5 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Definisi Manajemen Keuangan
Menurut Sutrisno (2009), manajemen keuangan dapat
diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan
dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya
yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan
dana tersebut secara efisien.
2.1.2. Fungsi Manajemen Keuangan
Menurut Halim (2007), fungsi manajemen keuangan terdiri
dari tiga:
1. Keputusan Investasi (Investment Decision)
Kebutuhan investasi akan berusaha menjawab pertanyaan
mengenai “pada aset apa investasi tersebut dilakukan? apakah
pada fixed asset ataukah pada working capital?” keputusan
invetasi yang ditetapkan efektif akan tercermin pada pencapaian
tingkat imbalan hasil (rate of return) yang maksimal dengan
melakukan investasi berarti perusahaan menggunakan dana
dengan harapan mampu menghasilkan arus kas masuk (cash
inflow) pada waktu-waktu mendatang melebihi nilai investasi
awal selama periode tertentu.
5
6
2. Keputusan Pembelanjaan (Financing Decision)
Karena penggunaan dana merupakan arus kas keluar (cash
outflow) maka keputusan investasi (investment decisions) yang
layak dibiayai selanjutnya dicarikan sumber dananya. Keputusan
mengenai sumber dana yang akan digunakan (apakah sumber
dana internal atau eksternal, jangka pendek ataukah jangka
panjang) disebut keputusan pembelanjaan (financing decisions).
Keputusan pembelanjaan yang dikatakan efektif akan tercermin
pada biaya dana (cost of fund) yang minimal.
3. Kebijakan Deviden (Deviden Policy)
Pengambilan keputusan investasi dan keputusan pembelanjaan
yang tepat diharapkan dapat menghasilkan laba yang tinggi.
Kebijakan deviden pada prinsipnya menyangkut mengenai
berapa persen dari laba yang diperoleh perusahaan akan
dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden dan
berapa persen yang akan ditahan dalam bentuk laba ditahan yang
akan digunakan pada pembiayaan investasi di masa mendatang.
Apakah deviden dibayarkan sebesar-besarnya ataukah sekecilkecilnya? Kebijakan deviden yang dikatakan optimal akan
tercermin pada peningkatan harga saham.
Dengan demikian, ketiga keputusan tersebut secara simultan
akan turut menyumbang pencapaian tujuan perusahaan. Dalam
penerapannya,
manajemen
keuangan
tidak
berdiri
sendiri.
7
Manajemen keuangan berkaitan erat dengan disiplin ilmu lain,
seperti akuntansi, ilmu ekonomi mikro dan makro, metode kuantitatif
dan sebagainya.
Sementara itu, perusahaan yang dijalankan secara profesional
harus menggeser paradigma yang selama ini berlaku, yaitu dari
stockholder paradigma ke stakeholder paradigma. Dalam paradigma
stockholder, orientasi manajemen tertuju kepada pemegang saham.
Manajemen mendapatkan mandat dari pemegang saham untuk
mengelola perusahaannya, karena itu ia harus bertanggung jawab
kepada pemegang saham. Pemegang saham adalah segala-galanya
bagi manajemen. Dalam paradigma stakeholder, manajemen
dihadapkan pada banyak pihak yang masing-masing tidak dianggap
sepihak. Stakeholder merupakan semua kelompok yang dapat
dipengaruhi atau yang dapat mempengaruhi keputusan, kebijakan,
dan kegiatan suatu organisasi yang merupakan lingkungan di mana
perusahaan harus berinteraksi. Perusahaan harus berinteraksi dengan
dua kelompok stakeholder. Pertama, stakeholder primer, meliputi:
pemegang saham, pekerja, kreditor, pemasok, pelanggan, pesaing
penyalur. Kedua, stakeholder sekunder, meliputi: masyarakat lokal,
pemerintah domestik, pemerintah asing, kelompok aktivis sosial,
media massa, kelompok pendukung bisnis dan pendapat umum.
8
2.1.3. Tujuan Manajemen Keuangan
Menurut Martono dan Agus (2010), tujuan manajemen
keuangan
adalah
“memaksimumkan
nilai
perusahaan
(memaksimumkan kemakmuran pemegang saham) yang diukur dari
harga saham perusahaan”. Sedangkan menurut Husnan (2008),
tujuan manajemen keuangan adalah “untuk mengambil keputusankeputusan keuangan yang benar, keputusan keuangan adalah untuk
memaksimumkan nilai perusahaan”.
