operasi, laba kotor, dan size perusahaan sebagai ukuran kinerja

advertisement
operasi, laba kotor, dan size perusahaan sebagai ukuran kinerja dan menilai
prospek perusahaan dimasa depan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2. 1. Landasan Teoritis
2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory)
Menurut Jansen Meckling teori agensi menjelaskan tentang hubungan
konseptual antara pihak yang mendelegasikan keputusan tertentu (principal /
pemilik/pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut
(agen/manajemen).
Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena
kemungkinan bertindak tidak sesuai dengan principal, sehingga memicu biaya
keagenan (agency cost). Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral
untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan memperoleh
kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan
yang berbeda didalam perusahaan dimana masing – masing pihak berusaha
mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali,
2002). Eisenhardt (dalam Larasati, 2009) menggunakan tiga asumsi sifat dasar
manusia guna menjelaskan teori agensi yaitu: (a) manusia pada umumnya
mementingkan diri sendiri (self interest), (b) manusia memiliki daya pikir terbatas
mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), (c) manusia selalu
menghindari resiko (risk averse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia
kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic,yaitu
mengutamakan kepentingan pribadi (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Sebagai
pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan
pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu, manajer sudah seharusnya selalu
memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal dapat
diberikan kepada manager yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi
seperti laporan keuangan. Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi ini
akan memiu munculnya kondisi yang disebut dengan asimetris informasi
(information asymetry). Dengan adanya asimetri informasi antara agent dan
principal akan memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan
manajemen laba (earnings management) sehingga akan menyesatkan pemilik
(pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Jensen dan Meckling (dalam Larasati, 2009) berpendapat bahwa agency
conflict timbul pada berbagai hal sebagai berikut: (a) manajemen memilih
investasi yang paling sesuai dengan kemampuan dirinya dan bukan yang paling
menguntungkan bagi perusahaan, (b) manajemen cenderung mempertahankan
tingkat pendapatan perusahaan yang stabil, sedangkan pemegan saham lebih
menyukai distribusi kas yang lebih tinggi melalui beberapa peluang investasi
internal yang positif atau disebut earning retention, (c) manajemen cenderung
mengambil posisi aman untuk mereka sendiri dalam mengambil keputusan
investasi.Dalam hal ini, mereka akan mengambil keputusan investasi yang sangat
aman dan masih dalam jangkauan manajer, (d) manajemen cenderung hanya
memperhatikan cash flow perusahaan sejalan dengan waktu penugasan mereka.
Hal ini dapat dapat menimbulkan bias dalam pengambilan keputusan yaitu
berpihak kepada pada proyek jangka pendek dengan pengembalian akuntansi yang
tinggi, (e) asumsi dasar lainnya yang membangun agency theory adalah agency
problem yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara pemegang saham
sebagai pemilik dan manajemen sebagai pengelola. Pemilik memiliki kepentingan
agar dana yang diinvestasikan mendapatkan return maksimal, sedangkan manajer
berkepentingan terhadap pengelola insentif atas pengelolaan dan pemilik (agency
problem).
2.1.1.1. Biaya Agensi (Agency Cost)
Ageny cost terjadi untuk melindungi kepentingan pemilik dan untuk
mengurangi kemungkinan agen akan berprilaku menyimpang (misbehave).
Menurut Jensen dan Meckling (1976) adanya konflik keagenan
memunculkan biaya agensi yang terdiri dari :
1. The monitoring expenditure by the principle, yaitu pengawasan yang
dikeluarkan oleh principal untuk mengawasi perilaku dari agent dalam
mengelola perusahaan.
2. The bounding expenditure by the agent (bounding agent), yaitu biaya
yang dikeluarkan oleh agent untuk menjamin bahwa agent tidak
bertindak merugikan principal.
3. The residual loss, yaitu penurunan tingkat utilitas principal maupun
agent karena adanya hubungan agensi.
Konflik keagenan ini dapat diminimunkan dengan suatu mekanisme
pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan antara manajer dan pemilik
perusahaan yang dapat menimbulkan biaya agensi. Adanya beberapa alternative
untuk
mengurangi
agency
cost,diantaranya
adalah
adanya
kepemilikan
institusional, kepemilikan saham oleh manajemen, proporsi dewan komisaris
independen, dan komite audit.
2.1.2.Return Saham
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003) pengertian return adalah total laba
atau rugi yang diperoleh investor dalam periode tertentu yang dihitung dari selisih
antara pendapatan atas investasi pada periode tertentu dengan pendapatan
investasi awal.
