8 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori yang Relevan dengan Kebijakan Deviden 1. Teori Keagenan (agency theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Kumalasari (2007), mengungkapkan bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen perusahaan) dan principal (pemegang saham). Scott (1997) menyatakan bahwa perusahaan memiliki beberapa kontrak, contohnya kontrak kerja antara perusahaan dengan manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan kreditor. Kedua kontrak ini seringkali dibuat berdasarkan angka laba bersih (income), oleh karena itu kontrak tersebut berpengaruh terhadap akuntansi. Hubungan antara agen dan prinsipal biasanya dalam situasi asimetri informasi. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya pihak yang mempunyai informasi lebih (agen) dibandingkan dengan pihak lain (prinsipal). Agen lebih banyak memperoleh informasi karena berhubungan langsung dengan operasional perusahaan. Dengan asumsi individu mempunyai kepentingan untuk dirinya sendiri, maka dengan adanya asimetri informasi akan mendorong agen menyembunyikan informasi yang tidak dimiliki oleh principal. Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya masalah keagenan, yaitu: 1) Moral Hazard Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan-perusahaan besar, dimana 9 manajer cenderung untuk memanfaatkan insentif yang sesuai dengan kepentingannya atau berdasarkan keahliannya untuk bayaran yang diterima dari perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak termasuk dalam kontrak. 2) Jumlah laba yang ditahan Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang berlebihan oleh pihak manajemen (agen) melalui peningkatan dana pertumbuhan dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise atau memperbesar kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris, maupun penghargaan bagi dirinya sendiri, namun dapat menghancurkan kesejahteraan pemegang sahamnya (principal). 3) Horison Waktu Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana prinsipal lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum pasti, sedangkan manajemen senderung menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. 4) Penghindaran Risiko Manajerial Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja dicapainya sehingga manajer akan meminimalkan risiko saham perusahaan dari keputusan investasi yang meningkatkan risikonya. 10 Menurut DeAngelo (1986) yang dikutip dalam Gumanti (2000) mengatakan bahwa teori keagenan (agency theory) juga menekankan bahwa angka-angka akuntansi memainkan peranan penting dalam menekan konflik antara prinsipal dan agen. Dari sini jelas bahwa mengapa manajer memiliki motivasi untuk mengelola data keuangan pada umumnya dan keuntungan atau earnings pada khususnya. Semuanya tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai usaha-usaha untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat pribadi (obtaining private gains). Pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana yang berada dalam pengendaliannya (Putra dan Ratnadi, 2008). Hal ini sesuai dengan residual theory of cash dividend (Karen, 2003) yang menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam bentuk dividen. Pada umumnya manajemen tidak menyukai pembagian laba yang diperoleh dalam bentuk dividen. Manajemen lebih menyukai memperlakukannya sebagai laba ditahan, kecuali mengetahui dana tersebut tidak memberikan net present value (NVP) yang positif pada tambahan investasi. 2. Teori pensinyalan (signalling theory) Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan. 11 Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (khususnya investor dan kreditor). Teori sinyal juga mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik ataupun pihak yang berkepentingan lainnya. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan, laporan apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik, atau bahkan dapat berupa promosi serta informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik dari pada perusahaan lain. Penggunaan dividen sebagai isyarat, cenderung berupa cerita bagaimana informasi dapat diteruskan ke pasar daripada teori tentang kebijakan dividen optimal. Pengumuman yang menyatakan bahwa suatu perusahaan telah memutuskan untuk menaikkan dividen per saham mungkin diartikan oleh penanam modal sebagai berita yang baik, karena dividen per saham yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan yakin arus kas pada masa mendatang akan cukup besar untuk menanggung tingkat dividen yang tinggi (Weston dan 12 Copeland, 2010). Pengumuman dividen sebagai alat untuk mengirimkan isyarat yang nyata kepada pasar mengenai hasil kerja perusahaan di masa kini dan masa yang akan datang adalah merupakan cara yang tepat meskipun mahal tetapi sangat berarti. Setelah menerima isyarat melalui pengumuman dividen maka pasar akan bereaksi terhadap pengumuman perubahan dividen yang dibayarkan sehingga bisa dikatakan pasar menangkap informasi tentang prospek perusahaan yang terkandung dalam pengumuman tersebut (Ambarwati, 2010). 