bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinamika perubahan organisasi tidak hanya didorong oleh kondisi lingkungan
organisasi, akan tetapi juga dipicu oleh kebutuhan dalam organisasi. Banyak
organisasi yang terpaksa harus merespon perubahan sampai pada tataran inti struktur
dan prosesnya, sehingga jati diri organisasi mengalami perubahan yang sangat
mendasar (Himam, 2012). Hal ini dialami juga oleh
Penerbit dan Percetakan
Kanisius yang berdiri pada 26 Januari 1922 yang berada di Yogyakarta. Organisasi
ini berbentuk yayasan Katolik yang mencetak buku-buku pendidikan serta keagamaan
dan kemudian juga menjadi penerbit. Organisasi ini didirikan dan dikelola oleh para
Pastur. Tujuan dari yayasan ini adalah mencetak buku-buku pendidikan dengan biaya
murah sehingga terjangkau untuk semua kalangan terlebih kalangan yang kurang
mampu.Buku-buku yang diterbitkan kemudian melebar tidak hanya dibidang
pendidikan dan keagamaan melainkan buku-buku umum. Setelah 90 tahun berjalan,
Percetakan dan Penerbitan Kanisius yang awalnya merupakan yayasan berubahsecara
resmi menjadi Perseroan Terbatas (PT) pada 2 Januari 2014, sehingga kini menjadi
perusahaanyang berorientasi profit.
Perubahan dari yayasan menuju PT
disebabkan karena adanya peraturan
perundang-undangan yang tidak memperbolehkan suatu yayasan untuk melakukan
aktivitas produksi yang mendatangkan profit. Perubahan ini juga dipicu oleh
kebutuhan dalam organisasi dari aspek pengembangan usaha. Apabila di bawah
yayasan terjadi tarik menarik kepentingan antara misi yayasan yakni bertujuan sosial
dengan kebutuhan anggaran dalam menjalankan bisnis percetakan dan penerbitan
sendiri.
1 Berbasis pada profit mengakibatkan produktivitas harus meningkat, sehingga kinerja
karyawan pun dituntut lebih banyak dan cepat. Informasi terkait perubahan telah
disampaikan secara turun temurun dari direksi hingga level karyawan, akan tetapi
belum ada perubahan seperti yang diharapkan oleh level manajemen. Belum adanya
perubahan sikap karyawan ditunjukan misalnya dengan jumlah produksi yang belum
meningkat, serta tempo bekerja yang relatif masih lambat. Hal ini mengindikasikan
bahwa belum ada kesadaran karyawan untuk berubah dan
terlibat secara aktif
melakukan kinerja sesuai yang diharapkan. Dengan kata lain belum ada komitmen
dari karyawan terhadap perubahan organisasi.
Penelitian mengenai respon karyawan terhadap perubahan organisasi penting dan
relevan dilakukan, sebab perubahan organisasi merupakan peristiwa penting dalam
kehidupan karyawan dan membutuhkan penyesuaian besar. Apabila tidak dikelola
dengan baik akan merusak proses perubahan (Pitts, 2006). Proses keberhasilan dalam
perubahan organisasi tergantung pada komitmen perubahan karyawan (Elving, 2005;
Pitts, 2006). Komitmen merupakan faktor penting untuk mendapatkan penerimaan
dan dukungan karyawan terhadap inisiatif perubahan organisasi (Pitts, 2006).
Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan lebih bersedia untuk
mengerahkan usaha dalam proses perubahan, menunjukan antusiasme untuk
perubahan dan bertanggung jawab atas kesuksesan implementasi (Pitts, 2006; Nafei,
2014). Berkaitan dengan komitmen,
Postmes dkk. (2001) menyatakan bahwa
komunikasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi komitmen
karyawan dalam organisasi. Bukti empiris yang menunjukan peran
komunikasi
dalam membangun komitmen terdapat dalam artikel yang berjudul “Communication
and Commitment in Organization: A Social Identity Approach” (Postmes dkk.,
2001). Gagasan pada artikel tersebut adalah bahwa komunikasi yang terjadi antara
atasan dengan karyawan terbukti meningkatkan komitmen karyawan dalam
melakukan tugasnya. Dalam konteks ini komunikasi mewujudkan komitmen melalui
interaksi interpersonal dan aspek hubungan timbal balik dalam organisasi (Postmes
dkk., 2001).
2 Interaksi yang terjadi di lingkungan kerja menyebabkan individu di dalam
organisasi
mampu
mengidentifikasikan
dirinya
sebagai
bagian
dalam
organisasi.Suatu bentuk spesifik dari identifikasi diri dalam kelompok organisasi
disebut Identifikasi Organisasi (IO). Asumsi dasar dari identifikasi organisasi adalah
mengenai perasaan memiliki yang dirasakan oleh individu
terhadap organisasi
tempat mereka bekerja hasil interaksi dalam organisasi (Bartels, 2006:5). Brown
menyatakan identifikasi sebagai respon diri individu dalam interaksi mereka dengan
organisasi. Sedangkan Hall, Schneider dan Nygren seperti dikutip dalam Edward
(2005:210) mendefinisikan identifikasi organisasi sebagai proses dimana tujuan dari
organisasi dan individu-individu didalam organisasi menjadi terpadu dengan tujuan
organisasi tersebut. Konsep tersebut menekankan dua elemen yakni tujuan organisasi
beserta penerimaan terhadap tujuan tersebut dan elemen yang kedua adalah komitmen
terhadap organisasi (Bartels, 2006).
