operasi, laba kotor, dan size perusahaan sebagai ukuran kinerja dan menilai prospek perusahaan dimasa depan. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2. 1. Landasan Teoritis 2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory) Menurut Jansen Meckling teori agensi menjelaskan tentang hubungan konseptual antara pihak yang mendelegasikan keputusan tertentu (principal / pemilik/pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut (agen/manajemen). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan bertindak tidak sesuai dengan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing – masing pihak berusaha mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ali, 2002). Eisenhardt (dalam Larasati, 2009) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan teori agensi yaitu: (a) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (b) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), (c) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic,yaitu mengutamakan kepentingan pribadi (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu, manajer sudah seharusnya selalu memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal dapat diberikan kepada manager yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi ini akan memiu munculnya kondisi yang disebut dengan asimetris informasi (information asymetry). Dengan adanya asimetri informasi antara agent dan principal akan memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management) sehingga akan menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Jensen dan Meckling (dalam Larasati, 2009) berpendapat bahwa agency conflict timbul pada berbagai hal sebagai berikut: (a) manajemen memilih investasi yang paling sesuai dengan kemampuan dirinya dan bukan yang paling menguntungkan bagi perusahaan, (b) manajemen cenderung mempertahankan tingkat pendapatan perusahaan yang stabil, sedangkan pemegan saham lebih menyukai distribusi kas yang lebih tinggi melalui beberapa peluang investasi internal yang positif atau disebut earning retention, (c) manajemen cenderung mengambil posisi aman untuk mereka sendiri dalam mengambil keputusan investasi.Dalam hal ini, mereka akan mengambil keputusan investasi yang sangat aman dan masih dalam jangkauan manajer, (d) manajemen cenderung hanya memperhatikan cash flow perusahaan sejalan dengan waktu penugasan mereka. Hal ini dapat dapat menimbulkan bias dalam pengambilan keputusan yaitu berpihak kepada pada proyek jangka pendek dengan pengembalian akuntansi yang tinggi, (e) asumsi dasar lainnya yang membangun agency theory adalah agency problem yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara pemegang saham sebagai pemilik dan manajemen sebagai pengelola. Pemilik memiliki kepentingan agar dana yang diinvestasikan mendapatkan return maksimal, sedangkan manajer berkepentingan terhadap pengelola insentif atas pengelolaan dan pemilik (agency problem). 2.1.1.1. Biaya Agensi (Agency Cost) Ageny cost terjadi untuk melindungi kepentingan pemilik dan untuk mengurangi kemungkinan agen akan berprilaku menyimpang (misbehave). Menurut Jensen dan Meckling (1976) adanya konflik keagenan memunculkan biaya agensi yang terdiri dari : 1. The monitoring expenditure by the principle, yaitu pengawasan yang dikeluarkan oleh principal untuk mengawasi perilaku dari agent dalam mengelola perusahaan. 2. The bounding expenditure by the agent (bounding agent), yaitu biaya yang dikeluarkan oleh agent untuk menjamin bahwa agent tidak bertindak merugikan principal. 3. The residual loss, yaitu penurunan tingkat utilitas principal maupun agent karena adanya hubungan agensi. Konflik keagenan ini dapat diminimunkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan yang dapat menimbulkan biaya agensi. Adanya beberapa alternative untuk mengurangi agency cost,diantaranya adalah adanya kepemilikan institusional, kepemilikan saham oleh manajemen, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. 