BAB II LANDASAN TEORI A. Teori yang Relevan dengan Kebijakan

advertisement
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori yang Relevan dengan Kebijakan Deviden
1.
Teori Keagenan (agency theory)
Jensen dan Meckling (1976) dalam Kumalasari (2007), mengungkapkan
bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen
perusahaan) dan principal (pemegang saham). Scott (1997) menyatakan bahwa
perusahaan memiliki beberapa kontrak, contohnya kontrak kerja antara
perusahaan dengan manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan
kreditor. Kedua kontrak ini seringkali dibuat berdasarkan angka laba bersih
(income), oleh karena itu kontrak tersebut berpengaruh terhadap akuntansi.
Hubungan antara agen dan prinsipal biasanya dalam situasi asimetri
informasi. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya pihak yang
mempunyai informasi lebih (agen) dibandingkan dengan pihak lain (prinsipal).
Agen lebih banyak memperoleh informasi karena berhubungan langsung dengan
operasional perusahaan. Dengan asumsi individu mempunyai kepentingan untuk
dirinya sendiri, maka dengan adanya asimetri informasi akan mendorong agen
menyembunyikan informasi yang tidak dimiliki oleh principal.
Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya masalah keagenan, yaitu:
1) Moral Hazard
Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan-perusahaan besar, dimana
9
manajer cenderung untuk memanfaatkan insentif yang sesuai dengan
kepentingannya atau berdasarkan keahliannya untuk bayaran yang diterima dari
perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak termasuk dalam kontrak.
2) Jumlah laba yang ditahan
Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang
berlebihan oleh pihak manajemen (agen) melalui peningkatan dana pertumbuhan
dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise atau memperbesar
kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan bagi
dirinya sendiri, namun dapat menghancurkan kesejahteraan pemegang sahamnya
(principal).
3) Horison Waktu
Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana prinsipal
lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum pasti,
sedangkan manajemen senderung menekankan pada hal-hal yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka.
4) Penghindaran Risiko Manajerial
Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang
berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja dicapainya sehingga
manajer akan meminimalkan risiko saham perusahaan dari keputusan investasi
yang meningkatkan risikonya.
10
Menurut DeAngelo (1986) yang dikutip dalam Gumanti (2000)
mengatakan bahwa teori keagenan (agency theory) juga menekankan bahwa
angka-angka akuntansi memainkan peranan penting dalam menekan konflik
antara prinsipal dan agen. Dari sini jelas bahwa mengapa manajer memiliki
motivasi untuk mengelola data keuangan pada umumnya dan keuntungan atau
earnings pada khususnya. Semuanya tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai
usaha-usaha untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat pribadi (obtaining
private gains).
Pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena
akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana
yang berada dalam pengendaliannya (Putra dan Ratnadi, 2008). Hal ini sesuai
dengan residual theory of cash dividend (Karen, 2003) yang menyatakan bahwa
kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam bentuk dividen. Pada
umumnya manajemen tidak menyukai pembagian laba yang diperoleh dalam
bentuk dividen. Manajemen lebih menyukai memperlakukannya sebagai laba
ditahan, kecuali mengetahui dana tersebut tidak memberikan net present value
(NVP) yang positif pada tambahan investasi.
2.
Teori pensinyalan (signalling theory)
Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan.
11
Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk
memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan
perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri
informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih
banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar
(khususnya investor dan kreditor).
Teori sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini
berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun pihak
yang berkepentingan lainnya. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang
sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik, atau
bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa
perusahaan tersebut lebih baik dari pada perusahaan lain.
Penggunaan dividen sebagai isyarat, cenderung berupa cerita bagaimana
informasi dapat diteruskan ke pasar daripada teori tentang kebijakan dividen
optimal. Pengumuman yang menyatakan bahwa suatu perusahaan telah
memutuskan untuk menaikkan dividen per saham mungkin diartikan oleh
penanam modal sebagai berita yang baik, karena dividen per saham yang lebih
tinggi menunjukkan bahwa perusahaan yakin arus kas pada masa mendatang
akan cukup besar untuk menanggung tingkat dividen yang tinggi (Weston dan
12
Copeland, 2010).
