JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JAN 2015 PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA SBI DAN KURS DOLLAR TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA Rendi Wijaya STIE Abdi Nusa Palembang Abstract This study aims to determine the influence of Inflation, Interest Rates, and Dollar currency Rate to Composite Stock Price Index either partially or simultaneously. There are two problems in this research: first does Inflation, Interest Rates, and Dollar Exchange Rate partially significant effect on the Composite Index, and the second does Inflation, Interest Rates, and Exchange Rate Dollar simultaneously significant effect on the Composite Index. The data is used in the study came from various sources. For data related to the value of the dollar exchange rate and interest rates were taken from the Central Bureau of Statistics, while related data to the CPI is taken from publications of Bank Indonesia. The data relating to CSPI data taken from the Jakarta Stock Exchange (JSX) Monthly Statistics published by the Indonesia Stock Exchange. The population in this study is that there are six mining companies in Indonesia Stock Exchange.Results of multiple regression analysis showed that inflation, Interest Rates and the Dollar Exchange mining companies simultaneously have a significant impact on Composite Stock Price Index. The relationship variables Inflation, Interest Rates and Exchange Dollar Mining Company of Composite Stock Price Index stood at 78.3%, 21.7% so determined by factors/variables that are not covered in the study. The result of hypothesis test using t test, showed that Inflation, Interest Rates and the Dollar currency mining companies in Indonesia Stock Exchange (BEI) has significant influence on Composite Stock Price Index. Keywords: inflation, interest rates, dollar currency, composite stock price index PENDAHULUAN Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makro ekonomi secara umum. Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1998 merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian nasional Indonesia. Hal ini ditandai dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia dalam bentuk penarikan dana besar-besaran (rush) oleh deposan untuk kemudian disimpan di luar negeri (capital flight). Tingkat suku bunga yang mencapai 70% dan depresiasi nilai tukar rupiah (kurs) terhadap dolar AS sebesar 500% mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi terganggu. Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke pasar modal. Harga-harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup signifikan bagi investor. Bagaimana tidak, jika saham yang dijual dengan harga hanya Rp. 10,- per lembar dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pernah turun sampai di bawah 300 (Haryanto, 2007). 1414 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Tingkat pertumbuhan ekonomi yang berlangsung cukup tinggi, tidaklah secara otomatis mengakibatkan membaiknya situasi pasar modal, maka pandangan ini hanya mengemukakan bahwa hubungan yang positif tidaklah berlangsung scara mekanistis serta juga tidak bisa dibuat dalam bentuk persamaan ekonometri. Tidak mungkin atau mustahil untuk melihat sebuah persamaan dimana indeks harga saham menjadi fungsi dari pertumbuhan ekonomi, rendahnya tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan posisi pembayaran. Karena itu dibutuhkan penjelasan yang tidak bersifat persamaan atau bersifat ekonometris, namun tetap mengandung nalar, dalam pengertian masih dapat dijelaskan hubungan-hubungan tersebut dalam konsep ilmu ekonomi. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung timbul adalah menyangkut segi-segi yang sulit dikategorikan sebagai konsep ekonomi atau ilmu ekonomi. Maksudnya bagaimana menempatkan regulasi, perlindungan hukum dan pengaturan transaksi dalam kaitannya dengan perkembangan bursa. Jadi, bila IHSG merosot terus menerus, sementara pertumbuhan ekonomi berlangsung cukup tinggi dan tingkat inflasi serta tingkat suku bunga deposito menurun, maka memerlukan faktor penjelas yang mungkin sekali berada diluar masalah ekonomi (Mulyono, 2000). Selain volatilitas harga saham yang tinggi, sektor pertambangan juga sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian secara makro. Dampak krisis global bisa saja akan kembali mempengaruhi bisnis minyak bumi dan gas alam Indonesia seperti yang terjadi pada tahun 1998. Kekhawatiran ini mulai muncul sejak tahun 2003 ketika ekspansi bisnis pertambangan yang begitu tinggi. Pengolahan pertambangan seperti minyak bumi dan sumber daya mineral lainnya mengalami perkembangan yang signifikan, tak hanya di satu kota namun juga dibeberapa kota besar lainnya. Pada perkembangannya, membaiknya kondisi ekonomi membuat pertumbuhan bisnis pertambangan khususnya sejak 2003 menjadi sangat tinggi. Nilai kapitalisasi proyek pertambangan melonjak, dan puncaknya tahun 2005 nilai kapitalisasinya mencapai Rp 91,01 Triliun atau meningkat hampir sepuluh kali dibandingkan dengan nilai kapitalisasi tahun 2000 yang sebesar Rp. 9,51 Triliun. Seiring dengan kenaikan inflasi yang merangkak pada kisaran yang lebih tinggi dan juga adanya kecendrungan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), maka dengan penurunan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tersebut akan mendorong pertumbuhan uang beredar. Hal itu diikuti pula dengan melemahnya nilai tukar rupiah, maka harga barang juga akan mengalami kenaikan, karena belum bisa lepas dari inflasi dan juga krisis ekonomi yang masih terjadi. Namun untuk perkembangan indeks harga saham gabungan (IHSG) cenderung mengalami kenaikan karena adanya minat dari investor untuk menanamkan modalnya melalui bursa efek. Bila suku bunga cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu kebijakan pemerintah untuk mengontrol laju inflasi menjadi hal sangat penting. Salah satunya adalah dengan melakukan penentuan tarif suku bunga di pasar keuangan. Suku bunga dapat dijadikan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu sistem perekonomian. Saat permintaan 1515 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 uang terlalu tinggi, sirkulasi uang di masyarakat terlalu besar, maka pemerintah dapat menaikkan suku bunga agar penawaran dan permintaan uang turun. Sebaliknya pemerintah dapat menurunkan suku bunga untuk memberikan dukungan dan mempercepat pertumbuhan di sektor ekonomi dan industri. Dengan adanya peningkatan produksi tersebut diharapkan mamapu menurunkan laju