2.1.2.Return Saham Menurut Sundjaja dan Barlian (2003) pengertian return adalah total laba atau rugi yang diperoleh investor dalam periode tertentu yang dihitung dari selisih antara pendapatan atas investasi pada periode tertentu dengan pendapatan investasi awal. Gitman (2001) mendefenisikan return sebagai total laba atau rugi yang diperoleh dari suatu investasi selama periode tertentu yang dihitung dengan cara membagi distribusi asset secara tunai selama satu periode ditambah dengan perubahan nilainya dengan nilai investasi diawal periode. MenurutTandelilin (2010) pengertian return adalah tingkat pengembalian berupa imbalan yang diperoleh dari hasil jual beli saham. Dimana investor berani berinvestasi dan menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya. Pengertian return menurut Jogiyanto (2009) adalah ukuran yang mengukur besarnya perubahan kekayaan investor baik kenaikan maupun penurunan serta menjadi bahan pertimbangan untuk membeli atau mempertahankan sekuritas. Menurut Jogiyanto (2009)return saham dapat dibagi menjadi dua yaitu: (1).Return realisasi (realized return)merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis.(2).Return ekspektasi (expected return)adalah keuntungan yang diharapkan oleh seorang investor di kemudian hari terhadap sejumlah dana yang telah ditempatkannya. 2.1.2.1. Komponen Return Saham Menurut Tandelilin (2010), return saham terdiri dari dua komponen yaitu (1).Capital gain (loss) yaitu kenaikan (penurunan) harga suatu saham yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor.(2).Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi saham. 2.1.2.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Return Saham Menurut Meriewaty dan Setyani (2005) ada dua jenis kinerja perusahaan yaitu : (1).Kinerja operasional merupakan kinerja yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan modal tetap perusahaan tanpa adanya hutang terdapat pada Economic Value Added (EVA) dan Residual Income (RI) dengan mengukur besar kecilnya laba operasional bersih setelah pajak ( Net Operating Profit After Tax / NOPAT) yang diperoleh perusahaan.(2).Kinerja keuangan merupakan kinerja yang diperoleh dari kinerja perusahaan yang menggunakan hutang. Oleh karena itu, pengguna hutang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Jika hutang yang digunakan dapat meningkatkan kinerja perusahaan maka penggunaan hutang memberikan manfaat bagi perusahaan. Menurut Jogiyanto (2009) faktor yang mempengaruhi return saham adalah variasi tingkat pengembalian saham disebabkan dari penilaian pada kinerja perusahaan. Semua persepsi yang positif terhadap kinerja perusahaan akan membawa harga saham ke tingkat yang lebih tinggi dari semula, hal ini disebabkan karena saham tersebut memberikan return yang optimal. Sebaliknya jika ternyata membuat persepsi yang negatif bagi investor, maka harga saham akan bergerak ke arah yang lebih rendah dari sebelumnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa perusahaan tidak selalu membagikan dividen kepada para pemegang saham tetapi bergantung pada kondisi perusahaan itu sendiri. Ini berarti bahwa jika perusahaan mengalami kerugian tentu saja dividen tidak akan dibagikan pada tahun berjalan tersebut. Dividen yang dibagikan dapat berupa dividen tunai maupun dividen saham. Menurut Jogiyanto (2009)return saham dapat diukur sebagai berikut: Dt + (Pt – Pt-1) Rt = Pt - 1 Keterangan : Rt = Return saham Pt= Harga saham periode t Pt-1= Harga saham periode t-1 Dt = Dividen Saham periode t 2.1.3. Return On Asstes (ROA) Return On Asset (ROA) menurut Kasmir (2012) adalah rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Selain itu, return on assets memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan rumus yang digunakan untuk mencari rasio return on asset adalah sebagai berikut: Laba Bersih ROA = Total Aset Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas asetdalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. 2.1.4. Arus Kas Menurut Warren (2006) melaporkan arus kas masuk dan arus kas keluar yang utama dari suatu perusahaan selama satu periode. Laporan arus kas melaporkan ada tiga jenis transaksi yaitu: (1).Arus kas dari aktivitas operasi, yaitu arus kas dari transaksi yang mempengaruhi laba bersih.(2).Arus kas dari aktivitas pendanaan, yaitu arus kas dari transaksi yang mempengaruhi ekuitas dan utang perusahaan.