Berdasarkan tujuan manajemen keuangan di atas dapat
disimpulkan
bahwa
memaksimumkan
nilai
tujuan
manajemen
perusahaan
atau
keuangan
yaitu
memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham.
2.1.4. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat
umum dan terus-menerus. Berdasarkan definisi ini, terdapat tiga
komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi
inflasi:
1. Kenaikan harga
2. Bersifat umum
3. Berlangsung terus-menerus
2.1.5. Jenis Inflasi
1. Jenis inflasi menurut sifatnya
9
Berdasarkan sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 (empat)
kategori utama, yaitu:
a. Inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi yang
besarnya kurang dari 10% per tahun.
b. Inflasi menengah (galloping inflation), yaitu inflasi yang
besarnya antara 10%-30% per tahun. Inflasi ini biasanya
ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relatif
besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut inflasi
dua digit, misalnya 15%, 20%, 30% dan sebagainya.
c. Inflasi tinggi (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya 30%100% per tahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum
naik.
d. Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang
ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4
(empat) digit (di atas 100%). Pada kondisi ini masyarakat
tidak ingin lagi menyimpan uang karena nilainya merosot
tajam sehingga lebih baik ditukar dengan barang.
2. Jenis inflasi berdasarkan sebabnya
a. Demand pull inflation
Inflasi ini munculnya karena adanya permintaan keseluruhan
yang tinggi di satu pihak dan kondisi produksi telah mencapai
kesempatan kerja penuh (full employment) di pihak lain.
Sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak dan
10
penawaran kerja tetap, harga akan naik. Bila hal ini
berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan inflasi
yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya
diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan
penambahan tenaga kerja baru.
b. Cost push inflation
Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya
produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak
efisiensinya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang
bersangkutan jatuh atau menurun, kenaikan harga bahan baku
industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh
yang kuat, dan sebagainya). Ada dua hal yang dapat dilakukan
produsen sehubungan dengan naiknya biaya produksi, yaitu
langsung
menaikkan harga produknya dengan jumlah
penawaran yang sama atau harga produknya naik (karena tarik
menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah
produksi.
3. Jenis inflasi berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya, inflasi dibagi menjadu 2 (dua) yaitu
inflasi yang timbul dari dalam negeri dan inflasi yang timbul dari
luar negeri. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic
inflation) timbul karena terjadi defisit dalam pembiayaan dan
belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk
11
mengatasinya, pemerintah biasanya mencetak uang baru. Selain
itu, kenaikan harga juga disebabkan musim paceklik (gagal
panen), bencana alam yang berkepanjangan, dan sebagainya.
Inflasi yang berasal dari luar negeri disebabkan negara-negara
yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang
tinggi. Jika harga-harga barang dan ongkos produksi relatif mahal.
Dengan demikian, jika negara lain harus mengimpor barang
tersebut, harga jualnya di dalam negeri tentunya bertambah mahal.
2.1.6. Dampak inflasi dalam perekonomian
Dampak inflasi dalam perekonomian sangat tergantung pada
tingkat keparahan inflasi tersebut. Pada saat tertentu, kenaikan harga
yang terlalu tinggi mempunyai pengaruh yang positif terutama
terhadap iklim investasi karena kenaikan harga pada dasarnya
merupakan insentif bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan
produksinya. Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah
menunjukkan adanya kelesuan ekonomi. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa harga-harga yang tidak bergerak ke atas sehingga
menandakan adanya kelemahan pada sisi permintaan. Tidak jarang
terlalu rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator lemahnya daya
beli masyarakat
yang pada gilirannya akan menekan laju
pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan para ahli bahwa efek positif
pertumbuhan dicapai secara maksimal pada kisaran inflasi sebesar
5%-6% per tahun.
12
Ada dua distorsi pokok dengan adanya inflasi yang tinggi,
yaitu:
1. Distorsi internal yaitu inflasi akan mengakibatkan perubahan
dalam pola distribusi pendapatan dan kekayaan yang disebabkan
terjadinya redistribusi yang tidak seimbang.
2. Distorsi eksternal yaitu inflasi akan mempengaruhi kinerja
perdagangan
suatu
negara
yang
tercermin
dalam
neraca
perdagangannya.
Mengingat adanya distorsi yang ditimbulkan oleh inflasi,
maka kebijakan pengendalian inflasi akan memiliki manfaat ganda
(multi benefit) karena di satu sisi akan memperkuat daya beli
masyarakat terutama mereka yang mempunyai pendapatan relatif
tetap dan juga berfungsi untuk memperbaiki eksternal ekuilibrium
(neraca perdagangan).