Gitman (2001) mendefenisikan return sebagai total laba atau rugi yang
diperoleh dari suatu investasi selama periode tertentu yang dihitung dengan cara
membagi distribusi asset secara tunai selama satu periode ditambah dengan
perubahan nilainya dengan nilai investasi diawal periode.
MenurutTandelilin (2010) pengertian return adalah tingkat pengembalian
berupa imbalan yang diperoleh dari hasil jual beli saham. Dimana investor berani
berinvestasi dan menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya.
Pengertian return menurut Jogiyanto (2009) adalah
ukuran yang
mengukur besarnya perubahan kekayaan investor baik kenaikan maupun
penurunan
serta
menjadi
bahan
pertimbangan
untuk
membeli
atau
mempertahankan sekuritas.
Menurut Jogiyanto (2009)return saham dapat dibagi menjadi dua yaitu:
(1).Return realisasi (realized return)merupakan return yang telah terjadi yang
dihitung berdasarkan data historis.(2).Return ekspektasi (expected return)adalah
keuntungan yang diharapkan oleh seorang investor di kemudian hari terhadap
sejumlah dana yang telah ditempatkannya.
2.1.2.1. Komponen Return Saham
Menurut Tandelilin (2010), return saham terdiri dari dua komponen yaitu
(1).Capital gain (loss) yaitu kenaikan (penurunan) harga suatu saham yang bisa
memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor.(2).Yield merupakan komponen
return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara
periodik dari suatu investasi saham.
2.1.2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Return Saham
Menurut Meriewaty dan Setyani (2005) ada dua jenis kinerja perusahaan
yaitu : (1).Kinerja operasional merupakan kinerja yang diperoleh perusahaan
dengan menggunakan modal tetap perusahaan tanpa adanya hutang terdapat pada
Economic Value Added (EVA) dan Residual Income (RI) dengan mengukur besar
kecilnya laba operasional bersih setelah pajak ( Net Operating Profit After Tax /
NOPAT) yang diperoleh perusahaan.(2).Kinerja keuangan merupakan kinerja
yang diperoleh dari kinerja perusahaan yang menggunakan hutang. Oleh karena
itu, pengguna hutang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Jika
hutang yang digunakan dapat meningkatkan kinerja perusahaan maka
penggunaan hutang memberikan manfaat bagi perusahaan.
Menurut Jogiyanto (2009) faktor yang mempengaruhi return saham
adalah variasi tingkat pengembalian saham disebabkan dari penilaian pada kinerja
perusahaan. Semua persepsi yang positif terhadap kinerja perusahaan akan
membawa harga saham ke tingkat yang lebih tinggi dari semula, hal ini
disebabkan karena saham tersebut memberikan return yang optimal. Sebaliknya
jika ternyata membuat persepsi yang negatif bagi investor, maka harga saham
akan bergerak ke arah yang lebih rendah dari sebelumnya.
Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa perusahaan tidak selalu
membagikan dividen kepada para pemegang saham tetapi bergantung pada
kondisi perusahaan itu sendiri. Ini berarti bahwa jika perusahaan mengalami
kerugian tentu saja dividen tidak akan dibagikan pada tahun berjalan tersebut.
Dividen yang dibagikan dapat berupa dividen tunai maupun dividen saham.
Menurut Jogiyanto (2009)return saham dapat diukur sebagai berikut:
Dt + (Pt – Pt-1)
Rt =
Pt - 1
Keterangan :
Rt = Return saham
Pt= Harga saham periode t
Pt-1= Harga saham periode t-1
Dt = Dividen Saham periode t
2.1.3. Return On Asstes (ROA)
Return On Asset (ROA) menurut Kasmir (2012) adalah rasio yang
menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan.
Selain itu, return on assets memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas
perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan
aktiva untuk memperoleh pendapatan rumus yang digunakan untuk mencari rasio
return on asset adalah sebagai berikut:
Laba Bersih
ROA =
Total Aset
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan
dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Dengan kata lain,
semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asetdalam memperoleh
keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan
kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan
tersebut makin diminati investor, karena tingkat pengembalian akan semakin
besar.
2.1.4. Arus Kas
Menurut Warren (2006) melaporkan arus kas masuk dan arus kas keluar
yang utama dari suatu perusahaan selama satu periode. Laporan arus kas
melaporkan ada tiga jenis transaksi yaitu: (1).Arus kas dari aktivitas operasi, yaitu
arus kas dari transaksi yang mempengaruhi laba bersih.(2).Arus kas dari aktivitas
pendanaan, yaitu arus kas dari transaksi yang mempengaruhi ekuitas dan utang
perusahaan.(3).Arus kas dari aktivitas investasi, yaitu arus kas dari transaksi yang
mempengaruhi investasi dari aktiva lancar.