Dalam konteks perubahan organisasi, perasaan memiliki terhadap kondisi yang
baru dibutuhkan dalam penerimaan perubahan organisasi sehingga individu dalam
organisasi mampu bekerjasama dalam mewujudkan tujuan organisasi yang baru.
Tompkins dan Cheney seperti dikutip dalam Edwards (2005:215) menyatakan bahwa
melalui identifikasi, karyawan dapat dipengaruhi dengan mengajak mereka terlibat
dalam organisasi, sehingga tujuan organisasi menjadi tujuan individu karyawan dan
siapa yang teridentifikasi secara kuat akan lebih kuat termotivasi untuk bekerja keras
dalam mencapai tujuan tersebut. Hal itu menunjukan bahwa konsep identifikasi
potensi dalam menjelaskan dan memprediksi sikap dan perilaku dalam dunia kerja
dan dapat menjadi lensa yang berguna untuk memahami hubungan antara perubahan
organisasi pada tingakatan individu dan organisasi (Chreim, 2002).
Berdasarkan permasalahan yang ada serta asumsi dasar dalam konsep IO,
peneliti akan meneliti komunikasi dalam membangun komitmen perubahan di PT
Kanisius dengan melihat interaksi yang terjadi dalam organisasi serta identifikasi
karyawan terhadap organisasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami kondisi
3 yang terjadi dengan berfokus pada proses komunikasi dalam membangun identifikasi
organisasi serta komitmen karyawan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana komunikasi digunakan untuk membangun identifikasi organisasi dan
komitmen karyawan pada perubahan organisasi dari bentuk yayasan ke bentuk PT di
Percetakan dan Penerbit Kanisius Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Memahami kontribusi komunikasi dalam membangun identifikasi organisasi
pada perubahan organisasi di Penerbit dan Percetakan Kanisius Yogyakarta.
2. Memahami kontribusi komunikasi dalam membangun komitmen karyawan
pada perubahan organisasi di Penerbit dan Percetakan Kanisius Yogyakarta.
D. Manfaaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mempelajari serta menjadi
panduan
model
membangun
penelitian
identifikasi
empiris
organisasi
mengenaibagaimana
dan
komitmen
komunikasi
karyawan
dalam
peningkatan pencapaian hasil kinerja di perubahan organisasi dan juga dapat
digunakan sebagai pembanding dengan organisasi yang berbeda untuk
mempelajari kontribusi jaringan komunikasi
dalam keberhasilan atau
kegagalan dari terjadinya perubahan organisasi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dan merinci konsep komunikasi
dalam membangun identifikasi organisasi dan komitmen karyawan untuk
peningkatan
pencapaian hasil
kinerja di perubahan organisasi, sehingga
4 dapat digunakan untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan kinerja
organisasi.
E. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana komunikasi membangun
identifikasi organisasi dan komitmen karyawan pada perubahan organisasi dari
bentuk yayasan ke dalam bentuk PT Kanisius Yogyakarta. Maka pada bagian awal
kerangka pemikiran ini akan memberikan gambaran mengenai konsep-konsep
mengenai komunikasi dalam konteks perubahan. Selanjutnya konsep tersebut akan
fokus pada aspek-aspek teori yang memiliki relevansi dengan identifikasi organisasi
dan komitmen dalam konteks perubahan organisasi.
1.
Komunikasi pada perubahan organisasi
Perubahan memungkinkan individu yang terlibat dalam perubahan dalam
kondisi bingung dan takut, sehingga berpegang pada identifikasi masa lalu. Hal ini
disebabkan karena sistem perubahan dimediasi oleh individu yang cenderung
berpegang pada cara-cara yang akrab sebelumnya dan ingin dihargai dalam
melakukan sesuatu (Chreim, 2002:1123). Praktik komunikasi penting dalam
pelaksanaan perubahan organisasi sebab masalah dalam komunikasi dapat
menimbulkan masalah dalam proses perubahan. Lewis (2011:22) menyatakan bahwa
kegagalan perubahan organisasi salah satunya disebabkan karena komunikasi yang
buruk dalam menyampaikan visi yang baru, kurangnya dukungan manajemen puncak
melalui komunikasi. Ketika sebuah inisiatif perubahan organisasi disajikan kepada
karyawan, mereka segera mencoba untuk memahami dan mengerti efek potensial
bagi diri mereka sendiri, rekan-rekan mereka dan departemen, dan untuk organisasi
secara keseluruhan. Oleh karena itu, proses sensemaking terjadi dan mungkin dapat
mengatasi ketidakpastian dan ambiguitas dalam program perubahan yang terencana
(Balogun dan Johnson, 2005). Sensemaking adalah suatu proses dalam identifikasi
5 organisasi yang terjadi dalam komunikasi melalui percakapan dan proses narasi baik
lisan dan tulisan serta formal maupun informal. Cheney menyatakan bahwa orangorang memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasi diri terhadap organisasi secara
spontan, dan bahwa identifikasi tersebut didorongoleh organisasi melalui komunikasi
(Chreim, 2002:1122).
