peningkatan kandungan alkaloid kinin

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Kina
Tumbuhan adalah pemasok bahan obat-obatan yang utama untuk penyakit
fisik pada manusia sebelum munculnya obat sintetis. Ketersediaan tumbuhan
sehubungan dengan kuantitas dan kualitas pada setiap titik waktu tertentu menjadi
penentu pasokan obat-obatan pada akhir dari rantai produksi (Goeschl 2002).
Tumbuhan kina berasal dari daerah hutan di pegunungan Andes di
Amerika Selatan yang meluas sampai Peru, Bolivia, Ekuador, Kolombia dan
Venezeula. Tumbuhan kina kemudian ditanam secara besar-besaran di Indonesia,
India, dan Amerika Selatan antara lain di Guatemala (Tjitrosoepomo 2005).
Klasifikasi tumbuhan kina adalah divisi spermatophyta, kelas dicotyledonae, ordo
rubiales, famili rubiaceae, genus Cinchona, spesies Cinchona ledgeriana Moens.
(Tjitrosoepomo 2007). Pohon kina berupa tajuk berbentuk kerucut, percabangan
membentuk sudut yang tajam dengan batang. Duduk daun bersilang-berhadapan.
Strobilus tertanam pada sisi atas daun. Bunga berwarna krem dan mengangguk
(Tjitrosoepomo 2005).
Pada tumbuhan kina terdapat kulit baik batang maupun akar yang disebut
korteks kina. Korteks kina mengandung berbagai alkaloid; antara lain kinin,
kinidin, sinkonin dan sinkonidin. Korteks kina dengan kadar alkaloid tinggi
terdapat pada Cinchona ledgeriana Moens. Kinin merupakan bahan untuk
tonikum, anti piretikum dan anti malaria. Kinidin digunakan sebagai obat jantung,
juga anti malaria (bagi yang alergi terhadap kinin). Kandungan korteks kina
berupa alkaloids berkisar 6-7%. Jenis Cinchona pitayensis Wedd. di Kolumbia
dan Equador mengandung 3-6,5% kinin pada kulitnya. Jenis Cinchona officinalis
di Equador, Peru, Kolumbia, Venezeula dan Bolivia mengandung 1-4% total
alkaloid pada kulitnya yang setengah sampai dua pertiganya berupa kinin
(Tjitrosoepomo 2005).
Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder merupakan hasil tumbuhan yang khas dan dijumpai
sebagai terpenoid, glikosida (steroid, fenolik) dan alkaloid. Tumbuhan
menyediakan berbagai bahan biokimia yang berguna untuk kemanusiaan; seperti
bahan obat-obatan, rasa, kosmetik, wewangian dan bahan kimia pertanian (Kurz
& Constabel 1991; Collin & Edwards 1998; Linden et al. 2001).
Metabolit sekunder mencakup berbagai senyawa organik kompleks yang
disintesis dalam tumbuhan. Ada metabolit sekunder yang memiliki peran yang
sangat penting sebagai pertahanan terhadap hama, terutama di jaringan dewasa
yang mengakumulasikan senyawa ini. Metabolit sekunder juga dapat disintesis
secara cepat dalam menanggapi infeksi mikroba dan serangan serangga. Senyawa
yang sama tampaknya disintesis sebagai respons terhadap berbagai cekaman
abiotik seperti dingin, panas, osmotik ekstrem dan kerusakan fisik (Collin &
Edwards 1998).
Sintesis metabolit sekunder tampaknya dirangsang jika karbon tetap tidak
sepenuhnya dimanfaatkan oleh aktivitas metabolik utama dari pertumbuhan dan
diferensiasi sel. Karbon tidak digunakan untuk mensintesis dinding sel dan protein
diubah menjadi metabolit sekunder dan disimpan dalam vakuola sitoplasma atau
vesikel. Metabolit sekunder akan terdegradasi dan karbon yang tersimpan akan
dilepaskan ketika pertumbuhan vegetatif berlangsung lebih cepat. Kegiatan
metabolisme sekunder dan primer terkait erat dan ada dalam kesetimbangan
dinamis yang dihubungkan oleh enzim kunci (Collin & Edwards 1998).
