bab ii landasan teori - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam melakukan penelitian diperlukan dasar-dasar teori yang akan
menjadi tolok ukur penulis agar tidak melenceng dan keluar dari jalur yang
hendak diteliti. Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep),
definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala
dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan
gejala tersebut (Rakhmat, 1993 : 6).
9
Teori dalam penelitian ini menggunakan
teori S-O-R yaitu Stimulus- Organism-Response dan konsep yang dianggap
relevan dengan penelitian ini yaitu Komunikasi Pemasaran, Relationship
Marketing, Komunitas Merek (Brand Community), dan Loyalitas Pelanggan
(Costumer Loyalty).
2.1.
Komunikasi Pemasaran
Komunikasi pemasaran (marketing communication) adalah aktivitas yang
berusaha
menyebarkan
informasi,
mempengaruhi
dan
membujuk
atau
mengingatkan para sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia
menerima, membeli, loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang
bersangkutan.10
9
Secara
umum
komunikasi
merupakan
proses
kegiatan
Rakhmat Jalaluddin. “Metode Penelitian Komunikasi”. Bandung. Rosdakarya.
Djasmin Saladin “Manajemen Pemasaran Anali”s, 2003; 123
10
8
penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, isi pesan yang
disampaikan berupa lambang-lambang yang penuh arti dan bermakna.
Menurut Hovland yang dikutip oleh Wiryanto dalam bukunya Pengantar
Ilmu Komunikasi mendefinisikan komunikasi sebagai “…the process by which an
individual (the communicator) transmits stimuli (ussualy verbal symbols) to
modify, the behavior of other individu”. (Komunikasi adalah proses dimana
individu/komunikator menstransmisikan stimuli untuk merubah prilaku individu
yang lain).
11
Komunikasi terjadi jika kedua pihak sama-sama dapat mengolah
dengan baik simbol yang disampaikan. Simbol itu dapat dikatakan sebagai pesan,
dimana proses penyampaiannya dilakukan dengan media, dan terjadi perubahan
atau respons terhadap pesan yang disampaikan. Premis dasar komunikasi
mengikuti konsep stimulus-respons dalam disiplin ilmu psikologi. Semakin
banyak stimulus yang mirip atau hamper sama disampaikan, maka pesan yang
disampaikan harus lebih kuat sehingga komunikan dapat mengabaikan stimulus
lain yang lebih lemah.
Konsep-konsep pemasaran berada di wilayah penentuan pasar sasaran,
penentuan segmentasi pasar dan segmentasi potensial, kebutuhan dan keinginan,
permintaan, produk dan penawaran, nilai dan kepuasan, pertukaran dan transaksi,
hubungan dan jaringan, saluran pemasaran, rantai penjualan, persaingan, iklim
pasar, serta penentuan strategi bauran pemasaran.
Hubungan antara pemasaran dengan komunikasi merupakan hubungan
yang erat. Komunikasi merupakan proses penyampaian simbol-simbol yang
11
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi. Grasindo, Jakarta, 2004, hal 6.
9
diartikan sama antara individu dengan individu, individu dengan kelompok,
kelompok dengan kelompok dan kelompok pada massa. Komunikasi dalam
kegiatan pemasaran bersifat kompleks, yang tidak sederhana seperti berbincangbincang dengan rekan kerja atau keluarga. Bentuk komunikasi yang lebih rumit
akan mendorong penyampaian pesan oleh komunikator pada komunikan, melalui
strategi komunikasi yang tepat dengan proses perencanaan yang matang.
Penggabungan kajian pemasaran dan komunikasi akan menghasilkan kajian
“baru” yang disebut komunikasi pemasaran (marketing communication).
Komunikasi pemasaran juga merupakan bentuk komunikasi yang ditujukan untuk
memperkuat strategi pemasaran
2006: 4-5 ).
12
guna meraih segmentasi luas (Soemanagara,
Aplikasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai bentuk media yang
digunakan, daya tarik pesan, dan frekuensi penyajian. Penerapan komunikasi
bisnis sangat penting, khususnya dalam penyampaian pesan-pesan komunikasi
yang dihadapkan pada berbagai persoalan, semisal perbedaan persepsi, perbedaan
budaya, dan keterbatasan media yang digunakan.
2.2.
Relationship Marketing
Relationship marketing sebagai kegiatan pemasaran berbasis interaksi
dalam jaringan sebuah hubungan (Gummeson, 2004).
13
Sedangkan Groonrose
mengatakan relationship marketing merupakan gambaran paradigma perubahan
12
John E. Kennedy R. dan Darmawan Soemanegara. Marketing Communication. Taktik dan
Strategi. Jakarta : Kel. Gramedia PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
13
Gummeson, Evert. (2004). Return On Relationship: The Value Of Relationship Marketing and
CRM in Bussiness To Bussiness Context. Journal of Bussiness& Industrial Marketing.
10
fokus kepada hubungan.
14
Sesuai dengan perkembangan dunia pemasaran, saat
ini terjadi pergeseran dari transactional marketing kepada relationship focus.