Hal itu menunjukan bahwa komunikasi memiliki peran
penting dalam proses identifikasi karyawan dalam organisasi terlebih yang sedang
mengalami perubahan.
Dalam proses perubahan organisasi, komunikasi memiliki peran yang krusial
bagi karyawan, karena komunikasi diperlukan bagi efektivitas kepemimpinan,
perencanaan, pengendalian, koordinasi serta proses-proses organisasi yang lain
(Lewis, 2011 serta Wexloy dan Yuki, 1992). Dalam sebuah organisasi, komunikasi
memiliki empat fungsi yakni (Robbin dan Judge, 2008):
a.
Kontrol
Fungsi kontrol berkaitan dengan hierarki otoritas dan garis panduan formal
untuk ditaati oleh karyawan yang mencakup kebijakan perusahaan.
b.
Motivasi
Komunikasi sebagai fungsi motivasi bertujuan untuk menjelaskan kepada
karyawan tentang apa yang harus dilakukan supaya meningkatkan produktivitas
kerja.
c.
Ekspresi emosional
Bagi karyawan, kelompok kerja merupakan sumber utama interaksi
sosial.Komunikasi merupakan sebuah mekanisme fundamental yang melaluinya
para anggota menunjukan keluh kesah dan kepuasan mereka.Sehingga
komunikasi menyediakan jalan keluar bagi ekpresi emosional dari perasaanperasaan dan untuk memenuhi kebutuhan sosial.
6 b.
Informasi
Komunikasi memberikan informasi yang dibutuhkan oleh individu dan
kelompok untuk mengambil keputusan dengan cara menyampaikan data untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan-pilihan alternative yang ada.
Untuk memahami komunikasi internal dalam perubahan manajemen di PT
Kanisius maka perlu untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi yang terjadi
selama proses perubahan terjadi. Proses komunikasi melibatkan interaksi, percakapan
dan interpretasi (Lewis, 2011:56). Menurut Lewis
terdapat tiga kunci proses
komunikasi dalam implementasi perubahan yaitu,
a.
Information dissemination (penyebaran informasi)
Proses komunikasi ini merupakan proses komunikasi yang sering dilakukan
dalam perubahan organisasi untuk mengurangi ketidakpastian. Ketidakpastian
selama perubahan melibatkan ketidakpastian strategis (Bagaimana masa depan
situasi organisasi dalam lingkungan bisnis?) , struktural (Bagaimana organisasi
akan bekerja, budaya baru apa yang akan terbentuk?) , dan pekerjaan yang
terkait (Bagaimana kemudian pekerjaanku, status kerja karyawan serta
pendapatan?). Dalam kondisi tersebut maka dibutuhkan frekuensi yang cukup
dalam memberikan informasi dimana melibatkan penyebaran fakta, klarifikasi,
pemberitahuan, detail, pemikiran dan sejenisnya untuk tujuan meningkatkan
pengetahuan tentang inisiatif perubahan. Penyebarluasan informasi dilakukan
dengan repetisi pesan, memanfaatkan kesempatan untuk berkomunikasi dalam
aktivitas sehari-hari.Menurut Duck penting bagi pembuat keputusan untuk
menyediakan berita terbaru, meskipun terkadang berita tersebut bukan berita
yang menyenangkan bagi organisasi (Lewis, 2011:56).
Membahas mengenai ketidakpastian, Weick menyatakan menggunakan
equilvocality sebagai teori informasi dalam mengkaji ketidakpastian (Kreps,
1986:117).Equivocality merupakan tingkat pemahaman pesan terhadap respon
anggota organisasi.
Weick menegaskan bahwa anggota organisasi yang
7 berupaya dalam memproses informasi yang samar, dapat memprediksi
informasi selanjutnya dan merespon informasi yang sesuai. Organisasi perlu
untuk mengelola ketidakjelasan informasi yang terjadi untuk menjaga
keseimbangan informasi yang samar atau sama sekali tidak jelas. Dalam
memproses pesan, para pelaksana manajemen perlu untuk selalu memproses
pesan yang ada menjadi pesan yang dipahami dan dapat diprediksi (Kreps,
1986:117).
b.
Soliciting input (Pengumpulan masukan)
Melibatkan karyawan dengan cara meminta masukan, memperhatikan umpan
balik serta reaksi mereka, merupakan
salah satu cara untuk secara aktif
melibatkan dan memberdayakan karyawan dalam mengelola perasaan dan
kekhawatiran mereka tentang perubahan. Masukan sering dikonseptualisasikan
sebagai pemantauan reaksi terhadap perubahan organisasi yang bertujuan
memperbaiki program perubahan dengan menanggapi umpan balik yang
mengandung salah tafsir (Lewis, 2011:68).
c.
Socialization (sosialisasi)
Sosialisasi
menyangkut
bagaimana
organisasi
membentuk
pemahaman
anggotanya tentang nilai-nilai, prioritas, prosedur, tugas pekerjaan, budaya, dan
harapan formal dan informal. Konsep sosialisasi dalam konteks perubahan
organisasi mengacu
pada proses mengubah peran atau orientasi peran secara
bertahap, melalui berbagai taktik organisasi dan melalui strategi individu untuk
bersosialisasi (Lewis, 2011:75).