Sekitar 100 alkaloid memiliki inti kinolin. Alkaloid ini sangat terbatas dan
dilaporkan terdapat pada Cinchona dari Rubiaceae dan beberapa spesies dari
Rutaceae. Sejumlah spesies Cinchona memberikan alkaloid penting, terutama C.
officinalis Linn. (kina kuning), C. calisaya Wedd, C. succirubra Pac. (kina merah)
dan C. ledgeriana Moens. (Daniel 2006). Kinin merupakan komponen utama dari
kulit kayu Chincona dan telah berhasil diisolasi serta dimurnikan sejak tahun
1817-1832. Kinin merupakan senyawa bernilai penting di bidang farmasi (Mann
2001).
Alkaloid didistribusikan di seluruh bagian tumbuhan Chincona, namun
kulit kering dari akar dan batang adalah sumber terbanyak. Jumlah alkaloid lebih
dari 25 macam; di antaranya yang penting adalah kinin, kinidin, sinkonin dan
sinkonidin. Hasil rata-rata alkaloid adalah sekitar 6-7% yang 60%nya adalah
kinin. Sinkonidin hadir dalam proporsi lebih besar pada kina merah. Semua
alkaloid berupa garam-garam dari asam kinat dan asam sinkotanat. Jumlah asam
kinat pada obat malaria adalah sekitar 5-8% (Daniel 2006).
Sebagian besar kinin juga digunakan sebagai bahan tonik, campuran
minuman ringan untuk mencegah kejang otot dan penambah nafsu makan. Kinidin
banyak digunakan untuk menormalkan denyut jantung yang tidak teratur.
Sinkonin banyak digunakan untuk biopestisida, sedangkan sinkonidin banyak
digunakan sebagai katalis pada reaksi-reaksi kimia (Ditjenbun, 2010).
Produksi Metabolit Sekunder Secara In Vitro
Kultur suspensi sel tumbuhan mampu menyediakan sumber metabolit
sekunder agar industri tidak bergantung pada tumbuhan di alam. Kultur suspensi
sel tumbuhan dapat diatur sehingga penyediaan pasokan bahan baku lebih efisien.
Produksi metabolit sekunder dengan suspensi sel tumbuhan dengan cara yang
sama seperti mikroba berbasis sistem fermentor dan ditumbuhkan pada skala
industri adalah sangat mungkin. Sejumlah peneliti telah mempelajari penggunaan
sel tumbuhan dalam kultur sebagai sumber dari beberapa senyawa organik.
Banyak yang harus dipelajari dengan lebih baik tentang kondisi optimum bagi
pertumbuhan dan produktivitas sel dalam kultur sebelum proses tersebut dapat
menjadi pilihan manufaktur yang layak (Kurz & Constabel 1991; Collin &
Edwards 1998; Linden et al. 2001).
Kultur suspensi diawali dengan kultur kalus pada media padat. Kultur kalus
dapat dikembangkan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari berbagai
sumber; misalnya tunas muda, daun, ujung akar, buah dan bagian bunga. Kalus
akan terbentuk dalam waktu 2 - 4 minggu (tergantung spesies) jika suatu eksplan
ditanam pada media yang sesuai. Kalus merupakan massa amorf yang tersusun
atas sel-sel berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel
jaringan induk. Kalus harus disubkultur secara berkala dalam interval tertentu
(misalnya setiap bulan) ke media baru (Yuwono 2008).
Kultur suspensi sel tumbuhan dapat ditumbuhkan dengan menggunakan
media cair dalam labu Erlenmeyer. Sebagian kalus digunakan sebagai inokulum
yang ditumbuhkan pada media cair dan dikocok sehingga sel-sel terpisah.