Inflasi akan berdampak terhadap:
1. Distribusi pendapatan (equity effect).
Pendapatan menjadi tidak merata, ada yang dirugikan namun ada
pula yang diuntungkan.
2. Alokasi faktor produksi (efficiency effect).
Inflasi mengubah alokasi faktor-faktor produksi agar menjadi lebih
efisien.
3. Produk nasional (output effect).
13
Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan atau penurunan
output. Inflasi mungkin dapat menyebabkan kenaikan produksi,
namun dalam kondisi hiper inflasi malah sebaliknya.
2.1.7. Kebijakan penanggulangan inflasi
Teori Kuantitas uang (MV=PT) menyebutkan bahwa inflasi
timbul karena MV naik lebih cepat dibandingkan T sehingga untuk
menguranginya maka salah satu variabel (M atau V) harus
dikendalikan dengan menggunakan berbagai macam kebijakan:
1. Kebijakan moneter
Kebijakan ini dilakukan dengan cara mengatur jumlah uang
beredar. Salah satu komponen uang adalah uang giral (demand
deposit) yang diatur melalui penetapan cadangan minimum.
Untuk menekan inflasi, bank sentral melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Meningkatkan cadangan minimum sehingga jumlah uang
menjadi lebih kecil.
b. Menetapkan tingkat diskonto (pinjaman yang diberikan bank
sentral kepada bank umum). Apabila tingkat diskonto besar,
maka
terjadi
penurunan
pinjaman
bank
umum
dan
sebaliknya, sehingga kemampuan bank meminjamkan dana
kepada masyarakat juga mengecil, jumlah uang beredar
turun, inflasi dicegah.
14
c. Politik pasar terbuka, yang dilakukan dengan cara menjual
surat berharga sehingga bank sentral dapat menekan
perkembangan jumlah uang beredar, laju inflasi rendah.
2. Kebijakan
fiskal,
yang
menyangkut
pengaturan
tentang
pengeluaran pemerintah serta perpajakan secara langsung yang
dapat mempengaruhi permintaan total, mempengaruhi harga.
Inflasi dapat dicegah dengan penurunan permintaan total.
Kebijakan
fiskal
yang
digunakan
meliputi
pengurangan
pengeluaran perintah serta kenaikan pajak, permintaan total
turun, inflasi dapat ditekan.
3. Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan jumlah
output dapat dicapai dengan kebijakan penurunan bea masuk
sehingga impor cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah
barang dalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijakan penentuan harga dan indeks. Kebijakan ini dilaku-kan
dengan penentuan ceiling indeks harga serta mendasarkan pada
indeks harga tertentu untuk gaji maupun upah. Jika indeks harga
naik maka gaji/upah juga akan naik.
2.1.8. Pengendalian Inflasi oleh Bank Indonesia
Kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia bertujuan
untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan
aggregate (demand management) relatif terhadap kondisi sisi
penawaran. Faktor lain yang dapat mempengaruhi inflasi berasal dari
15
sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks), antara lain
kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau
banjir.
Kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi
sangat terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar.
Hal tersebut dapat terlihat dari kenaikan harga BBM pada tahun
2005 dan 2008 yang menyebabkan terjadinya lonjakan inflasi. Dalam
mencapai sasaran inflasi, Bank Indonesia berkerjasama dan
berkoordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan kebijakan
makro ekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter
maupun sektoral. Adapun wujud koordinasi yang telah berlangsung
antara Bank Indonesia dengan pemerintah yaitu dibentuknya Tim
Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi
(TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005, yang terdiri dari Bank
Indonesia dan departemen teknis terkait di pemerintah, seperti
Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan,
Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan dan Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Mengingat kondisi dalam pengendalian inflasi tersebut sangat
penting, maka pembentukan TPI sejak tahun 2008 diperluas hingga
ke level daerah, yang bertujuan agar koordinasi antara pemerintah
16
dan Bank Indonesia semakin efektif sehingga dapat terwujud inflasi
yang rendah dan stabil.
2.1.9. Pengertian Jumlah Uang Beredar
Yang dihitung dalam sebagai jumlah uang beredar adalah
uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat, sedangkan uang
yang berada di bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas
dan logam (uang kartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai
uang beredar. Dalam pelaksanaannya, jumlah uang yang beredar
ditentukan oleh kebijakan dari bank sentral untuk menambah atau
mengurangi jumlah uang melalui kebijakan moneter.