Praktik komunikasi merupakan bagian penting dalam pelaksanaan perubahaan
tersebut, karena permasalahan komunikasi dalam proses perubahan organisasi dapat
memperburuk proses yang terjadi (Lewis, 2011 serta Pace dan Faules 1994).Robbins
& Judge (2008) menyatakan bahwa yang bertanggung jawab melakukan kegiatan
dalam rangka perubahan adalah agen perubahan dengan tujuan untuk menciptakan
8 komitmen
karyawan
terhadap
perubahan.
Melalui
komunikasi,
manajemen
menanamkan situasi dengan makna baru dengan memberikan interpretasi dari
organisasi 'baru' dan peran para anggota di dalamnya. Respon karyawan dalam
menanggapi perubahan beragam baik positif maupun negatif. Agen-agen perubahan
perlu mempertimbangkan kebutuhan kelompok organisasi yang berbeda untuk
mencapai perubahan organisasi yang efektif dan sukses (Jones dkk., 2008). Dalam
penelitiannya Jones dkk. (2008) menyatakan bahwa level manajer cenderung
menanggapi positif terhadap perubahan dibandingkan level supervisor maupun
karyawan. Hal itu disebabkan karena level manajer memiliki lebih banyak akses
informasi sebagai konsekuensi besarnya tanggungjawabnya. Postmes dkk.(2001)
menyatakan bahwa komitmen terkait kuat dengan komunikasi vertikal dan
komunikasi horizontal secara positif. Berikut penjelasan mengenai dua tipe
komunikasi tersebut:
a.
Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal membantu mendefinisikan organisasi serta memahami
tujuan organisasi. Komunikasi vertikal terdiri dari informasi tentang strategi dan
tujuan perkembangan organisasi, dan membantu karyawan untuk menentukan
posisinya dalam organisasi (Bartels, 2006:88). Komunikasi vertikal terdiri dari
komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah.Komunikasi ke bawah mengalir dari
top manajemen, melalui jenjang manajemen menengah, menuju jenjang manajemen
terbawah.
Dalam konteks perubahan agen perubahan melalui jaringan ini
bertanggung jawab dalam mengumumkan perubahan, menjelaskan proses perubahan
kepada karyawan (Lewis, 2011). Sedangkan komunikasi ke atas mengalir dari
bahwah ke jenjang-jenjang tertinggi dalam hirarki organisasi. Fungsi utamanya
adalah untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas dan keputusan serta
pelaksanaan kerja dan merupakan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan (Wexloy & Yuki, 1992; Bartels, 2006). Komunikasi vertikal
dapat mengurangi ketidakpastian tentang sikap dan membantu karyawan untuk
9 mengenali karakteristik spesifik organisasi. Komunikasi vertikal meliputi tiga
indikator yakni, kuantitas komunikasi, kepuasan interaksi, serta adanya komunikasi
umpan balik (Postmes dkk., 2001). Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa
semakin banyak orang mengevaluasi komunikasi dengan top manajemen, maka
karyawan akan semakin teridentifikasi dengan organisasi.
b.
Komunikasi horizontal
Komunikasi horizontal merupakan komunikasi informal yang terjadi antara
orang-orang yang sejajar dalam hierarki organisasi yang menyangkut komunikasi
tentang pertukaran tugas. Hubungan informal termasuk percakapan antara karyawan
mengenai hal-hal pribadi dan tidak terlalu penting untuk kinerja tugas (Postmes dkk.,
2001:231). Komunikasi horisontal dalam proses konteks perubahan
merupakan
interaksi spontan dari para karyawan terhadap perubahan organisasi dengan berbagi
pandangan antar sesama karyawan
dan mendiskusikan perubahan hingga
mendiskusikan bentuk-bentuk penolakan terhadap perubahan (Lewis, 2011:54).
Menurut Postmes dkk. (2001:233) komunikasi horizontal memiliki hubungan yang
positif dengan komitmen dengan organisasi. Terdapat tiga indikator komunikasi
horizontal dalam identifikasi organisasi
identifikasi organisasi yakni,
yang dapat digunakan untuk melihat
interaksi dengan rekan dalam satu unit, kualitas
interaksi tersebut, kuantitas interaksi dengan dengan rekan-rekan diluar unit (Postmes
dkk., 2001).
2.
Identifikasi Organisasi
Hall, Schneider dan Nygren seperti dikutip dalam Edwards (2005:210)
mendefinisikan identifikasi organisasi sebagai proses dimana tujuan dari organisasi
dan individu-individu didalam organisasi menjadi terpadu dengan tujuan organisasi
tersebut. Konsep ini menekankan dua elemen yakni tujuan organisasi beserta
penerimaan terhadap tujuan tersebut dan elemen yang kedua adalah komitmen
terhadap organisasi (Bartels, 2006). Selain Hall, Schneider dan Nygren definisi
10 identifikasi juga dinyatakan oleh Tompkins dan Cheney yakni bahwa identifikasi
organisasi merupakan proses dimana individu dalam organisasi saling terkait dan
terikat dalam organisasi (Edwards, 2005:211). Brown memformalisasikan identifikasi
sebagai respon diri individu dalam interaksi mereka dengan organisasi. Pendekatan
Brown pada identifikasi,berfokus pada empat aspek keterlibatan dari daya tarik pada
organisasi, konsistensi pada tujuan individu dan tujuan organisasi, loyalitas terhadap
organisasi dan referensi diri untuk keanggotaan organisasi (Bartels, 2006:5).Menurut
Ashforth dan Mael identifikasi organisasi merupakan persepsi kesatuan atau perasaan
memiliki terhadap organisasi (Edward, 2005).
