127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan akhir dari seluruh tahapan studi yang telah dilakukan. Bab ini berisi temuan dan kesimpulan studi yang menjelaskan secara umum mengenai ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. Berdasarkan kesimpulan tersebut akan dibuat rekomendasi studi. Selain itu, pada bagian akhir akan dikemukakan keterbatasan studi dan usulan studi lanjutan. 5.1 Temuan Studi Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dilakukan dalam studi ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending, diperoleh temuan studi sebagai berikut. Ketersediaan Ruang Bermain Anak di Kelurahan Cigending 1. Kuantitas a. Berdasarkan standar penyediaan yang berlaku, kebutuhan jumlah dan luas lahan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending adalah sebagai berikut. Skala RT : 46 x 250 m² Skala RW : 11 ruang bermain dengan total luas lahan 5825.5 m² Skala Kelurahan : 1 x 3500 m² b. Berdasarkan hasil analisis dan observasi, ketersediaan ruang bermain terprogram di Kelurahan Cigending hanya berjumlah 1 ruang bermain dengan luas lahan 602 m² yang terdapat di wilayah permukiman terencana RW 11. Angka ini menunjukkan ruang bermain terprogram yang tersedia di skala RW Kelurahan Cigending baru memenuhi 10.33% dari total luas lahan yang dibutuhkan, dan 9.09% dari total jumlah ruang bermain yang dibutuhkan. Untuk ruang bermain pada skala RT dan Kelurahan sama sekali tidak tersedia ruang bermain terprogramkan, sehingga nilai kesesuaiannya 0%. 128 c. Ketersediaan ruang bermain tak terprogramkan memberikan kontribusi yang cukup besar bila dibandingkan dengan ketersediaan ruang bermain yang terprogramkan. Ruang bermain tak terprogramkan pada skala RT memperoleh nilai kesesuaian luas lahan sebesar 8.83% dan kesesuaian jumlah ruang 34.78%. Angka ini memang masih relatif kecil tetapi masih lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kesesuaian ruang bermain terprogram. Pada skala RW, ruang bermain tak terprogram yang tersedia berjumlah 8 ruang (72.73%) dengan total luas lahan 2200 m² (37.76%). d. Dari keseluruhan ruang bermain tak terprogramkan yang tersedia, jumlah ruang privat lebih banyak dibandingkan dengan ruang yang bersifat publik dengan perbedaan yang cukup signifikan. Dari 26 ruang bermain yang ada, hanya empat ruang yang sifat kepemilikannya publik dan atau semi publik. e. Pada skala kelurahan sama sekali tidak terdapat taman ataupun ruang bermain anak (0%). Pada skala kecamatan, terdapat Alun-alun Ujung Berung yang memenuhi 33% kebutuhan luas lahan. f. Ditinjau dari persebarannya, ruang bermain anak pada skala RT hanya terdapat di beberapa unit RW. Namun, pada penggunaannya, ruang bermain yang ada tetap melayani lebih dari satu unit RT. Untuk skala pelayanan RW, masih ditemukan tiga RW yang tidak memiliki ruang bermain skala RW. Selain itu, masih terdapat ketimpangan antara ketersediaan ruang bermain yang tersedia di perumahan terencana dengan perumahan tak terencana. g. Terdapat dua RW yang sama sekali tidak memiliki ruang untuk bermain ataupun berolahraga, yaitu RW 05 dan RW 06. Sebagai alternatif, Alun-alun Ujung Berung di RW 05 dan jalan buntu di depan halaman BKB di RW 06 yang sering menjadi tujuan anak bermain. 129 2. Kualitas a. Berdasarkan kriteria keamanan dan keselamatan, hanya satu ruang bermain yang dapat dikategorikan “sesuai” yaitu lapangan voli di RW 04. Pada dasarnya kriteria keamanan sudah cukup dapat terpenuhi dengan baik dibandingkan dengan keselamatan. Hal ini disebabkan adanya indikator penilaian kriteria keselamatan yang tidak dapat dipenuhi di hampir setiap ruang bermain yaitu tidak terdapat alat permainan yang membahayakan keselamatan anak, sebab pada umumnya tidak terdapat alat permainan di ruang bermain yang diobservasi sehingga penilaian tidak dapat dilakukan. Jika indikator tersebut dikesampingkan, maka lapangan badminton di RW 02 dan lapangan voli di RW 10 akan memenuhi kedua kriteria ini. b. Pemenuhan kriteria aksesibilitas dan kesesuaian fungsi masih didominasi oleh “tidak sesuai” sebesar 58% dan “kurang sesuai” sebesar 42%. Pada kriteria akses, dua indikator yang masih sulit dipenuhi adalah tidak dipisahkan topografi dan jalan yang menyulitkan dan membahayakan