ABSTRAKSI Dalam industri perdagangan, Sales Promotion Girl (SPG) memegang peran penting, sebagai pihak yang bertindak sebagai frontliner dari produk yang bersangkutan. Konsep mendasar dari sales promotion adalah untuk menyimpan persepsi dan citra kepada pelanggan, serta pemahaman yang pelanggan miliki yang memicu suatu merek tertentu. Mendorong pelanggan untuk mencoba suatu produk atau jasa adalah cara terbaik memulai proses untuk membuat mereka menjadi pelanggan jangka panjang dan membina hubungan yang baik dengan perusahaan yang bersangkutan yang implikasi akhirnya berupa loyalitas. Seorang SPG sendiri memiliki standar kriteria tertentu seorang SPG dituntut harus menarik, good looking, ramah, hangat, komunikatif dan mampu membina situasi interaktif dengan konsumen. Di samping cukup berperannya SPG dalam mengenalkan produk ke pasar yang akhirnya melahirkan keuntungan bagi perusahaan, ternyata dari sudut pandang SPG itu sendiri, ada ketidakpuasan bagi mereka, terutama masalah sallary. Permasalahan payment hanyalah salah satu dari beberapa permasalahan lain yang ternyata pada pelaksanaannya di lapangan menjadi beberapa pemicu hadirnya fenomena “SPG Plus-plus”. Keberadaan status SPG meningkatkan nilai jual mereka ketika berkencan dibandingkan pekerja seks komersial seperti di tempat-tempat prostitusin umum. Namun di samping itu, selain faktor uang, hal yang juga menjadi alasan lahirnya keberadaan “SPG Plus-plus” bagi para SPG adalah karena adanya hubungan interaktif antara SPG dan calon konsumen. Namun bukan tidak mungkin juga agency yang menanungi SPG juga terlibat secara langsung mengenai ini. Efek akhirnya akibat perilaku beberapa SPG yang berstatus sebagai “SPG Plus-plus” mencoreng nama SPG secara keseluruhan. Demo Power Agency adalah salah satu agency outsourcing bagi penyediaan tenaga kerja seperti SPG dan SPB. Demo Power Agency menuntut tiap SPG yang berada di bawah naungannya untuk dapat bekerja secara profesional sesuai dengan tuntutan vendor. Upaya Demo Power Agency untuk menjaga nama baik agency-nya diterapkan dalam tiap standar aturan yang harus dijalani oleh tiap SPG yang berada di bawah naungannya. Namun permasalahannya, apakah benar semua SPG Demo Power Agency bisa dinilai clear atau bukan “SPG Plus”. Maka melalui penelitian ini, penulis mencoba menelaah lebih jauh Hubungan antara Kegiatan Personal Confrontation SPG Demo Power Agency dengan Citra SPG Demo Power Agency. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan teori komunikasi non verbal yang berhubungan dengan pembentukan citra positif. Permasalahan yang akan penulis teliti mencakup aspek komunikasi non verbal yang meliputi bahasa tubuh, sentuhan, parabahasa dan penampilan fisik SPG Demo Power Agency. maka melalui fokus kajian tersebut penulis berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran lebih jauh mengenai SPG Demo Power Agency. ii