(3).Arus kas dari aktivitas investasi, yaitu arus kas dari transaksi yang mempengaruhi investasi dari aktiva lancar. Laporan arus kas perusahaan memberikan pengungkapan bahwa ada tiga aktivitas utama perusahaan, antara lain (1).Aktivitas Pendanaan (Financing Activities) adalah metode yang digunakan perusahaan untuk mendapatkan uang untuk membayar kebutuhan – kebutuhan tersebut. Oleh karena ukuran dan potensi aktivitas pendanaan dalam penentuan kesuksesan dan kegagalan perusahaa, perusahaan berhati – hati dalam perolehan dan pengelolaan sumber daya keuangan.(2).Aktivitas Investasi ( Investing Activities) mengacu pada perolehan dan pemeliharaan investasi dengan tujuan menjual produk dan menyediakan jasa, dan untuk tujuan menginvestasikan kelebihan kas.(3).Aktivitas Operasi(Operating Activities) mencerminkan pelaksanaan rencana bisnis yang terdapat dalam aktivitas pendanaan dan aktivitas investasi. Aktivitas operasi melibatkan setidaknya lima komponen yaitu : penelitian dan pengembangan, pembelian, produksi, pemasaran, dan administrasi (Subramanyan: 2014). 2.1.5. Economic Value Added ( EVA) Kinerja sebuah perusahaan lebih banyak diukur berdasarkan rasio-rasio keuangan selama satu periode tertentu. Pengukuran berdasarkan rasio keuangan ini sangatlah bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan perusahaan. Sehingga seringkali kinerja perusahaan terlihat baik dan meningkat, yang mana sebenarnya kinerja tidak mengalami peningkatan dan bahkan menurun. Diperlukannya suatu alat ukur kinerja yang menunjukkan prestasi manajemen sebenarnya dengan tujuan untuk mendorong aktivitas atau strategi yang menambah nilai ekonomis (value added activities) dan menghapuskan aktivitas yang merusak nilai (non-value added activities). Economic Value Added (EVA) sangat relevan dalam hal ini karena Economic Value Added dapat mengukur kinerja (prestasi) manajemen berdasarkan besar kecilnya nilai tambah yang diciptakan selama periode tertentu. Economic Value Added juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam hal goal setting, capital budgeting,performance assessment, dan incentive compensation suatu perusahaan. Pengaruh nilai tambah di dalam suatu perusahaan secara keseluruhan sangatlah penting sehingga hal ini jangan sampai terlewatkan dalam penyusunan strategi perusahaan. Economic Value Added atau sering juga disebut dengan EVA merupakan alat analisa keuangan dalam mengukur laba ekonomi suatu perusahaan dimana kemakmuran pemegang saham hanya dapat diciptakan apabila perusahaan dapat menutup semua biaya operasional dan biaya modal. Economic Value Addedmerupakan suatu merek dagang dari perusahaan konsultan berbasis New York yang bernama Stern StewardCompany (Nasser,2003). Economic Value Added mendukung para manager untuk bertindak seperti halnya pemilik melalui peningkatan pengambilan keputusan kegiatan operasional, pendanaan dan investasi. Economic Value Added mencoba lebih fokus terhadap kemampuan perusahaan dalam memberikan return actual melebihi biaya modal dalam setiap investasi. Selain itu, Economic Value Added juga mempertimbangkan seluruh biaya modal yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan. Variabel pengukuran ini seperti earnings dan residual income hanya mempertimbangkan beban bunga sebagai biaya modalnya (Biddle et al,1998). Economic Value Added menurut Young & O’Byrne (2001) adalah tolak ukur kinerja keuangan dengan mengukur perbedaan antara pengembalian atas modal perusahaan dengan biaya modal. Dari defenisi tersebut maka Economic Value Addedditentukan oleh dua hal yaitu keuntungan operasional bersih setelah pajak dan tingkat biaya modal. Economic Value Added dapat dihitung dengan rumus: EVA = NOPAT – Capital Charges Dimana : NOPAT = Net Operating Profit After Taxes CC = Capital Charges Jika EVA > 0, maka menunjukkan adanya nilai tambah ekonomis dalam perusahaan, sehingga mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan baik. Sedangkan ekonomis EVA< 0 , maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah bagi perusahaan sehingga mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. Jika EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana, baik kreditur dan pemegang saham. 