BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan
dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik dari segi
emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1999). Hal senada juga diungkapkan oleh Sternberg (dalam Rezha,
2009) bahwa pada masa remaja, manusia mulai mengalami masa terjadinya
perubahan – perubahan pada fisik, kognitif dan perubahan seksual, khususnya
pada remaja perempuan. Perubahan secara seksual yang terjadi diantaranya timbul
proses perkembangan dan kematangan organ reproduksi. Kematangan organ
reproduksi tersebut mendorong remaja melakukan hubungan sosial baik dengan
sesama jenis maupun dengan lawan jenis. Dalam melakukan hubungan sosial
dengan lawan jenis, remaja berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan
dengan membentuk teman sebayanya (peer-group) (Dariyo, 2004).
Interaksi antara teman sebaya pada remaja yang berlainan jenis mendorong
remaja untuk melakukan pergaulan yang tidak terkendali dalam hal ini pergaulan
bebas. Pergaulan bebas pada remaja terjadi karena adanya tingkah laku yang
didorong oleh hasrat seksual. Dorongan hasrat seksual tersebut menyebabkan
terjadinya prilaku seksual diluar nikah (Dariyo, 2004).
Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku
yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita
Universitas Sumatera Utara
diluar perkawinan yang sah. Hal senada juga diungkapkan oleh Yuwono (2002)
bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja adalah perilaku karena adanya
dorongan seksual yang dilakukan oleh lawan jenis dan belum resmi terikat dalam
perkawinan. Sarwono (2003) menambahkan bahwa prilaku seksual pranikah tidak
hanya belum diterima oleh masyarakat, tetapi juga dapat menimbulkan masalah
lain, seperti kehamilan di luar nikah. Terjadinya kehamilan diluar nikah tidak saja
menimbulkan masalah sosial, tetapi juga masalah kesehatan bagi yang
bersangkutan, terutama bila yang mengalaminya adalah remaja perempuan yang
masih muda.
Penelitian PKBI di Yogyakarta selama tahun 2001 yang menunjukkan data
angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut fakta
HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi tiap tahun,
dimana 15% diantaranya dilakukan oleh remaja belum menikah (Yuwono dalam
Amrillah dkk, 2001). Kepala BKKBN pusat Sugiri Syarif juga mengatakan bahwa
sebanyak 52% remaja di kota medan pernah melakukan prilaku seksual pranikah,
ia juga menyatakan bahwa rata – rata usia remaja yang pernah melakukan
hubungan seksual diluar nikah antara 13 sampai 18 tahun.
Penelitian tentang seksualitas remaja pada beberapa kota di Indonesia pun
memperlihatkan kondisi yang sangat memprihatinkan, Sarwono (1991) dalam
population raport 1985 menunjukkan bahwa 1-25% remaja Indonesia telah
melakukan hubungan seks pranikah. Laporan dari jurnal ESCAP pada tahun 1992
menunjukkan bahwa di Indonesia satu dari lima perempuan yang statusnya
menikah dan berusia 20-24 tahun melahirkan anak pertama yang merupakan buah
Universitas Sumatera Utara
dari hubungan seksual sebelum menikah (Saifuddin dan Hidayana dalam Taufik
dan Nur Rachmah, 2005) . Survei terhadap perilaku seksual remaja di Jakarta
yang diadakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI)
menunjukkan bahwa 2,8% pelajar SMA wanita dan 7% dari pelajar SMA pria
melaporkan adanya gejala-gejala penyakit menular seksual (Utomo dkk dalam
Taufik dan Nur Rachmah, 2005). Sebuah penelitian di Malang dan Manado, serta
sebuah penelitian di Bali menunjukkan bahwa 26% dan 29% anak muda berusia
20 sampai 24 tahun telah aktif seksual (dalam Taufik dan Nur Rachmah 2005).
Hasil penelitian di Bali yang dilakukan oleh Soetjipto dan Faturochman
(dalam, Taufik dan Nur Rachmah 2005) menunjukkan bahwa persentase remaja
laki-laki dan perempuan di desa dan kota yang telah melakukan hubungan seks
sebelum menikah masing-masing adalah 23,6% dan 33,5%. Sementara di
Semarang, penelitian terhadap 1086 responden pelajar SMP-SMU ditemukan data
4,1% remaja putra dan 5,1% remaja putri pernah melakukan hubungan seks. Pada
tahun yang sama Tjitarra mensurvei 205 remaja yang hamil tanpa dikehendaki.