Perubahan memungkinkan individu yang terlibat dalam perubahan dalam
kondisi bingung dan takut, sehingga berpegang pada identifikasi masa lalu. Hal ini
disebabkan karena sistem perubahan dimediasi oleh individu yang cenderung
berpegang pada cara-cara yang akrab sebelumnya dan ingin dihargai dalam
melakukan sesuatu (Chreim, 2002:1123). Penolakan terhadap perubahan disebabkan
oleh ketidakinginan individu untuk kehilangan sesuatu yang dianggap berharga. Salah
satu kerugian yang dirasakan adalah individu kehilangan identitas yang lama
(Nelissen dan Martine, 2008).
Perubahan organisasi yang efektif membutuhkan pergeseran identifikasi
anggota. Pergeseran tersebut membutuhkan dua cara yakni dis-identifikasi dan reidentifikasi. Dis-identifikasi artinya anggota menyerahkan identitas sebelumnya
dengan atribut yang diinginkan organisasi dan melepaskan diri dari perspektif sikap
dan perilaku lama yang terkait (Chreim, 2002:1124). Selama perubahan terencana,
manajemen puncak menguraikan visi baru untuk organisasi yang membutuhkan cara
yang berbeda dalam melakukan sesuatu. Visi baru seperti membangun satu set baru
atribut yang menggantikan atribut lama. Perubahan dapat dilaksanakan lebih mudah
jika peserta menerima atribut baru dan mampu memberlakukan atribut tersebut.
Untuk melakukannya, bagaimanapun, anggota harus melepaskan diri dari perspektif
dan perilaku lama dengan perilaku yang sesuai. Perampasan atribut baru atau reidentifikasi memungkinkan anggota untuk menggambarkan kognisi, emosi dan
11 perilaku yang sesuai dengan arah yang diinginkan dari perubahan pada organisasi
(Chreim, 2002:1125).
Identifikasi organisasi menyebabkan karyawan dalam organisasi memahami
tindakan dan kewajiban yang harus dilakukan di dalam organisasi. Ketika perubahan
terjadi didalam organisasi, maka ada kebutuhan baru organisasi yang perlu untuk
diterima oleh individu dalam organisasi, dan seringkali anggota organisasi dengan
kognitif, afektif dan perilaku lama menjadi penghalang terhadap lahirnya perubahan
yang diharapkan oleh organisasi. Hal tersebut terjadi sebab sistem perubahan
dimediasi oleh individu yang cenderung melakukan kegiatan dengan cara-cara yang
akrab sebelumnya (Chreim, 2002:1122).
Hal yang dapat dilakukan untuk mengubah perilaku lama adalah dengan
melakukan persuasi. Identifikasi merupakan alat atau penggerak untuk melakukan
persuasi serta mendorong partisipasi individu dalam peran sosialnya (Edwards,
2005).Persuasi dapat dilakukan melalui sarana komunikasi. Burke memiliki gagasan
bahwa identifikasi merupakan proses dimana individu saling berhubungan dalam
lingkungan organisasi menggunakan komunikasi (Bartels, 2006:53). Identifikasi
dibentuk melalui bahasa dalam komunikasi. Dengan kata lain individu terikat dalam
suatu nilai identitas tertentu dan berusaha memahaminya melalui komunikasi.
Cheney
menyatakan
bahwa
orang-orang
memiliki
kecenderungan
untuk
mengidentifikasi diri terhadap organisasi secara spontan, dan bahwa identifikasi
tersebut didorong oleh organisas imelalui komunikasi persuasif (Chreim, 2002:1124).
Kekuatan identifikasi individu dan keterlibatannya dalam organisasi akan
menghasilkan perilaku atau sikap tertentu
merefleksikan
loyalitas
karyawan
pada
dalam
perubahan
organisasi. Sikap yang
organisasi
dan
proses
berkelanjutan di mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap
proses perubahan organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan
merupakan bentuk dari komitmen. Hubungan komitmen dengan identifikasi
organisasi akan dijelasakan pada bagian selanjutnya.
Pemaparan identifikasi organisasi di atas menunjukan bahwa dalam pendekatan
12 identifikasi organisasi terdapat komponen penting yakni penerimaan terhadap nilai
dan tujuan organisasi sebagai bagian dari tujuan dari individu, ikatan emosional
terhadap organisasi serta perasaan memiliki terhadap organisasi.
3.