Konsumen menjadi rekan perusahaan harus mampu membuat komitmen jangka
panjang untuk beberapa hal penting diantaranya seperti kualitas, layanan, dan
inovasi sehingga memberikan keuntungan bagi konsumen (Webster, 1992).
Menjalin hubungan dengan konsumen dan mendapatkan konsumen
merupakan fokus dari relationship marketing. Pada pemasaran tradisional
biasanya lebih fokus kepada transaksi pencarian konsumen baru dengan cara-cara
tertentu yang dilakukan dibandingkan mempertahankan konsumen yang sudah ada
dengan memelihara hubungan agar konsumen tetap merasa diakui dan merasa
diperlakukan
special.
Relationship
marketing
menyempurnakan
diantara
keduanya. Terdapat perubahan dari transactional marketing menuju relationship
marketing. Secara garis besar dapat dilihat pada table 2.1
Tabel 2.1 Perbedaan Transactional Marketing dengan Relationship Marketing
Transactional Marketing
Relationship Marketing
Fokus kepada single sale
Fokus kepada costumer retention
Orientasi kepada produk dan fitur
Orientasi kepada benefit produk
Skala jangka pendek
Skala jangka panjang
Komitmen pada konsumen terbatas
Komitmen yang tinggi kepada konsumen
Kontak dengan konsumen moderat
Kontak dengan konsumen tinggi
14
Groonrose. Service Management and Marketing: A Customer Relationship Management
Approach: John Wiley & Sons. 2000.
11
Kualitas adalah penelitian utama produksi
Kualitas adalah perhatian semua pihak
Sumber: Morgan R.M, dan Hunt (1994)
Zeithaml (1996) berpendapat bahwa membangun dan mempertahankan
konsumen yang menguntungkan untuk perusahaan serta untuk membuat
pelanggan yang tidak menguntungkan menjadi lebih menguntungkan adalah
tujuan utama dari relationship marketing. 15 Pernyataan ini berkaitan dengan teori
yang diutarakan oleh Kotler (2006), relationship marketing melalui strategi
membangun komunitas atau klub konsumen dapat memberikan manfaat keuangan
bagi perusahaan, karena strategi ini menjaga konsumen untuk tetap setia kepada
suatu produk dan jasa.
16
Maka komunitas merek ini merupakan aplikasi dari
relationship marketing yang dapat mendatangkan benefit bagi perusahaan.
2.3.
Komunitas Merek (Brand Community)
Komunitas merek merupakan istilah yang pertama kali dikemukakan oleh
Muniz & O’Guinn (1995) dalam Association for Consumer Research Annual
Conference in Minneapolis. Kemudian pada tahun 2001 artikel berjudul “brand
community” dipublikasikan dalam jurnal penelitian konsumen (SSCI), mereka
menjelaskan konsep brand community sebagai “suatu bentuk komunitas yang
terspesialisasi, komunitas yang memiliki ikatan tidak berbasis pada ikatan
15
Zeithaml, V. Berry LL & Panasuraman. The behavioral Consequences of Services Quality. Journal
of marketing. 1996.
16
Kotler, Phillip. Manajemen Pemasaran. 12th Ed. New Jersey: Pearson Education. 2006.
12
geografis, namun lebih didasarkan pada seperangkat struktur hubungan sosial di
antara penggemar merek tertentu.”17
Scouten & Mc Alexander (1995) mendefinisikan brand community
(komunitas merek) sebagai kelompok sosial yang berbeda yang dipilih secara
pribadi berdasarkan pada persamaan komitmen terhadap kelas produk tertentu,
merek dan aktivitas konsumsi. Hubungan dalam komunitas merek dapat dibagi
menjadi empat macam hubungan, yaitu :
1. Hubungan
antara
konsumen
dengan
produk
(customer-product
relationship),
2. Hubungan antara konsumen dengan merek (customer-brand relationship),
3. Antara konsumen dengan perusahaan (customer-company relationship),
dan
4. Antara konsumen dengan konsumen (customer-customer relationship)
(McAlexander, Schouten, dan Koeing, 2002). 18
Kaitannya dengan komunitas, kita melihat mulai munculnya kesadaran
perusahaan terhadap pentingnya komunitas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
program-program keanggotaan klub atau klub konsumen yang merupakan contoh
komunitas yang dibentuk oleh produsen untuk meningkatkan hubungan mereka
dengan konsumen (Kartajaya, 2003). Schiffman dan Kanuk (2000) 19 berpendapat
bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menjadikan suatu kelompok atau
komunitas memiliki kekuatan untuk mempengaruhi anggotanya, antara lain adalah
17
Muniz, A.M. Jr. and T.C. O’Guinn. ‘Brand Community’, Journal of Consumer Research. 1995
Mc Alexander, James H, Schouten, John W, & Koeing, Harold “Building Brand Community”.
Journal of Marketing, Vol 66 no 1, Jan 2002:38 – 54. Diterjemahkan oleh Penulis.
19
th
Schiffman, L.G & Kanuk, L.L, Consumer Behavior, 7 edition. New Jersey : Prentice Hall
International. 2000
18
13
karena faktor pengalaman dan informasi, kredibilitas, atraktifitas, dan jenis produk
yang dikonsumsi komunitas itu sendiri.
