(ROA), Price Earning Ratio (PER)

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pengaruh Return On Asset (ROA), Price Earning
Ratio (PER), Net Profit Margin (NPM), Gross Profit Margin (GPM) terhadap
Return Saham telah banyak dilakukan oleh peneliti – peneliti sebelumnya
baik para peneliti dalam maupun peneliti luar negeri. Penelitian- penelitian
tersebut menghasilkan temuan yang masih inklusif atau dengan kata lain
masih memiliki kesenjangan dalam penelitian tersebut (gap research).
Dalam teorinya Ang (1997) yang mengatakan bahwa return
(kembalian) adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas
suatu investasi yang dilakukannya, dalam hal ini ada beberapa faktor – faktor
yang mempengaruhi return saham. Penelitian yang dilakukan Ulupui (2007)
dengan judul “Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan
Profatibilitas terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan Dan
Minuman Dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ)”. Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Current Ratio (CR),
Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), dan Total Asset Turn
Over (TATO). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Current Ratio
(CR), dan Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap Return Saham. Variabel lain yaitu Debt to to Equity Ratio (DER),
dan Total Asset Turn Over (TATO) tidak berpengaruh
21
22
terhadap Return Saham. Penelitian yang dilakukan Prihantini (2009) yang berjudul
“Analisis Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, ROA, DER, dan CR, terhadap Return
Saham”. Variabel independen yang digunakan Inflasi, Nilai Tukar, Return On Asset
(ROA), Debt to Equity Ratio (DER), dan Current Ratio (CR). Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Current Ratio (CR) dan Return On
Asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham, sedangkan
variabel inflasi, nilai tukar rupiah, dan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Return Saham. Penelitian yang dilakukan Sugiarto
(2011) yang berjudul “Analisa Pengaruh Beta, Size Perusahaan, DER, dan PBV
Ratio Terhadap Return Saham”. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Beta, Company Size, Debt to Equity Ratio (DER) dan Price to Book Value
(PBV). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Beta tidak berpengaruh terhadap
Return Saham. Variabel Size (ukuran) perusahaan dan Price to Book Value (PBV)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham, sedangkan Debt to
Equity Ratio berpengaruh negatif dan signifkan terhadap Return Saham. Penelitian
yang dilakukan Absari (2012) yang berjudul “Analisis Pengaruh Faktor
Fundamental Perusahaan dan Risiko Sistematis Terhadap Return Saham”.
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Likuiditas, Asset size,
Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), Earning per Share (EPS),
Price Earning Ratio (PER) dan Beta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Earning per Share (EPS) dan Beta berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Return Saham, sedangkan likuiditas, Asset size, Debt to Equity Ratio (DER), Return
on Equity (ROE) dan Price Earning Ratio tidak terbukti berpengaruh terhadap
23
return saham. Penelitian yang dilakukan Malintan (2012) dengan judul “Pengaruh
Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio, dan Return On Asset
terhadap Return Saham Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2005-2010”. Penelitian ini menggunakan variabel Current Ratio
(CR), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Return On Asset
(ROA). Penelitian menunjukkan bahwa variabel Price Earning Ratio (PER), dan
Return On Asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return Saham,
sedangkan variabel Current Ratio (CR), dan Debt to Equity Ratio (DER) tidak
berpengaruh terhadap Return Saham. Penelitian yang dilakukan Wibowo (2013)
dengan judul “Analisis Pengaruh Variabel Fundemantal, Risiko Sistematik, dan
Jenis Perusahaan terhadap Return Saham”. Penelitian ini menggunakan variabel
Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Earning per Share (EPS),
Inflasi, dan Jenis Industri. Penelitian ini menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio
(DER), Earning per Share (EPS), dan Jenis Industri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Return Saham, sedangkan variabel Return On Asset (ROA), dan
Inflasi tidak berpengaruh terhadap Return Saham.
Faktor fundamental perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap return saham. Faktor undamental yang terdiri dari Return On Asset (ROA)
dan Price to Book Value (PBV) terbukti berpengaruh signifikan terhadap return
saham (Hardiningsih, dkk;2002). Perubahan return saham dipengaruhi oleh
variabel – variabel return on asset (ROA), Price to Book Value (PBV), earning per
share (EPS) dan nilai tukar. Sedangkan variabel Debt to Equity Ratio (DER)
terbukti tidak mempunyai pengaruh yanbg signifikan (Martoni ;2009). Hasil yang
24
berbeda ditunjukkan Rohmah dan Rina (2004) menyatakan bahwa variable
Economic Value Added (EVA), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE)
dan Return On Sales (ROS) baik secara simultan maupun parsial tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap return pemegang saham. Ratnawati (2009)
menunjukkan hasil bahwa variable Debt To Equity Ratio (DER) dan Beta
berpengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan variable Return On Equity
(ROE), Price To Book Value (PBV), Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
2.2
Landasan Teori
2.2.1
Pengertian Investasi
Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau
sumberdaya lain yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan
memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin,
2001). Menurut Hartono (2008) investasi merupakan suatu
penundaan konsumsi sekarang yang dimasukkan ke dalam proses
produksi yang efisien selama periode waktu tertentu yang hasilnya
untuk konsumsi dimasa mendatang. Seorang investor membeli
saham saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dari
kenaikan harga saham ataupun sejumlah dividen di masa yang akan
datang.