inflasi dan menaikkan keuntungan perusahaan yang berdampak positif pada perkembangan pasar modal (Heru Nugroho, 2008). Hubungan atau pengaruh kurs terhadap Indeks Harga Saham itu sendiri sangat berkaitan erat. Hal ini dikarenakan kurs adalah salah satu faktor yang mempengaruhi Indeks Harga Saham, sedangkan Indeks Harga saham adalah dampak simultan dari berbagai kejadian utama pada fenomena-fenomena ekonomi. Dalam perekonomian suatu Negara biasanya dilihat dari kurs negara itu sendiri terhadap kurs vallas. Apabila kurs menguat, maka secara tidak langsung Indeks Harga Saham juga akan naik, tapi bila kurs itu melemah maka Indeks Harga Saham juga akan turun. Naik turunnya harga saham akan terjadi karena apresiasi rupiah terhadap mata uang asing menyebabkan naik turunnya permintaan saham di pasar modal oleh investor. Hubungan antara tingkat suku bunga dengan Indeks Harga Saham apabila tingkat bunga tinggi maka pemilik modal memilih menabung di Bank. (Suciawati, 2002) Harga saham sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat suku bunga, inflasi, kondisi ekonomi nasional, kondisi politik keamanan, kebijakan pemerintah, dan lain-lainnya. Tingkat suku bunga dan sekuritas adalah dua faktor yang sering diperhatikan sebelum investor melakukan investasi, umumnya tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang negatif dengan harga sekuritas. Secara sederhana, jika suku bunga pasar meningkat, maka tingkat return yang diisyaratkan investor atau suatu obligasi juag akan meningkat. Suku bunga merupakan besarnya imbalan yang harus dibayarkan atas penggunaan sejumlah uang berdasarkan perjanjian pinjam meminjam. Pemberi pinjaman menetapkan suatu tingkat suku bunga nominal yang menurunkan daya beli dari sejumlah uang yang dipinjamkan, sehingga tingkat bunga efektif atau riil memberikan hasil yang cukup kepada pemberi pinjaman atas penundaan konsumsi sekarang dan atas resiko kegagalan yang diakibatkan pemberian pinjaman. Kurs merupakan nilai tukar mata uang suatu negara dan dalam sistem perekonomian manapun sangat sulit untuk mempertahankan kestabilan nilai tukar mata uang tersebut. Tetapi disisi lain penguatan nilai tukar mata uang suatu negara bisa menekan laju inflasi. Apabila harga-harga barang dan sektor jasa cenderung mengalami kenaikan maka disebut dengan inflasi. Oleh sebab itu untuk mencegah makin meningkatnya inflasi maka jumlah mata uang yang beredar harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga kestabilan nilai tukar rupiah bisa djiaga (Herman, 2003). 1616 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Heru Nugroho (2008) dengan judul “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang beredar terhadap Indeks LQ45 (Studi Kasus pada BEI Periode 2002-2007)”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah Inflasi, Suku Bunga, nilai tukar dan Jumlah Uang yang beredar mempunyai pengaruh terhadap Indeks LQ45 baik secara parsial maupun simultan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Capital Market Directory 2002 – 2007 dan BEI monthly Statistic Report periode 2002 – 2007. Variabel makro meliputi 4 variabel makro ekonomi di Indonesia, yaitu Inflasi, Suku bunga deposito bank persero, jumlah uang beredar (M2) dan Kurs Dolar selama periode 2002 – 2007 diperoleh dari jurnal Bank Indonesia dan Jurnal Biro Pusat Statistik periode 2002 – 2007. “Pengaruh Nilai tukar uang, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap Return Saham Sektor Properti yang tercatat di Bursa Efek Jakarta Tahun 2001-2005”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah Nilai tukar uang, Suku Bunga, dan Inflasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Return saham sektor properti di BEJ. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi rata-rata harga saham emiten-emiten sektor properti di BEJ, kurs $ US, suku bunga (SBI), inflasi yang dipublikasikan periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 yang diperlukan yang dikutip dari Indonesian Capital Market Directory dan situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id), serta BPS (Biro Pusat Statistik), yang berupa data bulanan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang go public di sektor properti yang terdaftar di BEJ (Bursa Efek Jakarta) selama periode penelitian (2001–2005) sebanyak 21 perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2006) dengan judul “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Return Saham Di Bursa Efek Indonesia Berdasarkan Peristiwa Krisis Keuangan pada Tahun 1997”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah perubahan variabel makroekonomi di Indonesia mempengaruhi return saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, pada waktu sebelum terjadi krisis keuangan maupun pada saat krisis keuangan atau pada saat penelitian ini dilakukan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BEJ, BI, BPS dengan jangka waktu Januari 1993 sampai Desember 2001. Jumlah saham yang dipilih adalah sebanyak 100, pemilihan saham dilakukan secara acak dan dikelompokkan menjadi 5 portofolio yang terdiri dari 20 saham. Hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa secara bersama-sama maupun secara individu sama setiap periode sebelum krisis. Harga Saham Menurut Suad (2003:45) indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakkan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar artinya pergerakkan 1717 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 indeks menggambarkan kondisi pasar pada saat pasar sedang aktif atau lesu. Di pasar modal, sebuah indeks memiliki lima fungsi, yaitu : a. Sebagai indikator tren pasar. b. Sebagai indikator tingkat keuntungan. c. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio. d. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif. e. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif. Menurut Agnes (2005:61), ada beberapa pendekatan atau metode penghitungan yang digunakan untuk menghitung Indeks yaitu : a. Menghitung rata-rata (arithmatic mean) harga saham yang masuk dalam anggota indeks. b. Menghitung rata-rata geometris (geometric mean) dari indeks individual saham yang masuk anggota indeks. c. Menghitung rata-rata tertimbang nilai pasar. Dalam mengukur kegiatan pasar modal biasanya digunakan angka indeks yang memberikan gambaran mengenai perubahan yang terjadi di pasar modal. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah Indeks Harga Saham. Jenis indeks yang diperdagangkan di BEJ terdapat empat jenis, yaitu : (Fakhruddin dan Sopian, 2001:201) a. Indeks Individual Menggunakan Indeks Harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya. b. Indeks Harga Saham Sektoral Indeks Harga Saham Sektoral merupakan sub indeks dari IHSG. Semua saham yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam sembilan sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan BEJ, yang diberi nama JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Clasification). c. Indeks LQ 45 Menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan februari dan agustus). d. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks Harga Saham Gabungan sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di BEJ baik saham biasa maupun saham preferen. Berdasarkan jenis-jenis indeks tersebut diatas kita dapat mengetahui situasi secara umum berkaitan dengan pergerakan harga saham individual, pergerakan harga saham sektoral, ataupun pergerakan harga saham secara keseluruhan. Indeks Harga Saham merupakan ringkasan dari dampak simultan dan kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh. 1818 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Inflasi Menurut Tajul (2000:210) inflasi merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks, karena banyak sumber yang menyebabkan terjadinya inflasi ini sehingga dapat melumpuhkan perekonomian dan industri suatu negara. Menurut Herlambang (2002:78) pengaruh inflasi terhadap harga saham dijelaskan dengan mempergunakan teori terbentuknya inflasi, yaitu : a. Demand pull inflation Pemicu terjadinya adalah peningkatan dari sisi permintaan, maka secara otomatis sesuai dengan mekanisme pasar yang berlaku, sisi penawaran akan berusaha untuk menyeimbangi sisi permintaan tersebut, sehingga dalam volume produksi akan terjadi peningkatan kapasitas produksi demi menutupi excess demand, sehingga akan terjadi peningkatan penjualan yang mengakibatkan laba perusahaan akan bertambah. b.Cost push inflation Disebabkan karena terjadinya kenaikan dalam biaya produksi sehingga menyebabkan harga barang akan naik, maka jumlah permintaan akan mengalami penurunan. Dengan demikian secara otomatis perusahaan akan mengurangi kapasitas produksinya sehingga menyebabkan turunnya volume penjualan yang menyebabkan turunnya pendapatan laba perusahaan dan pada akhirnya dapat menurunkan harga saham perusahaan tersebut dan sekaligus akan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham. Suku Bunga Suku Bunga merupakan instrumen yang sangat strategis dalam menentukan pertumbuhan perekonomian suatu negara karena suku bunga merupakan fungsi dari tabungan dan inevstasi. Semakin tinggi suku bunga maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung dan menarik dananya dari investasi karena dengan menabung mereka akan mendapatkan keuntungan yang besar dengan resiko yang kecil dibandingkan dengan investasi. Perubahan suku bunga khusunya di Indonesia adalah kebijakan moneter pemerintah yaitu dengan cara penentuan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bila suku bunga SBI naik maka secara tidak langsung suku bunga deposito dan suku bunga kredit juga naik sehingga dapat menurunkan aktivitas pertumbuhan perekonomian dalam sektor riil. Kurs Valuta Asing Menurut Tajul (2006:161) mengungkapkan bahwa valuta asing adalah mata uang asing (foreign exchange) yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi keuangan dan ekonomi internasional berdasarkan kurs resmi yang ditetapkan oleh bank sentral suatu negara. Dari pengertian valuta asing tesebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa valuta asing tersebut adalah mata uang asing atau alat pembayaran yang dipergunakan untuk membayar transaksi ekonomi antar negara. Menurut Kuncoro (2001:29-30) ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam kurs valuta asing, yaitu : 1919 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 a. Devaluasi Devaluasi adalah turunnya nilai mata uang suatu negara yang menggunakan sistem tertambat (pegged) atau sistem kurs tetap terhadap nilai mata uang negara lain. b.Depresi Depresi adalah turunnya mata uang suatu negara yang menggunakan sistem kurs mengambang terhadap nilai mata uang negara lain. c. Soft Currency Soft Currency adalah apabila nilai mata uang suatu negara yang mengalami devaluasi atau depresi terhadap nilai mata uang negara lain sehingga tidak laku atau jarang sekali digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung dalam perdagangan internasional. Dalam mata uang ini terdiri dari mata uang negara-negara yang sedang berkembang yang sifatnya sensitif terhadap gejolak politik, perubahan kebijakan ekonomi dan moneter terhadap pemerintah yang bersangkutan serta perubahan –perubahan kondisi sosial ekonomi internasional. d.Hard Currency Hard Currency adalah nilai mata uang yang diharapkan mengalami revaluasi atau apresiasi relatif terhadap sebagian besar mata uang dunia, mata uang ini diterima sebagai alat pembayaran perdagangan internasional karena relatif stabil. Kerangka Pemikiran Saham merupakan salah satu instrumen investasi keuangan yang diperdagangkan di Pasar Modal atau Bursa Efek. Salah satu yang mempengarui harga saham tersebut adalah kurs dollar. Melemah atau menguatnya kurs dollar tersebut akan sangat berpengarujh terhadap harga saham di Indonesia. Karena dengan melemahnya rupiah terhadap dollar yang akan dapat meningkatkan biaya impor bahan baku dan peralatan yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, untuk menutupi biaya tersebut terpaksa memakai dana yang lain, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi laba perusahaan, dan akhirnya dapat menurunkan harga saham perusahaan tersebut. Naik atau turunnya suku bunga akan berpengaruh terhadap harga saham, karena dengan naiknya suku bunga, maka para pemodal akan tertarik untuk menginvestasikan modalnya dalam bentuk tabungan atau deposito, sebab keuntungan yang akan diperoleh lebih besar dan mempunyai resiko yang lebih kecil dari investasi di saham. Tingkat inflasi yang tinggi memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi dari pengingkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan menurun menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif sehingga berdampak pada penurunan harga saham di pasar modal. Naik turunnya harga saham yang dipengaruhi oleh Inflasi, Suku Bunga dan Kurs Dollar akan dapat mempengaruhi Indeks Harga Saham, karena angka tersebut berasal dari gabungan jumlah harga saham. 