Laporan arus kas perusahaan memberikan pengungkapan bahwa ada tiga
aktivitas utama perusahaan, antara lain (1).Aktivitas Pendanaan (Financing
Activities) adalah metode yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan uang
untuk membayar kebutuhan – kebutuhan tersebut. Oleh karena ukuran dan potensi
aktivitas pendanaan dalam penentuan kesuksesan dan kegagalan perusahaa,
perusahaan berhati – hati dalam perolehan dan pengelolaan sumber daya
keuangan.(2).Aktivitas Investasi ( Investing Activities) mengacu pada perolehan
dan pemeliharaan investasi dengan tujuan menjual produk dan menyediakan jasa,
dan untuk tujuan menginvestasikan kelebihan kas.(3).Aktivitas Operasi(Operating
Activities) mencerminkan pelaksanaan rencana bisnis yang terdapat dalam
aktivitas pendanaan dan aktivitas investasi. Aktivitas operasi melibatkan
setidaknya lima komponen yaitu : penelitian dan pengembangan, pembelian,
produksi, pemasaran, dan administrasi (Subramanyan: 2014).
2.1.5. Economic Value Added ( EVA)
Kinerja sebuah perusahaan lebih banyak diukur berdasarkan rasio-rasio
keuangan selama satu periode tertentu. Pengukuran berdasarkan rasio keuangan
ini sangatlah bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan
dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Sehingga seringkali kinerja
perusahaan terlihat baik dan meningkat, yang mana sebenarnya kinerja tidak
mengalami peningkatan dan bahkan menurun. Diperlukannya suatu alat ukur
kinerja yang menunjukkan prestasi manajemen sebenarnya dengan tujuan untuk
mendorong aktivitas atau strategi yang menambah nilai ekonomis (value added
activities) dan menghapuskan aktivitas yang merusak nilai (non-value added
activities). Economic Value Added (EVA) sangat relevan dalam hal ini karena
Economic Value Added dapat mengukur kinerja (prestasi) manajemen berdasarkan
besar kecilnya nilai tambah yang diciptakan selama periode tertentu. Economic
Value Added juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam hal goal setting,
capital budgeting,performance assessment, dan incentive compensation suatu
perusahaan. Pengaruh nilai tambah di dalam suatu perusahaan secara keseluruhan
sangatlah penting sehingga hal ini jangan sampai terlewatkan dalam penyusunan
strategi perusahaan.
Economic Value Added atau sering juga disebut dengan EVA merupakan
alat analisa keuangan dalam mengukur laba ekonomi suatu perusahaan dimana
kemakmuran pemegang saham hanya dapat diciptakan apabila perusahaan dapat
menutup semua biaya operasional dan biaya modal. Economic Value
Addedmerupakan suatu merek dagang dari perusahaan konsultan berbasis New
York yang bernama Stern StewardCompany (Nasser,2003).
Economic Value Added mendukung para manager untuk bertindak seperti
halnya pemilik melalui peningkatan pengambilan keputusan kegiatan operasional,
pendanaan dan investasi. Economic Value Added mencoba lebih fokus terhadap
kemampuan perusahaan dalam memberikan return actual melebihi biaya modal
dalam
setiap
investasi.
Selain
itu,
Economic
Value
Added
juga
mempertimbangkan seluruh biaya modal yang digunakan dalam kegiatan
operasional perusahaan. Variabel pengukuran ini seperti earnings dan residual
income hanya mempertimbangkan beban bunga sebagai biaya modalnya (Biddle
et al,1998).
Economic Value Added menurut Young & O’Byrne (2001) adalah tolak
ukur kinerja keuangan dengan mengukur perbedaan antara pengembalian atas
modal perusahaan dengan biaya modal. Dari defenisi tersebut maka Economic
Value Addedditentukan oleh dua hal yaitu keuntungan operasional bersih setelah
pajak dan tingkat biaya modal. Economic Value Added dapat dihitung dengan
rumus:
EVA = NOPAT – Capital Charges
Dimana :
NOPAT = Net Operating Profit After Taxes
CC = Capital Charges
Jika EVA > 0, maka menunjukkan adanya nilai tambah ekonomis dalam
perusahaan, sehingga mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan baik.
Sedangkan
ekonomis
EVA< 0 , maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah
bagi
perusahaan
sehingga mengindikasikan
kinerja keuangan
perusahaan kurang baik. Jika EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena
semua laba yang telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang
dana, baik kreditur dan pemegang saham.
2.1.6. Residual Income (RI)
Residual income mengukur kinerja operasi perusahaan (net operating
profit after tax/NOPAT) dikurangi dengan beban atas semua hutang dan modal
yang diinvestasikan.
