya terdapat tiga pihak yang harus dilibatkan sebagai sasaran pengembangan program desa siaga, salah satunya adalah bidan. Semakin tinggi tingkatan desa siaga aktif, akan semakin memudahkan bidan dalam menjalankan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja bidan desa pada tingkatan desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri. Penelitian dengan pendekatan cross sectional ini dilakukan pada 80 orang bidan desa di Kabupaten Pekalongan pada bulan Mei-Juli 2013. Analisis bivariabel menggunakan uji Chi Kuadrat dan analisis multivariabel menggunakan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna kinerja bidan desa pada tingkatan desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri (p> 0,05). Analisis regresi logistik didapatkan faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja bidan desa adalah masa kerja, dengan POR 8,250 (IK 95%: 2,121-32,090). Hal ini berarti bidan dengan masa kerja kurang dari 5 tahun memiliki risiko 8,250 kali untuk memiliki kinerja kurang dibandingkan dengan masa kerja > 5 tahun. Simpulan hasil penelitian tidak terdapat perbedaan kinerja bidan pada desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri. Masa kerja lebih dari 5 tahun menghasilkan kinerja bidan desa yang paling baik. Kata kunci: kinerja bidan desa, tingkatan desa siaga aktif pratama, madya, purnama, mandiri ABSTRACT THE MIDWIFE WORK PERFORMANCE ON THE LEVELS OF ACTIVE ALERT VILLAGE IN PEKALONGAN REGENCY Rini Kristiyanti,1 Jusuf S. Effendi,2 Farid3 Program Studi Magister Kebidanan, Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran There are at least 3 parties that must be involved as the development goals, one of which is midwife to drive the programs of active alert village. The higher the levels of the active alert village, the simpler the duties that the midwives have to run. This study aims to analyze the differences among village midwife’s work performance on active alert village which includes pratama (main), madya (intermediate), purnama (full), and mandiri (independent) active alert village. This study is cross sectional approach towards 80 midwives of active alert village in Pekalongan Regency during May-July 2013. Bivariate analysis performed using Chi square test and multivariable analysis with logistic regression. The results show no significant difference in the midwife work performance on the levels of the pratama, madya, purnama, and mandiri active alert village (p > 0.05). Logistic regression analysis found that the most influential factor in the midwife work performance is the work period with Prevalence Odds Ratio 8.250 (IK 95%: 2.121 to 32.090). This mean that the midwife with work period less than 5 year have a risk 8.250 times to have less performance than over 5 years. The conclusion of the study result no difference in the midwife performance on pratama, madya, purnama, and mandiri active alert village. The work period of over than 5 years results the best performance among village midwives. Keywords: village midwife performance, pratama, madya, purnama, and mandiri active alert village PENDAHULUAN Pada tahun 2006, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Kepmenkes nomor 564/ Menkes/ SK/ VIII/ 2006 mengenai desa siaga, yang kemudian diperbarui dengan Kepmenkes RI nomor 1529/ Menkes/ SK/ X/ 2010 untuk akselerasi pencapaian target desa siaga aktif pada tahun 2015. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau, dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), kejadian bencana, kecelakaan, dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat, secara gotong-royong. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, terdapat 4 tingkatan/ kategori desa siaga aktif, yaitu: desa siaga aktif pratama, desa siaga aktif madya, desa siaga aktif purnama, dan desa siaga aktif mandiri.1,2,3 Setelah 6 tahun pelaksanaan program desa siaga, ternyata program tersebut belum banyak memberikan dampak positif terutama dalam bidang kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2009, tercatat 42.295 desa dan kelurahan (56,1%) dari 75.410 desa dan kelurahan yang ada di Indonesia telah memulai upaya mewujudkan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga. Namun demikian, banyak diantaranya yang belum berhasil menciptakan Desa Siaga atau Kelurahan Siaga yang sesungguhnya, yang disebut sebagai Desa Siaga atau Kelurahan Siaga aktif.1 Untuk menggerakkan program Desa Siaga, terdapat setidaknya tiga pihak yang harus dilibatkan sebagai sasaran pengembangan. Pertama, pihak-pihak yang memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga, atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku. Kedua, semua individu dan keluarga di desa atau kelurahan, dan ketiga, pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan seperti kebijakan, peraturan perundangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain.2 Peran bidan dalam program desa siaga adalah sebagai pembimbing dan pelaksana penggerakan dan pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan serta sebagai pelaksana pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Hal ini menunjukkan bahwa peran bidan sangat penting dalam keberhasilan program desa siaga. Sesuai dengan kewenangan bidan di komunitas, diharapkan bidan dapat mengupayakan kesehatan ibu dan bayi, serta mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi dan memberikan asuhan kebidanan.4 Mejia dalam Satyawan (2003) menyebutkan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja antara lain sosial ekonomi, demografi, geografi (lingkungan kerja), aseptabilitas, aksesibilitas, beban kerja, dam organisasi. Faktor-faktor kinerja yang dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan pencapaian kinerja seseorang, diantaranya adalah produktivitas, kepuasan, prestasi kerja, dan disiplin kerja.5-9 Salah satu tolok ukur keberhasilan desa siaga adalah kinerja provider (bidan desa). Kinerja bidan dapat diukur dari pencapaian sasaran dan target KIA. Hal ini didasarkan pada sasaran utama pelayanan kebidanan salah satunya adalah kesehatan ibu dan anak (KIA), yaitu meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.9 Masalah utama kesehatan di Jawa Tengah adalah masih tingginya angka kematian ibu dan bayi; masih ditemuinya kasus gizi buruk di berbagai wilayah; tingginya berbagai penyakit menular seperti demam berdarah, malaria, tuberculosis paru, HIV/ AIDS; meningkatnya kejadian penyakit tidak menular; serta munculnya penyakit baru seperti SARS dan flu burung, serta meningkatnya penyakit tidak menular. AKI Jawa Tengah pada tahun 2008 adalah 114,42/ 100.000 kelahiran hidup, masih lebih rendah dibandingkan target nasional yaitu 102/ 100.000 kelahiran hidup.10 Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu daerah di wilayah propinsi Jawa Tengah yang telah melaksanakan program desa siaga. Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tahun 2011, dari 26 Puskesmas wilayah kerja, terdapat 285 desa/ kelurahan, yang seluruhnya telah masuk dalam kategori desa siaga aktif, dengan tingkatan 131 (45,26%) desa siaga aktif pratama, 126 (44,56%) desa siaga aktif madya, 27 (10,18%) desa siaga aktif purnama, dan 1 desa siaga aktif mandiri.11 Dari 285 desa/ kelurahan di Kabupaten Pekalongan, masing-masing telah terdapat tenaga bidan, namun menurut masyarakat masih belum efektif, karena masih terdapat bidan yang tidak membuka pelayanan kesehatan 24 jam, dan banyak bidan yang tidak tinggal di desa. Hal ini menyebabkan akses masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan belum terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada perbedaan kinerja bidan desa pada desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri. METODE Penelitian observasional yang bersifat analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di 5 wilayah kerja puskesmas Kabupaten Pekalongan, yaitu Siwalan, Bojong 1, Kedungwuni 1, Wonokerto, dan Karanganyar. Subjek penelitian ini adalah bidan yang bertugas di desa siaga dan memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini terdapat empat variabel bebas (produktivitas kerja, kepuasan kerja, prestasi kerja, dan disiplin kerja), satu variabel terikat yaitu tingkatan desa siaga aktif, dan 3 variabel perancu (usia, masa kerja, dan imbalan uang). Analisis bivariat menggunakan uji statistik chi kuadrat, Untuk menganalisis perbedaan antara tingkatan desa siaga aktif serta faktor-faktor perancu lainnya terhadap kinerja bidan desa desa, digunakan uji regresi logistik. Kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai P < 0,05. HASIL Subjek penelitian ini adalah bidan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Siwalan, Wonokerto, Kedungwuni 1, Wiradesa, Bojong 1, dan Karanganyar berjumlah 80 orang. Karakteristik subjek penelitian didapatkan dari hasil pendataan subjek penelitian yang meliputi usia, masa kerja, dan imblan uang. Adapaun karakteristik subjek penelitian dapat dijelaskan pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Usia 1. < 25 th 2. 