Hubungan Identifikasi Organisasi dengan Komitmen
Konsep yang paling terkait kuat dengan identifikasi organisasi adalah komitmen
organisasi, sebab identifikasi mempengaruhi bagaimana individu dalam organisasi
bersikap dalam organisasi (Bartels, 2006). Komitmen organisasi merupakan salah
satu studi yang mempelajari mengenai perilaku dalam organisasi dan dapat
didefinisikan
sebagai
kekuatan
relatif
dari
identifikasi
individu
dengan
keterlibatannya dalam organisasi, termasuk keterikatan emosional terhadap
organisasi. Komitmen organisasi adalah perasaan dedikasi, kemauan untuk bekerja
ekstra, dan niat untuk tinggal dengan organisasi untuk jangka waktu yang panjang.
Hal ini mengacu pada kesediaan karyawan untuk mengerahkan usaha ekstra dalam
organisasi (Nafei, 2014). Komitmen merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas
karyawan pada perubahan organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota
organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap proses perubahan organisasi dan
keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Komitmen organisasi merupakan kekuatan identifikasi karyawan dan
keterlibatannya dalam organisasi (Edward, 2005). Komitmen dalam organisasi dapat
dipandang melalui dua perspektif yakni: (a) behaviorally oriented and externally
motivated (orientasi pada perlilaku dan motivasi dari luar)dan (b) attitudinally
oriented and internally motivated (orientasi pada sikap dan motivasi dari dalam diri
individu) (Guzley, 1992). Perspektif komitmen yang digunakan dalam penelitian
adalah perspektif ‘attitudinally oriented and internally motivated’, sebab mengacu
pada proses internalisasi perubahan pada diri individu organisasi melalui identifikasi
organisasi. Mowday, Steers dan Porter menyatakan bahwa komitmen yang
berorientasi pada sikap memiliki tiga karekteristik yakni kepercayaan yang kuat
terkait tujuan dan nilai organisasi, kesediaan untuk mengarahkan usaha yang cukup
13 atas nama organisasi dan keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan
(Guzley, 1992).
Identifikasi mengacu pada proses yang mencakup substansi pola tindakan,
sementara komitmen mengacu pada bentuk bagaimana tindakan tersebut terbentuk
(Bartels, 2006). Gagasan identifikasi organisasi
tidak meliputi reaksi individu
terhadap organisasi serta sikap aktual individu seperti kesediaan mereka untuk tetap
bertahan di dalam organisasi.
Berbeda dengan komitmen yang konsepnya lebih
menyeluruh yakni meliputi keadaan psikologis identifikasi organisasi ditambah
dengan dampak yang mengikuti apabila seseorang teridentifikasi dengan organisasi
seperti kesediaan atau niat untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang menguntungkan
organisasi serta niatan untuk terus bertahan dalam organisasi (Edward, 2005:213).
Hal ini menekankan bahwa komitmen sebagai ekspresi identifikasi individu melalui
perilaku.
Dari pemaparan pada bagian identifikasi organisasi sebelumnya, dapat
disimpulkan komponen utama dari identifikasi organisasi meliputiyakni penerimaan
terhadap nilai dan tujuan organisasi sebagai bagian dari tujuan dari individu, ikatan
emosional terhadap organisasi serta perasaan memiliki terhadap organisasi (Edward,
2005:214). Operasionalisasi konsep dibutuhkan dalam mengukur ketiga komponen
identifikasi organisasi tersebut. Edwards (2005:219) menyatakan bahwa untuk
mengukur identifikasi organisasi yakni dengan melihat attitudinal outcomes (hasil
pada level sikap) serta behavioural outcomes (hasil pada level perilaku). Pengukuran
ini dapat menunjukan komitmen karyawan dalam organisasi dengan melihat sikap
dari individu dalam organisasi
14 Komponen Identifikasi Organisasi
Sikap
Penerimaan tujuan ikatan emosional .
Perasaan memiliki Perilaku
Keterlibatan dalam organisasi Partisipasi aktif Kebanggaan terhadaporganisasi Membela organisasi Keinginan untuk menetap Bertahan di organisasi Komitmen Organisasi
Gambar1.1 Konseptual pengukuran identifikasi organisasi dan komitmen (Edward,
2005:220)
Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi, akan lebih bersedia untuk
mengerahkan usaha dalam proses perubahan, menunjukkan antusiasme untuk
perubahan, dan bertanggung jawab atas kesuksesan implementasi (Pitts, 2006; Nafei,
2014). Postmes dkk. (2001:231) menyatakan dalam penelitian sebelumnya bahwa
penentu komitmen organisasi adalah hubungan interpersonal antara rekan kerja dan
hubungan interaksi dengan atasan (level manajer). Komunikasi memiliki peran
penting dalam interaksi tersebut.Postmes dkk. (2001:240)
menyatakan bahwa
“perasaan memiliki” terhadap organisasi tidak bergantung pada kualitas interaksi
karyawan dengan kolega terdekat, tetapi terkait lebih kuat terhadap komunikasi
karyawan dengan manajemen. Pada bagian selanjutnya peneliti akan memaparkan
penjelasan mengenai hubungan komunikasi dan komitmen perubahan dalam
pendekatan identifikasi organisasi.
15 F.
Metodologi Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana komunikasi
membangun komitmen perubahan organisasi dari bentuk yayasan ke bentuk PT
Kanisius Yogyakarta dalam pendekatan identifikasi organisasi. Untuk mendapat
gambaran yang utuh terkait kasus tersebut maka pada bagian metodologi penelitian
ini akan dipaparkan mengenai jenis penelitian, metode yang digunakan, proses
pengumpulan data hingga proses analisis data.