anak dan tersedianya jalur pejalan kaki yang memadai. Kriteria kesesuaian fungsi jelas masih sangat sulit untuk dipenuhi mengingat ruang bermain yang diobservasi didominasi oleh ruang tak terprogram, sehingga rata-rata belum memiliki luas yang ideal dan tidak menyediakan permainan yang dapat memberikan pengaruh pada perkembangan motorik, sosial, emosi dan kognitif anak. c. Dari hasil analisis penilaian kesesuaian kriteria kenyamanan diperoleh hasil 42% ruang bermain “sesuai”, 31% “kurang sesuai” dan sisanya 27% “tidak sesuai”. Hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya bobot penilaian kenyamanan. Dari 26 ruang bermain yang diobservasi, tujuh diantaranya tidak memenuhi satu pun indikator yang terdapat pada penilaian kriteria kenyamanan. Indikator yang paling sulit untuk dipenuhi adalah adanya penggabungan aktivitas. 130 Pemanfaatan Ruang Bermain Anak di Kelurahan Cigending 3. Karakteristik Pengguna Ruang Bermain a. Pengguna sarana bermain anak di Kelurahan Cigending didominasi oleh lakilaki dan anak-anak kelompok usia 7-14 tahun. Hal ini mendukung karakteristik anak berusia 7-14 tahun yang memang sudah ingin lepas dari pengawasan orang tua dan mulai bergaul dengan teman sebaya. Namun, hal yang cukup menarik terjadi di RW 04 di mana ditemukan lebih banyak anak perempuan. b. Asal pengguna didominasi oleh pengguna dari dalam lingkup wilayah RW. Namun, hal yang kontradiktif terjadi di lapangan olahraga milik Wisma Resko RW 02, di mana penggunanya didominasi oleh anak-anak yang berasal dari RW 01. Faktor yang paling berpengaruh adalah aksesibilitas. Akses dari dan menuju ke lapangan Resko dari RW 01 memang lebih baik dan mudah dibandingkan dengan akses dari dan menuju ke RW 02. Oleh karena itu, akses menjadi salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam menyediakan sebuah sarana bermain, agar sarana tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. c. 40% responden mengaku tidak menggunakan ruang bermain yang tersedia di lingkungannya. 35% dari jumlah tersebut mengaku mengetahui keberadaan ruang bermain di lingkungannya, sedangkan 5% sisanya mengaku tidak mengetahui informasi adanya ruang bermain yang tersedia di lingkungannya. Faktor utama penyebab mereka tidak menggunakan ruang bermain yang ada adalah faktor jarak dan teman bermain, sedangkan faktor adanya larangan dari orang tua hanya berlaku pada anak dalam kelompok usia 2-6 tahun. d. Jenis pekerjaan orang tua didominasi oleh buruh dan swasta. Hal ini menggambarkan latar belakang ekonomi pengguna mayoritas adalah golongan menengah ke bawah (terutama di wilayah permukiman tak terencana). 131 4. Karakteristik Penggunaan Ruang Bermain a. Waktu kunjungan didominasi oleh sore hari, sehingga sore hari menjadi waktu efektif penggunaan ruang sebagai tempat bermain. Hal yang cukup berbeda terdapat di Alun-alun Ujung Berung. Waktu efektif untuk bermain di ruang tersebut adalah siang dan malam hari. Siang hari, alun-alun dipenuhi anak-anak yang bermain sepulang sekolah (dengan masih mengenakan seragam). Malam hari, alun-alun dijadikan tempat bermain anak-anak sambil menunggu waktu sholat Isya dan belajar mengaji. b. Frekuensi kunjungan didominasi oleh “sering” atau sekitar 5-7 kali seminggu. Hal ini disebabkan adanya waktu luang yang dimiliki anak dalam setiap harinya. Selain itu, bermain juga telah menjadi kebutuhan bagi anak-anak untuk menyalurkan energi dan potensi yang ada di dalam dirinya. Mereka membutuhkan interaksi sosial dalam bermain untuk mengembangkan kemampuan emosi, motorik maupun kognitifnya. c. Jenis permainan yang mendominasi hampir seluruh ruang bermain adalah bermain bola. Hal ini didukung oleh faktor ruang yang relatif kosong sehingga anak-anak lebih leluasa melakukan permainan fisik, seperti bermain bola, layang-layang, bersepeda, dan lain-lain. d. Penggabungan aktivitas masih terjadi di hampir seluruh ruang bermain anak yang ada di Kelurahan Cigending. Mulai dari aktivitas orang dewasa yang seringkali membuat anak-anak tersingkirkan, sampai aktivitas warga dalam membuang sampah ke ruang yang sering digunakan anak-anak untuk bermain. Selain itu, parkir kendaraan dan kegiatan berdagang pun masih terlihat di lokasi ruang bermain anak. 5. Preferensi pengguna