Menurut Tandelin (2001), investasi terdiri dari dua bagian utama,
yaitu: investasi dalam bentuk aktiva riil (real assets) dan investasi
dalam bentuk surat-surat berharga atau sekuritas (marketable
25
securities atau financial assets). Investasi riil merupakan aktiva
berwujud atau aset nyata seperti rumah, tanah, emas, dan mesinmesin. Sedangkan investasi finansial melibatkan surat-surat
berharga, misalnya deposito, saham, ataupun obligasi yang pada
dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang dikuasai oleh suatu
entitas
Tujuan dari investasi secara umum adalah meningkatkan
kesejahteraan investor. Kesejahteraan dalam hal ini adalah
kesejahteraan yang dapat diukur dengan penjumlahan pendapatan
saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Menurut
Tandelilin (2001) secara khusus tujuan investasi yaitu:
a.
Mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa datang
Seseorang
yang
bijaksana
akan
berfikir
bagaimana
meningkatkan taraf hidupnya dari waktu ke waktu atau
setidaknya berusaha bagaimana mempertahankan tingkat
pendapatannya yang ada sekarang agar tidak berkurang
dimasa yang akan datang.
b.
Mengurangi tekanan inflasi dengan melakukan investasi
dalam pemilikan perusahaan seseorang dapat menghindarkan
diri dari risiko penurunan nilai kekayaan atau hak miliknya
akibat adanya pengaruh inflasi.
c.
Dorongan untuk menghemat pajak beberapa negara di dunia
banyak melakukan kebijakan yang bersifat mendorong
26
tumbuhnya investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas
perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi.
2.2.2
Saham Pilihan Investasi
Saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda
penyertaan atau pemelikan seseorang atau badan dalam suatu
perusahaan atau perseroan terbatas Saham berwujud selembar kertas
yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan
yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan
ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di
dalam perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin, 2006).
Menurut Riyanto (2001) saham adalah tanda bukti pengambilan
bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (PT), sedangkan
menurut Husnan (2005) saham menunjukan bukti kepemilikan atas
suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal
seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka
pihak tersebut memiliki klaim (hak tagih) atas pendapatan
perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (www.idx.co.id).
Saham merupakan surat berharga yang paling popular dan dikenal
luas di masyarakat. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih
27
atau klaim, maka saham terbagi atas (Darmadji dan Fakhruddin,
2006):
1.
Saham biasa (common stock), yaitu saham yang menempatkan
pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian dividen
dan hak atas harta kekayaan perusahaanapabila perusahaan
tersebut dilikuidasi setelah perusahaan melunasi kewajiban
hutangnya.
2.
Saham preferen (preferred stock), yaitu saham yang memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena
bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi),
tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang
dikehendaki investor.
2.2.3
Konsep Return dalam Saham
Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati
oleh pemodal atas suatu investasi saham yang dilakukan (Ang,
1997). Return yang diterima oleh seorang pemodal yang melakukan
investasi tergantung dari instrumen investasi yang dibelinya atau
ditransaksikan.
Menurut Hartono (2008) return saham dibedakan menjadi
dua yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi
(expected return). Return realisasi (realized return) merupakan
return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis
dan digunakan sebagai salah satu alat pengukur kinerja perusahaan,
28
sedangkan return ekspektasi (expected return) merupakan return
yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang.
Berbeda dengan return realisasi (realized return) yang sifatnya
sudah terjadi, return ekspektasi (expected return) sifatnya belum
terjadi. Return realisasi (realized return) penting karena digunakan
sebagai salah satu pengukur kinerja keuangan dan juga berguna
sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan
risiko di masa mendatang.
Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada
ketidakpastian (uncertainty) antara return yang akan diperoleh
dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar return yang
diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula
risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki
hubungan positif dengan risiko (Hartono, 2008).
Menurut Tandelilin (2001) return saham terdiri dari dua komponen
yaitu, capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan
kenaikan (penurunan) harga suatu saham yang bisa memberikan
keuntungan (kerugian) bagi investor. Yield merupakan komponen
return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang
diperoleh secara periodik dari suatu investasi saham.
Menurut Hartono (2008) return saham merupakan
pengukuran harga saham pada tahun t dengan harga saham tahun
sebelumnya kemudian dibagi dengan harga saham sebelumnya.
29
Rumus untuk menghitung Return Saham adalah sebagai berikut
(Hartono, 2008)
Rit =
Pt – Pt-1
Pt-1
2.2.4
Rit
= Return saham masing-masing perusahaan
Pt
= Harga saham masing-masing perusahaan pada t
Pt-1
= Harga saham masing-masing perusahaan pada t-1
Laporan Keuangan
Menurut Brigham dan Houston (2009) laporan keuangan
melaporkan baik posisi perusahaan pada waktu tertentu maupun
operasinya selama beberapa periode yang lalu. Akan tetapi, nilai riil
dari laporan keuangan adalah fakta bahwa laporan keuangan dapat
digunakan untuk membantu memprediksi laba dan dividen di masa
depan. Dari sudut investor, analisis laporan keuangan digunakan
untuk memprediksi masa depan, sedangkan dari sudut pandang
manajemen analisis laporan keuangan digunakan untuk membantu
mengantisipasi kondisi di masa depan dan yang lebih penting
sebagai titik awal untuk perencanaan tindakan yang akan
memengaruhi peristiwa di masa depan.