Pengocokan berfungsi membuat sel-sel menjadi terpisah (tidak mengelompok)
dan memberi aerasi pada kultur (Yuwono 2008). Kultur suspensi sel terdiri dari
campuran agregat sel, kumpulan sel dan sel tunggal. Laju pertumbuhan kultur
suspensi sel biasanya lebih cepat daripada kultur pada media padat. Teknik ini
memberikan pengendalian lingkungan tumbuh yang lebih baik, karena
kebanyakan sel akan dikelilingi media (Gamborg 1991).
Laju pembelahan sel pada sistem kultur suspensi lebih tinggi dibanding
pada kultur kalus, biasanya berkisar antara 24 – 72 jam per siklus. Kultur suspensi
sel mempunyai beberapa keuntungan dibanding kultur kalus; yaitu suspensi sel
dapat dipipet sehingga mempermudah proses subkultur, lebih homogen dan
tingkat diferensiasi rendah, dapat dilakukan dengan volume besar (mencapai 1500
liter), pengaturan kondisi lingkungan lebih mudah dan dapat dilakukan manipulasi
produksi metabolit sekunder seperti penambahan prekursor (Yuwono 2008).
Akumulasi metabolit sekunder cenderung meningkat pada akhir periode
pembelahan sel yang cepat dalam siklus pertumbuhan pada sebagian besar kultur
suspensi sel. Alkaloid indol total meningkat dan mencapai maksimum pada fase
akhir eksponensial pada kultur Catharanthus roseus. Hal yang sama juga berlaku
untuk alkaloid tropana pada sejumlah spesies pada famili solanaceae dan asam
rosmarinat dalam kultur sel dari Anchusa officinalis. Penghambatan pertumbuhan
kultur suspensi sel tumbuhan menyebabkan peningkatan akumulasi metabolit
sekunder (Collin & Edwards 1998).
Salah
satu
inhibitor
yang
biasa
digunakan
untuk
menghambat
pertumbuhan kultur suspensi sel tumbuhan adalah ABA. ABA merupakan
inhibitor yang lebih dikenal sebagai hormon. ABA memiliki beberapa efek
fisiologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (Moore
1979).
Senyawa retardan dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan seperti
menghambat pemanjangan sel pada meristem sub apikal sehingga ruas batang
tumbuhan menjadi lebih pendek (Wattimena 1988; Salisbury & Ross 1992). Salah
satu senyawa retardan yang umum digunakan adalah paklobutrazol. Paklobutrazol
telah dibuktikan mampu menghambat pertumbuhan benih tanaman barley
(Srivastava 2002).
Gula pada media kultur tumbuhan merupakan sumber energi tersedia dan
sumber karbon yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan secara in vitro. Gula
juga mempengaruhi potensial osmotik media kultur tumbuhan. Gula yang umum
digunakan pada kultur tumbuhan adalah sukrosa. Untuk kebutuhan lainnya;
sukrosa bisa digantikan dengan glukosa, fruktosa atau gula alkohol (Sutter 1996;
Collin & Edwards 1998). Manitol merupakan gula alkohol yang umum digunakan
dalam kultur tumbuhan. Manitol digunakan untuk mengatur potensial osmotik
media pada kultur protoplast (Collin & Edwards 1998). Jumlah energi yang
terkandung pada manitol lebih rendah dibandingkan dengan sukrosa (von
Weymarn 2002). Manitol digunakan untuk mengganti sebagian sukrosa untuk
mengurangi energi tersedia tanpa merubah potensial osmotik media. Pengurangan
energi tersedia diharapkan menghambat pertumbuhan sehingga meningkatkan laju
metabolisme sekunder.
Upaya lain dalam peningkatan metabolit sekunder adalah pemberian
senyawa prekursor pada media kultur suspensi sel. Triptofan merupakan senyawa
prekursor umum alkaloid indol dan kinolin. Sistem cincin indol pada triptofan
diperoleh melalui asam antranilat pada jalur shikimat (Dewick 2001; Daniel
2006). IAA (3-indoleacetic acid) merupakan salah satu metabolit yang terbentuk
dari triptofan (Moore 1979; Torssell 1983) sehingga pemberian triptofan dapat
saja mempengaruhi pertumbuhan suspensi sel.
Download