Pengumuman dividen sebagai alat untuk mengirimkan isyarat yang nyata
kepada pasar mengenai hasil kerja perusahaan di masa kini dan masa yang akan
datang adalah merupakan cara yang tepat meskipun mahal tetapi sangat berarti.
Setelah menerima isyarat melalui pengumuman dividen maka pasar akan
bereaksi terhadap pengumuman perubahan dividen yang dibayarkan sehingga
bisa dikatakan pasar menangkap informasi tentang prospek perusahaan yang
terkandung dalam pengumuman tersebut (Ambarwati, 2010).
3.
Teori kebijakan dividen
Gitman (2003) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu
perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen
harus dibuat. Lee dan Finerty (1990) mengartikan kebijakan dividen sebagai
suatu keputusan perusahaan apakah akan membagikan earnings yang dihasilkan
kepada para pemegang saham atau akan menahan earnings untuk kegiatan
reinvestasi dalam perusahaan.
Ada empat bentuk kebijakan pembayaran dividen (Riyanto, 2000), yaitu sebagai
berikut.
a. Kebijakan dividen yang stabil.
Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen per lembar saham yang
dibayarkan setiap tahun relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun
13
pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang sudah
dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang.
b. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah
ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar
saham setiap tahunnya. Jika kondisi keuangan perusahaan baik, perusahaan akan
membagikan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Jika kondisi
memburuk, maka yang dibayarkan hanya dividen minimalnya saja.
c. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.
Jika kebijakan ini yang dipakai oleh perusahaan, ini berarti bahwa jumlah
dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi
sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya.
d. Kebijakan dividen yang fleksibel.
Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen yang besarnya
disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial perusahaan setiap tahunnya.
Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsiasumsi yang mendasari antara lain :
a. Dividen tidak relevan
Menurut Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2010) dividend
payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya
14
modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividen payout ratio adalah
tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari
asset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan
dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai
perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller (1961)
mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut :
1. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan.
2. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi.
3. Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend
payout ratio.
4. Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan
investasi di masa yang akan datang.
5. Distribusi pendapatan di antara dividend an laba ditahan tidak berpengaruh
terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor.
b. Bird in the hand theory
Teori ini dikemukakan oleh Gordon dan Lintner (1956) dalam Ambarwati
(2010) yang menganggap dividen yang diterima merupakan sesuatu yang sudah
pasti di tangan sehingga memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
capital gain. Gordon dan Lintner (1956) juga berpendapat bahwa investor lebih
menyukai dividen karena lebih pasti pendapatannya daripada mengharapkan
return yang belum pasti jika menginvestasikan kembali dividen pada investasi
15
tertentu.
c. Tax preference theory
Capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas
dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik
Sebaliknya jika capita gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas
dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang, namun demikian
pajak atas dividen karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham
dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah
pembayaran dividen. Periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor
jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak
ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Iinvestor akan
meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang
memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang
rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya
menentukan dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan
dividen (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dalam Puspita (2009).
B. Laporan Keuangan
Untuk membahas manajemen keuangan, tidak bisa terlepas dari laporan
keuangan. Oleh karena itu diperlukan pembahasan singkat mengenai laporan
16
keuangan. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan
informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan.
Berikut ini beberapa pendapat mengenai definisi laporan keuangan
sebagaimana dikemukakan oleh Munawir (2007:2) pengertian laporan keuangan
adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan
pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.
Menurut Sutrisno (2008:9) mengemukakan bahwa : “Laporan keuangan
merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua laporan utama
yakni Neraca dan laporan Laba Rugi “.
Kasmir (2008:7) berpendapat bahwa : "Laporan keuangan adalah laporan
yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu
periode tertentu."
Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi. Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan
posisi keuangan sangat diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi atas
kemampuan perusahan dalam menghasilkan kas (dan setara kas), dan waktu serta
kepastian dari hasil tersebut. Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh
17
sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas
serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
Dari beberapa pendapat ahli ekonomi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir proses akuntansi yang
menjelaskan atau melaporkan kegiatan perusahaan sekaligus untuk mengevaluasi
keberhasilan strategi perusahaan dalam pencapaian tujuan yang ingin dicapai.
C. Analisis Laporan Keuangan
Pengertian analisis laporan keuangan (financial statement analysis)
menurut Soemarso (2006:430), adalah hubungan antara suatu angka dalam
laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat
menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena.
Menganalisis laporan keuangan, berarti melakukan suatu proses untuk
membedah laporan keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masingmasing unsur tersebut, dan menelaah hubungan antara unsur-unsur tersebut
dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan
tepat atas laporan keuangan tersebut (Dwi Prastowo, 2002:52).
Untuk membantu pembaca dalam menafsirkan data bisnis, laporan
keuangan biasanya disajikan dalam bentuk komparatif. Laporan komparatif
adalah laporan keuangan yang disajikan berdampingan untuk dua tahun atau
lebih (Simamora, 2003:515). Melalui laporan keuangan akan dapat dinilai
18
kemampuan
perusahaan
untuk
memenuhi
kewajiban-kewajiban
jangka
pendeknya, struktur modal perusahaan, distribusi aktivanya, keefektifan
penggunaan aktiva, hasil usaha/ pendapatan yang telah dicapai, beban-beban
tetap yang harus dibayar, serta nilai-nilai buku tiap lembar saham perusahaan
yang bersangkutan.
D. Rasio Keuangan
1.
Pengertian Rasio Keuangan
Rasio adalah alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara dua macam data finansial. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau
perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan
jumlah yang lain (Munawir, 2000:54). Rasio sebenarnya hanyalah alat yang
dinyatakan dalam aritmathical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara dua macam data finansial (Bambang Riyanto, 2001:329). Rasio
keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan hubungan antara
berbagai macam akun (accounts) dari laporan keuangan yang mencerminkan
keadaan keuangan serta hasil operasional perusahaan.
Menurut Sri Apriyanti (2011), mengadakan analisa hubungan dari berbagai
pos dalam suatu laporan keuangan adalah merupakan dasar untuk dapat
menginterprestasikan kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan.
19
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical
relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan
mengunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi
gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi
keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan
dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard.
Abdullah (2004:37) bahwa : ”Analisis rasio keuangan merupakan teknik
analisis keuangan untuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam
neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.”
2.
Jenis-jenis Rasio Keuangan
Menurut Mamduh M. Hanafi (1996 : 75) rasio keuangan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Rasio Profitabilitas
Rasio
profitabilitas
dapat
mengukur
seberapa
besar
kemampuan
perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, asset
maupun laba bagi modal sendiri.
1. Profit Margin
Merupakan
kemampuan
perusahaan
untuk
dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.
menghasilkan
keuntungan
20
2. Return On Asset
ROA sering disebut juga rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan.
3. Return On Equity
Sering disebut juga dengan rate of return on net worth, yaitu kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki.
4. Return On Investment
Merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan
digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan.
b. Rasio Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya yang harus segera dipenuhi. Kewajiban yang harus dipenuhi
adalah hutang jangka pendek.
21
1. Current Ratio
Dari hasil perhitungan current ratio, dapat disimpulkan bahwa setiap Rp. 1,hutang lancar akan dijamin dengan –sebesar Rp,- aktiva lancar. Semakin tinggi
current ratio maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melunasi
hutang-hutangnya.
2. Quick Ratio/Acid Test Ratio
Dari perhitungan Quick Ratio maka dapat disimpulkan bahwa setiap Rp. 1,hutang lancar akan dijamin dengan –sebesar Rp,- aktiva lancar yang paling
lancar.