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses
akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi
antara data keuangan atau aktivitas satu perusahaan dengan pihak-
30
pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas tersebut
(Munawir, 2007).
2.2.5
Analisis Fundamental
Investor dapat dilakukan melalui pendekatan fundamental,
sedangkan risiko sistematis (market risk) dapat mengurangi
besarnya tingkat keuntungan yang akan diperoleh investor Penilaian
kewajaran harga saham yang terbentuk di pasar modal oleh Menurut
Darmadji dan Fakhrudin (2003) analisis fundamental merupakan
analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi
atau memproyeksi nilai suatu saham. Analisis fundamental
merupakan analisis yang berhubungan dengan faktor fundamental
perusahaaan. Faktor fundamental perusahaan berasal dari kinerja
keuangan perusahaan dari tahun ke tahun seperti tingkat penjualan
dan laba perusahaan, siklus perusahaan, dan rasio-rasio keuangan
perusahaan (Fabozzi, 2001). Analisis fundamental berlandaskan
kepercayaan bahwa nilai saham dipengaruhi oleh kinerja keuangan
perusahaan
yang
menerbitkannya.
Jika
kinerja
perusahaan
meningkat maka harga saham akan merefleksikannya melalui
peningkatan harga saham tersebut (Husnan, 2005).
Menurut Tandelilin (2010) analisis fundamental merupakan
analisis saham yang dilakukan dengan mengestimasi nilai intrinsik
saham berdasar informasi fundamental yang telah dipublikasikan
perusahaan (seperti laporan keuangan, perubahan dividen, dan
31
lainnya) untuk menentukan keputusan menjual atau membeli saham.
Analisis fundamental mencari hubungan antara harga saham dengan
kondisi perusahaan, dengan kata lain saham mewakili nilai
perusahaan. Jika prospek suatu perusahaan sangat kuat dan baik,
maka harga saham perusahaan tersebut diperkirakan akan
merefleksikan kekuatan tersebut dan harganya akan meningkat
(Ang, 1997).
Menurut Sihombing (2008) terdapat empat tujuan utama
untuk mempelajari analisis fundamental perusahaan. Keempat
tujuan itu adalah sebagai berikut :
a. Untuk membuat proyeksi usaha perusahaan di masa depan.
b. Untuk melakukan evaluasi terhadap sebuah saham dan datang.
c. Untuk melakukan
evaluasi
terhadap kinerja manajemen
perusahaan serta membuat keputusan internal.
d. Memperkirakan risiko yang mungkin muncul terhadap sebuah
perusahaan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa analisis fundamental merupakan analisis yang mempelajari
faktor fundamental perusahaan seperti laporan keuangan perusahaan
yang tercermin dalam rasio-rasio keuangan perusahaan, dengan
tujuan untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham,
menganalisis kinerja keuangan perusahaan dengan mengetahui
32
kekuatan atau kelemahan perusahaan, dan menentukan keputusan
investasi untuk menjual atau membeli saham.
2.2.6
Analisis Rasio Keuangan
Analisis Rasio Keuangan merupakan bentuk atau cara yang
umum digunakan dalam analisis laporan finansial. Rasio merupakan
alat yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk
menjelaskan hubungan tertentu antara faktor yang satu dengan faktor
yang lain dengan dari suatu laporan finansial. Rasio dapat dihitung
berdasarkan financial statement yang terdiri dari neraca (balance
sheet) dan rugi-laba (income statement). Manfaat analisis rasio pada
dasarnya tidak hanya berguna bagi kepentingan intern perusahaan
melainkan juga bagi pihak luar. (pancawati dkk, 2001).
Menurut Husnan (1992) (dalam fitri dkk, 2007), analisis rasio
keuangan pada umumnya melibatkan dua jenis perbandingan, yaitu:
1. Perbandingan internal yang membandingkan rasio saat ini
dengan rasio masa lalu dan yang diharapkan di masa yang akan
datang untuk perusahaan yang sama.
2. Perbandingan eksternal yang membandingkan rasio suatu
perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis atau dengan ratarata industry pada titik yang sama.
Setiap laporan keuangan yang dibentuk memiliki tujuan
yang ingin dicapai oleh masing-masing perusahaan. Rasio finansial
dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu Liquidty, debt,
33
profitability dan coverage ratio. Diantara empat jenis rasio yang
dapat memberikan informasi yang cukup untuk mempertimbangkan
kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Lain halnya jika
melakukan analisis dengan satu kelompok rasio, analisis dapat
mempertimbangkan kelayakannya, Ang (1997) mengelompokkan
rasio keuangan berdasarkan ruang lingkup dan tujuan yang
diinginkan menjadi 5 yaitu likuiditas, aktivitas, solvabilitas,
rentabilitas (profitabilitas), dan rasio pasar.