Dengan adanya komunitas sosial yang terbentuk atas sebuah brand atau
brand community, mereka akan membentuk sebuah kelompok yang akan
menambah kecintaan mereka terhadap merek tersebut. Hal ini karena konsumen
memiliki pengalaman, pemikiran yang sama terhadap sebuah merek, dan mereka
gabungkan dalam sebuah kelompok yang saling berbagi pengalaman.
Seperti
disertai yang dibuat oleh Philipp Wiegandt berjudul “Value
Creation of Firm-Establish Brand Community” dari University of Munchen,
2009, selain menumbuhkan loyalty terhadap sebuah merek, brand community juga
dapat menjadi co-creation antara perusahaan dan konsumen mereka.
20
Karena
dengan adanya brand community, maka konsumen dapat ikut memberikan ide-ide
baru untuk meningkatkan kualitas produk Perusahaan tersebut. Wiegandt,
melakukan penelitian terhadap community brand yaitu BMW. Disana jelas
menghasilkan bahwa dengan adanya brand community “BMW”, mereka menjadi
loyalitas terhadap merek BMW. Selain dapat berbagi pengalaman, mereka dapat
menyumbangkan ide-ide mereka untuk meningkatkan merek BMW.
Hubungan antara komunitas dan kebutuhan konsumen menurut Resnick
Marc ada beberapa kebutuhan konsumen yang dapat terpenuhi di dalam suatu
komunitas, diantaranya adalah:
a. Informasi
20
Wiegandt, Philip. “Value Creation of Firm-Establish Brand Community” University of Munchen,
2009
14
Konsumen diberikan kebebasan untuk membagikan informasi mengenai
pengalaman mereka bersama produk yang mereka miliki, hal ini dapat
membantu konsumen dalam menentukan produk mana yang akan mereka
beli. Adanya review dari anggota yang ahli (expert) memberikan banyak
informasi
dan
masukan
bagi
konsumen
mengenai
bagaimana
memaksimalkan penggunaan produk
b. Komunikasi
Bukti nyata dari sebuah komunitas adalah adanya suatu komunikasi dari
setiap anggota. Berbagai aktivitas dapat menjadi sangat bernilai bagi
konsumen dan didalam aktivitas tersebut terjalin komunikasi antar
konsumen. Komunikasi dapat menjadi media informasi bagi konsumen
untuk mengetahui lebih banyak mengenai produk
c. Entertainment
Komunitas
menyediakan
hiburan
bagi
konsumen
yang
menjadi
anggotanya. Konsumen dapat menikmati setiap aktivitas hiburan yang
disediakan oleh pemilik komunitas dengan mengikuti berbagai kagiatan
dalam komunitas
d. Productivity
Melalui komunitas, konsumend dapat meningkatkan produktivitas mereka
dalam memberikan masukan dalam kemajuan produk atau perusahaan.
Komunitas menyediakan akses bagi konsumen untuk menyalurkan
berbagai macam informasi yang berguna bagi perusahaan atau pihak lain
yang berhubungan.
15
e. Feedback
Konsumen menggunakan fasilitas berbagi informasi di dalam komunitas
untuk memberikan feedback kepada perusahaan mengenai kesukaan atau
ketidaksukaan mereka terhadap produk yang telah dikonsumsi. Selain itu
feedback diberikan dalam bentuk solusi pemecahan masalah serta produck
improvement.
Penelitian mengenai komunitas merek pun telah dilakukan oleh para
peneliti terdahulu. Maka berikut penjelasan secara singkat :
a) Menurut pengguna Apple Macintosh, Albert M. Muniz, Jr. dan
Profesor O’Guinn dari University of Illinois, komunitas merek (Brand
Community) adalah komunitas yang tidak terikat secara geografi dan
mempunyai struktur sosial yang mengatur hubungan di antara pencinta
merek.
21
Konsep ini digagaskan dalam sebuah jurnal penelitian
konsumen tahun 2001, yaitu suatu gagasan dalam dunia pemasaran
yang memberikan sense of belonging bagi para pelanggannya, dengan
3 komponen didalamnya adalah Conciousness of Kind, Shared Rituals
and Traditions dan Sense of Moral Responsibility.
b) Pemilik Harley, Schouten & Mc Alexander mendefinisikan brand
community (komunitas merek) sebagai kelompok sosial yang berbeda
yang dipilih secara pribadi berdasarkan pada persamaan komitmen
terhadap kelas produk tertentu, merek dan aktivitas konsumsi.
Pembahasan mengenai komunitas berjalan seiring dengan konsep
21
Muniz, A.M. Jr & T.C.O’Guinn. Brand Community. Journal Of Consumer Research. 2001.