Dengan persamaan sebagai berikut:
Residual Income (RI) = Laba Bersih Setelah Pajak – (WACC x IC).
Dimana:
WACC = Weight Average Cost Of Capital danIC = Invested Capital
Residual income yang positif menunjukkan kelebihan laba dari yang
dibutuhkan oleh kreditur dan pemilik modal, yang berarti merupakan wealth bagi
residual claimants, yaitu pemegang saham. Sebaliknya, residual income yang
negatif berarti penurunan wealth pemegang saham.
2.1.7. Market Value Added ( MVA)
Young dan O’Byrne (2001) menyatakan bahwa Market Value Added
(MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan
utang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan. Market
Value Added merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan dalam memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan
mengalokasikan sumber – sumber yang sesuai. Market Value Added juga
merupakan indikator yang dapat mengukur seberapa besar kekayaan perusahaan
yang telah diciptakan untuk investornya atau Market Value Added menyatakan
seberapa besar kemakmuran yang dicapai. Indikator yang dijadikan tolak ukur
untuk mengukur nilai Market Value Added, yaitu:
a.
JikaMarket Value Added (MVA) > 0, berarti perusahaan berhasil
meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
b.
Jika Market Value Added (MVA) < 0, berarti perusahaan tidak dapat
meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
Menurut Griffith (2006), Market Value Added adalah selisih antara nilai
pasar perusahaan dengan jumlah modal yang diinvestasikan dalam perusahaan.
Jika Market Value Added positif berarti perusahaan telah meningkatkan nilai
modal investor. Dengan demikian, menciptakan kesejahteraan pemegang saham
(shareholder). Nilai pasar perusahaan merupakan harga saham penutupan per
tanggal 31 Desember dan modal yang diinvestasikan oleh investor adalah nilai
ekuitas per lembar saham.
Market Value Added secara teknis diperoleh dengan cara mengalikan
selisih antara harga pasar per lembar saham dan nilai buku per lembar saham
dengan jumlah saham yang beredar. Nilai pasar saham perusahaan tercermin oleh
harga saham yang tercantum pada akhir periode selama tahun tersebut
berlangsung (umumnya per 31 Desember). Nilai buku per lembar saham diperoleh
dengan membagi total equity dengan jumlah saham yang beredar (Ghozali dan
Irwansyah, 2002)
2.1.8. Debt To Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio merupakan ratio yang digunakan untuk mengukur
tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity yang
dimiliki perusahaan. Secara matematis debt to equity dapat dirumuskan sebagai
berikut
Total Equity
DER=Total Shareholders Equity
Struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat dari
struktur resiko tidak tertagihnya hutang. Maka makin kecil angka rasio ini makin
baik.
Debt to equity (DER) merupakan salah satu rasio solvabilitas yang
mengukur seberapa besar operasi perusahaan dibiayai oleh hutang bila
dibandingkan dengan operasi perusahaan yang dibiayai ekuitas. Rasio ini
menunjukkan menunjukkan seberapa besar perusahaan tergantung pada dana para
kreditur dibandingkan dana yang disediakan pemilik (Raden, 2007).
Total Debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang) sedangkan total sharehoder’s equity merupakan total
modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan komposisi atau
struktur modal dari total pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimiliki
perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka
pendek maupun jangka panjang) semakin besar dibanding dengan total modal
sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar
(kreditur) (Ang, 1997).
Mondligiani dan Miller dalam Christanty (2009)
menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan akan meningkat dengan meningkatnya
debt to equity karena adanya efek dari corporate tax shield. Hal ini disebabkan
karena dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak, umumnya bunga yang
dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat dipergunakan untuk mengurangi
penghasilan yang dikenakan pajak. Dengan demikian apabila terdapat dua
perusahaan dengan laba operasi yang sama, tetapi perusahaan yang satu
menggunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan yanglain tidak,
maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang
lebih kecil, sehingga menghemat pendapatan.
2.1.9. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan sebuah lembaga yang memiliki
kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham
sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada divisi tertentu
untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara
professional perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap
tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan
(Murwaningsari,2009).
Bathala et al (1994) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh institusi
merupakan salah satu memonitoring agents penting yang memainkan peran aktif
dan konsisten dalam melindungi investasi saham yang ditanamkan dalam
perusahaan. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan
kemakmuran pemegang saham.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No.
Nama & Tahun
Penelitian
Judul Penelitan
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1.
