BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Definisi Manajemen Keuangan Menurut Sutrisno (2009), manajemen keuangan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien. 2.1.2. Fungsi Manajemen Keuangan Menurut Halim (2007), fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga: 1. Keputusan Investasi (Investment Decision) Kebutuhan investasi akan berusaha menjawab pertanyaan mengenai “pada aset apa investasi tersebut dilakukan? apakah pada fixed asset ataukah pada working capital?” keputusan invetasi yang ditetapkan efektif akan tercermin pada pencapaian tingkat imbalan hasil (rate of return) yang maksimal dengan melakukan investasi berarti perusahaan menggunakan dana dengan harapan mampu menghasilkan arus kas masuk (cash inflow) pada waktu-waktu mendatang melebihi nilai investasi awal selama periode tertentu. 5 6 2. Keputusan Pembelanjaan (Financing Decision) Karena penggunaan dana merupakan arus kas keluar (cash outflow) maka keputusan investasi (investment decisions) yang layak dibiayai selanjutnya dicarikan sumber dananya. Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan (apakah sumber dana internal atau eksternal, jangka pendek ataukah jangka panjang) disebut keputusan pembelanjaan (financing decisions). Keputusan pembelanjaan yang dikatakan efektif akan tercermin pada biaya dana (cost of fund) yang minimal. 3. Kebijakan Deviden (Deviden Policy) Pengambilan keputusan investasi dan keputusan pembelanjaan yang tepat diharapkan dapat menghasilkan laba yang tinggi. Kebijakan deviden pada prinsipnya menyangkut mengenai berapa persen dari laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden dan berapa persen yang akan ditahan dalam bentuk laba ditahan yang akan digunakan pada pembiayaan investasi di masa mendatang. Apakah deviden dibayarkan sebesar-besarnya ataukah sekecilkecilnya? Kebijakan deviden yang dikatakan optimal akan tercermin pada peningkatan harga saham. Dengan demikian, ketiga keputusan tersebut secara simultan akan turut menyumbang pencapaian tujuan perusahaan. Dalam penerapannya, manajemen keuangan tidak berdiri sendiri. 7 Manajemen keuangan berkaitan erat dengan disiplin ilmu lain, seperti akuntansi, ilmu ekonomi mikro dan makro, metode kuantitatif dan sebagainya. Sementara itu, perusahaan yang dijalankan secara profesional harus menggeser paradigma yang selama ini berlaku, yaitu dari stockholder paradigma ke stakeholder paradigma. Dalam paradigma stockholder, orientasi manajemen tertuju kepada pemegang saham. Manajemen mendapatkan mandat dari pemegang saham untuk mengelola perusahaannya, karena itu ia harus bertanggung jawab kepada pemegang saham. Pemegang saham adalah segala-galanya bagi manajemen. Dalam paradigma stakeholder, manajemen dihadapkan pada banyak pihak yang masing-masing tidak dianggap sepihak. Stakeholder merupakan semua kelompok yang dapat dipengaruhi atau yang dapat mempengaruhi keputusan, kebijakan, dan kegiatan suatu organisasi yang merupakan lingkungan di mana perusahaan harus berinteraksi. Perusahaan harus berinteraksi dengan dua kelompok stakeholder. Pertama, stakeholder primer, meliputi: pemegang saham, pekerja, kreditor, pemasok, pelanggan, pesaing penyalur. Kedua, stakeholder sekunder, meliputi: masyarakat lokal, pemerintah domestik, pemerintah asing, kelompok aktivis sosial, media massa, kelompok pendukung bisnis dan pendapat umum. 8 2.1.3. Tujuan Manajemen Keuangan Menurut Martono dan Agus (2010), tujuan manajemen keuangan adalah “memaksimumkan nilai perusahaan (memaksimumkan kemakmuran pemegang saham) yang diukur dari harga saham perusahaan”. Sedangkan menurut Husnan (2008), tujuan manajemen keuangan adalah “untuk mengambil keputusankeputusan keuangan yang benar, keputusan keuangan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan”. Berdasarkan tujuan manajemen keuangan di atas dapat disimpulkan bahwa memaksimumkan nilai tujuan manajemen perusahaan atau keuangan yaitu memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. 2.1.4. Pengertian Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Berdasarkan definisi ini, terdapat tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi: 1. Kenaikan harga 2. Bersifat umum 3. Berlangsung terus-menerus 2.1.5. Jenis Inflasi 1. Jenis inflasi menurut sifatnya 9 Berdasarkan sifatnya, inflasi dibagi menjadi 4 (empat) kategori utama, yaitu: a. Inflasi merayap (creeping inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% per tahun. b. Inflasi menengah (galloping inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 10%-30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relatif besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut inflasi dua digit, misalnya 15%, 20%, 30% dan sebagainya. c. Inflasi tinggi (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya 30%100% per tahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik. d. Inflasi sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 (empat) digit (di atas 100%). Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang karena nilainya merosot tajam sehingga lebih baik ditukar dengan barang. 2. Jenis inflasi berdasarkan sebabnya a. Demand pull inflation Inflasi ini munculnya karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak dan kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment) di pihak lain. Sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak dan 10 penawaran kerja tetap, harga akan naik. Bila hal ini berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru. b. Cost push inflation Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiensinya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh atau menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat, dan sebagainya). Ada dua hal yang dapat dilakukan produsen sehubungan dengan naiknya biaya produksi, yaitu langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama atau harga produknya naik (karena tarik menarik permintaan dan penawaran) karena penurunan jumlah produksi. 3. Jenis inflasi berdasarkan asalnya Berdasarkan asalnya, inflasi dibagi menjadu 2 (dua) yaitu inflasi yang timbul dari dalam negeri dan inflasi yang timbul dari luar negeri. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena terjadi defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk 11 mengatasinya, pemerintah biasanya mencetak uang baru. Selain itu, kenaikan harga juga disebabkan musim paceklik (gagal panen), bencana alam yang berkepanjangan, dan sebagainya. Inflasi yang berasal dari luar negeri disebabkan negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi. Jika harga-harga barang dan ongkos produksi relatif mahal. Dengan demikian, jika negara lain harus mengimpor barang tersebut, harga jualnya di dalam negeri tentunya bertambah mahal. 2.1.6. Dampak inflasi dalam perekonomian Dampak inflasi dalam perekonomian sangat tergantung pada tingkat keparahan inflasi tersebut. Pada saat tertentu, kenaikan harga yang terlalu tinggi mempunyai pengaruh yang positif terutama terhadap iklim investasi karena kenaikan harga pada dasarnya merupakan insentif bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan produksinya. Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah menunjukkan adanya kelesuan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga yang tidak bergerak ke atas sehingga menandakan adanya kelemahan pada sisi permintaan. Tidak jarang terlalu rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator lemahnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan para ahli bahwa efek positif pertumbuhan dicapai secara maksimal pada kisaran inflasi sebesar 5%-6% per tahun. 12 Ada dua distorsi pokok dengan adanya inflasi yang tinggi, yaitu: 1. Distorsi internal yaitu inflasi akan mengakibatkan perubahan dalam pola distribusi pendapatan dan kekayaan yang disebabkan terjadinya redistribusi yang tidak seimbang. 2. Distorsi eksternal yaitu inflasi akan mempengaruhi kinerja perdagangan suatu negara yang tercermin dalam neraca perdagangannya. Mengingat adanya distorsi yang ditimbulkan oleh inflasi, maka kebijakan pengendalian inflasi akan memiliki manfaat ganda (multi benefit) karena di satu sisi akan memperkuat daya beli masyarakat terutama mereka yang mempunyai pendapatan relatif tetap dan juga berfungsi untuk memperbaiki eksternal ekuilibrium (neraca perdagangan). Inflasi akan berdampak terhadap: 1. Distribusi pendapatan (equity effect). Pendapatan menjadi tidak merata, ada yang dirugikan namun ada pula yang diuntungkan. 2. Alokasi faktor produksi (efficiency effect). Inflasi mengubah alokasi faktor-faktor produksi agar menjadi lebih efisien. 3. Produk nasional (output effect). 13 Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan atau penurunan output. Inflasi mungkin dapat menyebabkan kenaikan produksi, namun dalam kondisi hiper inflasi malah sebaliknya. 2.1.7. Kebijakan penanggulangan inflasi Teori Kuantitas uang (MV=PT) menyebutkan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat dibandingkan T sehingga untuk menguranginya maka salah satu variabel (M atau V) harus dikendalikan dengan menggunakan berbagai macam kebijakan: 1. Kebijakan moneter Kebijakan ini dilakukan dengan cara mengatur jumlah uang beredar. Salah satu komponen uang adalah uang giral (demand deposit) yang diatur melalui penetapan cadangan minimum. Untuk menekan inflasi, bank sentral melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Meningkatkan cadangan minimum sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil. b. Menetapkan tingkat diskonto (pinjaman yang diberikan bank sentral kepada bank umum). Apabila tingkat diskonto besar, maka terjadi penurunan pinjaman bank umum dan sebaliknya, sehingga kemampuan bank meminjamkan dana kepada masyarakat juga mengecil, jumlah uang beredar turun, inflasi dicegah. 