16
mengenai sense of community yang pertama kali diungkapkan oleh
Sarason sebagai adanya persepsi kesamaan dan keyakinan adanya
hubungan interdependensi dengan orang lain, serta adanya keyakinan
bahwa dirinya adalah bagian dari struktur yang lebih besar. Sehingga
perusahaan mendukung aktivitas ini dengan memberikan dukungan
materi serta memfasilitasi terbentuknya suatu komunitas. Perusahaan
berharap dari penerapan strategi ini, perusahaan memperoleh hubungan
jangka panjang (long term relationship) dengan konsumen yang
terwujud dalam loyalitas merek.
c) Penelitian yang dilakukan oleh Chaudhry dan Krishnan (2007) yang
ingin melihat apakah brand community bisa membangun loyalitas
merek pada konsumen. Hasilnya menunjukkan
brand community
merupakan faktor pendorong penting dari loyalitas dan mungkin lebih
penting dari kepuasan.
d) Retno Purbaningtyas melakukan penelitian pada tahun 2009, mengenai
loyalitas merek dengan judul “Pengaruh Brand Community Terhadap
Loyalitas Merek (Studi Pada Komunitas Motor Jakarta Mio Club)”.
Hasilnya terdapat pengaruh yang signifikan antara brand community
dengan loyalitas merek pada motor Yamaha Mio. Hubungan antar
variabel brand community dan loyalitas merek adalah kuat menuju
sangat kuat serta merupakan hubungan yang positif. Artinya komunitas
motor Jakarta Mio Club
turut memberikan pengaruh pada
pembentukan loyalitas merek Yamaha Mio. Dengan arah hubungan
17
positif maka jika penilaian terhadap komunitas motor JMC adalah
tinggi maka tingkat loyalitas merek terhadap Yamaha Mio juga tinggi.
e) Penelitian dalam ruang lingkup Universitas Mercu Buan telah
dilakukan
oleh
Nova
Tripatmawati
“PENGARUH
BRAND
COMMUNITY TERHADAP LOYALITAS MEREK (Survey Pada
Komunitas Marketeers Club Jakarta) pada tahun 2011. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga variabel brand community
yaitu kesadaran merek, ritual dan tradisi, serta tangungjawab moral
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas merek. Dan
dimensi Tanggung Jawab Moral (moral responsibility) memiliki
pengaruh paling kuat terhadap loyalitas merek dengan hasil nilai
koefisien regresi sebesar 0.574. Bagi pemasar jasa MarkPlus hasil
penelitian ini memberikan gambaran betapa komunitas konsumen
Marketeers Club memiliki pengaruh besar dalam pembentukan
loyalitas konsumen.
Berikut gambar model para peneliti yang dapat digunakan dalam
penelitian komunitas merek:
Gambar 1. Kunci Hubungan Komunitas Merek
Traditional Model of Customer-Brand Relationship
Costumer
Brand
18
Muniz dan O’Guinn’s (2001) Brand Community Triad
Brand
Costumer
Costumer
McAlexander, Schouten dan Koenig (2002) Model
Brand
Product
Vocal
Costumer
r
Costumer
Marketer
Sumber: James H. McAlexander, John W. Schouten dan Harold F. Koeing (2002)
Terlihat pada model Traditional model of costumer-brand relationship,
bahwa pada mulanya hubungan yang terjadi adalah one-to-one, yaitu hubungan
19
antara konsumen dengan merek. Perusahaan tidak mempunyai akses langsung
untuk mengetahui apa sebenarnya yang diinginkan oleh konsumennya. Konsumen
hanya berperan sebagai pengguna saja, tidak lebih dari itu. Tidak ada hubungan
antar konsumen dengan konsumen lainnya.
Model berikutnya adalah Muniz dan O’Guinn’s (2001) mengungkapkan
model Brand Community Triad. Digambarkan bahwa telah terjadi hubungan antar
konsumen dengan konsumen lainnya yang berdasarkan merek tertentu. Terjalin
keterikatan dan kedekatan karena kesamaan satu hal, yaitu merek.
Dan selanjutnya model Mc Alexander, yang menggambarkan hubungan
antara merek (Brand), produk (Product), konsumen (Consumer) dan pemasar
(Marketer) yang disatukan keinginan konsumen (Vocal consumer).
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi topik mengenai “Pengaruh
Brand Community Terhadap Loyalitas Merek Mobil Nissan Grand Livina “
dimana survey akan dilakukan pada pada komunitas Nissan Livina Club (NLC)
wilayah Jabodetabek. Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori
Muniz dan O’Guinn, dengan dimensi yang digunakan adalah :
1. Consciuosness of Kind
2. Shared Ritual and Traditions
3. Sense Of Moral Responsibility
2.4.1. Komponen-komponen Brand Community
Menurut Muniz & O’Guinn (1995) terdapat tiga komponen yang termasuk
kedalam Brand Community, yaitu:
20
a. Consciousness of Kind
Consciousness of kind mengacu kepada hubungan intrinsik dan perasaan
kolektif diantara para anggota dan sekaligus merasakan perbedaan dengan mereka
yang tidak termasuk anggota komunitas. Consciousness of kind juga menyangkut
rasa kepemilikan dari orang yang mempunyai ketertarikan yang sama. Anggota
komunitas cenderung untuk mengidentifikasi dirinya dengan orang lain. Melalui
konsumsi suatu merek anggota merasa bahwa mereka saling memahami satu sama
lain.