25-35 th 3. > 35 th Masa kerja 1. < 3 th 2. 3-5 th 3. > 5 th Imbalan uang 1. ≤ 2 jt 2. > 2 jt Produktivitas 1. Tercapai 2. Tidak tercapai Kepuasan kerja 1. Puas 2. Kurang puas Prestasi kerja 1. Baik 2. Kurang baik Disiplin kerja 1. Baik 2. Kurang baik Jumlah (n= 80) Persentase (%) 14 45 21 17,5 56,25 26,25 23 37 20 28,75 46,25 25 23 57 28,75 71,25 51 29 63,75 36,25 49 31 61,25 38,75 44 36 55 45 54 26 67,5 32,5 Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 80 responden, didapatkan sebagian besar responden berusia 25-35 tahun, masa kerja 3-5 tahun, imbalan uang lebih dari 2 juta per bulan, produktivitas tercapai, kepuasan kerja puas, prestasi kerja baik, dan disiplin kerja baik. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara kinerja bidan pada tingkatan desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri dilakukan pengujian bivariabel dengan uji chi kuadrat. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2 Perbedaan kinerja bidan berdasarkan tingkatan desa pratama, madya, dan purnama/ mandiri Kinerja Kinerja baik Kinerja kurang Tingkatan desa siaga aktif Pratama Madya Purnama/ Mandiri 8 (20,5%) 5 (14,7%) 1 (14,3%) 31(79,5%) 29 (85,3%) 6 (85,7%) Total 14 (12,5%) 66 (87,5%) Ket: * berdasarkan uji Chi Kuadrat Perbandingan Pratama vs Madya nilai p= 0,518; Pratama vs Purnama/ Mandiri nilai p= 0,583 (uji Exact Fisher) Nilai p* 0,787 Tabel 2 menunjukkan hasil uji analisis dengan menggunakan uji Chi Kuadrat, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna kinerja bidan desa berdasarkan tingkatan desa siaga aktif (dengan nilai p> 0,05), dan hasil analisis antara kinerja bidan desa siaga aktif pratama dan madya juga didapatkan hasil tidak berbeda dengan nilai p> 0,05. Oleh karena itu dilakukan analisis hubungan variabel perancu dengan kinerja bidan desa. Adapaun hasilnya dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Hubungan variabel perancu terhadap kinerja bidan desa Variabel Perancu 1. Usia < 25 tahun 25-35 Tahun > 35 tahun 2. Masa kerja < 3 tahun 3-5 Tahun >5 tahun 3. Imbalan uang ≤ 2 jt >2jt Kinerja Baik Kurang Nilai p 0,001 0 (0%) 5 (35,7%) 9 (64,3%) 14 (21,2%) 40 (60,6%) 12 (18,2%) 0 (0%) 4 (28,6%) 10 (71,4%) 23 (34,8%) 33 (50%) 10 (15,2%) 0 (0%) 14 (100%) 23 (34,8%) 43 (65,2%) < 0,001 0,005 Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel perancu usia, masa kerja, dan imbalan uang memiliki hubungan yang bermakna dengan kinerja bidan desa siaga aktif. Oleh karena itu kemudian dilakukan analisis multivariabel terhadap tingkatan desa siaga aktif, variabel perancu, dan kinerja bidan desa dengan menggunakan uji Regresi Logistik. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4 Analisis multivariabel tingkatan desa siaga aktif, variabel perancu, dengan kinerja bidan desa Variabel Masa kerja < 3 th 3-5 th Konstanta Koef B SE Nilai p POR (IK 95%) 21,203 2,110 0,000 8380,814 0,693 0,000 0,998 0,002 1,000 8,250 (2,121-32,090) 1,000 Ket: nilai p untuk usia= 0,987; nilai p tingkatan desa siaga= 0,473 Tabel 4 menunjukkan hasil bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja bidan desa adalah masa kerja, dengan POR 8,250 (IK 95%: 2,121-32,090). Hal ini berarti bidan dengan masa kerja kurang dari 5 tahun memiliki risiko 8,250 kali untuk memiliki kinerja kurang dibandingkan dengan masa kerja > 5 tahun. HASIL Pada penelitian ini kinerja terbagi dalam 4 unsur, yaitu produktivitas, kepuasan kerja, prestasi kerja, dan disiplin kerja, dan dibandingkan berdasarkan 4 tingkatan desa siaga aktif, yaitu desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas tercapai tampak dari cakupan PWS-KIA pada masing-masing desa, dimana