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mengekplorasi dan memahami makna
(Creswell, 2012). Proses penelitian kualitatif dalam penelitian ini melibatkan
upaya-upaya seperti mengajukan pertanyaan dan prosedur, mengumpulkan
data yang spesifik, menganalisis data secara induktif mulai dari tema yang
khusus ke tema yang lebih umum yang terjadi dalam organisasi PT Kanisius
serta menafsirkan makna data.
2.
Metode Penelitian
Studi kasus dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
komunikasi membangun komitmen perubahan organisasi dari bentuk yayasan
ke bentuk PT Kanisius Yogyakarta dalam pendekatan identifikasi organisasi.
Studi kasus merupakan strategi penelitian yang menyelidiki secara cermat
suatu peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu secara lengkap
dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu
yang telah ditentukan dan memberikan penjelasan serta menguraikan suatu
gambaran peristiwa yang dapat digunakan sebagai kesempatan dalam
menyoroti keberhasilan, tantangan dan kesulitan suatu proyek (Neale, 2006;
16 serta Creswell, 2012). Studi kasus dalam penelitian ini akan digunakan untuk
mengetahui proses secara keseluruhan yang terjadi yakni sejak perubahan
terjadi di PT Kanisius, hingga tahap evaluasi melalui komunikasi internal yang
terjadi.
Menurut Neale (2006), studi kasus merupakan suatu cerita yang unik
dan khusus. Begitu pula dengan kasus yang terjadi di Penerbit dan Percetakan
Kanisius. Berfokus pada individu di dalam organisasi, terdapat perbedaan yang
mendasar antara organisasi ini dengan organisasi yang lain dalam hal
penerimaan karyawan. Apabila organisasi pada umumnya memiliki standar
kompetensi atau keahlian tertentu untuk dapat bekerja di suatu organisasi, di
Penerbit dan Percetakan Kanisius tidak memiliki syarat keahlian khusus dalam
penerimaan karyawan baru, para karyawan dilatih sesuai kebutuhan organiasi
setelah masuk ke dalam organisasi.
Perubahan organisasi dalam kasus ini terjadi pada sebuah yayasan yang
telah berusia 92 tahun mampu bertahan dan baru pada tahun 2014 Percetakan
dan Penerbitan Kanisius berubah menjadi PT. Sebagai perusahaan yang
berorientasi profit, PT. Kanisius justru membatasi produksinya yang
sebelumnya buku-buku kepentingan umum, kini justru dipersempit hanya
untuk kepentingan Gereja dan pelayanan. Hal tersebut disebabkan karena
organisasi ini walaupun bertujuan mendapatkan profit namun tetap memegang
spiritual ajaran Katolik dan tetap menjadikannya landasan dalam menjalankan
organisasi.
3.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kantor Pusat Percetakan dan Penerbitan
Kanisius yang beralamat di jalan Cempaka No. 9, Deresan, Yogyakarta.
17 4.
Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti fokus pada konsep komunikasi dalam
membangun identifikasi dan
membangun
komitmen karyawan pada
perubahan badan hukum dari yayasan ke PT di Penerbit dan Percetakan
Kanisius.
5.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap terhadap kasus dalam
penelitian ini maka pengumpulan data akan disesuaikan dengan tujuan
penelitian ini. Data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah informasi dari
manajemen PT Kanisius untuk mendapatkan gambaran perubahan organisasi
di jenjang manajemen sebagai pelaksana perubahan.kemudian selanjutnya
infromasi dari karyawan sebagai pihak yang terkana dampak dan konsekeunsi
perubahan Untuk mendapatkan informasi tersebut peneliti akan menggunakan
metode wawancara.
a. Wawancara
Penentuan informan dalam penelitian inidilakukan dengan cara purposive
sampling, yakni pemilihan sample (informan) berdasarkan karakteristik
tertentu yang dianggap memiliki hubungan dengan penelitian ini. Dalam
penelitian ini, tipe dari purposive sampling yang digunakan untuk menentukan
informan adalah snow-ball sampling. Mulyana (2002)mengatakan bahwa
snow-ball sampling adalah menemukan informan yang selanjutnya dari orang
tersebut muncul sejumlah nama yang kiranya relevan untuk diwawancarai. Di
dalam melakukan wawancara peneliti akan menyiapkan daftar pertanyaan
(Interview Guide), namun ada juga yang ditanyakan secara spontan.