b. Shared Ritual and Tradition
Salah satu kompunen utama dari suatu komunitas adalah adanya rituals
and traditions yang tersebar di seluruh anggota komunitas dan membuat unik
komunitas tersebut. Rituals and traditions ini disebar melalui anggota dan mereka
mendefinisikan karakter dan budaya komunitas. Dalam brand community, rituals
and traditions secara dominan berhubungan dengan merek penggunaan dari suatu
merek, tujuan dari penggunaan suatu merek, assosiasi dengan merek, pengetahuan
tentang merek, keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang berhubungan
dengan merek. Rituals and traditions tidak hanya oleh pengguna merek (anggota
komunitas) tetapi juga oleh pembuat merek (perusahaan). Dalam menciptakan
rituals and traditions diusahakan dapat meningkatkan keterlibatan dan partisipasi
anggota terhadap merek, perusahaan memperoleh keuntungan dalam membangun
loyalitas awal selama siklus penggunaan dari suatu merek.
21
c. Sense of Moral Responsibility
Komponen ini mengacu pada sejumlah kesadaran akan tanggung jawab moral
sebagai suatu perasaan akan kewajiban terhadap komunitas secara keseluruhan
dan kepada setiap anggota komunitas. Komponen ini diharapkan akan menjadi
suatu aksi yang kolektif ketika komunitas mereka berada dalam ancaman. 22
2.4.2. Karakteristik Pendorong Terbentuknya Brand Community
Sebuah penelitin an tentang komunitas merek dalam industri majalah di
NewZeeland (Davidson et.al,2007) menemukan terdapat 5 karakteristik yang
mendorong terbentuknya komunitas merek, yaitu:
a. Brand Image
Citra
merek
yang
terdefinisi
dengan
baik
akan
membentuk
komunitasmerek
b. Aspek Hedonis
Komunitas merek umumnya lebih pada produk yang kaya akan
kualitasdaya ekspresi, pengalaman dan hedonis.
c. Sejarah
Merek yang memiliki sejarah hidup yang panjang akan lebih
memungkinkan terciptanya komunitas merek secara alamiah.
d. Konsumsi Publik
22
Muniz, A.M, Jr and T.C. O’Guinn. “Brand Community”, Journal of Consumer Research, 27(4):
412-32.
22
Produk-produk
yang
dikonsumsi
secara
publik
mampu
menciptakankomunitas mereknya. Produk yang dikonsumsi publik akan
melahirkankonsumen yang saling berbagi apresiasi dengan sesamanya, hal
inimenjadikan kesempatan untuk menciptakan komunitas merek lebih
tinggi.
e. Persaing yang tinggi
Tingginya persaingan produk mendorong konsumen setianya untuk
bersatu dan membentuk komunitas terhadap merek yang disukai.
2.4.3. Manfaat Brand Community
Komunitas merek yang sudah menjadi strategi dalam mempertahankan
loyalitas konsumen memberikan manfaat yang dirasakan bagi para produsen.
Komunitas yang berfungsi membangun relasi dari setiap anggota yang merupakan
pengguna atau yang tertarik dengan merek tersebut. Marc Resnick dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat beberapa manfaat dari keberadaan
brand community :
a. Bagi Konsumen
Bagi konsumen keberadaan
brand community memberi banyak
keuntungan diantaranya informasi mengenai jenis produk yang akan
mereka beli.
b. Bagi Produsen
Salah satu manfaat utama adanya suatu komunitas bagi perusahaan
adalah meningkatnya relasi antara perusahaan dengan konsumen.
23
Peningkatan hubungan dengan konsumen memberikan keuntungan
yang besar bagi perusahaan, yaitu memberikan kesempatan bagi
perusahaan untuk mengenal dan mempelajari lebih jauh karakteristik
konsumen (demografi, consumer preference, gaya hidup konsumen),
kebutuhan serta masukan produsen dari konsumen mengenai berbagai
aspek produk atau desain produk. Hal terpenting lainnya adalah
keberadaan komunitas merek (brand community) dapat menciptakan
hubungan jangka pannjang dengan konsumen dengan tujuan untuk
mempertahankan kesetiaan konsumen.
2.4.
Loyalitas Merek
Loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah
penelitian mengenai perilaku konsumen (Schiffman dan Kanuk, 2004).
23
Pengukuran sikap konsumen terhadap suatu merek menyangkut seluruh perasaan
konsumen mengenai produk dan merek serta kecenderungan mereka untuk
membeli produk dan merek tersebut. Pengukuran perilaku bergantung
pada
respon perilaku konsumen yang telah diberi sebuah stimulus yang bertujuan untuk
mempromosikan produk dan merek alternatif. Oleh karena itu, pengukuran dalam
penelitian ini akan melibatkan ketiga komponen sikap serta komponen perilaku.
Penelitian Gounaris dan Stathakopoulus (2004) telah menyimpulkan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen terhadap suatu
23
Schiffman L.G., dan Kanuk L.L., “Consumer behavior, international edition, 8thed. New Jersey:
Pearson Prentice Hall, (2004).
24
merek adalah dorongan dari dalam diri konsumen itu sendiri (consumer drivers).