2020 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Maka pada gambar 1 di bawah ini didapatkan suatu gambaran kerangka pemikiran sebagai berikut : Inflasi Indeks Harga Saham Gabungan Suku Bunga Kurs dollar Gambar 1 Paradigma Penelitian Hipotesis Untuk memperoleh hipotesis, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan metode uji statistik. Pengujian hipotesis yang dilakukan adalah pengujian hipotesisi null (H0) yang menyatakan tidak terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, dan hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan sebaliknya. 1) H0 = 0, dimana tidak ada pengaruh secara signifikan antara Inflasi, Suku Bunga dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baik secara parsial maupun simultan. 2) Ha ≠ 0, dimana ada pengaruh secara signifikan antara Inflasi, Suku Bunga dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baik secara parsial maupun simultan. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, data yang digunakan berasal dari berbagai sumber. Untuk data yang berhubungan dengan nilai kurs dollar dan suku bunga diambil dari Biro Pusat Statistik, sedangkan data yang berhubungan dengan IHK diambil dari publikasi Bank Indonesia. Data yang berhubungan dengan IHSG diambil dari data Jakarta Stock Exchange (JSX) Monthly Statistic yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel bebas dan satu variabel terikat, yaitu : a) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dinyatakan sebagai variabel dependen (Y). b) Inflasi dinyatakan sebagai variabel independen (X), dinyatakan sebagai X1. c) Suku Bunga SBI dinyatakan sebagai variabel independen (X), dinyatakan sebagai X2. d) Kurs Dollar dinyatakan sebagai variabel independen (X), dinyatakan sebagai X3. Populasi dalam penelitian ini adalah 6 (enam) perusahaan pertambangan yang ada di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan tersebut adalah sebagai berikut : 2121 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia a) b) c) d) e) f) VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 PT Aneka Tambang PT Bumi Resources PT Citatah Tbk PT Internasional Nickel Indonesia Tbk PT Medco Energi Internasional Tbk PT Timah Tbk Dalam penelitian ini, semula ada 10 (sepuluh) populasi yang dijadikan sampel, tetapi setelah dilakukan penelitian dan pengambilan data, ada 4 perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan perusahaannya. Perusahaan-perusahaan tersebut yaitu: PT Central Korporindo Internasional, PT Apexindo Pratama Duta, PT Bukit Asam Tbk, PT Energi Megah Persada, dengan demikian hanya 6 perusahaan saja yang dijadikan populasi dalam penelitian ini. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data diperoleh dari kantor, buku (kepustakaan) yang memberikan data yang erat kaitannya dengan objek dan tujuan penelitian (Moh. Pabundu Tika, 2006:64). Adapun data sekunder selama periode penelitian mulai dari tahun 2003 – 2008 bersumber dari beberapa tempat. Sumber-sumber yang dimaksud adalah sebagai berikut : (1) Data inflasi diambil dari data bulanan periode 2005 ‐ 2009 yang terdapat pada indikator ekonomi dari BPS. (2) Data mengenai tingkat suku bunga SBI jangka waktu 1 bulan periode 2005‐2009 diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia. (3) Data kurs valuta asing yang diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia tahun 2005‐2009 . (4) Data yang dipublikasikan divisi riset pengembangan BEI yaitu monthly statistic dan Indonesian Capital Market Directory. Data ini diperoleh dari Pojok Bursa Efek Indoensia Universitas Muhammadiyah Palembang dan Pusat Informasi Pasar Modal Palembang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi yang berhubungan dengan indikator-indikator yang digunakan. Teknik dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu lalu (Nan Lin, 2002:116). Dengan menggunakan teknik pengumpulan data dokumen penulis mendapatkan data Indeks Harga Saham Gabungan, Inflasi, Suku Bunga, dan Kurs dollar. Dalam penelitian ini data yang dipakai dibagi dalam tiga variabel independen yaitu Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar, dan satu variabel dependen yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Asumsi dasar klasik adalah bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen bersifat linear, serta tidak terjadi autokorelasi, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan stabilitas model atau chow test di antara variabel independent dalam regresi tersebut (Husein Umar, 2003 : 186). Oleh karenanya diperlukan pengujian dan pembersihan terhadap pelanggaran asumsi dasar, jika memang terjadi. 2222 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Uji Gejala Autokorelasi Salah satu asumsi regresi linier adalah tidak terdapatnya autokorelasi (Husein, 2003:188). Autokorelasi ialah korelasi antara sesama urutan pengamatan dari waktu ke waktu. Ada beberapa alasan mengapa autokorelasi terjadi, yaitu : (a) Inertia, yaitu adanya momentum yang masuk ke dalam variabel-variabel X yang terus menerus sehingga sesuatu akan terjadi dan mempengaruhi nilai-nilai variabel X-nya. (b) Terjadi penyimpangan spesifikasi karena adanya variabel X lain yang tidak dimasukkan pada model. - Bentuk fungsi yang salah. - Adanya lags (tenggang waktu). - Manipulasi data yang mengakibatkan data tidak akurat. Untuk memeriksa adanya autokorelasi, biasanya digunakan uji Durbin-Watson dengan hipotesis seperti dibawah ini : HO : p = 0 HI : p ≠ 0 Untuk mempermudah peneliti dalam menguji autokorelasi ini, peneliti menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Uji Gejala Multikolinearitas Seperti halnya pada uji autokorelasi, pada uji multi kolinearitas ini juga peneliti menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Koefisien korelasi antar variabel independen haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi problem multikolinearitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multi kolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut : (a) Nilai R2 dan Fhitung tinggi tetapi secara individual (thitung) variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat. (b) Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. (c) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya serta Variance Inflation Factor (VIF). Model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF berkisar pada angka 1 hingga 8 dan mempunyai angka tolerance, yaitu mendekati 1. Jika terjadi gejala multikolinearitas, bisa dilakukan tindakan perbaikan antara lain : 1) Menghilangkan sebuah atau beberapa variabl X dan 2) Menambah data baru. Multikolinearitas merupakan gejala yang terjadi pada sampel dan mungkin saja untuk sampel lain dengan variabelvariabel yang sama gejala multikolinearitas sangat kecil dengan mengubah sampel, masalah ini mungkin dapat diatasi. 