Narasumber dalam penelitian ini berjumlah 10 orang. Masing-masing
narasumber mewakili jabatan struktural, lama kerja serta mewakili masingmasing divisi yang terdapat di PT Kanisius. Pemilihan narasumber tersebut
18 bertujuan untuk mewakili baik proses komunikasi, pemahaman serta
komitmen di masing-masing jenjang struktural serta masing-masing divisi
agar mendapat gambaran yang menyeluruh terkait perubahan organisasi di PT
Kanisius. Berikut merupakan Narasumber dalam penelitian ini:
1) Direktur PT Kanisius
: Rini
2) Manajer Keuangan
: Haryastuti
3) Manajer SDM dan Sarpras
: Murwaningsih
4) Kepala Departemen Percetakan
: Triyono
5) Staff Marketing
: Charles Primacahya
6) Staff Penjualan
: Riyantara
7) Kepala Bagian SDM
: Danang Afriady
8) Kepala Bagian Editor (Penerbit)
: Erni
9) Staff SDM dan Sarpras
: Oki
10) Konsultan eksternal
Sebelum
menjalani
penelitiansejak Juni
penelitian
: Didit
di
lapangan,
penulis
melakukan
pra-
2014 hingga Juli 2014, untuk mendapatkan informasi
awal.Informasi itu didapatkan melalui wawancara dengan Direktur PT Kanisius Ibu
Rini.
b. Observasi
Data dalam penelitian ini juga akan diperoleh melalui observasi. Tujuan utama
observasi adalah mengamati tingkah laku manusia sebagai peristiwa aktual, yang
memungkinkan peneliti memandang tingkah laku sebagai proses (Black &
Champion, 2001). Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi non
partisipan di mana peneliti hanya mengamati beberapa kegiatan terkait dengan proses
komunikasi serta kinerja yang dilakukan karyawan di PT Kanisius.
19 c. Dokumentasi
Selain kedua teknik pengumpulan data di atas, peneliti juga menggunakan teknik
pengumpulan data berupa dokumentasi Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan
dokumen-dokumen dari
PT Kanisius. Yang termasuk dalam kategori dokumen
adalah dokumen administratif yang meliputi:
a) MIS (Master Inprovement Story) yakni berisi visi, misi, rencana bisnis jangka
panjang dan pendek serta target-target yang ingin dicapai PT Kanisius.
b) Dokumen struktur organisasi serta jumlah dan nama divisi dan bagian-bagian
dalam organisasi PT Kanisius.
Dokumen-dokumen dalam penelitian digunakan untuk verifikasi data dalam
wawancara untuk melihat aliran jaringan komunikasi berdasarkan susunan hierarki
organisasi serta untuk melihat informasi yang telah disampaikan dalam rangka
perubahan organisasi.
6. Teknik Analisis Data
Secara lebih detail peneliti menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Pengumpulan data
Data penelitian akan
diperoleh menggunakan
Wawancara dilakukan kepada 10 informan
teknik yang wawancara.
baik berkedudukan sebagai
manajer maupun jenjang staf. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara
tidak tersetruktur yang memungkinkan peneliti untuk mengembangkan
pertanyaan. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan lebih lengkap tetapi
tetap dalam koridor dinamika komunikasi organisasi dalam konteks
perubahan.
Data yang berasal dari manajer akan diverifikasi dengan
informasi dari staff dan sebaliknya. Data lain juga diperoleh melalui
dokumen-dokumen organisasi seperti terkait komitmen-komitmen yang
ditandatangani oleh karyawan sebagai konsekuensi perubahan.
20 b.
Reduksi data
Setelah mengumpulkan data, langkah selanjutnya yang peneliti tempuh adalah
menganalisis data. Data ini akan dianalisis secara kualitatif dengan memilah
data secara cermat dari berbagai informasi yang didapatkan. Sehingga
hasilnya dapat memberikan pemahaman secara mendalam terhadap konsep
yang diteliti serta menjawab rumusan masalah penelitian.
Reduksi data
merupakan proses pemilihan dan pemusatan pada data yang relevan dengan
permasalahan
penelitian
yaitu
dengan
penyeleksian
data-data
yang
berhubungan erat dengan tujuan penelitian agar fokus dan terarah. Data diolah
dengan cara mengkalisisfikasikan data-data tersebut untuk disederhanakan
menjadi bagian-bagian kecil yang akan dihimpun atau disusun menjadi
sebuah teks naratif untuk kemudian disingkronkan dengan data sekunder yang
didapat dari penelusuran dokumen. Dengan melakukan singkronisasi data
primer dan sekunder, diharapkan akan memperoleh informasi dan gambaran
yang jelas mengenai masalah yang diteliti. Data diproses, kemudian ditarik
kesimpulan dengan logika induktif agar diperoleh kesimpulan umum yang
objektif. Logika induktif dimulai dengan pengumpulan data lalu membentuk
informasi menjadi kategori atau tema tertentu kemudian mencari proses
umum, teori-teori dari tema yang dibuat yang kemudian diperbandingkan
dengan literature yang sesuai (Creswell, 2012).
c.
Kesimpulan kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada
pengumpulan data, reduksi data dan display data sehingga kesimpulan yang
diambil tidak menyimpang dari permasalahan yang akan diungkapkan peneliti
dalam penelitian
7.
Limitasi Penelitian
Penelitian ini bertujuan memahami kontribusi komunikasi dalam membangun
identifikasi organisasi dan komitmen dalam konteks perubahan organisasi.
21 Kasus yang diteliti dalam penelitian ini merupakan kasus yang terdapat di
dalam organisasi yang berlatar belakang keagamaan, sehingga dinamika yang
komunikasi yang terjadi terkait erat dengan budaya organisasi dalam konteks
organisasi keagamaan. Oleh karena itu penelitian ini tidak terlalu relevan
apabila digunakan untuk menjadi acuan penelitian
organisasi yang tidak berlatarbelakang keagamaan.
22 mengenai perubahan
Download