mengenai ketersediaan ruang bermain anak di lingkungannya. a. Bentuk sarana bermain yang diharapkan warga adalah taman bermain anak (playground). Alasan utama terpilihnya bentuk ini adalah karena kelengkapannya sebagai suatu sarana bermain dan fungsinya yang sesuai 132 untuk perkembangan anak. Lapangan olah raga menjadi bentuk sarana bermain kedua yang diharapkan warga. Alasannya agar lebih optimal pemanfaatannya, bisa sekaligus melayani kebutuhan orang dewasa. b. Prioritas pengguna dalam menentukan aspek yang harus dipenuhi dalam penyediaan sarana bermain anak adalah keamanan sebagai prioritas pertama, keselamatan di tempat kedua, dan kenyamanan di prioritas ketiga. Selanjutnya aksesibilitas dan yang terakhir adalah kesesuaian fungsi. Urutan prioritas ini agak berbeda dengan urutan prioritas menurut literatur dan analisis studi, kecuali pada bagian keamanan dan keselamatan. Kenyamanan merupakan prioritas yang cukup penting menurut pengguna ruang bermain (orang tua) di Kelurahan Cigending. 5.2 Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesesuaian ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. Hasil identifikasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan optimasi penyediaan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending pada masa yang akan datang. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai ketersediaan dan pemanfaatan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending adalah sebagai berikut. 1. Ditinjau dari kuantitasnya, ruang bermain tak terprogram di Kelurahan Cigending memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan ruang bermain terprogram, terutama dalam memenuhi kebutuhan jumlah ruang bermain. Namun, bila ditinjau dari kepemilikannya, ruang bermain tak terprogramkan yang tersedia lebih banyak yang bersifat privat. Pada dasarnya, baik ruang publik maupun ruang privat sama-sama memiliki potensi untuk digunakan sebagai tempat bermain. Namun, kepemilikan ruang yang lebih banyak bersifat privat daripada yang bersifat ruang publik membuat ketersediaan ruang bermain tak terprogram di dikembangkan. Kelurahan Cigending menjadi kurang potensial untuk 133 2. Hasil perbandingan antara kebutuhan ruang bermain berdasarkan standar dengan ketersediaan ruang bermain yang ada saat ini masih menunjukkan kesenjangan yang cukup besar, terutama dalam nilai kesesuaian luas lahan. Selain karena faktor ketersediaan ruang bermain yang memang masih minim di lapangan, faktor internal dari standar juga patut menjadi pertanyaan. Apakah standar yang digunakan sebagai perbandingan masih perlu disempurnakan atau membutuhkan penyesuaian untuk dapat diterapkan di sebuah lingkungan permukiman dengan karakteristik tertentu. 3. Kualitas ruang bermain yang ada saat ini masih perlu ditingkatkan lagi, terutama dalam memenuhi kriteria sebagai berikut: Tersedianya alat permainan yang tidak membahayakan keselamatan anak Tidak dipisahkan oleh topografi dan jalan yang menyulitkan anak Tersedianya jalur pejalan kaki yang memadai Memiliki luas ideal untuk menampung berbagai aktivitas permainan anak Tersedianya permainan yang dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan motorik, sosial, emosi dan kognitif anak Tidak terjadinya penggabungan aktivitas 4. Pemanfaatan ruang bermain yang ada saat ini menunjukkan tingginya frekuensi bermain anak setiap harinya. Frekuensi kunjungan di hampir setiap ruang bermain di Kelurahan Cigending adalah sering (5-7 kali dalam seminggu). Jumlah pengunjung ruang bermain setiap harinya juga cukup tinggi. Hal ini menunjukkan kebutuhan anak akan tersedianya tempat bermain yang berkualitas sangat tinggi. Oleh karena itu, ketersediaan ruang bermain di Kelurahan Cigending perlu ditingkatkan lagi jumlahnya, atau minimal ruang bermain yang saat ini telah tersedia perlu lebih dioptimalkan lagi kualitasnya. 134 5.3 Rekomendasi Studi Dari kesimpulan yang telah dikemukakan, pada bagian ini akan disampaikan rekomendasi untuk mengoptimalkan penyediaan ruang bermain anak di Kelurahan Cigending. 