3. Teori kebijakan dividen Gitman (2003) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen harus dibuat. Lee dan Finerty (1990) mengartikan kebijakan dividen sebagai suatu keputusan perusahaan apakah akan membagikan earnings yang dihasilkan kepada para pemegang saham atau akan menahan earnings untuk kegiatan reinvestasi dalam perusahaan. Ada empat bentuk kebijakan pembayaran dividen (Riyanto, 2000), yaitu sebagai berikut. a. Kebijakan dividen yang stabil. Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahun relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun 13 pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang sudah dinaikkan ini akan dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang. b. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu. Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Jika kondisi keuangan perusahaan baik, perusahaan akan membagikan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Jika kondisi memburuk, maka yang dibayarkan hanya dividen minimalnya saja. c. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan. Jika kebijakan ini yang dipakai oleh perusahaan, ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan netto yang diperoleh setiap tahunnya. d. Kebijakan dividen yang fleksibel. Kebijakan ini merupakan pola pembayaran dividen yang besarnya disesuaikan dengan posisi dan kebijakan finansial perusahaan setiap tahunnya. Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsiasumsi yang mendasari antara lain : a. Dividen tidak relevan Menurut Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2010) dividend payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan atau biaya 14 modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa dividen payout ratio adalah tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Untuk membuktikan teorinya, Modigliani dan Miller (1961) mengemukakan berbagai asumsi sebagai berikut : 1. Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan. 2. Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi. 3. Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio. 4. Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang. 5. Distribusi pendapatan di antara dividend an laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh investor. b. Bird in the hand theory Teori ini dikemukakan oleh Gordon dan Lintner (1956) dalam Ambarwati (2010) yang menganggap dividen yang diterima merupakan sesuatu yang sudah pasti di tangan sehingga memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan capital gain. Gordon dan Lintner (1956) juga berpendapat bahwa investor lebih menyukai dividen karena lebih pasti pendapatannya daripada mengharapkan return yang belum pasti jika menginvestasikan kembali dividen pada investasi 15 tertentu. c. Tax preference theory Capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik Sebaliknya jika capita gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang, namun demikian pajak atas dividen karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen. Periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Iinvestor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen (Litzenberger dan Ramaswamy, 1979) dalam Puspita (2009). B. Laporan Keuangan Untuk membahas manajemen keuangan, tidak bisa terlepas dari laporan keuangan. Oleh karena itu diperlukan pembahasan singkat mengenai laporan 16 keuangan. Laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan di dalam mengambil keputusan. Berikut ini beberapa pendapat mengenai definisi laporan keuangan sebagaimana dikemukakan oleh Munawir (2007:2) pengertian laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Menurut Sutrisno (2008:9) mengemukakan bahwa : “Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang meliputi dua laporan utama yakni Neraca dan laporan Laba Rugi “. Kasmir (2008:7) berpendapat bahwa : "Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu." Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan sangat diperlukan untuk dapat melakukan evaluasi atas kemampuan perusahan dalam menghasilkan kas (dan setara kas), dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut. Posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh 17 sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan, likuiditas dan solvabilitas serta kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Dari beberapa pendapat ahli ekonomi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan hasil akhir proses akuntansi yang menjelaskan atau melaporkan kegiatan perusahaan sekaligus untuk mengevaluasi keberhasilan strategi perusahaan dalam pencapaian tujuan yang ingin dicapai. C. Analisis Laporan Keuangan Pengertian analisis laporan keuangan (financial statement analysis) menurut Soemarso (2006:430), adalah hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena. Menganalisis laporan keuangan, berarti melakukan suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsur-unsurnya, menelaah masingmasing unsur tersebut, dan menelaah hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan tersebut (Dwi Prastowo, 2002:52). Untuk membantu pembaca dalam menafsirkan data bisnis, laporan keuangan biasanya disajikan dalam bentuk komparatif. Laporan komparatif adalah laporan keuangan yang disajikan berdampingan untuk dua tahun atau lebih (Simamora, 2003:515). Melalui laporan keuangan akan dapat dinilai 18 kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, struktur