Pengaruh dorongan dari dalam diri konsumen ini melibatkan karakter-karakter
individu yang berkaitan dengan keputusan pembelian terhadap merek tertentu.
Karakter individu ini terdiri dari faktor-faktor demografis dan psikografis.
Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty) adalah
merupakan ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek.
24
Ukuran
ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan
beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek
tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut
lainnya. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan
dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi
dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat,
kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek
produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah
satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan,
yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang.
Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan
dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi
dengan merek itu. Dan, apabila kesetiaan meningkat, maka kerentanan pelanggan
terhadap serangan atau ancaman merek lain tak perlu dikhawatirkan.
25
Pelanggan loyal umumnya sulit dipengaruhi walau dihadapkan pada banyak
24
25
Aakeer A David. Ekuitas Merek. Oleh Aris Ananda. Jakarta : Mitra Utama, 1997.
Hermawan, “ Brand Loyalty” www.marketing.co.id. 2012
25
merek alternatif. Tetapi, tidak sedikit pelanggan yang akhirnya berpaling pada
rayuan merek lain. Sebab, biasanya merek alternatif tersebut menawarkan
karakteristik produk yang lebih unggul dari berbagai sudut atribut, seperti harga,
ukuran produk, kenyamanan pemakaian, dan lain sebagainya.
Dari beberapa definisi diatas, penelitian ini mengacu kepada pengertian
loyalitas merek menurut Schiffman dan Kanuk (2004) dimana loyalitas merek
merupakan bentuk preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan
pembelian pada merek yang sama pada produk yang spesifik atau kategori
pelayanan tertentu sehingga pengukuran loyalitas merek akan melibatkan
pengukuran sikap (aspek kognitif, afektif, dan konatif konsumen terhadap merek).
2.4.1. Aspek-Aspek Loyalitas Merek
Loyalitas merek menurut Schiffman dan Kanuk (2004) terdiri dari tiga macam
komponen, yaitu:
a. Kognitif (cognitive) merupakan representasi dari apa yang dipercayai oleh
konsumen. Komponen kognitif ini berisikan persepsi, kepercayaan dan
stereotype seorang konsumen mengenai suatu merek. Loyalitas berarti
bahwa konsumen akan setia terhadap semua informasi yang menyangkut
harga, segi keistimewaan merek dan atribut-atribut penting lainnya.
Konsumen yang loyal dari segi kognitif akan mudah dipengaruhi oleh
strategi persaingan dari merek-merek lain yang disampaikan lewat media
komunikasi khususnya iklan maupun pengalaman orang lain yang
dikenalnya serta pengalaman pribadinya.
26
b. Afektif (affective), yaitu komponen yang didasarkan pada perasaan dan
komitmen terhadap suatu merek. Komsumen memiliki kedekatan emosi
terhadap merek tersebut. Loyalitas afektif ini merupakan fungsi dari
perasaan (affect) dan sika konsumen terhadap sebuah merek seperti rasa
suka, senang, gemar dan kepuasan pada merek tersebut. Konsumen yang
loyal secara afektif dapat bertambah suka dengan merek-merek pesaing
apalabila merek-merek pesaing tersebut mampu menyampaikan pesan
melalui asosiasi dan bayangan konsumen yang dapat mengarahkan mereka
kepada rasa tidak puas terhadap merek sebelumnya.
c. Konatif (conative), merupakan batas antara dimensi loyalitas sikap dan
loyalitas perilaku yang dipresentasikan melalui kecenderungan perilaku
konsumen untuk menggunakan merek yang sama di kesempatan yang akan
dating. Komponen ini juga berkenan dengan kecenderungan konsumen
untuk membeli merek karena telah terbentuk komitmen dalam diri mereka
untuk tetap mengkonsumsi merek yang sama. Bahaya-bahaya yang
mungkin muncul adalah jika para pemasar merek pesaing berusaha
membujuk konsumen melalui pesan yang menantang keyakinan mereka
akan merek yang telah mereka gunakan sebelumnya. Umumnya pesan
yang dimaksud dapat berupa pembagian kupon berhadiah maupun
promosoi yang ditujukan untuk membuat konsumen langsung membeli.
d. Tindakan (action), berupa merekomendasikan atau mempromosikan merek
tersebut kepada orang lain. Konsumen yang loyal secara tindakan akan
mudah beralih kepada merek lain jika merek yang selama ini ia konsumsi
27
tidak tersedia di pasaran. Loyal secara tindakan mengarah kepada tingkah
laku mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.
2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Merek
Menurut Gounaris & Stathakopaulus (2004) loyalitas merek dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Consumer drivers merupakan dorongan-dorongan yang berasal dari dalam
diri konsumen itu sendiri yang terdiri dari :
1. Aspek demografis yang menyangkut faktor usia dan penghasilan.
Hubungan antara usia dengan loyalitas merek adalah positif. Semakin
bertambah usia seseorang, maka loyalitasnya terhadap merek semakin
meningkat. Wright dan Spark (dalam Wood, 2004) menyatakan bahwa
loyalitas merek yang tinggi terdapat pada individu yang berusia 35-44
tahun. Hal tersebut juga didukung dengan penelitian Murder (2000) yang
mengungkapkan bahwa individu berusia 18-34 tahun memiliki loyalitas
merek
yang
rendah.