Adapun pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit
atau narrow money (M1) merupakan jumlah uang beredar yang
terdiri atas uang kartal dan uang giral.
M1 = C + D
……………………(1)
dimana :
M1
=
jumlah uang beredar dalam arti sempit
C
= uang kartal (currency) = uang kertas + uang logam
D
= uang giral atau cek (demand deposit)
Sedangkan pengertian jumlah uang beredar dalam arti luas
atau broad money (M2) adalah M1 ditambah deposito berjangka (time
deposit).
M2 = M1 + TD
……………………(2)
17
dimana :
M2
= jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money)
M1
= jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money)
TD
= deposito berjangka (time deposit)
Pengertian lain dari uang beredar dalam arti luas adalah uang
beredar dalam arti sempit (narrow money) ditambah uang kuasi
(quasy money). Uang kuasi adalah sesuatu yang mendekati ciri uang
termasuk deposito dan tabungan.
Dalam keadaan tertentu, narrow money mungkin tidak
berkembang sejalan dengan broad money, misalnya pada awal tahun
70-an di Indonesia. Pada saat itu broad money meningkat lebih cepat
daripada narrow money karena kenaikan yang menyolok dari
deposito berjangka di bank-bank. Salah satu sebabnya adalah adanya
aliran uang masuk dari luar negeri karena tingkat bunga deposito di
Indonesia sangat tinggi. Perubahan kepercayaan masyarakat terhadap
nilai uang bisa pula mempengaruhi perkembangan masing-masing
konsep “uang beredar” secara berbeda.
Manurung dan Rahardja (2004) mengatakan bahwa jumlah
uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat secara
keseluruhan. Definisi tersebut terus berkembang, sehingga terdapat 2
(dua) definisi jumlah uang beredar yang digunakan, yaitu:
18
1. Pendekatan transaksional, memandang jumlah uang beredar yang
dhitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk kebutuhan
transaksi.
2. Pendekatan likuiditas, mendefinisikan jumlah uang beredar
sebagai jumlah uang untuk kebutuhan ransaksi ditambah uang
kuasi.
2.1.10. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar
adalah:
1. Kebijakan Bank Sentral berupa hak otonom dan kebijakan
moneter (meliputi: politik diskonto, politik pasar terbuka, politik
cash ratio, politik kredit selektif) dalam mencetak dan
mengedarkan uang kartal.
2. Kebijakan
pemerintah
melalui
menteri
keuangan
untuk
menambah peredaran uang dengan cara mencetak uang logam
dan uang kertas yang nominalnya kecil.
3. Bank umum dapat menciptakan uang giral melalui pembelian
saham dan surat berharga.
4. Tingkat pendapatan masyarakat.
5. Tingkat suku bunga bank.
6. Selera konsumen terhadap suatu barang (semakin tinggi selera
konsumen terhadap suatu barang maka harga barang tersebut
19
akan terdorong naik, sehingga akan mendorong jumlah uang
yang beredar semakin banyak, demikian sebaliknya).
7. Harga barang.
8. Kebijakan kredit dari pemerintah.
2.1.11. Pengertian BI Rate
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan
sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia
dan diumumkan kepada publik.
2.1.12. Fungsi BI Rate
Bank Indonesia ditetapkan melalui mekanisme Rapat Dewan
Gubernur
(RDG)
yang
dilakukan
secara
bulanan
dan
diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank
Indonesia melalui pengelolaan likuditas (liquidity management) di
pasar uang untuk mencapai sasaran bunga kredit perbankan.
BI Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter
untuk mengarahkan agar Suku Bunga SBI bulan hasil lelang Operasi
Pasar Terbuka (OPT) berada di sekitar BI Rate. Namun demikian,
suku bunga BI Rate diharapkan mempengaruhi suku bunga Pasar
Antar Bank (PUAB), suku bunga simpanan dan suku bunga lainnya
dalam jangka waktu yang lebih panjang.
2.1.13. Penetapan BI Rate
Penetapan BI Rate dilakukan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor lain dalam perekonomian. Sedangkan respon kebijakan
20
moneter biasa dilakukan dalam RDG triwulanan (Januari, April, Juli
dan Oktober) untuk berlaku selama triwulanan berjalan. Apabila
diperlukan, perubahan BI Rate juga dapat dilakukan dalam RDG
bulanan. Dalam RDG bulanan, review atas perkembangan inflasi,
nilai tukar dan kondisi moneter serta likuiditas di pasar dilakukan
untuk memonitor dan menilai apakah sesuai dengan prakiraan yang
dilakukan dalam RDG triwulanan.