2323 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Uji Gejala Heteroskedastisitas Tujuannya adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas. Jika varians berbeda disebut heterokedastisitas. Sementara itu, untuk mempermudah peneliti dalam melakukan uji heterokedastisitas, peneliti juga menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas, antara lain (Rodoni, 2005:88) : (a) Melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (YprediksiYsesungguhnya). (b) Dasar Analisis : - Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. - Jika tidak ada pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Analisis Statistik 1) Regresi Berganda Regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh beberapa variabel independen (X) yaitu Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2), Kurs Dollar (X3). Seperti juga pada uji-uji sebelumnya, pada uji hipotesis ini, peneliti juga menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows. 2) Uji Hipotesis Uji hipotesis digunakan untuk menguji pengaruh beberapa variabel independen (X) yaitu Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2), Kurs Dollar (X3). Seperti juga pada uji-uji sebelumnya, pada uji hipotesis ini, peneliti juga menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows. Uji F (Uji Bersama-sama) Uji F digunakan untuk menguji variabel bebas (Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar) secara bersama-sama (serentak) terhadap variabel terikat yaitu Indeks Harga Saham Gabungan. H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2424 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Kriteria Penelitian : (1) Jika Fhitung ≥ Ftabel, atau Sig F ≤ α (0,05), berarti ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka H0 ditolak dan Ha diterima. (2) Jika Fhitung < Ftabel, atau Sig F > α (0,05), berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka H0 diterima dan Ha ditolak. Untuk mempermudah peneliti dalam perhitungan dan sekaligus agar mendapatkan hasil yang akurat untuk pengujian hipotesis secara serentak ini, peneliti juga menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows. Uji t Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabelnya (Sugiyono, 2005 : 292). H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kriteria Penelitian : (1) Jika thitung ≥ ttabel, atau Sig t ≤ α (0,05), berarti ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka H0 ditolak dan Ha diterima. (2) Jika thitung < ttabel, atau Sig t > α (0,05), berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar secara parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), maka H0 diterima dan Ha ditolak. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah rata-rata Inflasi dan Suku Bunga SBI dari 6 perusahaan-perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, sebagai berikut : 2525 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Tabel 1. Rata-rata Inflasi Perusahaan Pertambangan Di Bursa Efek Indonesia RATA-RATA RATA-RATA TAHUN INFLASI SUKU BUNGA SBI 2005 197,21 11,23 2006 182,98 31,45 2007 201,33 52,11 2008 232,77 33,09 2009 123,11 23,24 Sumber : Hasil olahan data, 2011 Jika dilihat dari rata-rata Inflasi perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), terlihat bahwa terjadi fluktuasi yang cukup tinggi terutama dari tahun 2008 ke tahun 2009, dari 232,77 turun menjadi 123,11. Sedangkan jika dilihat dari rata-rata Suku bunga SBI perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), terlihat bahwa terjadi fluktuasi yang cukup tinggi terutama dari tahun 2008 ke tahun 2009, dari 33,09 turun menjadi 23,24. Rata-rata Kurs Dollar dan IHSG Perusahaan Pertambangan Berikut ini adalah rata-rata Kurs Dollar dan IHSG dari 6 perusahaan-perusahaan pertambangan yang di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, sebagai berikut : Tabel 2. Rata-rata Kurs Dollar dan IHSG Perusahaan Pertambangan Di Bursa Efek Indonesia RATA-RATA KURS TAHUN RATA-RATA IHSG DOLLAR 2005 61,55 61,55 2006 31,36 31,36 2007 45,81 45,81 2008 22,19 22,19 2009 18,51 18,51 Sumber : Hasil olahan data, 2011 Jika dilihat dari rata-ratanya, Kurs Dollar juga mengalami fluktuasi misalnya pada tahun 2005 sebesar 61,55 turun menjadi 31,36 pada tahun 2006, kemudian tahun 2007 sebesar 45,81 turun menjadi 22,19 pada tahun 2008, dan turun lagi menjadi 18,51 pada tahun 2009. Sedangkan Jika dilihat dari rata-rata Indeks Harga Saham Gabungan, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 terlihat selalu mengalami peningkatan. 2626 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Analisis Regresi Berganda Regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh beberapa variabel independen (X) yaitu Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2), Kurs Dollar (X3). pada uji hipotesis ini, peneliti juga menggunakan bantuan SPSS 16.0 for windows. Tabel 3. Regresi Berganda Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model T B (Constant) Inf SBI Kd 19,835 0,247 0,307 0,201 Std. Error 17,571 0,229 0,266 0,200 Sig Beta 0,322 0,424 0,489 0,602 9,035 8,867 5,108 7,439 0,000 0,000 0,000 0,000 Collinearity Statistics Tolerance VIF 0,934 0,939 0,850 1,071 1,065 1,176 DurbinWatson 1,629 R = 0,885 ; Std. Error of the Estimate = 0,657 Adjusted R Square = 0,767 ; (df = 4, Sig = 0,000) ; Count R Square (R2) = 0,783 ; F = 49,481 Sumber : Hasil Olahan data (SPSS), 2011 Berdasarkan persamaan regresi tersebut menggambarkan bahwa nilai koefisien regresi Inflasi (X1), adalah sebesar 0,247, artinya jika ada peningkatan terhadap Inflasi (X1) sebesar 100%, maka akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 24,7%, sebaliknya jika ada penurunan terhadap Inflasi (X1) sebesar 100%, maka akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 24,7%. Nilai koefisien regresi Suku Bunga SBI (X2), adalah sebesar 0,307, artinya jika ada peningkatan terhadap Inflasi (X1) sebesar 100%, maka akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 30,7%, sebaliknya jika ada penurunan terhadap Suku Bunga SBI (X2) sebesar 100%, maka akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 30,7%. Nilai koefisien regresi Kurs Dollar (X3), adalah sebesar 0,201, artinya jika ada peningkatan terhadap Kurs Dollar (X3) sebesar 100%, maka akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 20,1%, sebaliknya jika ada penurunan terhadap Kurs Dollar (X3) sebesar 100%, maka akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 20,1%. Berdasarkan tabel 3 di atas, terlihat bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,783, angka tersebut menggambarkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (Y), dapat dijelaskan oleh Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) sebesar 0,783 (78,3%), sedangkan sisanya 21,7% (100%-78,3%), dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak masuk dalam variabel penelitian ini. Hasil estimasi dari Regresi Berganda menggambarkan bahwa penelitian ini dapat dijadikan model penelitian selanjutnya. Uji Gejala Autokorelasi Pengujian apakah suatu data mengandung autokorelasi dilihat dari besaran DW (Durbin Watson) yaitu suatu persamaan tidak mengandung autokorelasi jika hasil nilai Durbin Watson dari 2727 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Persamaan berkisar antara 1,55-2,46. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS for Windows Ver. 16.0 diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1,629. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak mengandung autokorelasi. Uji Gejala Multikolinearitas Pengujian multikolinearitas dilakukan agar variabel-variabel dalam penelitian yang dilakukan tidak terjadi korelasi. Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat besarnya nilai tolerance dan variance Inflation Factor (VIF), suatu data tidak mengandung multikolinearitas jika nilai VIF berada di sekitar 1 dan tolerance mendekati 1. Berdasarkan besaran tolerance dan VIF terlihat bahwa angka tolerance berkisar antara 0,850 hingga 0,934 atau mendekati angka 1. Demikian pula dengan besaran VIF antara 1,176 sampai dengan 1,071 atau berkisar pada angka 1, angka-angka tolerance dan VIF tersebut menujukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas antar variabel independen. Dengan demikian dapat disimpulkan berdasarkan angka koefisien korelasi, tolerance, dan VIF model regresi ini layak untuk dipakai dalam pengujian Uji Gejala Heteroskedastisitas Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scaterrplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah residual (Yprediksi – Ysesungguhnya) yang telah diprediksi. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau dengan kata lain terjadi homokedastisitas. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan SPSS for Windows 16.0 diperoleh Scatter plot sebagai berikut : 2828 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Scatterplot Dependent Variable: IHSGS E A 1 Value Regression Standardized Predicted 2 D B F 0 I C G J -1,0 H -1,5 -2,0 -1,5 -,5 ,5 1,5 2,0 Regression Standarized Predicted Value Gambar 1. Grafik Scatter Plot Berdasarkan gambar di Scatter Plot, dapat dilihat bahwa titik-titik yang ada pada gambar tersebut menyebar dan tidak membentuk suatu pola tertentu, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil pengujian asumsi dasar ternyata data yang dipergunakan dalam penelitian ini dinyatakan tidak mengandung multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Dengan telah selesainya pengujian asumsi dasar regresi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa data yang dipergunakan layak untuk dianalisis. Uji Korelasi Uji korelasi Berganda Berdasarkan tabel Regresi Berganda diatas, dapat dilihat bahwa nilai korelasi (R) antara Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 0.885. Jika nilai R-nya positif (+), maka korelasinya berbanding lurus, sedangkan jika nilai R-nya negatif (-), maka korelasinya berbanding terbalik. Sementara itu kriteria nilainya adalah sebagai berikut : 0,00 – 0,20= Korelasi Sangat lemah 0,21 – 0,40= Korelasi Lemah 0,41 – 0,60= Korelasi Sedang 0,61 – 0,80= Korelasi Kuat 0,81 – 1,00= Korelasi Sangat Kuat Berdasarkan penelitian ini, nilai korelasi (R) berada pada range 0,81 – 1,00. Hal tersebut berarti bahwa korelasi antara Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sangat kuat dan berbanding lurus. Makasudnya jika ada peningkatan terhadap Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3), maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Begitu juga sebaliknya, jika 2929 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 ada penurunan Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3), maka juga akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Uji Korelasi Parsial Tabel 4. ANOVA IHSG Inf SBI Kd Pearson IHSG 1,000 ,403 ,287 ,535 Correlations Inf ,403 1,000 ,269 ,262 ,287 ,269 1,000 ,-144 SBI Kd ,535 ,262 -1,44 1,000 Sig IHSG , ,000 ,018 ,000 (1-tailed) Inf ,000 , ,019 ,022 ,018 ,019 , ,137 SBI ,000 ,022 ,137 , Kd N IHSG 60 60 60 60 Inf 60 60 60 60 SBI 60 60 60 60 Kd 60 60 60 60 Berdasarkan hasil Correlations di atas, dapat dilihat bahwa nilai korelasi (R) antara Inflasi (X1) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 0,403, nilai korelasinya berada pada range 0,41 – 0,60, hal tersebut berarti bahwa korelasi antara Inflasi (X1) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sedang dan berbanding lurus. Maksudnya jika ada peningkatan terhadap Inflasi (X1), maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang, begitu juga sebaliknya, jika ada penurunan terhadap Inflasi (X1), maka juga akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang. Nilai signifikan (sig) variabel Inflasi (X1) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y), adalah sebesar 0,000, yang berarti Sig (0,000) ≤ α (0,05), hal tersebut menggambarkan bahwa korelasi antara Inflasi (X1) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah signifikan. Nilai korelasi (R) antara Suku Bunga SBI (X2) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 0,287, nilai korelasinya berada pada range 0,21 – 0,40, hal tersebut berarti bahwa korelasi antara Suku Bunga SBI (X2) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah lemah namun berbanding lurus. Maksudnya jika ada peningkatan terhadap Suku Bunga SBI (X2) maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara lemah, begitu juga sebaliknya, jika ada penurunan terhadap Suku Bunga SBI (X2), maka juga akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara lemah. Nilai signifikan (sig) variabel Suku Bunga SBI (X2) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y), adalah sebesar 0,018, yang berarti Sig (0,018) ≤ α (0,05), hal tersebut menggambarkan bahwa korelasi antara Suku Bunga SBI (X2) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah 3030 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 signifikan. Nilai