Trisnawati
(2009)
Pengaruh Economic Value
Added, Arus Kas Operasi,
Residual Income,Earnings,
Operating Leverage dan
Market
Value
Added
terhadap Return Saham
Variabel bebas: Economic
Value Added
Variabel terikat: return
saham, arus kas operasi,
residual income, earnings,
operating
leverage,
Market Value Added
EVA, arus kas operasi,
residual
income,
earnings,
operating
leverage, MVA tidak
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
return saham.
2.
Rosdiana
(2008)
Pengaruh Komponen Arus
Kas dan EPS terhadap
Return Saham.
Variabel bebas: EPS, arus
kas operasi, arus kas
pendanaan,
arus
kas
investasi.
Variabel terikat: return
saham.
Arus kas operasi dan
EPS
berpengaruh
positif terhadap return
saham.
Sedangkan
arus kas investasi dan
arus kas pendanaan
tidak
memberikan
pengaruh
terhadap
return saham.
dan
PengaruhEVA,Residual
Income,Earnings dan Arus
kas
Operasi
terhadap
Return yang diterima oleh
pemegang saham
Variabel bebas: Economic
Value
Added
(EVA),residualncome,arus
kas operasi, earnings
Variabel terikat: return
saham
4.
Triyono
dan
Hartono (2009)
Hubungan
Kandungan
Informasi
Arus
Kas,
Komponen Arus Kas dan
Laba Akuntansi dengan
Harga atau Return Saham
Variabel bebas: total arus
kas, komponen arus kas,
laba akuntansi, harga
saham.
Variabel terikat:Abnormal
return
5.
Livnat
dan
Zarowin (1990)
The Incremental Content
Of Cash Flow
Variabel bebas : arus kas
investasi,arus kas operasi,
harga saham.
Variabel
terikat:returnsaham
6.
Christanty
(2009)
Analisis Pengaruh faktor –
faktor fundamental dan
Variabel bebas:ROA,PER,
QAI,DER,NPM,EPS dan
Bahwa variabel arus
kas
operasi
berpengaruh
paling
signifikan
terhadap
return yang diterima
oleh pemegang saham.
Variabel
berikutnya
yang
berpengaruh
adalah
earnings,
sedangkan
variabel
EVA dan residual
income
tidak
mempunyai pengaruh
yang
signifikan
terhadap return.
Arus
kas
operasi
mempunyai hubungan
yang
signifikan
dengan harga saham
tetapi tidak terhadap
return saham. Arus
kas
investasi
mempengaruhi harga
saham dan return
saham.Arus
Kas
pendanaan
mempengaruhi
signifikan
dengan
harga saham tetapi
tidak dengan return
saham.
Arus kas operasi
mempengaruhi harga
saham dan return
saham.
Sedangkan
arus kas investasinya
tidak mempengaruhi
return saham.
ROA dan QAI tidak
mempunyai pengaruh
Pradhono
3.
Christiawan
(2005)
Economic Value Added
terhadap Return Saham
EVA
Variabel
saham.
terikat:
return
7
Daniati& Suhairi
(2006)
Pengaruh
Kandungan
Informasi
Komponan
Laporan Arus Kas, Laba
Kotor dan Size Perusahaan
terhadap Return Saham
(Survey Pada Industri
Textile dan Automotive
yang terdaftar di BEJ)
Variabel
bebas
:arus
operasi,arus
kas
pendanaan,arus
kas
investasi,laba kotor, size
perusahan .
Variabel terikat: return
saham
8
Kurniawan(2012)
Analisis Pengaruh EPS,
DER,
ROA,
ROE,
terhadap
returnsaham(Studi Empiris
pada perusahaan Real
Estate Property yang
tedaftar di BEI dalam
pengamatan 2008 – 2012)
Variabel
bebas:EPS,
DER, ROA, ROE.
Variabel
terikat:ReturnSaham
positif
signifikan
terhadap return saham
pada perusahaan yang
tercatat aktif dalam
LQ 45periode 2003 –
2007.
Sedangkan
PER, NPM,EPS,EVA
mempunyai pengaruh
positif
signifikan
terhadap
return
saham. Dan DER
mempunyai pengaruh
negatif
signifikan
terhadap
return
saham.
Bahwa
terdapat
pengaruh
yang
signifikan antara arus
kas dari aktivitas
investasi
terhadap
expected
return
saham, laba kotor
mamiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
expected
return saham, Size
perusahaan
mempunyai pengaruh
yang
signifikan
terhadap
expected
return
saham.
Sedangkan arus kas
dari aktivitas operasi
tidak
menunjukkan
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
expected
return
saham.
Hasil penelitian dari
DER
tidak
berpengaruh terhadap
return
saham.
Sedangkan EPS, ROA,
ROE
berpengaruh
terhadap return saham.
Download