14 c. Politik pasar terbuka, yang dilakukan dengan cara menjual surat berharga sehingga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar, laju inflasi rendah. 2. Kebijakan fiskal, yang menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan secara langsung yang dapat mempengaruhi permintaan total, mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah dengan penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang digunakan meliputi pengurangan pengeluaran perintah serta kenaikan pajak, permintaan total turun, inflasi dapat ditekan. 3. Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang dalam negeri cenderung menurunkan harga. 4. Kebijakan penentuan harga dan indeks. Kebijakan ini dilaku-kan dengan penentuan ceiling indeks harga serta mendasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji maupun upah. Jika indeks harga naik maka gaji/upah juga akan naik. 2.1.8. Pengendalian Inflasi oleh Bank Indonesia Kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia bertujuan untuk mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan aggregate (demand management) relatif terhadap kondisi sisi penawaran. Faktor lain yang dapat mempengaruhi inflasi berasal dari 15 sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan (shocks), antara lain kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen atau banjir. Kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang sangat besar. Hal tersebut dapat terlihat dari kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2008 yang menyebabkan terjadinya lonjakan inflasi. Dalam mencapai sasaran inflasi, Bank Indonesia berkerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah untuk menetapkan kebijakan makro ekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral. Adapun wujud koordinasi yang telah berlangsung antara Bank Indonesia dengan pemerintah yaitu dibentuknya Tim Koordinasi Penetapan Sasaran, Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat pusat sejak tahun 2005, yang terdiri dari Bank Indonesia dan departemen teknis terkait di pemerintah, seperti Departemen Keuangan, Kantor Menko Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Mengingat kondisi dalam pengendalian inflasi tersebut sangat penting, maka pembentukan TPI sejak tahun 2008 diperluas hingga ke level daerah, yang bertujuan agar koordinasi antara pemerintah 16 dan Bank Indonesia semakin efektif sehingga dapat terwujud inflasi yang rendah dan stabil. 2.1.9. Pengertian Jumlah Uang Beredar Yang dihitung dalam sebagai jumlah uang beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat, sedangkan uang yang berada di bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam (uang kartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar. Dalam pelaksanaannya, jumlah uang yang beredar ditentukan oleh kebijakan dari bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang melalui kebijakan moneter. Adapun pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1) merupakan jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. M1 = C + D ……………………(1) dimana : M1 = jumlah uang beredar dalam arti sempit C = uang kartal (currency) = uang kertas + uang logam D = uang giral atau cek (demand deposit) Sedangkan pengertian jumlah uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2) adalah M1 ditambah deposito berjangka (time deposit). M2 = M1 + TD ……………………(2) 17 dimana : M2 = jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money) M1 = jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) TD = deposito berjangka (time deposit) Pengertian lain dari uang beredar dalam arti luas adalah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) ditambah uang kuasi (quasy money). Uang kuasi adalah sesuatu yang mendekati ciri uang termasuk deposito dan tabungan. Dalam keadaan tertentu, narrow money mungkin tidak berkembang sejalan dengan broad money, misalnya pada awal tahun 70-an di Indonesia. Pada saat itu broad money meningkat lebih cepat daripada narrow money karena kenaikan yang menyolok dari deposito berjangka di bank-bank. Salah satu sebabnya adalah adanya aliran uang masuk dari luar negeri karena tingkat bunga deposito di Indonesia sangat tinggi. Perubahan kepercayaan masyarakat terhadap nilai uang bisa pula mempengaruhi perkembangan masing-masing konsep “uang beredar” secara berbeda. Manurung dan Rahardja (2004) mengatakan bahwa jumlah uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat secara keseluruhan. Definisi tersebut terus berkembang, sehingga terdapat 2 (dua) definisi jumlah uang beredar yang digunakan, yaitu: 18 1. Pendekatan transaksional, memandang jumlah uang beredar yang dhitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk kebutuhan transaksi. 2. Pendekatan likuiditas, mendefinisikan jumlah uang beredar sebagai jumlah uang untuk kebutuhan ransaksi ditambah uang kuasi. 2.1.10. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar adalah: 1. Kebijakan Bank Sentral berupa hak otonom dan kebijakan moneter (meliputi: politik diskonto, politik pasar terbuka, politik cash ratio, politik kredit selektif) dalam mencetak dan mengedarkan uang kartal. 2. Kebijakan pemerintah melalui menteri keuangan untuk menambah peredaran uang dengan cara mencetak uang logam dan uang kertas yang nominalnya kecil. 3. Bank umum dapat menciptakan uang giral melalui pembelian saham dan surat berharga. 4. Tingkat pendapatan masyarakat. 5. Tingkat suku bunga bank. 6. Selera konsumen terhadap suatu barang (semakin tinggi selera konsumen terhadap suatu barang maka harga barang tersebut 19 akan terdorong naik, sehingga akan mendorong jumlah uang yang beredar semakin banyak, demikian sebaliknya). 7. Harga barang. 8. Kebijakan kredit dari pemerintah. 2.1.11. Pengertian BI Rate BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 2.1.12. Fungsi BI Rate Bank Indonesia ditetapkan melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dilakukan secara bulanan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran bunga kredit perbankan. BI Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar Suku Bunga SBI bulan hasil lelang Operasi Pasar Terbuka (OPT) berada di sekitar BI Rate. Namun demikian, suku bunga BI Rate diharapkan mempengaruhi suku bunga Pasar Antar Bank (PUAB), suku bunga simpanan dan suku bunga lainnya dalam jangka waktu yang lebih panjang. 2.1.13. Penetapan BI Rate Penetapan BI Rate dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian. Sedangkan respon kebijakan 20 moneter biasa dilakukan dalam RDG triwulanan (Januari, April, Juli dan Oktober) untuk berlaku selama triwulanan berjalan. Apabila diperlukan, perubahan BI Rate juga dapat dilakukan dalam RDG bulanan. Dalam RDG bulanan, review atas perkembangan inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter serta likuiditas di pasar dilakukan untuk memonitor dan menilai apakah sesuai dengan prakiraan yang dilakukan dalam RDG triwulanan. Bank Indonesia biasanya akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melebihi sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan dalam kelipatan 25 bps (perubahan dapat 25, 50, ataupun 75 bps sesuai dengan situasi moneter yang terjadi). Dalam menetapkan BI Rate, Dewan Gubernur Bank Indonesia mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi. 2. Informasi lain seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen faktor resiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter 21 2.1.14. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi BI Rate Berdasarkan penjelasan yang disampaikan Bank Indonesia melalui siaran pers pada website Bank Indonesia, faktor-faktor yang mempengaruhi BI Rate secara umum diantaranya adalah: 1. Perekonomian dunia Salah satu pertumbuhan ekonomi yang memberikan dampak dan menjadi tolak ukur dalam kegiatan perekonomian dunia adalah perekonomian Amerika Serikat khususnya kegiatan produksi manufaktur dan konsumsi. Selain itu, perkonomian Eropa juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pengaruh perekonomian dunia. Penurunan suku bunga dan stimulus kebijakan moneter oleh ECB dapat membantu perbaikan ekonomi di Uni Eropa dan menambah ekses likuiditas di pasar keuangan global. Disamping itu, kebijakan yang dilakukan oleh beberapa bank sentral di Asia Tenggara dalam menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi juga dijadikan sebagai dasar dalam penetapan BI Rate. Berdasarkan hal tersebut, Bank Indonesia terus mewaspadai sejumlah resiko global dan regional agar tidak mengganggu stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. 2. Pertumbuhan ekonomi domestik Pertumbuhan ekonomi domestik dapat dilihat dari tingkat konsumsi rumah tangga khususnya penjualan eceran dan 22 penjualan kendaraan bermotor, konsumsi pemerintah melalui penyerapan anggaran, serta permintaan barang impor. 3. Neraca perdagangan Perkembangan kinerja neraca perdagangan dapat dinilai melalui perdagangan migas dan nonmigas. Kinerja neraca perdagangan non-migas dipengaruhi oleh aktivitas ekspor, perbaikan ekonomi global dan ekspor mineral, serta neraca migas. Sementara itu, neraca financial dipengaruhi oleh aliran masuknya modal asing yang didorong oleh persepsi terhadap prospek ekonomi domestik. 