Selanjutnya,
Farley
(dalam
Harton,
1984)
mengungkap bahwa jumlah pendapatan individu berhubungan dengan
loyalitas merek. Individu yang pendapatannya tinggi akan lebih sedikit
mencari informasi mengenai harga-harga dari merek lain, sehingga
individu tersebut lebih setia terhadap merek yang digunakannya.
2. Aspek psikografis yang menyangkut pengetahuan, pengalaman dan
kepribadian konsumen. Faktor psikografis yang mempengaruhi loyalitas
28
konsumen terhadap suatu merek adalah tipe kepribadian individu yang
tidak menyukai resiko (risk aversion) dan tipe kepribadian individu yang
suka mencari variasi, termasuk merek (variety seeking). Individu yang
bertipe kepribadian tidak menyukai resiko akan mempertahankan merek
yang telah dipakai meski banyak tawaran untuk berpindah merek. Mereka
sangat mencemaskan ketidaknyamanan yang mungkin akan mereka terima
jika berpindah merek sehingga loyalitasnya pada suatu merek akan
cenderung tinggi. Konsumen yang bertipe kepribadian suka mencari
variasi akan berperilaku berkebalikan dari tipe kepribadian sebelumnya.
Mereka tidak peduli dengan resiko yang akan mereka hadapi jika harus
berpindah merek. Mereka akan selalu memanfaatkan kesempatan untuk
mencoba merek-merek baru sehingga loyalitasnya pada suatu merek akan
rendah.
b. Brand drivers , merupakan atribut-atribut pada merek yang juga berperan
sebagai komponen karakteristik produk yang memiliki keterikatan
emosional dengan konsumen. Karakteristik produk yang dimaksud adalah:
1. Reputasi merek (brand reputation), yaitu tanda ekstrinsik yang
dihubungkan dengan produk. Reputasi merek memberi
indikasi kuat
terhadap kualitas produk sehingga akan menciptakan loyalitas terhadap
merek. Reputasi yang kuat terhadap merek merupakan faktor yang
signifikan
dalam membangun loyalitas merek karena reputasi merek
memperkuat persepsi terhadap ekuitas merek. Selain itu, reputasi merek
29
akan memperkuat kebiasaan konsumen untuk menggunakan merek
tertentu dan
membuat merek tersebut disukai konsumen. Hasilnya,
reputasi merek akan menciptakan loyalitas merek yang tinggi pada
konsumen yang juga akan meningkatkan pangsa pasar (market share).
2. Ketersediaan merek pengganti (availability of substitute brand). Ketika
beberapa produk dipersepsi secara sama oleh konsumen, perbedaan
diantara merek tersebut sukar untuk diketahui. Akibatnya, individu tidak
memiliki alasan untuk loyal terhadap merek tertentu. Berdasarkan hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa jika beberapa merek memiliki persepsi
yang sama, maka akan memunculkan loyalitas yang rendah. Hal tersebut
muncul karena pada saat melakukan pembelian, konsumen tidak
menetapkan merek yang akan dibelinya melainkan menentukan beberapa
alternatif merek yang dianggap sama oleh konsumen.
c. Social drivers, yaitu lingkungan sosial di sekitar konsumen yang dapat
mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu merek, diantaranya adalah:
1. Pengaruh kelompok sosial (social group influences). Kelompok sosial
berpengaruh secara langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Suatu
kelompok akan menjadi referensi utama seseorang dalam membeli suatu
produk. Ketika individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok
tersebut, besar tidaknya pengaruh dari
kelompok referensi tergantung
pada mudah tidaknya individu untuk dipengaruhi, kedekatan dengan
kelompok, dan tingkat kejelasan produk. Pengaruh kelompok referensi
30
yang kuat dengan mudah dapat mengubah perilaku anggotanya atau calon
anggotanya. Dalam keluarga, orang tua yang konsisten dalam memilih
merek tertentu akan menyebabkan munculnya positif terhadap merek pada
diri anak. Hal ini menyebabkan anak juga ikut memilih merek tersebut dan
menjadi loyal.
2. Rekomendasi teman sebaya (peers recommendation). Selain kelompok
referensi, anjuran teman juga dapat mempengaruhi loyalitas merek.
Pengaruh normatif teman sebaya dan identifikasi terhadap kelompok
teman sebaya merupakan petunjuk bagi individu untuk mencari produk,
merek, dan toko.
2.4.3. Karakteristik Konsumen yang Loyal Terhadap Merek
Kecenderungan seorang konsumen yang loyal menurut Assael (1992) adalah
sebagai berikut:
1. Konsumen yang loyal tehadap merek cenderung lebih percaya diri pada
pilahannya.
2. Konsumen yang lebih loyal mungkin merasakan tingkat risiko yang lebih
tinggi dalam pembeliannya.
3. Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap
perusahaan/ produsen dimana konsumen bisa membeli merek produk yang
diinginkannya
4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap
merek.