Bank Indonesia biasanya akan menaikkan BI Rate apabila
inflasi ke depan diperkirakan melebihi sasaran yang telah ditetapkan,
sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi
ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah
ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan dalam kelipatan 25 bps
(perubahan dapat 25, 50, ataupun 75 bps sesuai dengan situasi
moneter yang terjadi).
Dalam menetapkan BI Rate, Dewan Gubernur Bank Indonesia
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi
kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran
inflasi.
2. Informasi lain seperti leading indicators, survei, informasi
anekdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen faktor
resiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan
kebijakan moneter
21
2.1.14. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi BI Rate
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan Bank Indonesia
melalui siaran pers pada website Bank Indonesia, faktor-faktor yang
mempengaruhi BI Rate secara umum diantaranya adalah:
1. Perekonomian dunia
Salah satu pertumbuhan ekonomi yang memberikan dampak dan
menjadi tolak ukur dalam kegiatan perekonomian dunia adalah
perekonomian Amerika Serikat khususnya kegiatan produksi
manufaktur dan konsumsi. Selain itu, perkonomian Eropa juga
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pengaruh
perekonomian dunia. Penurunan suku bunga dan stimulus
kebijakan moneter oleh ECB dapat membantu perbaikan
ekonomi di Uni Eropa dan menambah ekses likuiditas di pasar
keuangan global. Disamping itu, kebijakan yang dilakukan oleh
beberapa bank sentral di Asia Tenggara dalam menaikkan suku
bunga untuk mengendalikan inflasi juga dijadikan sebagai dasar
dalam penetapan BI Rate.
Berdasarkan hal tersebut, Bank Indonesia terus mewaspadai
sejumlah resiko global dan regional agar tidak mengganggu
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Pertumbuhan ekonomi domestik
Pertumbuhan ekonomi domestik dapat dilihat dari tingkat
konsumsi rumah tangga khususnya penjualan eceran dan
22
penjualan kendaraan bermotor, konsumsi pemerintah melalui
penyerapan anggaran, serta permintaan barang impor.
3. Neraca perdagangan
Perkembangan kinerja neraca perdagangan dapat dinilai melalui
perdagangan migas dan nonmigas. Kinerja neraca perdagangan
non-migas dipengaruhi oleh aktivitas ekspor, perbaikan ekonomi
global dan ekspor mineral, serta neraca migas. Sementara itu,
neraca financial dipengaruhi oleh aliran masuknya modal asing
yang didorong oleh persepsi terhadap prospek ekonomi
domestik.
4. Stabilitas nilai tukar rupiah
Kemampuan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
sangat
mempengaruhi
kebijakan
Bank
Indonesia
dalam
menetapkan BI Rate. Melemahnya nilai rupiah disebabkan oleh
faktor sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun
domestik. Faktor eskternal terkait dengan dinamika geopolitik
serta kemungkinan normalisasi kebijakan The Fed. Sementara
itu, faktor sentimen domestik terkait dengan perilaku investor
terhadap rencana kebijakan pemerintah ke depan, termasuk
kebijakan terkait dengan subsidi energi. Sehubungan degan hal
tersebut, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga stabilitas nilai
tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya.
23
5. Inflasi
Bank Indonesia menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK)
dalam menilai naik turunnya inflasi. Kemampuan Bank
Indonesia dalam menjaga agar nilai inflasi turun bergantung pada
inflasi volatile food dan adminsitered prices, serta terkendalinya
inflasi inti dan terjaganya ekspektasi atau sasaran inflasi yang
telah ditetapkan Bank Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, Bank
Indonesia berusaha untuk mewaspadai berbagai risiko yang dapat
mengganggu pencapaian sasaran inflasi, khususnya yang
bersumber dari kemungkinan kenaikan administered prices, dan
akan memperkuat langkah-langkah koordinasi pengendalian
inflasi.
6. Stabilitas sistem keuangan
Stabilitas sistem keuangan dapat dicapai melalui ketahanan
industri perbankan terhadap resiko kredit, terjaganya kondisi
likuiditas baik dalam perekonomian maupun perbankan dan
pasar, serta dukungan modal yang kuat dan kinerja pasar modal
yang tercermin melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
7. Jumlah Uang Beredar
Dalam mengendalikan keadaan moneter, Bank Indonesia juga
melihat faktor yang mempengaruhi perekonomian di Indonesia,
diantaranya dana milik masyarakat yang ada di bank dan
diendapkan di Bank Indonesia. Hal tersebut menyebabkan
24
jumlah uang yang beredar di masyarakat khususnya uang cash
akan berkurang, yang diharapkan dapat menurunkan tingkat
inflasi dan pada akhirnya mempengaruhi kebijakan Bank
Indonesia dalam menetapkan BI Rate.