3. Cash Ratio
Dari perhitungan cash ratio, maka dapat disimpulkan bahwa setiap Rp. 1,- hutang
lancar dijamin dengan –sebesar Rp,- uang kas dan yang segera menjadi kas.
22
c. Rasio Solvabilitas (Leverage)
Finansial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk
membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti
menggunakan modal sendiri 100%.
1. Total Debt to Total Asset Ratio
Rasio total hutang dengan total aktiva/ rasio hutang
Artinya sebesar xx % perusahaan dibelanjai dengan hutang.
2. Debt to Equity Ratio
Rasio hutang dengan modal sendiri
Menunjukkan angka seberapa besar perbandingan antara hutang dengan modal
sendiri.
3. Time Interest Earned Ratio
TIE disebut juga dengan Rasio Coverage yaitu perbandingan EBIT dengan beban
bunga.
Dengan TIE ratio sebesar x kali, berarti keuntungan perusahaan hanya bisa
menutup beban bunga sebesar x kalinya.
23
d. Rasio Aktivitas
Rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan
secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan
standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam
industri.
E. Growth
Aset adalah aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan.
Semakin besar aset maka diharapkan
semakin besar pula hasil operasional
yangdihasilkan oleh suatu perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan
hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap
perusahaan.
Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap
perusahaan, maka proporsi hutang semakin lebih besar dari modal sendiri. Hal
ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke dalam
perusahaan dijamin oleh besarnya aset yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997).
Riyanto (1998) makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar
kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhanya.
Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatanya
daripada dibayarkan sebagai dividen dengan mengingat batasan-batasan
biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian
rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya
24
dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana
ekstern lainya, maka keadaanya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian
perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. Pertumbuhan
perusahaan yang tinggi lebih disukai untuk mengambil keuntungan pada
investasi yang memiliki prospek yang baik.
Secara sistematis Growth dapat dirumuskan sebagai berikut:
F. Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) merupakan komponen penting pertama yang
harus diperhatikan dalam analisis perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan
menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua
pemegang saham perusahaan. EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa
besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per
lembar saham (Tjiptono dan Hendry, 2001 : 139).
Besarnya Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan. bisa diketahui dari
informasi laporan keuangan perusahaan langsung atau dapat dihitung
berdasarkan laporan neraca dan laporan rugi laba perusahaan. Earning per share
atau laba per lembar saham adalah suatu analisis yang penting di dalam laporan
keuangan perusahaan. Earning per share memberikan informasi kepada para
25
pihak luar (ekstern) seberapa jauh kemampuan perusahaam menghasilkan laba
untuk tiap lembar yang beredar. Sehingga diperoleh rumus sebagai berikut :
EPS =
Laba bersih
Jumlah saham yang beredar
G. Penelitian Terdahulu
Rizky Pebriani (2008) yang meneliti hubungan antara variabel ROE, NPM,
ROI, EPS, Current Ratio, TATO, Debt ratio, dan DER dengan dividen terhadap
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2003-2007 menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif antara Dividend Payout Ratio dengan EPA dan TATO
serta hubungan negatif antara Dividend Payout Ratio dengan current ratio, NPM,
ROE, ROI, Debt Ratio dan DER.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004) yang menganalisis hubungan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara
serempak antara CR, DER, NPM, dan ROI terhadap DPR. Current Ratio (CR)
dan Return On Investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Dividend Payout Ratio secara parsial.
Rini dan Lely (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada 30
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta kurun waktu 2001-
26
2006 menggunakan variabel Cash Ratio, NPM, dan ROI dan Dividend Payout
Ratio. Hasilnya ROI dan NPM yang berpengaruh signifikan terhadap Dividend
Payout Ratio, sedangkan Cash Ratio memiliki pengaruh yang tidak signifikan.