Secara garis besar pengelompokan rasio keuangan
berdasarkan kedua pendapatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rasio
likuiditas (liquity ratios) dapat digunakan dalam
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas terdiri atas current
ratio, acid test ratio dan net working capital
2. Rasio aktivitas (activity ratios). Rasio ini menunjukkan
kemampuan serta efisiensiperusahaan dalam memanfaatkan
aktiva yang dimilikinya atau perputaran (turnover) dan aktiva
tersebut. Rasio aktivitas terdiri atas total asset turnover, fixed
asset turnover, account receivable turnover, inventory turnover,
average collection period dan day’s dales in inventory.
3. Rasio solvabilitas (solvency ratios) dan sering disebut leverage
ratio digunakan untuk menganalisis kemampuan likuiditas
perusahaan jangka panjang (kemampuan perusahaan membayar
34
hutang jangka panjang) yang meliputi debt ratio, debt to net
worth ratio, debt to equity ratio, cash flow to net income, cash
flow to total liabilities ratio dan cash flow to long term debt ratio.
4. Rentabilitas atau profitabilitas (profitability ratio). Jenis rasio ini
menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan
dibedakan
menjadi
dua
yaitu
rasio
yang
menunjukkan profitability dalam hubungannya dengan sales dan
dalam hubungannya dengan investment. Kedua rasio tersebut
secara bersama – sama menyatakan efisiensi perusahaan.
Profitability perusahaan dalam kaitannya dengan sales dapat
ditunjukkan dengan gross profit margin dan net profit margin.
Sedangkan profitability berkaitan dengan investment ditunjukkan
dengan rate of return on equity (ROE) dan return on asset (ROA).
5. Rasio pasar (market ratio), rasio ini menunjukkan informasi
penting perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham.
Rasio ini dibagi 7 jenis yaitu dividend yield, dividend per share,
earning per share, dividend payout ratio, price earning ratio,
book value per share dan price book value.
Dalam penelitian ini analisis rasio keuangan yang
digunakan
adalah
Pertama,
rasio
profitabilitas
yang
menggambarkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan dengan
tingkat investasi yang ditanamkan, diantaranya Return On Assets
(ROA) dan Net Profit Margin (NPM) dan Gross Profit Margin
35
(GPM). Kedua, rasio pasar yang menggambarkan harapan-harapn
investor terhadap investasi yang ditanamkan, yaitu Price Earning
Ratio (PER).
2.2.6.1
Return On Asset (ROA)
Return On Assets (ROA) sering juga disebut
sebagai Return On Investment (ROI) yang digunakan untuk
mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan
dengan
memanfaatkan
aktiva
yang
dimilikinya. Menurut Hanafi dan Halim (2009) Return on
Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang
berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada
tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Return
On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas
yang digunakan untuk menggambarkan sejauh mana
kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa
menghasilkan laba (Tandelilin, 2001). Dengan mengetahui
Return On Asset (ROA), kita dapat menilai apakah
perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya
dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan
Return On Asset (ROA) menunjukkan kemampuan atas
modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang
36
dimiliki untuk menghasilkan laba. Return On Asset
diperoleh dengan cara membandingkan laba bersih setelah
pajak terhadap total aset. Return On Asset (ROA) yang
negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif
atau rugi, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan modal
yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu
untuk menghasilkan laba.
Return On Asset (ROA) merupakan rasio
profitabilitas
yang
menggambarkan
kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba atas total asset yang
dimiliki perusahaan (Fakhruddin, 2008). Semakin besar
Return On Asset (ROA) suatu perusahaan, semakin besar
pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut
dan semakin baik perusahaan tersebut dari segi penggunaan
aset. Rumus untuk menghitung Return On Asset (ROA)
adalah sebagai berikut (Kasmir, 2008):
Earning After Tax
ROA =
Total Asset
2.2.6.2
Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio antara
harga saham dengan pendapatan setiap lembar saham, dan
merupakan indikator perkembangan atau pertumbuhan
perusahaan di masa yang akan datang (prospects of the
37
firm). Semakin tinggi rasio PER, semakin tinggi
pertumbuhan laba yang diharapkan oleh pemodal. Dalam
Husnan
dan
Pudjiastuti
(2004)
rasio
PER
dapat
diformulasikan sebagai berikut :
Harga Saham
PER = Laba per Lembar saham
Rasio ini menunjukkan seberapa tinggi suatu
saham dibeli oleh investor dibandingkan dengan laba per
lembar saham. Kalau PER perusahaan tinggi, berarti saham
perusahaan dapat memberikan return yang besar bagi
investor (Dharmastuti F, 2004). Sedangkan menurut Tendi
dkk (2005), Price Earning Ratio merupakan rasio antara
harga saham dengan pendapatan setiap lembar saham, dan
merupakan indikator perkembangan atau pertmbuhan
perusahaan di masa yang akan datang. Price Earning Ratio
memiliki hubungan positif dengan harga saham, sehingga
jika price earning ratio meningkat maka harga saham juga
akan semakin besar, begitu juga tingkat pengembalian
investasi saham, dan sebaliknya. Menurut Tendy dkk
(2005) dan Mila Christanty (2009) PER berpengaruh positif
dan signifikan terhadap return saham.
38
2.2.6.3
Net Profit Margin (NPM)
Menurut Alexandri (2008: 200) Net Profit Margin
(NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
bersih setelah dipotong pajak. Menurut Bastian dan
Suhardjono (2006: 299) Net Profit Margin adalah
perbandingan antara laba bersih dengan penjualan.
Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan
semakin
produktif,
sehingga
akan
meningkatkan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar
persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan.
Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang
tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan
penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen
dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil
untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi
yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya
untuk suatu resiko. Hasil dari perhitungan mencerminkan
keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar
modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut
39
investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable
atau tidak. Menurut Sulistyanto angka NPM dapat
dikatakan baik apabila > 5 %. NPM dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
NPM =
2.2.6.4
Laba Bersih setelah Pajak
Penjualan Bersih
Gross Profit Margin (GPM)
Menurut
(Kasmir,
2010:234)
Ratio
Gross
Profit
mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat
dicapai setiap rupiah penjualan, atau bila ratio ini
dikurangkan
terhadap
angka
100%
maka
akan
menunjukkan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya
operasi dan laba bersih. Data Gross Profit Margin Ratio
dari beberapa periode akan dapat memberikan informasi
tentang kecenderungan Gross Profit Margin Ratio yang
diperoleh dan bila dibandingkan standar ratio akan
diketahui apakah margin yang diperoleh perusahaan sudah
tinggi atau sebaliknya. Gross Profit Margin digunakan
untuk mengetahui presntase laba dari kegiatan usaha murni
dari bank yang bersangkutan setelah dikenai biaya – biaya.
Rasio ini dapat di formulasikan sebagai berikut.
Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan
GPM =
Penjualan Bersih
40
2.2.7
Struktur Modal
2.2.7.1
Pengertian Struktur Modal
Menurut Brigham dan Houston (2011), modal
merupakan
instrumen
yang
paling
penting
dalam
menunjang pertumbuhan perusahaan. Modal diperlukan
untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, dan
mendanai investasi untuk memperluas usahanya. Dalam
laporan posisi keuangan (balance sheet) perusahaan, modal
dapat terlihat di seluruh sisi kanan balance sheet, yang
merupakan
kombinasi
dari
liabilitas
dan
ekuitas
perusahaan. Sedangkan penggunaan modal dapat dilihat di
sisi kiri balance sheet, yang merupakan aset perusahaan.
Modal perusahaan dapat berupa modal asing maupun
modal sendiri. Modal asing merupakan modal yang didapat
bukan dari pemilik perusahaan. Modal asing dapat dilihat
pada bagian liabilitas, yaitu terdiri dari utang jangka
pendek utang jangka menengah, dan utang jangka panjang.
Modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik
perusahaan. Modal sendiri dapat dilihat pada bagian
ekuitas, yaitu terdiri dari modal saham, cadangan, dan laba
ditahan. Modal juga dapat dibedakan menjadi modal
internal dan eksternal. Modal internal adalah modal yang
bersumber dari dalam perusahaan. Laba ditahan merupakan
41
contoh dari modal internal. Sedangkan modal eksternal
adalah modal yang berasal dari luar perusahaan. Contoh
dari modal eksternal adalah modal saham dan utang.
Struktur Modal (capital structure) merupakan
kombinasi utang dan ekuitas dalam struktur keuangan
jangka panjang perusahaan (Brigham dan Houston, 2011).
Sementara menurut Riyanto (2001) Struktur Modal adalah
pembelanjaan
permanen
yang
mencerminkan
pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka
panjang
dengan
modal
sendiri.
Struktur
Modal
menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk
membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui
Struktur Modal, investor dapat mengetahui keseimbangan
antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya.
Margaretha dan Ramadhan (2010), juga mengemukakan
bahwa Struktur Modal (capital structure) suatu perusahaan
merupakan gabungan modal sendiri (equity) dan utang
perusahaan (debt). Berdasarkan beberapa pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa Struktur Modal merupakan
proporsi antara utang dan ekuitas yang digunakan sebagai
sumber pendanaan perusahaan. Salah satu komponen dari
Struktur Modal adalah utang. Menurut Brigham dan
Houston (2011) penggunaan utang memiliki beberapa
42
keuntungan dan kerugian utama. Keuntungan pertama dari
utang adalah beban bunga yang dibayar perusahaan atas
utang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (tax
deductible), sedangkan dividen yang dibayar perusahaan
tidak dapat dikurangkan. Keuntungan kedua adalah return
yang
dibayarkan
kepada
kreditur
tetap,
sehingga
perusahaan tidak perlu membagikan labanya kepada
kreditur melebihi nominal yang telah ditetapkan apabila
perusahaan benar-benar sukses. Kerugian utama atas
penggunaan utang adalah meningkatnya risiko perusahaan
dan jika perusahaan jatuh pada masa sulit hingga arus kas
dari aktivitas operasinya tidak mampu menutup beban
bunga yang terjadi, perusahaan tersebut akan dinyatakan
bangkrut.
Struktur modal dilihat dari hutang jangka
panjangnya saja, hal ini dikarenakan hutang jangka panjang
bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang atau
lama sehingga hutang jangka panjang ini perlu lebih
diperhatikan oleh para manajer keuangan (Mardiyanto,
2009: 258). Penjelasan tersebut menyimpulkan bahwa
dalam perhitungan struktur modal hanya menggunakan
43
hutang jangka panjang sehingga hutang jangka pendek
tidak digunakan.