produktivitas tercapai sebagian besar pada desa siaga aktif pratama. Hal ini menunjukkan produktivitas bidan tidak memiliki hubungan bermakna dengan tingkatan desa siaga aktif. Banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya cakupan PWS-KIA, antara lain keaktifan ibu dalam melaksanakan kujungan antenatal dan pemilihan penolong dalam persalinan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Puskesmas masing-masing, dimana perhitungan antara target dan cakupan hanya melihat jumlah atau angka saja, tidak berdasarkan identitas klien, sehingga didapatkan data yang kurang sesuai. Kepuasan bidan memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkatan desa siaga aktif, dimana kepuasan kerja bidan sebagian besar pada bidan yang bertugas didesa siaga aktif purnama/ mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatan desa siaga aktif maka kepuasan bidan desa akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko, dimana kepuasan kerja sangat tergantung kepada kebutuhan sesorang pegawai dan tuntutan yang menjadi beban orang tersebut, sehingga untuk mencapai suatu kepuasan kerja dibutuhkan penyesuaian antara kebutuhan dengan tuntutan yang dihadapi. Adanya kepuasan kerja akan berdampak pada terciptanya iklim kerja yang kondusif dan baik dengan tingkat produktivitas tinggi.12 Prestasi baik sebagian besar pada bidan desa siaga aktif purnama/ mandiri, dan terdapat hubungan yang bermakna antara prestasi kerja dengan tingkatan desa siaga aktif, hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkatan desa siaga aktif maka semakin baik prestasi kerja bidan desa. Hal ini sesuai dengan pendapat Umar, bahwa hasil penilaian prestasi kerja pegawai dapat memperbaiki kuputusan-keputusan pegawai dan memberikan umpan balik kepada pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka. Sistem-sistem penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan, praktis, memiliki standar-standar, menggunakan ukuran, dan dapat diandalkan.13 Disiplin kerja bidan desa memiliki hubungan bermakna dengan tingkatan desa siaga aktif, dengan sebagian besar yang memiliki disiplin kerja baik bertugas di desa siaga aktif madya. Hal ini menunjukkan semakin baik tingkatan desa siaga aktif, maka semakin baik disiplin kerja bidan desa. Hal ini senada dengan pendapat Amstrong, bahwa disiplin merupakan suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan tujuan organisasi secara objektif, melalui kepatuhannya menjalankan peraturan organisasi.14 Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi kuadrat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kinerja bidan desa yang bertugas di desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri, yang berarti semakin tinggi tingkatan desa siaga aktif tidak selalu meningkatkan kinerja bidan yang bertugas di desa tersebut. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis yang ditegakkan. Ada beberapa kemungkinan, mengapa hasil tersebut tidak bermakna. Pertama dilihat dari besarnya subjek penelitianm dimana perbandingan antara desa siaga aktif pratama, madya, purnama, dan mandiri tidak seimbang, sehingga pada saat pengolahan data, hasilnya tidak bermakna. Kedua, dilihat dari program desa siaga aktif, bidan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi keberhasilan program tersebut, akan tetapi ada pihak-pihak lain yang harus dilibatkan. Setidaknya 3 pihak yang harus dilibatkan, antara lain pihak-pihak yang memiliki pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga, atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku, kedua adalah semua individu dan keluarga di desa atau kelurahan, dan ketiga adalah pihak-pihak yang diharapkan dapat memberikan dukungan, seperti kebijakan, peraturan perundangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain.2 Penelitian ini juga menunjukkan perlu dilakukan penilaian ulang tingkatan desa siaga aktif di Kabupaten Pekalongan dengan menggunakan kriteria yang terdapat dalam Kepmenkes 1529 tahun 2010, agar hasil lebih akurat, sedangkan data yang didapatkan adalah data tahun 2011 dimana Dinas Kesehatan masih menggunakan kriteria desa siaga tahun 2006. Hasil uji analisis bivariat antara variabel perancu (usia, masa kerja, dan imbalan uang) menunjukkan hasil yang bermakna terhadap kinerja bidan desa (nilai p < 0,05), sehingga dilakukan uji analisis multivariabel dengan menggunakan uji regresi logistik, dimana hasil analisis tersebut menunjukkan faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja bidan desa yaitu masa kerja dengan POR 8,250 (IK 95%: 2,121-32,090), hal ini berarti bidan dengan masa kerja kurang dari 5 tahun berpeluang 8,250 kali untuk memiliki kinerja kurang dibandingkan dengan masa kerja lebih dari 5 tahun.