31
Loyalitas pelanggan diindikasikan dalam beberapa dimensi antara lain,
kemauan untuk membayar lebih, adanya pembelian ulang, memiliki komitmen
dan rasa memiliki yang tinggi terhadap merek (Sudarmadi, SWA edisi 02/XXI/19
Januari – 2 Februari 2005).
2.4.4. Keuntungan Loyalitas Merek
Dengan memiliki pelanggan yang loyak, suatu merek tentu akan
memperoleh keuntungan, demikian menurut Reichfield
26
(Gommans et al,2001),
diantaranya:
a. Dapat mempertahankan harga secara optimal
b. Memiliki posisi tawar menawar yang kuat dalam saluran distribusi
c. Mengurangi biaya penjualan
d. Memiliki penghalang yang kuat terdahap produk-produk baru yang
memiliki potensi yang besar untuk masuk dalam kategori produk atau
layanan yang dimiliki oleh merek tersebut
e. Keuntungan sinergis yang diperoleh dari brand extention yang
berhubungan dengan kategori produk atau pelayanan dari merek tersebut.
2.5.
Teori Stimulus Organisme Response (S-O-R)
Menurut teori Stimulus-Organism-Response efek yang ditimbulkan adalah
reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan
26
Reichfield. Gommans, M,Krishman, KS
32
dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi. Unsur-unsur
dalam model komunikasi ini adalah: 27
-
Pesan (Stimulus)
-
Seorang penerima atau receiver (Organisme)
-
Efek (Response)
Gambar 2. Teori S-O-R
-
Stimulus
Organisme
- Perhatian
- Pengertian
- Penerimaan
Response
(Perubahan Sikap)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa efek merupakan reaksi terhadap
stimulus tertentu. Segala bentuk pesan yang disampaikan baik secara verbal
maupun non verbal dapat menimbulkan respons. Pada penelitian ini, stimulus
merupakan segala bentuk kegiatan yang dituangkan dalam komunitas merek
bernama Nissan Livina Club kepada komunikan (organism), yaitu anggota
komunitas NLC yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi. Dari proses tersebut, akan muncul efek (response) dari seluruh anggota
27
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat komunikasi, Bandung: Citra Aditya, 2003,
255.
33
komunitas. Maka dapat dipahami bagaimana komunitas merek
dapat
menimbulkan suatu respon yang dipengaruhi oleh kualitas rangsang (stimulus)
yang diberikan.
2.6.
Konsep Khalayak
Khalayak disebut juga dengan istilah penerima, saran, pembaca, pendengar
, pemirsa, audience, decoder, dan komunikan.28 Terdapat tiga aspek yang perlu
diketahui oleh komunikator menyangkut tentang khalayaknya :
1. Aspek Sosiodemografik :
1) Jenis Kelamin, apakah khalayak itu mayoritas laki-laki atau wanita
2) Usia, Apakah khalayak umumnya anak -anak, remaja atau orang
tua
3) Populasi, apakah jumlah khalayak yang ada kurang dari 10 orang
atau lebih dari 50 orang.
4) Lokasi, apakah khalayak umumnya tinggal di desa atau dikota
5) Bahasa, Apakah mereka bisa mengerti bahasa Indonesia atau tidak
6) Tingkat pendidikan, apakah mereka rata -rata sarjana atau hanya
tamtan sekolah dasar
7) Agama, apakah semuanya beragama islam atau beragama lain.
8) Pekerjaan, apakah mereka umumnya petani, nelayan, guru, atau
pengusaha.
28
Hafied Cangara, Pengantar ilmu komunikasi: Khalayak. Jakarta: Rajagrafindo persada,2011
Hal. 151
34
9) Ideologi, apakah mereka umumnya anggota partai tertentu atau
tidak
10) Pemilihan media, apakah mereka rata -rata memiliki pesawat
televise, berlangganan surat kabar atau tidak.
2. Aspek profil psikologis, ialah memahami khalayak dari segi kejiwaan,
antara lain :
1) Emosi, apakah mereka rata - rata memiliki temperamen mudah
tersinggung, sabar atau periang.
2) Bagaimana pendapat - pendapat mereka
3) Adakah keinginan mereka yang perlu dipenuhi
4) Adakah selama ini mereka menyimpan rasa kecewa, frustasi atau
dendam.
3. Aspek Karekteristik perilaku khalayak
1) Hobby, apakah mereka umumnya suka olah raga, menyanyi atau
pelesiran
2) Nilai dan norma, hal -hal apa yang menjadi tabu bagi mereka.
3) Mobilitas social, apakah mereka umumnya suka berpergian atau
tidak.
4) Perilaku komunikasi, apakah kebiasaan mereka suka berterus
terang atau tidak.
35
2.7.
Hipotesis Teoritis
Ho
: Tidak ada pengaruh Brand Community terhadap Loyalitas Merek
pada Komunitas Nissan Livina Club wilayah Jabodetabek .
Ha
: Terdapat pengaruh Brand Community terhadap Loyalitas Merek
pada Komunitas Nissan Livina Club wilayah Jabodetabek.
36
Download