korelasi (R) antara Kurs Dollar (X3) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 0,535, nilai korelasinya berada pada range 0,41 – 0,60, hal tersebut berarti bahwa korelasi antara Kurs Dollar (X3) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sedang dan berbanding lurus. Maksudnya jika ada peningkatan terhadap Kurs Dollar (X3) maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang, begitu juga sebaliknya, jika ada penurunan terhadap Kurs Dollar (X3), maka juga akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang. Nilai signifikan (sig) variabel Kurs Dollar (X3) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y), adalah sebesar 0,000, yang berarti Sig (0,000) ≤ α (0,05), hal tersebut menggambarkan bahwa korelasi antara Kurs Dollar (X3) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah signifikan. Uji F (Uji Bersama-sama) Berdasarkan tabel Regresi Bergada diatas, dapat dilihat bahwa nilai Fhitung untuk variabel Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah 49,481. Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Pada penelitian ini Fhitung (49,481) ≥ Ftabel (2,40), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Uji t (Parsial) Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) Berdasarkan tabel Coefficients di atas, dapat dilihat bahwa nilai thitung untuk variabel Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 8,867. Berdasarkan kriteria Penelitian, jika thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Pada penelitian ini, thitung (8,867) ≥ ttabel (2,021), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Suku Bunga SBI (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) Berdasarkan tabel Coefficients di atas, dapat dilihat bahwa nilai thitung untuk variabel Suku Bunga SBI (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 5,108. Berdasarkan kriteria Penelitian, jika thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Pada penelitian ini, thitung (5,108) ≥ ttabel (2,021), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Suku Bunga SBI (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. 3131 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) Berdasarkan tabel Coefficients di atas, dapat dilihat bahwa nilai thitung untuk variabel Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 7,439. Berdasarkan kriteria Penelitian, jika thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sedangkan jika thitung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Pada penelitian ini, thitung (7,439) ≥ ttabel (2,021), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Pengaruh Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for Windows ver 16.0, didapatkan hasil koefisien regresi Inflasi (X1), adalah sebesar 0,247, artinya jika ada peningkatan terhadap Inflasi (X1) sebesar 100%, maka akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 24,7%, sebaliknya jika ada penurunan terhadap Inflasi (X1) sebesar 100%, maka akan menurunkan Indeks Harga Saham gabungan (Y) sebesar 24,7%. Nilai Koefisien regresi Suku Bunga SBI (X2) adalah sebesar 0,307, artinya jika ada peningkatan terhadap Suku Bunga SBI (X2) sebesar 100%, maka akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 30,7%, sebaliknya jika ada penurunan terhadap Suku Bunga SBI (X2) sebesar 100%, maka akan menurunkan Indeks Harga Saham gabungan (Y) sebesar 30,7%. Nilai Koefisien regresi Kurs Dollar (X3) adalah sebesar 0,201, artinya jika ada peningkatan terhadap Kurs Dollar (X3) sebesar 100%, maka akan meningkatkan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 20,1%, sebaliknya jika ada penurunan terhadap Suku Bunga SBI (X3) sebesar 100%, maka akan menurunkan Indeks Harga Saham gabungan (Y) sebesar 20,1%. Nilai korelasi (R) 0,885, berarti berada pada range 0,81-1,00. Hal tersebut berarti bahwa Korelasi antara Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sangat kuat dan berbanding lurus. Maksudnya jika ada peningkatan terhadap Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Begitu juga sebaliknya, jika ada penurunan Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) maka akan diikuti juga dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Nilai Fhitung (49,481) ≥ Ftabel (2,40), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai R Square (R2) sebesar 0,783, angka tersebut menggambarkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (Y), dapat dijelaskan oleh Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) sebesar 0,783 (78,3%), sedangkan sisanya 21,7% (100%-78,3%), dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak masuk dalam variabel penelitian ini. Hal ini menggambarkan bahwa penelitian ini dapat dijadikan model pada penelitian selanjutnya. 3232 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Berdasarkan hasil penjabaran tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan untuk perusahaan-perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), dipengaruhi oleh faktor-faktor kinerja keuangan Perusahaan-perusahaan Pertambangan tersebut. Hasil ini dapat dilihat dari hasil uji f, dimana ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi (X1), Suku Bunga SBI (X2) dan Kurs Dollar (X3) secara bersama-sama terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan perhitungan regresi linier berganda, dapat dilihat bahwa hasil koefisien berganda untuk masing-masing variabel bebas rata-rata menunjukkan pengaruh yang kecil, misalnya koefisien regresi Inflasi (X1), hanya sebesar 0,247 (24,7%), koefisien regresi Suku Bunga SBI (X2) hanya sebesar 0,307 (30,7%), dan koefisien regresi Kurs Dollar (X3) hanya sebesar 0,201 (20,1%). Walaupun faktor-faktor makro dalam perusahaan-perusahaan Pertambangan ini memberikan kontribusi yang kecil dalam pergerakan harga saham, namun saran peneliti kepada para Investor, tetap memperhatikan faktor-faktor kinerja keuangan. Seperti dimaklumi, dalam melakukan investasi, pada umumnya Investor tidak hanya melihat dari sisi makro saja tetapi juga melihat kinerja keuangan lainnya seperti Earning Per Share, Price Earning Ratio, dan faktor-faktor lainnya seperti kondisi politik. Jika kondisi politik membaik, maka umumnya perdagangan saham juga membaik, yang pada akhirnya mengakibatkan harga saham juga akan meningkat. Pengaruh Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) Nilai thitung Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), yaitu thitung (8,867) ≥ ttabel (2,021), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai Korelasi (R) antara Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 0,403, nilai korelasinya berada pada range 0,41-0,60. Hal tersebut berarti bahwa korelasi antara Inflasi (X1) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sedang dan berbanding lurus. Maksudnya jika ada peningkatan terhadap Inflasi (X1), maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang, begitu juga sebaliknya, jika ada penurunan terhadap Inflasi (X1) maka juga akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang. Hal ini menggambarkan bahwa Inflasi (X1) memiliki hubungan yang sedang dan sekaligus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Menurut peneliti, dalam melakukan investasi, Investor harus memperhatikan Inflasi (X1), karena ini mencerminkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dari setiap lembar saham yang dijual oleh perusahaan-perusahaan pertambangan kepada para investor. Pengaruh Suku Bunga SBI (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan(Y) Nilai thitung Suku Bunga SBI (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), yaitu thitung (5,108) ≥ ttabel (2,021), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Suku Bunga SBI (X2) 3333 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai Korelasi (R) antara Suku Bunga SBI (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 0,287, nilai korelasinya berada pada range 0,21-0,40. Hal tersebut berarti bahwa korelasi antara Suku Bunga SBI (X2) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah lemah namun berbanding lurus. Maksudnya jika ada peningkatan terhadap Suku Bunga SBI (X2), maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara lemah, begitu juga sebaliknya, jika ada penurunan terhadap Suku Bunga SBI (X2) maka juga akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara lemah. Hal ini menggambarkan bahwa Suku Bunga SBI (X2) memiliki hubungan yang lemah namun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Menurut peneliti, dalam melakukan investasi, Investor harus memperhatikan Suku Bunga SBI (X2), karena kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) untuk memenuhi kewajiban.utang kepada bank sehingga dapat menurunkan laba perusahaan dan akhirnya harga saham pun turun. Kenaikan Tingkat Suku Bunga ini juga berpotensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Sedangkan sebaliknya, jika tingkat suku bunga turun, maka beban perusahaan pun menurun sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan yang akhirnya dapat meningkatkan jumlah dividen kepada investor, kemudian harga saham perusahaan pun meningkat. Pengaruh Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Nilai thitung Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), yaitu thitung (7,439) ≥ ttabel (2,021), berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Suku Bunga SBI (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai Korelasi (R) antara Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sebesar 0,535, nilai korelasinya berada pada range 0,41-0,60. Hal tersebut berarti bahwa korelasi antara Kurs Dollar (X3) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y) adalah sedang namun berbanding lurus. Maksudnya jika ada peningkatan terhadap Kurs Dollar (X3), maka akan diikuti juga dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang, begitu juga sebaliknya, jika ada penurunan terhadap Kurs Dollar (X3) maka juga akan diikuti dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (Y) secara sedang. Hal ini menggambarkan bahwa Kurs Dollar (X3) memiliki hubungan yang sedang namun memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Y). Menurut peneliti, dalam melakukan investasi, Investor harus memperhatikan Kurs Dollar (X3), karena secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa 3434 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal. PENUTUP Berdasarkan dari pembahasan hasil penelitian mengenai pengaruh Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, maka hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar perusahaan pertambangan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Keeratan hubungan variabel Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar Perusahaan Pertambangan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan tercatat sebesar 78,3%, dengan demikian 21,7% ditentukan oleh faktor/variabel lain yang tidak tercakup dalam penelitian.Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t, menunjukkan bahwa Inflasi, Suku Bunga SBI dan Kurs Dollar perusahaan-perusahaan pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. DAFTAR PUSTAKA Agnes Sawir. 2005. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ahmad Rodoni. 2005. Analisis Teknikal dan Fundamental pada Pasar Modal, CSES Pres, Jakarta. Fakhruddin dan Sopian Hadianto. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi di Pasar Modal. Buku satu. Elex Media Komputindo. Jakarta. Haryanto. Riyatno. 2007. Pengaruh Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Nilai Kurs terhadap Resiko Sistematik Saham Perusahaan di BEJ. Jurnal Keuangan dan Bisnis. Vol. 5, No.1 Maret 2007. Herlambang. T. Sugiarto. 2002. Ekonomi Makro (Teori, Analisis, dan Kebijakan), PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Husein Umar. 2003. Metode Riset Bisnis, Cetakan kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lin. Nan. 2002. Social Capital. A Theory Of Social Structure And Action, Cambridge, Cambridge University Press. 3535 JURNAL Ekonomi dan Bisnis (JENIUS) Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, SBI dan Kurs Dollar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia VOL. 5 NO. 1 JANUARI 2015 Moh. Prabundu Tika. 2006. Metodologi Riset Bisnis, Bumi Aksara, Jakarta. Mudrajad Kuncoro. 2001, Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi), UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Mulyono. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika Edsi Pertama. Yogyakarta. Nugroho. Heru. 2008. Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang Beredar terhadap Indeks LQ45 (Studi Kasus pada BEI Periode 2002-2007). Thesis Program Studi Magister Manajemen. Semarang: Universitas Diponegoro. Rahman, Abdul. 2006, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Pradnya Paramita, Cetakan Ketiga, Yogyakarta Suad Husnan. 2003. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan. (Keputusan Jangka Pendek), Edisi keempat, BPFE, Yogyakarta. Tajul Khalwaty. 2000. Inflasi dan Solusinya, cetakan pertama. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 3636