modal perusahaan, distribusi aktivanya, keefektifan penggunaan aktiva, hasil usaha/ pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar, serta nilai-nilai buku tiap lembar saham perusahaan yang bersangkutan. D. Rasio Keuangan 1. Pengertian Rasio Keuangan Rasio adalah alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain (Munawir, 2000:54). Rasio sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam aritmathical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial (Bambang Riyanto, 2001:329). Rasio keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan hubungan antara berbagai macam akun (accounts) dari laporan keuangan yang mencerminkan keadaan keuangan serta hasil operasional perusahaan. Menurut Sri Apriyanti (2011), mengadakan analisa hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan adalah merupakan dasar untuk dapat menginterprestasikan kondisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. 19 Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan mengunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standard. Abdullah (2004:37) bahwa : ”Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.” 2. Jenis-jenis Rasio Keuangan Menurut Mamduh M. Hanafi (1996 : 75) rasio keuangan dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, asset maupun laba bagi modal sendiri. 1. Profit Margin Merupakan kemampuan perusahaan untuk dibandingkan dengan penjualan yang dicapai. menghasilkan keuntungan 20 2. Return On Asset ROA sering disebut juga rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. 3. Return On Equity Sering disebut juga dengan rate of return on net worth, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki. 4. Return On Investment Merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. b. Rasio Likuiditas Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya yang harus segera dipenuhi. Kewajiban yang harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek. 21 1. Current Ratio Dari hasil perhitungan current ratio, dapat disimpulkan bahwa setiap Rp. 1,hutang lancar akan dijamin dengan –sebesar Rp,- aktiva lancar. Semakin tinggi current ratio maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutangnya. 2. Quick Ratio/Acid Test Ratio Dari perhitungan Quick Ratio maka dapat disimpulkan bahwa setiap Rp. 1,hutang lancar akan dijamin dengan –sebesar Rp,- aktiva lancar yang paling lancar. 3. Cash Ratio Dari perhitungan cash ratio, maka dapat disimpulkan bahwa setiap Rp. 1,- hutang lancar dijamin dengan –sebesar Rp,- uang kas dan yang segera menjadi kas. 22 c. Rasio Solvabilitas (Leverage) Finansial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modal sendiri 100%. 1. Total Debt to Total Asset Ratio Rasio total hutang dengan total aktiva/ rasio hutang Artinya sebesar xx % perusahaan dibelanjai dengan hutang. 2. Debt to Equity Ratio Rasio hutang dengan modal sendiri Menunjukkan angka seberapa besar perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. 3. Time Interest Earned Ratio TIE disebut juga dengan Rasio Coverage yaitu perbandingan EBIT dengan beban bunga. Dengan TIE ratio sebesar x kali, berarti keuntungan perusahaan hanya bisa menutup beban bunga sebesar x kalinya. 23 d. Rasio Aktivitas Rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan standar industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri. E. Growth Aset adalah aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset maka diharapkan semakin besar pula hasil operasional yangdihasilkan oleh suatu perusahaan. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap perusahaan, maka proporsi hutang semakin lebih besar dari modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke dalam perusahaan dijamin oleh besarnya aset yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997). Riyanto (1998) makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhanya. Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatanya daripada dibayarkan sebagai dividen dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya 24 dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainya, maka keadaanya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. Pertumbuhan perusahaan yang tinggi lebih disukai untuk mengambil keuntungan pada investasi yang memiliki prospek yang baik. Secara sistematis Growth dapat dirumuskan sebagai berikut: F. Earning Per Share (EPS) Earning Per Share (EPS) merupakan komponen penting pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan. Informasi EPS suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua pemegang saham perusahaan. EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham (Tjiptono dan Hendry, 2001 : 139). Besarnya Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan. bisa diketahui dari informasi laporan keuangan perusahaan langsung atau dapat dihitung berdasarkan laporan neraca dan laporan rugi laba perusahaan. Earning per share atau laba per lembar saham adalah suatu analisis yang penting di dalam laporan keuangan perusahaan. Earning per share memberikan informasi kepada para 25 pihak luar (ekstern) seberapa jauh kemampuan perusahaam menghasilkan laba untuk tiap lembar yang beredar. Sehingga diperoleh rumus sebagai berikut : EPS = Laba bersih Jumlah saham yang beredar G. Penelitian Terdahulu Rizky Pebriani (2008) yang meneliti hubungan antara variabel ROE, NPM, ROI, EPS, Current Ratio, TATO, Debt ratio, dan DER dengan dividen terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2003-2007 menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara Dividend Payout Ratio dengan EPA dan TATO serta hubungan negatif antara Dividend Payout Ratio dengan current ratio, NPM, ROE, ROI, Debt Ratio dan DER. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004) yang menganalisis hubungan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara serempak antara CR, DER, NPM, dan ROI terhadap DPR. Current Ratio (CR) dan Return On Investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Dividend Payout Ratio secara parsial. Rini dan Lely (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada 30 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta kurun waktu 2001- 26 2006 menggunakan variabel Cash Ratio, NPM, dan ROI dan Dividend Payout Ratio. Hasilnya ROI dan NPM yang berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio, sedangkan Cash Ratio memiliki pengaruh yang tidak signifikan. Fira Puspita (2009) melakukan penelitian terhadap faktor–faktor yang mempengaruhi kebijakan Dividend Payout Ratio. Adapun variabel-variabelnya adalah Cash Ratio, Growth, Firm Size, ROA, DTA, dan DER terhadap DPR, dengan mengambil 26 sampel perusahaan dari 392 perusahaan yang terdaftar diBEI periode 2005 – 2007. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Cash Ratio, Firm Size, dan ROA berpengaruh signifikan positif terhadap DPR sedangkan Growth berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR, variabel lain yaitu DTA dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR. H. Kerangka Pemikiran 1. Hubungan Net Profit Margin Terhadap Kebijakan Deviden. Sutrisno (2001) menyatakan bahwa profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil dalam menjalankan operasionalnya. Dividen merupakan sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karenanya dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham, adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, 27 maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya Dividend Payout Ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Atribut profitabilitas ini diwakili oleh tingkat keuntungan setelah pajak dibagi dengan penjualan. Penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004) yang menganalisis hubungan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara serempak antara CR, DER, NPM, dan ROI terhadap DPR. Current Ratio (CR) dan Return On Investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Dividend Payout Ratio secara parsial. H1 : Net Profit Margin mempunyai pengaruh positif terhadap Kebijakan Deviden. 2. Hubungan Current Ratio terhadap Kebijakan Deviden Current Ratio merupakan salah satu ukuran dari likuiditas (liquidity ratio) yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya (current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi Current Ratio menunjukkan kemampuan kas 28 perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya (Brigham, 2001). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2009) berpendapat bahwa ketersediaan uang kas menunjukan tingkat dividend yang dibagikan. Sebuah ide yang telah diterima secara umum bahwa ketika perusahaan menghadapi masalah keuangan (kekurangan uang), manajer dapat membatasi pertumbuhan dividennya. Dari penelitian terdahulu, dapat diambil hipotesis sebagai berikut. H2 : Current Ratio mempunyai pengaruh positif terhadap Kebijakan Deviden. 3. Hubungan Growth terhadap Kebijakan Deviden. Puspita (2009) menyatakan bahwa growth mempunyai hasil signifikan negatif terhadap DPR menunjukkan bahwa manajemen perusahaan juga mempertimbangkan faktor growth dalam hal ini pertumbuhan asset perusahaan dalam menentukan kebijakan dividen. Hal ini menjadi perhatian bagi para investor untuk memperhatikan faktor growth ini dalam mengambil keputusan investasinya karena apabila asset perusahaan meningkat maka kecenderungan untuk menurunkan dividen. Dari penelitian terdahulu dapat diambil hipotesis bahwa : H3 : Growth mempunyai pengaruh negatif terhadap Kebijakan Deviden. 29 4. Hubungan Earning Per Share terhadap Kebijakan Deviden Earning Per Share mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas pengelolaan saham perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia. Faktor ini juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan deviden. Deviden adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan dari jumlah saham yang beredar, oleh karena itu deviden akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Oleh karena itu deviden yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi deviden payout ratio. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai deviden. Dengan kata lain semakin besar keuntungannya yang diperoleh maka akan semakin besar kemampuannya bagi perusahaan untuk membayar deviden. Sehingga dapat diambil hipotesis sebagai berikut : H4 : Earning Per Share mempunyai pengaruh positif terhadap Kebijakan Deviden Gambar 2.1 Model Konseptual NPM (X1) CR (X2) Kebijakan Dividen Growth (X3) EPS (X4)