Fira Puspita (2009) melakukan penelitian terhadap faktor–faktor yang
mempengaruhi kebijakan Dividend Payout Ratio. Adapun variabel-variabelnya
adalah Cash Ratio, Growth, Firm Size, ROA, DTA, dan DER terhadap DPR,
dengan mengambil 26 sampel perusahaan dari 392 perusahaan yang terdaftar
diBEI periode 2005 – 2007. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Cash Ratio,
Firm Size, dan ROA berpengaruh signifikan positif terhadap DPR sedangkan
Growth berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR, variabel lain yaitu DTA
dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR.
H. Kerangka Pemikiran
1. Hubungan Net Profit Margin Terhadap Kebijakan Deviden.
Sutrisno
(2001)
menyatakan
bahwa
profitabilitas
adalah
tingkat
keuntungan bersih yang berhasil dalam menjalankan operasionalnya. Dividen
merupakan sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karenanya
dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan
yang layak dibagikan kepada para pemegang saham, adalah keuntungan setelah
perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak.
Oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan,
27
maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya Dividend Payout Ratio.
Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi
keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang
diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen. Atribut profitabilitas ini diwakili oleh tingkat keuntungan
setelah pajak dibagi dengan penjualan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004) yang menganalisis hubungan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara
serempak antara CR, DER, NPM, dan ROI terhadap DPR. Current Ratio (CR)
dan Return On Investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap Dividend Payout Ratio secara parsial.
H1 : Net Profit Margin mempunyai pengaruh positif terhadap Kebijakan
Deviden.
2. Hubungan Current Ratio terhadap Kebijakan Deviden
Current Ratio merupakan salah satu ukuran dari likuiditas (liquidity ratio)
yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro
atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki
perusahaan. Semakin tinggi Current Ratio menunjukkan kemampuan kas
28
perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya
(Brigham, 2001).
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2009) berpendapat bahwa
ketersediaan uang kas menunjukan tingkat dividend yang dibagikan. Sebuah ide
yang telah diterima secara umum bahwa ketika perusahaan menghadapi masalah
keuangan
(kekurangan
uang),
manajer
dapat
membatasi
pertumbuhan
dividennya. Dari penelitian terdahulu, dapat diambil hipotesis sebagai berikut.
H2 : Current Ratio mempunyai pengaruh positif terhadap Kebijakan Deviden.
3. Hubungan Growth terhadap Kebijakan Deviden.
Puspita (2009) menyatakan bahwa growth mempunyai hasil signifikan
negatif terhadap DPR menunjukkan bahwa manajemen perusahaan juga
mempertimbangkan faktor growth dalam hal ini pertumbuhan asset perusahaan
dalam menentukan kebijakan dividen. Hal ini menjadi perhatian bagi para
investor untuk memperhatikan faktor growth ini dalam mengambil keputusan
investasinya karena apabila asset perusahaan meningkat maka kecenderungan
untuk menurunkan dividen. Dari penelitian terdahulu dapat diambil hipotesis
bahwa :
H3 : Growth mempunyai pengaruh negatif terhadap Kebijakan Deviden.
29
4. Hubungan Earning Per Share terhadap Kebijakan Deviden
Earning Per Share mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba atas pengelolaan saham perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia. Faktor ini juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan deviden.
Deviden adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan dari jumlah saham yang
beredar, oleh karena itu deviden akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh
keuntungan. Oleh karena itu deviden yang diambilkan dari keuntungan bersih
akan mempengaruhi deviden payout ratio. Perusahaan yang semakin besar
keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai
deviden. Dengan kata lain semakin besar keuntungannya yang diperoleh maka
akan semakin besar kemampuannya bagi perusahaan untuk membayar deviden.
Sehingga dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
H4 : Earning Per Share mempunyai pengaruh positif terhadap Kebijakan
Deviden
Gambar 2.1
Model Konseptual
NPM (X1)
CR (X2)
Kebijakan Dividen
Growth (X3)
EPS (X4)
Download