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama masa kerja bidan desa maka akan semakin meningkatkan kinerja bidan tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Robbins yang menyatakan bahwa masa kerja seseorang mencerminkan pengalaman seseorang dalam bekerja. Semakin lama seseorang bekerja, akan semakin terlatih dan terampil dalam melaksanakan pekerjaan. Lama kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja dengan umur saat ini. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama maka akan semakin terampil dan semakin cepat dalam menyelesaikan pekerjaannya.15 Masa kerja berkaitan dengan pengalaman-pengalaman yang didapatkan selama menjalankan tugas. Karyawan yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas. Makin lama kerja seseorang, kecakapan mereka akan lebih baik karena sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan.16 Keterbatasan penelitian ini antara lain adalah 1.) Sebaran desa siaga tidak seimbang yaitu lebih banyak pada tingkatan desa siaga aktif pratama, sehingga dimungkinkan terjadinya bias, 2.) Penilaian kinerja lebih banyak menggunakan kuesioner, sehingga simpulan yang dikemukakan hanya berdasar data yang terkumpul melalui instrumen secara tertulis dengan pilihan jawaban yang telah disediakan, 3.) Data mengenai kepuasan kerja, prestasi kerja, dan disiplin kerja diukur hanya berdasarkan penilaian diri sendiri (self rating scale), sehingga adanya kemungkinan responden mengukur kinerja mereka lebih rendah atau lebih tinggi dari keadaan sebenarnya, dan 4.) Penelitian dengan pendekatan cross sectional tidak dapat menunjukkan hubungan sebab akibat, tetapi menunjukkan keterkaitan saja, bukan kausalitas. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Jusuf S. Effendi, dr. SpOG (K), dan Dr. Farid, dr, Ir, SpOG (K), MKes., MHKes. Selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran serta arahan sejak awal penulisan hingga terselesaikannya artikel ilmiah ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Kepmenkes 1529 tahun 2010. Pedoman umum pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif. 2. Depkes RI. Pedoman pelaksanaan pengembangan desa siaga. Jakarta; 2006. 3. Kemenkes RI. Pusat Promosi Kesehatan. Suplemen desa dan kelurahan siaga aktif. 2011. 4. Depkes RI. Kurikulum dan modul pelatihan bidan poskesdes dalam pengembangan desa siaga. Jakarta; 2008. 5. Sitohang. Manajemen sumber daya manusia. PT Pradnya paramitha, cetakan pertama. Jakarta; 2007. 6. Wibowo. Manajemen kinerja. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta; 2007. 7. Amstrong M. a hand book on personel management practice. London hogan page. 4th edition. 1991. 8. Prawirosentono S. Analisis kinerja organisasi. PT Rineka cipta. Bandung; 1999. 9. Nawalah H. at all. Desa siaga: upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan melalui peran bidan di desa. The Indonesian Journal of Public Health vol. 8, no. 3 Maret 2012. Universitas Airlangga. Surabaya. hal: 91-98. 10. Http://m.suaramerdeka.com. Kesadaran persalinan di sarana kesehatan rendah, AKI Jateng masih tinggi. Diakses 23 Desember 2010. 11. Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. Data strata desa siaga. 2011. 12. Handoko HT. Manajemen personalia dan sumber daya manusia. BPFE edisi kedua. Yogyakarta; 2001. 13. Umar H. Sumber daya manusia dalam organisasi. Gramedia pustaka utama, cetakan ke-7. Jakarta; 2005. 14. Amstrong M. a hand book on personel management practice. London hogan page. 4th edition. 1991. 15. Robbins SP. Perilaku organisasi. Edisi lengkap. Alih bahasa Benyamin Molan. PT Indeks kelompok gramedia. Jakarta; 2003: 213-29. 16. Mangkunegara AAAP. Evaluasi kinerja sumber daya manusia. PT Refika aditama. Bandung; 2006.