Struktur modal sendiri memiliki tujuan yang
penting. Tujuan manajemen struktur modal adalah
menciptakan bauran sumber dana permanen sedemikian
rupa agar mampu memaksimalkan harga saham dan agar
tujuan manajemen keuangan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan tercapai (Sawir, 2004: 43). Besar kecilnya
angka rasio struktur modal menunjukkan banyak sedikitnya
jumlah pinjaman jangka panjang dari pada modal sendiri
yang diinvestasikan pada aktiva tetap yang digunakan
untuk memperoleh laba operasi.
Menurut Brigham dan Houston (2011: 155)
struktur modal yang optimal merupakan struktur modal
yang akan memaksimalkan harga saham perusahaan. Setiap
perusahaan harus mampu menentukan Struktur Modal yang
optimal yang dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Struktur Modal yang optimal dapat diukur dengan
menggunakan Debt to Equity Ratio. Debt to Equity Ratio
(DER) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
seberapa besar total aset yang dimiliki perusahaan dibiayai
dengan penggunaan utang, sehingga dengan rasio ini dapat
mengetahui seberapa bagus kondisi suatu perusahaan.
44
Apabila rasio utang semakin rendah, maka semakin bagus
kondisi perusahaan tersebut karena hanya sebagian kecil
aset perusahaan yang dibiayai dengan utang. Struktur
modal adalah poin penting yang harus diperhatikan oleh
perusahaan karena baik buruknya struktur modal akan
mempunyai efek langsung terhadap posisi finansial
perusahaan itu sendiri. Hal inilah yang mendorong
perusahaan untuk berusaha menciptakan struktur modal
yang optimal, dimana perusahaan meminimumkan hutang
dalam struktur modalnya (Kesuma, 2009:38-39). Struktur
modal dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Struktur Modal =
2.2.7.2
Hutang jangka panjang
Total Ekuitas
Faktor yang Memengaruhi Struktur Modal
Struktur modal memiliki empat faktor yang
memengaruhistruktur modal suatu perusahaan. Keempat
faktor tersebut adalah sebagai berikut (Brigham dan
Houston, 2011: 155-156):
1. Risiko usaha, atau tingkat risiko yang inheren dalam
operasiperusahaan jika perusahaan tidak menggunakan
hutang. Makinbesar risiko usaha perusahaan, makin
rendah rasio hutang optimalnya.
45
2. Posisi pajak perusahaan. Salah satu alasan utama
digunakannyahutang adalah karena bunga merupakan
pengurang pajak,selanjutnya menurunkan biaya hutang
efektif. Akan tetapi, jikasebagian besar laba suatu
perusahaan telah dilindungi dari pajak oleh perlindungan
pajak yang berasal dari penyusutan, maka bunga atas
hutang yang saat ini belum dilunasi, atau kerugian pajak
yang dibawa ke periode berikutnya, akan menghasilkan
tarif pajak yang rendah. Akibatnya, tambahan hutang
tidak akanmemiliki keunggulan yang sama jika
dibandingkan denganperusahaan yang memiliki tarif
pajak efektif yang lebih tinggi.
3. Fleksibilitas
keuangan,
atau
kemampuan
untuk
menghimpun modal dengan persyaratan yang wajar
dalam kondisi yang buruk. Bendahara perusahaan tahu
bahwa pasokan modal yang lancar dibutuhkan oleh
operasi yang stabil, selanjutnya memilikiarti yang sangat
penting bagi keberhasilan jangka panjang. Mereka juga
tahu bahwa ketika terjadi pengetatan uang dalam
perekonomian, atau ketika suatu perusahaan sedang
mengalami kesulitan operasional, akan lebih mudah
untuk menghimpun hutang dibandingkan modal ekuitas,
dan pihak pemberi pinjaman lebih bersedia untuk
46
mengakomodasi perusahaan yang memiliki neraca kuat.
Jadi, potensi kebutuhan akan dana di masa depan dan
konsekuensi kekurangan dana akan memengaruhi
sasaran struktur modal. Semakin besar kemungkinan
kebutuhan modal dan semakin buruk konsekuensi jika
tidak mampu untuk mendapatkannya, maka makin
sedikit jumlah hutang yang sebaiknya ada di dalam
neraca perusahaan.
4. Konservatisme atau keagresifan manajerial. Beberapa
manajer lebih agresif dibandingkan manajer lain,
sehingga mereka lebih bersedia untuk menggunakan
hutang yang sebaiknya ada didalam neraca perusahaan.
2.2.7.3
Teori Struktur Modal
a.
Pecking Order Theory
Pecking order theory adalah teori yang
berdasarkan asumsi simetris dimana manajer lebih
banyak mengetahui informasi tentang profitabilitas
dan
prospek
perusahaan
dibandingkandengan
investor. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan
akan lebih memilih melakukan pendanaan melalui
sumber internal dahulu kemudian kekurangannya
diambilkan dari sumbereksternal. Perusahaan dapat
mendanai dengan dana internal menggunakana laba
47
ditahan yang diinvestasikan kembali, tetapi jika
diperlukan pendanaan eksternal, jalur resistensi
terendah adalah hutang bukan ekiutas. Penerbitan
hutang mempunyai dampak kecil pada harga saham.