Survei yang dilakukan Tjitarra juga memaparkan bahwa mayoritas dari mereka
berpendidikan SMA ke atas, 23% di antaranya berusia 15-20 tahun, dan 77%
berusia 20 - 25 tahun (Satoto dalam Taufik dan Nur Rachmah 2005).
Berdasarkan fakta diatas tidak hanya masalah kesehatan namun secara
psikologis prilaku seksual sebelum menikah juga membawa pelakunya mengalami
perubahan – perubahan. Study Billy dkk (dalam Faturochman, 1992) yang
menunjukkan bahwa para pelaku seksual pranikah mengalami penurunan aspirasi.
Lebih lanjut lagi penurunan aspirasi ini menyebabkan menurunnya motivasi utuk
Universitas Sumatera Utara
belajar. Sehingga tidak mengherankan bahwa banyak diantara remaja yang telah
melakukan prilaku seksual pranikah mengalami penurunan prestasi akademik dan
masalah psikologis lainnya
Fenomena yang terjadi saat ini adalah prilaku seksual pranikah justru banyak
dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Meskipun tidak semua remaja berpacaran
melakukan hal tersebut, tetapi dari fakta ini menunjukkan kecenderungan yang
mengkhawatirkan dan memprihatinkan (Kosmopolitan, dalam Mayasari &
Hadjam, 2000). Perilaku seksual pranikah pada remaja yang berpacaran
merupakan manifestasi dorongan seksual yang diwujudkan mulai dari melirik
kearah bagian sensual pasangan sampai bersenggama yang dilakukan oleh remaja
yang sedang berpacaran (Mayasari & Hadjam, 2000). Bentuk–bentuk dari prilaku
seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran menurut data penelitian yang
dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan yaitu dating, kissing, necking,
petting dan coitus. Dan bardasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
hampir 10% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah
(Yuwono, dalam Amrillah dkk, 2001).
Syani (2003, dalam Seminar, Lokakarya dan Rapat Tahunan BKSPTN)
menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pria dan wanita dalam menunjukkan
prilaku seksual pranikah. Kaum pria cenderung lebih independen dan interaktif
dalam posisi meminta dan menekan (memaksa). Sedangkan pihak wanita sendiri
memberikan reaksi seks dalam posisi terikat (dependen) dan tak mampu menolak
tuntutan seks. Sehingga tanpa disadari terjadi eksploitasi atau pemaksaan terhadap
perilaku seks dimana prilaku seks didasarkan atas paksaan. Hal ini sejalan dengan
Universitas Sumatera Utara
penelitian Triratnawati (dalam Hanifa, 2009) yang menunjukkan bahwa remaja
laki-laki memang cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif, terbuka,
gigih, terang-terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja
perempuan. Akibatnya, banyak remaja perempuan mendapatkan pengalaman
pertama hubungan seksual pranikah dari pacarnya, seperti yang didapat dari
penelitian sebelumnya (Khisbiyah: 1997, Iskandar:1998, Utomo:1999 dalam
dalam Hanifa 2009). Perilaku laki-laki tersebut mungkin sebagai perwujudan nilai
jender yang dipercayainya sebagai lebih dominan, yaitu laki-laki harus aktif,
berinisiatif, berani, sedangkan perempuan harus pasif, penunggu, dan pemalu. Jika
perempuan tidak menyesuaikan diri dengan nilai itu maka ia akan dianggap
‘murahan’. Begitu pula sebaliknya, apabila laki-laki tidak menyesuaikan dengan
nilai tersebut, maka ia akan dicap ‘kurang jantan’ (Saifuddin & Hidayana, dalam
Hanifa 2009).