4. Stabilitas nilai tukar rupiah Kemampuan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sangat mempengaruhi kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan BI Rate. Melemahnya nilai rupiah disebabkan oleh faktor sentimen, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Faktor eskternal terkait dengan dinamika geopolitik serta kemungkinan normalisasi kebijakan The Fed. Sementara itu, faktor sentimen domestik terkait dengan perilaku investor terhadap rencana kebijakan pemerintah ke depan, termasuk kebijakan terkait dengan subsidi energi. Sehubungan degan hal tersebut, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya. 23 5. Inflasi Bank Indonesia menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam menilai naik turunnya inflasi. Kemampuan Bank Indonesia dalam menjaga agar nilai inflasi turun bergantung pada inflasi volatile food dan adminsitered prices, serta terkendalinya inflasi inti dan terjaganya ekspektasi atau sasaran inflasi yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, Bank Indonesia berusaha untuk mewaspadai berbagai risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi, khususnya yang bersumber dari kemungkinan kenaikan administered prices, dan akan memperkuat langkah-langkah koordinasi pengendalian inflasi. 6. Stabilitas sistem keuangan Stabilitas sistem keuangan dapat dicapai melalui ketahanan industri perbankan terhadap resiko kredit, terjaganya kondisi likuiditas baik dalam perekonomian maupun perbankan dan pasar, serta dukungan modal yang kuat dan kinerja pasar modal yang tercermin melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 7. Jumlah Uang Beredar Dalam mengendalikan keadaan moneter, Bank Indonesia juga melihat faktor yang mempengaruhi perekonomian di Indonesia, diantaranya dana milik masyarakat yang ada di bank dan diendapkan di Bank Indonesia. Hal tersebut menyebabkan 24 jumlah uang yang beredar di masyarakat khususnya uang cash akan berkurang, yang diharapkan dapat menurunkan tingkat inflasi dan pada akhirnya mempengaruhi kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan BI Rate. 2.1.15. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penulis Daniel Pattipawae (2009) Judul Analisa FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia Dalam Jangka Pendek. Variabel Hasil X : BI Rate, 1. Tingkat Bunga BI Pengangguran, Rate berpengaruh Jumlah Uang positif dan Beredar dan signifikan Pengeluaran terhadap tingkat Pemerintah inflasi. Y : Inflasi 2. Tingkat pengangguran berpengaruh negatif terhadap inflasi. 3. Jumlah uang beredar untuk transaksi M1 berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi. 4. Jumlah uang beredar untuk spekulasi M2 berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat inflasi. 25 Penulis Judul Achmad ATH Thobarry (2009) Analisis pengaruh nilai tukar, suku bunga, laju inflasi dan pertumbuhan GDP terhadap Indeks Harga Saham sektor properti (kajian empiris pada Bursa Efek Indonesia periode pengamatan tahun 2000-2008 ) Variabel Hasil X : Nilai Tukar, 1. Hasil analisis Suku Bunga, regresi linier Inflasi dan GDP berganda Y : Indeks Harga menunjukkan Saham Sektor bahwa nilai tukar Properti dollar terhadap rupiah, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP secara bersamasama berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti, sedangkan secara parsial nilai tukar dollar terhadap rupiah erpengaruh positif signifikan terhadap indeks harga saham sektor properti. 2. Variasi faktor yang berpengaruh terhadap indeks harga saham sektor properti dijelaskan oleh variabel independen yaitu, nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP yang secara bersama‐sama berpengaruh sebesar 32,6% sedangkan sisanya 26 Penulis Judul Variabel Hasil 67,4% dijelaskan oleh faktor lain. 3. Variabel inflasi lebih berpengaruh daripada variabel nilai tukar dollar terhadap rupiah. Dari tabel penelitian terdahulu di atas, terdapat berbagai variabel yang digunakan dalam penelitian. Namun dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan inflasi dan jumlah uang beredar sebagai variabel X dan BI Rate sebagai variabel Y. 2.2. Rerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan dari berbagai teori variabel independen (X) yaitu inflasi dan umlah uang beredar, serta variabel dependen (Y) yaitu BI Rate termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka penulis membuat kerangka berpikir sebagai berikut: Inflasi (X1) Hb BI Rate (Y) Ha Jumlah Uang Beredar Dalam Arti Luas (X2) Hc Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran 27 2.3. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini merupakan hipotesis alternatif (alternative hypothesis) sebagai berikut: 1. Pengaruh Simultan (Ha) Ha0 : Inflasi dan Jumlah Uang Beredar tidak berpengaruh secara simultan terhadap BI Rate. Ha1 : Inflasi dan Jumlah Uang Beredar berpengaruh secara simultan terhadap BI Rate. 2. Pengaruh Parsial (Hb dan Hc) Hb0 : Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap BI Rate. Hb1 : Inflasi berpengaruh secara parsial terhadap BI Rate. Hc0 : Jumlah Uang Beredar (M2) tidak berpengaruh secara parsial terhadap BI Rate. Hc1 : Jumlah Uang Beredar (M2) berpengaruh secara parsial terhadap BI Rate. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari good of fitnya. Secara statistik, hal tersebut dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah krisis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Imam Ghozali, 2005).