Ruang lingkup kesalahan penilaian hutang lebih kecil
karena penerbitan hutang merupakan tanda yang
tidak mengkhawatirkan investor. Berikut adalah
penjabaran dari Pecking order theory (Brealey
dkk,2008: 25):
a. Perusahaan menyukai pendanaan internal, karena
dana initerkumpul tanpa mengirimkan sinyal
sebaliknya yang dapatmenurunkan harga saham.
b. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan
menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya
menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakhir.
b.
Teori Pertukaran (Trade-off Theory)
Teori Pertukaran atau Trade-off Theory
adalah teori struktur modal yang menyatakan bahwa
perusahaan menukar manfaat pajak dari pendanaan
hutang dengan masalah yangditimbulkan oleh potensi
kebangkrutan. Teori trade-off memperkirakan bahwa
rasio
hutang
sasaran
akan
bervariasiantara
perusahaan satu dengan yang lain. Perusahaan dengan
48
aset berwujud dan aman serta laba kena pajak yang
melimpah yang harus dilindungi sebaiknya memiliki
rasio
sasaran
yang
tinggi.
Perusahaan
tidak
menguntungkan dengan aset tak berwujud yang
berisiko sebaiknya bergantung pada pendanaan yang
bersumber dari ekuitas. Secara keseluruhan teori
trade-off tentang struktur modal memiliki tujuan yang
baik. Teori ini menghindari prediksi ekstrim dan
merasionalisasi rasio utang moderat.
c.
Teori Sinyal (Signalling Theory)
Modigliani dan Miller berasumsi bahwa
setiap orang baik investor maupun manajer memiliki
informasi
yang
sama
tentang
prospek
suatu
perusahaan. Hal ini disebut dengan informasi simetris
(symmetric information). Namun pada kenyataannya
manajer sering kali memiliki informasi yang lebih
baik dibandingkan dengan investor. Hal ini disebut
sebagai
informasi
information),
yang
asimetris
akan
(asymmetric
berpengaruh
penting
terhadap struktur modal. Perusahaan dengan prospek
yang lebih cerah memilih untuk tidak melakukan
pendanaan melalui penawaran saham baru, sementara
perusahaan dengan prospek yang kurang baik
49
menyukai pendanaan dengan ekuitas luar. Secara
garis besar pengumuman penawaran saham biasanya
dianggap sebagai suatu sinyal (signal) bahwa prospek
perusahaan
kurang
cerah
menurut
penilaian
manajemennya. Sinyal (signal) adalah suatu tindakan
yang diambil oleh manajemen suatu perusahaan
memberikan petunjuk kepada investor tentang
bagaimana manajemen menilai prospek perusahaan
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ketika
perusahaan mengumumkan suatu penawaran saham
baru, maka yang lebih sering terjadi harga saham
akan cenderung turun. Masing-masing perusahaan
memiliki
karakteristik
yang
berbeda
untuk
menentukan struktur modal perusahaan. Perusahaan
akan berusaha untuk mencari struktur modal yang
menghasilkan keseimbangan antara risiko dan
pengembalian yang akan memaksimalkan harga
saham.
2.3
Kerangka Pikir
2.3.1
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Return On
Asset (ROA) terhadap Return Saham
Return On Asset (ROA) merupakan salah satu rasio
profitabilitas yang menunjukkan rasio antara laba bersih setelah
50
pajak terhadap total aset. Return On Asset (ROA) yang tinggi
menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menggunakan asetaset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba. Semakin besar
Return On Asset (ROA) suatu perusahaan, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin
baik perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Oleh karena itu,
perusahaan dengan Return On Asset (ROA) yang tinggi cenderung
diminati oleh investor, sehingga investor tertarik untuk membeli
saham perusahaan tersebut. Hal ini akan mengakibatkan permintaan
saham perusahaan tersebut mengalami peningkatan. Perusahaan
dengan Return On Asset (ROA) yang tinggi, menyebabkan
permintaan atas saham perusahaan tersebut meningkat. Jika
permintaan atas saham perusahaan meningkat, maka harga saham
perusahaan tersebut dalam pasar modal cenderung meningkat.
Dengan meningkatnya harga saham perusahaan tersebut, maka
capital gain dari saham perusahaan tersebut juga mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan karena capital gain merupakan
selisih antara harga saham periode saat ini dengan harga saham
sebelumnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka Return On Asset
(ROA) berpengaruh positif terhadap Return Saham.
51
2.3.2
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Price
Earning Ratio (PER) terhadap Return Saham
Menurut Gill (2004) PER mengukur seberapa banyak para
investor bersedia membayar untuk rupiah dari laba yang di laporkan.
Rasio ini menggambarkan ketersediaan investor membayar satu
jumlah tertentu untuk setiap perolehan laba perusahaan. PER
merupakan perbandingan antara harga pasar sutau saham dengan
EPS dari saham yang bersangkutan. Makin besar PER suatu saham
maka menyatakan saham tersebut semakin mahal terhadap
pendapatan
bersih
per
saham
dan
merupakan
indikator
perkembangan atau pertumbuhan perusahaan di masa yang akan
datang (prospects of the firm)
Semakin tinggi rasio PER, semakin tinggi pertumbuhan
laba yang diharapkan oleh pemodal. Dalam Husnsn dan Pudjiastuti
(2004) rasio PER dapat diformulasikan sebagai berikut: Rasio ini
menunjukkan seberapa tinggi suatu saham dibeli oleh investor
dibandingkan dengan laba per lembar saham. Kalau PER perusahaan
tinggi, berarti saham perusahaan dapat memberikan return yang
besar bagi investor (Dharmastuti F, 2004).