Psikolog Rima Olivia (dalam Olivia, 2005) juga menambahkan bahwa
terjadinya hubungan seksual pranikah karena remaja perempuan tidak merasa
memiliki kekuatan,
cemas
memikirkan pendapat
orang
lain,
berupaya
menyenangkan orang lain dengan mengorbankan diri sendiri, penghargaan diri
rendah dan mengkritik diri sendiri . Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya
kontrol diri yang dimiliki oleh remaja perempuan sehingga mengakibatkannya
terjerumus kehal-hal negatif. Kemampuan mengontrol diri dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk–bentuk
prilaku melalui pertimbangan kognitif, sehingga dapat membawa kearah
Universitas Sumatera Utara
konsekuensi positif. Kemampuan remaja dalam mengontrol diri sangat terkait erat
dengan kepribadian (Lazarus dalam mayasari & Hadjam, 2000).
Nunally dan Hawari (dalam Marini. L, 2005) menambahkan bahwa salah satu
penyebab para remaja terjerumus pada seks bebas adalah kepribadian yang lemah.
Adapun ciri kepribadian yang lemah tersebut antara lain, daya tahan terhadap
tekanan
dan tegangan
rendah,
harga diri
yang
rendah,
kurang
bisa
mengekspresikan diri, menerima umpan balik, menyampaikan kritik, menghargai
hak dan kewajiban, kurang bisa mengendalikan emosi dan agresif serta tidak
dapat mengatasi masalah dan konflik dengan baik. Ciri dari kepribadian yang
lemah ini berhubungan erat dengan ketidakmampuan remaja untuk bersikap
asertif.
Asertif dari kata assertive yang berarti tegas dalam pernyataan, pasti dalam
mengekspresikan dirinya dan pendapatnya (Sumintardja, 1995), selain itu juga
Chaplin (dalam Prabowo, 2001) menyatakan bahwa assertiveness adalah kondisi
individual yang tidak pasif atau takut pada situasi tertentu
Townend (dalam Prabowo, 2001) menggambarkan bahwa orang yang
mempunyai sikap dan prilaku pasif cenderung kurang percaya diri, meletakkan
dirinya di bawah orang lain, memberikan gambaran negatif tentang dirinya,
cenderung mengundang orang–orang untuk berprilaku agresif terhadap dirinya
dan sulit mengatakan “tidak” tanpa harus merasa bersalah atau menuntut sesuatu.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian mengenai hubungan prilaku asertif dengan
kepercayaan diri pada mahasiswa, yang menyatakan bahwa adanya hubungan
antara prilaku asertif dengan kepercayaan diri. Dimana individu yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
prilaku asertif yang tinggi cenderng memiliki tingkat kepercayaan diri yang
cenderung tinggi juga (Muhammad dalam Rosita, 2003).
Alberti & Emons (1995) menambahkan bahwa seseorang yang asertif merasa
bebas untuk mengungkapkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan bermacammacam orang secara terbuka, langsung dan tepat, memiliki orientasi yang aktif
terhadap kehidupan, bertindak dalam cara yang dihargainya dalam situasi
menekan dan menghasilkan tingkah laku interpersonal yang efektif. Selain itu
Kusmayadi (2007) juga menambahkan bahwa asertivitas bukan hanya berarti
seseorang dapat bebas berbuat sesuatu seperti yang diinginkannya. Namun di
dalam asertivitas juga terkandung berbagai pertimbangan positif mengenai baik
buruknya suatu sikap dan perilaku yang akan dimunculkan.
Perilaku asertif bukan bawaan ataupun muncul secara kebetulan pada tahap
perkembangan individu, namun merupakan pola–pola yang dipelajari sebagai
reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya (Rathus & Nevis, dalam
Widjaja dan Wulan 1998). Selain itu juga asertivitas akan berkembang sejalan
dengan usia seseorang. Semakin dewasa maka kemampuan asertif akan semakin
matang (Kusmayadi, 2007).
Kemampuan asertif juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, seperti yang
diungkapkan oleh Bromberger dan matthews (dalam Arrindell, 1997) bahwa
laki–laki lebih asertif dibandingkan perempuan, laki – laki cenderung mengambil
peran dominan dan tegas, sedangkan perempuan lebih pasif dan memiliki
ketergantungan dengan orang lain, Shaevitz (dalam Arrindell, 1997) mengatakan
bahwa ada dua penyebab perempuan lebih tidak asertif dibandingkan laki–laki,
Universitas Sumatera Utara
yaitu perempuan sulit untuk mengatakan tidak dan sulit untuk meminta tolong.