2.1.15. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Penulis
Daniel
Pattipawae
(2009)
Judul
Analisa
FaktorFaktor
Yang
Mempengaruhi
Inflasi
Di
Indonesia Dalam
Jangka Pendek.
Variabel
Hasil
X : BI Rate, 1. Tingkat Bunga BI
Pengangguran,
Rate berpengaruh
Jumlah
Uang
positif
dan
Beredar
dan
signifikan
Pengeluaran
terhadap tingkat
Pemerintah
inflasi.
Y : Inflasi
2. Tingkat
pengangguran
berpengaruh
negatif terhadap
inflasi.
3. Jumlah
uang
beredar
untuk
transaksi
M1
berpengaruh
positif
terhadap
tingkat inflasi.
4. Jumlah
uang
beredar
untuk
spekulasi
M2
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap tingkat
inflasi.
25
Penulis
Judul
Achmad ATH
Thobarry
(2009)
Analisis pengaruh
nilai tukar, suku
bunga,
laju inflasi dan
pertumbuhan GDP
terhadap
Indeks
Harga
Saham
sektor
properti
(kajian
empiris
pada Bursa Efek
Indonesia
periode
pengamatan tahun
2000-2008 )
Variabel
Hasil
X : Nilai Tukar, 1. Hasil
analisis
Suku
Bunga,
regresi
linier
Inflasi dan GDP
berganda
Y : Indeks Harga
menunjukkan
Saham
Sektor
bahwa nilai tukar
Properti
dollar
terhadap
rupiah,
suku
bunga, inflasi dan
pertumbuhan GDP
secara
bersamasama berpengaruh
terhadap
indeks
harga
saham
sektor
properti,
sedangkan secara
parsial nilai tukar
dollar
terhadap
rupiah erpengaruh
positif signifikan
terhadap
indeks
harga
saham
sektor properti.
2. Variasi
faktor
yang berpengaruh
terhadap
indeks
harga
saham
sektor
properti
dijelaskan
oleh
variabel
independen yaitu,
nilai tukar, suku
bunga, inflasi dan
pertumbuhan GDP
yang
secara
bersama‐sama
berpengaruh
sebesar
32,6%
sedangkan sisanya
26
Penulis
Judul
Variabel
Hasil
67,4% dijelaskan
oleh faktor lain.
3. Variabel
inflasi
lebih berpengaruh
daripada variabel
nilai tukar dollar
terhadap rupiah.
Dari tabel penelitian terdahulu di atas, terdapat berbagai
variabel yang digunakan dalam penelitian. Namun dalam penelitian
ini penulis hanya menggunakan inflasi dan jumlah uang beredar
sebagai variabel X dan BI Rate sebagai variabel Y.
2.2. Rerangka Pemikiran
Berdasarkan penjelasan dari berbagai teori variabel independen (X)
yaitu inflasi dan umlah uang beredar, serta variabel dependen (Y) yaitu BI
Rate termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka penulis membuat
kerangka berpikir sebagai berikut:
Inflasi (X1)
Hb
BI Rate (Y)
Ha
Jumlah Uang Beredar
Dalam Arti Luas (X2)
Hc
Gambar 2.1
Rerangka Pemikiran
27
2.3. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini merupakan hipotesis alternatif
(alternative hypothesis) sebagai berikut:
1. Pengaruh Simultan (Ha)
Ha0
: Inflasi dan Jumlah Uang Beredar tidak berpengaruh secara
simultan terhadap BI Rate.
Ha1
: Inflasi dan Jumlah Uang Beredar berpengaruh secara simultan
terhadap BI Rate.
2. Pengaruh Parsial (Hb dan Hc)
Hb0
: Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap BI Rate.
Hb1
: Inflasi berpengaruh secara parsial terhadap BI Rate.
Hc0
: Jumlah Uang Beredar (M2) tidak berpengaruh secara parsial
terhadap BI Rate.
Hc1
: Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh secara parsial
terhadap BI Rate.
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat
diukur dari good of fitnya. Secara statistik, hal tersebut dapat diukur dari
nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan
statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada
dalam daerah krisis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya, disebut tidak
signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0
diterima (Imam Ghozali, 2005).
Download