2.1.6. Residual Income (RI) Residual income mengukur kinerja operasi perusahaan (net operating profit after tax/NOPAT) dikurangi dengan beban atas semua hutang dan modal yang diinvestasikan. Dengan persamaan sebagai berikut: Residual Income (RI) = Laba Bersih Setelah Pajak – (WACC x IC). Dimana: WACC = Weight Average Cost Of Capital danIC = Invested Capital Residual income yang positif menunjukkan kelebihan laba dari yang dibutuhkan oleh kreditur dan pemilik modal, yang berarti merupakan wealth bagi residual claimants, yaitu pemegang saham. Sebaliknya, residual income yang negatif berarti penurunan wealth pemegang saham. 2.1.7. Market Value Added ( MVA) Young dan O’Byrne (2001) menyatakan bahwa Market Value Added (MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan utang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan. Market Value Added merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan mengalokasikan sumber – sumber yang sesuai. Market Value Added juga merupakan indikator yang dapat mengukur seberapa besar kekayaan perusahaan yang telah diciptakan untuk investornya atau Market Value Added menyatakan seberapa besar kemakmuran yang dicapai. Indikator yang dijadikan tolak ukur untuk mengukur nilai Market Value Added, yaitu: a. JikaMarket Value Added (MVA) > 0, berarti perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana. b. Jika Market Value Added (MVA) < 0, berarti perusahaan tidak dapat meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana. Menurut Griffith (2006), Market Value Added adalah selisih antara nilai pasar perusahaan dengan jumlah modal yang diinvestasikan dalam perusahaan. Jika Market Value Added positif berarti perusahaan telah meningkatkan nilai modal investor. Dengan demikian, menciptakan kesejahteraan pemegang saham (shareholder). Nilai pasar perusahaan merupakan harga saham penutupan per tanggal 31 Desember dan modal yang diinvestasikan oleh investor adalah nilai ekuitas per lembar saham. Market Value Added secara teknis diperoleh dengan cara mengalikan selisih antara harga pasar per lembar saham dan nilai buku per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar. Nilai pasar saham perusahaan tercermin oleh harga saham yang tercantum pada akhir periode selama tahun tersebut berlangsung (umumnya per 31 Desember). Nilai buku per lembar saham diperoleh dengan membagi total equity dengan jumlah saham yang beredar (Ghozali dan Irwansyah, 2002) 2.1.8. Debt To Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio merupakan ratio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Secara matematis debt to equity dapat dirumuskan sebagai berikut Total Equity DER=Total Shareholders Equity Struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat dari struktur resiko tidak tertagihnya hutang. Maka makin kecil angka rasio ini makin baik. Debt to equity (DER) merupakan salah satu rasio solvabilitas yang mengukur seberapa besar operasi perusahaan dibiayai oleh hutang bila dibandingkan dengan operasi perusahaan yang dibiayai ekuitas. Rasio ini menunjukkan menunjukkan seberapa besar perusahaan tergantung pada dana para kreditur dibandingkan dana yang disediakan pemilik (Raden, 2007). Total Debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang) sedangkan total sharehoder’s equity merupakan total modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek maupun jangka panjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) (Ang, 1997). Mondligiani dan Miller dalam Christanty (2009) menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan akan meningkat dengan meningkatnya debt to equity karena adanya efek dari corporate tax shield. Hal ini disebabkan karena dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak, umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak. Dengan demikian apabila terdapat dua perusahaan dengan laba operasi yang sama, tetapi perusahaan yang satu menggunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan yanglain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil, sehingga menghemat pendapatan. 2.1.9. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham sehingga biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara professional perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan (Murwaningsari,2009). Bathala et al (1994) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh institusi merupakan salah satu memonitoring agents penting yang memainkan peran aktif dan konsisten dalam melindungi investasi saham yang ditanamkan dalam perusahaan. Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu No. Nama & Tahun Penelitian Judul Penelitan Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Trisnawati (2009) Pengaruh Economic Value Added, Arus Kas Operasi, Residual Income,Earnings, Operating Leverage dan Market Value Added terhadap Return Saham Variabel bebas: Economic Value Added Variabel terikat: return saham, arus kas operasi, residual income, earnings, operating leverage, Market Value Added EVA, arus kas operasi, residual income, earnings, operating leverage, MVA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham. 2. Rosdiana (2008) Pengaruh Komponen Arus Kas dan EPS terhadap Return Saham. Variabel bebas: EPS, arus kas operasi, arus kas pendanaan, arus kas investasi. Variabel terikat: return saham. Arus kas operasi dan EPS berpengaruh positif terhadap return saham. Sedangkan arus kas investasi dan arus kas pendanaan tidak memberikan pengaruh terhadap return saham. dan PengaruhEVA,Residual Income,Earnings dan Arus kas Operasi terhadap Return yang diterima oleh pemegang saham Variabel bebas: Economic Value Added (EVA),residualncome,arus kas operasi, earnings Variabel terikat: return saham 4. Triyono dan Hartono (2009) Hubungan Kandungan Informasi Arus Kas, Komponen Arus Kas dan Laba Akuntansi dengan Harga atau Return Saham Variabel bebas: total arus kas, komponen arus kas, laba akuntansi, harga saham. Variabel terikat:Abnormal return 5. Livnat dan Zarowin (1990) The Incremental Content Of Cash Flow Variabel bebas : arus kas investasi,arus kas operasi, harga saham. Variabel terikat:returnsaham 6. Christanty (2009) Analisis Pengaruh faktor – faktor fundamental dan Variabel bebas:ROA,PER, QAI,DER,NPM,EPS dan Bahwa variabel arus kas operasi berpengaruh paling signifikan terhadap return yang diterima oleh pemegang saham. Variabel berikutnya yang berpengaruh adalah earnings, sedangkan variabel EVA dan residual income tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return. Arus kas operasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan harga saham tetapi tidak terhadap return saham. Arus kas investasi mempengaruhi harga saham dan return saham.Arus Kas pendanaan mempengaruhi signifikan dengan harga saham tetapi tidak dengan return saham. Arus kas operasi mempengaruhi harga saham dan return saham. Sedangkan arus kas investasinya tidak mempengaruhi return saham. ROA dan QAI tidak mempunyai pengaruh Pradhono 3. Christiawan (2005) Economic Value Added terhadap Return Saham EVA Variabel saham. terikat: return 7 Daniati& Suhairi (2006) Pengaruh Kandungan Informasi Komponan Laporan Arus Kas, Laba Kotor dan Size Perusahaan terhadap Return Saham (Survey Pada Industri Textile dan Automotive yang terdaftar di BEJ) Variabel bebas :arus operasi,arus kas pendanaan,arus kas investasi,laba kotor, size perusahan . Variabel terikat: return saham 8 Kurniawan(2012) Analisis Pengaruh EPS, DER, ROA, ROE, terhadap returnsaham(Studi Empiris pada perusahaan Real Estate Property yang tedaftar di BEI dalam pengamatan 2008 – 2012) Variabel bebas:EPS, DER, ROA, ROE. Variabel terikat:ReturnSaham positif signifikan terhadap return saham pada perusahaan yang tercatat aktif dalam LQ 45periode 2003 – 2007. Sedangkan PER, NPM,EPS,EVA mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap return saham. Dan DER mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap return saham. Bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara arus kas dari aktivitas investasi terhadap expected return saham, laba kotor mamiliki pengaruh yang signifikan terhadap expected return saham, Size perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap expected return saham. Sedangkan arus kas dari aktivitas operasi tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap expected return saham. Hasil penelitian dari DER tidak berpengaruh terhadap return saham. Sedangkan EPS, ROA, ROE berpengaruh terhadap return saham.