Seperti yang terjadi pada remaja putri sering melaporkan bahwa mereka merasa
dipaksa oleh pacar mereka. Kenyataannya mereka sering menyebutkan bahwa
alasan utama mereka menyetujui untuk malakukan hubungan intim adalah karena
mereka takut pacar mereka akan meninggalkan mereka (K.A Martin; P.Schwartz
& Rutter dalam Matlin, 2004). Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Rosita mengenai hubungan antara prilaku asertif dengan
kepercayaan diri pada mahasiswa, dimana dalam hasil penelitiannya menyatakan
bahwa laki-laki lebih asertif dibandingkan dengan perempuan.
Banyak studi yang telah dilakukan oleh universitas dan lembaga penelitian di
negara maju sehubungan dengan peer pressure dan kebiasaan merokok,
penggunaan alkohol, napza, serta penelitian mengenai hubungan seksual yang
dilakukan oleh remaja. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa semua itu
berkaitan dengan ketidakmampuan remaja yang bersangkutan untuk bersikap
asertif.
Utamadi (2002) juga menambahkan bahwa ketidakmampuan untuk
bersikap asertif sering berperan terhadap terjadinya hubungan seks yang
sebetulnya tidak diinginkan. Seperti yang sering terjadi dan beberapa kali dibahas
dalam forum (rubrik) curhat yang membahas prilaku seksual pada remaja bahwa
seorang remaja melakukan hubungan seks karena tidak berani menolak keinginan
pacarnya, takut diputusin, atau takut pacarnya malah berhubungan seks dengan
orang lain. Hal ini tentu sangat disayangkan, apalagi apabila hubungan seks tadi
berdampak lebih jauh seperti terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki dan
penularan penyakit menular seksual (PMS) (Utamadi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya prilaku seksual
pranikah pada remaja khususnya pada remaja perempuan dikarenakan remaja
tersebut tidak mampu untuk menolak sesuatu yang tidak diinginkannya, dimana
mereka melakukan prilaku seksual pranikah tersebut atas dasar paksaan pacar
mereka, hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bersikap asertif.
Sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti merasa tertarik untuk melihat seberapa
besarkah pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja
perempuan.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini ingin melihat seberapa besar pengaruh asertivitas terhadap
prilaku seksual pranikah pada remaja perempan?
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh asertivitas terhadap prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam ilmu psikologi,
khususnya di bidang Psikologi Perkembangan terutama mengenai
pengaruh asertivitas dengan prilaku seksual pranikah pada remaja
perempuan.
b. Manfaat Praktis.
Bagi orang tua dan pengajar :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan
bahan masukan untuk memberikan pengetahuan – pengetahuan mengenai
seks dan dampaknya pada remaja dan juga mengajarkan asertivitas pada
remaja perempuan. Sehingga mampu berperan aktif dalam membina dan
mengendalikan serta mengarahkan ke hal – hal positif dan juga mampu
meningkatkan asertivitas khususnya pada remaja perempuan sehingga
terhindar dari prilaku seksual pranikah.
Bagi remaja
:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
sehingga dapat menjaga tingkahlaku, sikap maupun kepribadiannya dan
terhindar dari hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai agama khususnya
dalam hal melakukan hubungan seksual serta mampu meningkatkan
asertivitas khususnya pada remaja perempuan.
D. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disusun atas 5 (lima) bab, dengan tujuan agar mempunyai
suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui dan
Universitas Sumatera Utara
memahami hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu
rangkaian yang konsisten, yaitu:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori mengenai prilaku
seksual pranikah dan asertivitas. Bab ini juga mengemukakan hipotesa
masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh asertivitas terhadap
prilaku seksual pranikah pada remaja perempuan.
BAB III: Metode Penelitian
Bab ini menguraikan identifikasi variable, defenisi operasional variable,
metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda
aitem dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan
untuk mengolah hasil data
BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi
dan pembahasan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran
untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Download