2.3.3
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Profit Net
Margin (NPM) terhadap Return Saham
Profit Margin menghitung sejauh mana kemampuan
perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan
52
tertentu. Profit Margin yang tinggi menandakan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan
tertentu. Profit Margin yang rendah menandakan penjualan yang
terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu. Secara umum rasio yang
rendah bisa menunjukkan ketidakefesienn manajemen. Artinya
semakin besar rasio akan semakin baik, karena dianggap perusahaan
mendapatkan laba kotor yang tinggi. Hal tersebut memberikan
keyakinan terhadap para investor untuk memiliki saham perusahaan
tersebut yang nantinya dapat meningkatkan return saham dimasa
yang akan datang. Pernyataan ini didukung dari hasil penelitian yang
dilakukan Astiti, et al. (2014) bahwa NPM berpengaruh terhadap
return saham.Berdasarkan penjelasan di atas, maka Profit Net
Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap Return Saham.
2.3.4
Pengaruh Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Gross
Profit Margin (GPM) terhadap Return Saham.
Profit Margin menghitung sejauh mana kemampuan
perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan
tertentu. Profit Margin yang tinggi menandakan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan
tertentu. Profit Margin yang rendah menandakan penjualan yang
terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu. Secara umum rasio yang
rendah bisa menunjukkan ketidakefesienn manajemen. Artinya
semakin besar rasio akan semakin baik, karena dianggap perusahaan
53
mendapatkan laba bersih yang tinggi. Hal tersebut memberikan
keyakinan terhadap para investor untuk memiliki saham perusahaan
tersebut yang nantinya dapat meningkatkan return saham dimasa
yang akan datang. Pernyataan ini didukung dari hasil penelitian yang
dilakukan.
2.3.5
Pengaruh Struktur Modal (DER) dalam memperkuat atau
memperlemah Return On Asset, Price Earning Ratio, Net Profit
Margin, dan Gross Profit Margin terhadap Return Saham
Pengoptimalkan struktur modal akan memaksimalkan
harga saham perusahaan.. Kecilnya angka rasio struktur modal
menandakan bahwa perusahaan tersebut memiliki modal sendiri
yang lebih besar yang dapat digunakan untuk investasi pada aktiva
tetap untuk memperoleh laba. Tetapi penggunaan hutang pada
struktur modal juga perlu.
Ketika suatu perusahaan sedang
mengalami kesulitan operasional, akan lebih mudah untuk
menghimpun hutang dibandingkan modal ekuitas, pihak pemberi
pinjaman lebih bersedia untuk mengakomodasi perusahaan yang
memiliki neraca kuat dan ketika target suatu perusahaan yang harus
dicapai semakin besar, maka perusahaan tersebut membutuhkan
dana yang semakin besar juga. Hal ini membuktikan bahwa baik
buruknya struktur modal perusahaan akan mempengaruhi finansial,
berarti perusahaan bisa membiayai kegiatan operasionalnya dengan
menggunakan sumber pendanaan internal yang lebih banyak
54
dibandingkan
sumber
pendanaan
eksternalnya.
Berdasarkan
penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa besar atau
kecilnya struktur modal dapat memperkuat hubungan antara ROA,
PER, NPM dan GPM dengan return saham.
Gambar II. 1 Kerangka Penelitian
Return Of Asset (ROA)
(X1)
H1
H2
Price Earning Ratio (PER)
(X2)
Return Saham (Y)
H3
Net Profit Margin (NPM)
(X3)
H4
H7
Gross Profit Margin (GPM)
(X4)
H6
H8
H5
Struktur Modal
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang sudah digambarkan,
maka dapat disimpulkan hipotesis dari pengaruh Return On Asset, Price
Earning Ratio, Net Profit Margin, dan Gross Profit Margin terhadap Return
55
Saham dengan struktur modal sebagai variabel moderating, yaitu sebagai
berikut :
H1
: Faktor fundamental yang diproksikan dengan Return On
Asset (ROA) berpengaruh terhadap Return Saham.
H2
: Faktor fundamental yang diproksikan dengan Price Earning
Ratio (PER) berpengaruh terhadap Return Saham.
H3
: Faktor fundamental yang diproksikan dengan Net Profit
Margin (NPM) berpengaruh terhadap Return Saham.
H4
: Faktor Fundamental yang diproksikan dengan Gross Profit
Margin (GPM) berpengaruh terhadap Return Saham.
H5
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Return
On Asset (ROA) terhadap Return Saham.
H6
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Price
Earning Ratio (PER) terhadap Return Saham.
H7
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Net
Profit Margin (NPM) terhadap Return Saham.
H8
: Struktur Modal (DER) mampu memoderasi pengaruh Gross
Profit Margin (GPM) terhadap Return Saham.
Download