1. Peran Pemerintah sangat diperlukan dalam usaha memenuhi kebutuhan anak-anak akan tersedianya tempat bermain yang berkualitas. Ruang-ruang bermain tak terprogramkan yang saat ini tersedia di Kelurahan Cigending dapat dioptimalkan fungsinya bila Pemerintah memanfaatkan ruang tersebut untuk menyediakan sebuah tempat bermain terprogramkan. Hal ini dapat dilakukan, salah satunya dengan berusaha membina kerja sama yang baik dengan pemilik tanah, yaitu dengan membeli lahan kosong yang tersedia, sehingga statusnya menjadi ruang publik. Hal ini didukung oleh adanya informasi bahwa tanah yang puluhan tahun tak terbangun di Kelurahan Cigending dikarenakan ketidakmampuan pemilik tanah untuk membangun serta tidak lakunya tanah tersebut untuk dijual. Langkah yang dapat dilakukan untuk dapat menjembatani tercapainya hal tersebut adalah perlu ditingkatkannya kemitraan antara Dinas Pertamanan dan Pemakaman dengan pihak Kelurahan. 2. Optimasi fungsi dan kualitas ruang bermain yang saat ini telah sering digunakan anak-anak akan lebih efektif daripada membangun sebuah tempat bermain baru di lokasi dan lingkungan yang baru. Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya berusaha memanfaatkan ruang-ruang yang ada saat ini untuk dikembangkan menjadi sebuah tempat bermain terprogramkan yang berkualitas. 3. Standar penyediaan fasilitas untuk daerah permukiman yang baru akan dikembangkan dengan standar penyediaan fasilitas untuk permukiman yang sudah berkembang, baik secara terencana maupun tak terencana, sebaiknya dibedakan. Untuk permukiman yang baru akan dikembangkan, standar penyediaan fasilitas dapat difokuskan pada jumlah, luas lahan dan distribusi fasilitas yang akan disediakan, dalam hal ini adalah tempat bermain. Lain halnya dengan 135 permukiman yang sudah berkembang, standar penyediaan fasilitasnya dapat lebih difokuskan pada pemenuhan kualitas dan fungsinya. 4. Penyediaan tempat bermain seharusnya dibedakan dengan penyediaan taman, sebab pada dasarnya taman dan tempat bermain memiliki fungsi utama yang berbeda. Selama ini penyediaan tempat bermain belum tercantum secara jelas dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota, padahal seharusnya penyediaan tempat bermain anak tercakup di dalamnya. 5. Bila ditinjau dari penggunaan ruang, pada umumnya anak-anak memanfaatkan ruang bermain yang ada untuk melakukan permainan fisik, seperti bermain bola, bersepeda, kejar-kejaran , dan lain-lain. Hal ini mendorong diperlukannya sebuah tempat bermain yang fleksibel. Maka dari itu, alat permainan yang sifatnya tidak permanen sangat direkomendasikan untuk mendukung fungsi dari tempat bermain. 6. Perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah tempat bermain yang layak dan memadai bagi anak-anak. Jika kesadaran ini telah berkembang dari lingkup yang paling kecil, setidaknya akan ada usaha untuk mengoptimalkan kualitas dari ruang bermain yang ada saat ini. Dengan adanya kesadaran tersebut, masyarakat akan lebih memberikan perhatian pada pemeliharaan ruang bermain. Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mencapainya adalah sosialisasi mengenai manfaat yang dapat diterima dari tersedianya ruang bermain yang berkualitas, di lingkup-lingkup organisasi terkait seperti BKB (Bina Keluarga Balita). 7. Mengoptimalkan fungsi dari ruang bermain tak terprogramkan dapat dilakukan dengan cara pembagian waktu penggunaan ruang ataupun pembagian ruang dalam melakukan aktivitas, terutama untuk ruang yang memiliki luas memadai, seperti Alun-alun Ujung Berung. 136 5.4 Keterbatasan Studi dan Usulan Studi Lanjutan Studi ini masih memiliki banyak keterbatasan. Berikut ini beberapa keterbatasan studi serta usulan studi lanjutan untuk menyempurnakan studi ini. 1. Kesediaan partisipasi masyarakat dalam penyediaan sarana bermain anak dalam studi ini belum dibahas secara mendalam dan hanya berfungsi sebagai data pendukung saja. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi mengenai partisipasi masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan sarana bermain anak di lingkungan permukiman. 2. Studi ini hanya mengambil wilayah studi dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang relatif rendah di satu kelurahan saja. Maka, sebagai bahan perbandingan, dapat dilakukan studi sejenis di wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang juga rendah, tetapi pada wilayah kelurahan yang berbeda karakteristiknya dengan Kelurahan Cigending.