11 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Tinjauan Teori II

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian dan Tinjauan Teori
II.1.1 Laporan Keuangan
Laporan Keuangan merupakan suatu informasi keuangan dari sebuah entitas pada
suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja
perusahaan tersebut. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no.
1 (Revisi 2009) tujuan dari penyusunan laporan keuangan adalah “memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang
bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan”.
Menurut Hery (2011 : 9) laporan keuangan adalah hasil akhir dari serangkaian
proses pencatatan dan pengikhtisaran data dalam transaksi bisnis. Laporan keuangan
menunjukan pertanggungjawaban dari pihak manajemen atas penggunaan sumber daya
yang digunakan, serta sebagai alat informasi yang menghubungkan perusahaan dengan
pihak-pihak yang berkepentingan, untuk menunjukkan kondisi kesehatan keuangan
perusahaan dan kinerja perusahaan.
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya untuk
mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan
suatu perusahaan, analisis ini mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan, dan
kekuatan di bidang finansial yang sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen
masa lalu dan prospeknya di masa depan. Laporan keuangan yang disusun secara baik
dan akurat sesuai dengan standar yang berlaku umum, dapat memberikan gambaran
akan keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu
11
perusahaan selama kurun waktu tertentu. Terlebih informasi mengenai kinerja keuangan
suatu perusahaan sangat bermanfaat untuk berbagai pihak seperti investor, kreditor,
pemerintah, bankers, dan pihak lain yang berkepentingan.
Analisis laporan keuangan merupakan bagian dari analisis bisnis dan sangat
penting bagi para manajer, analisis kreditor, dan analisis sekuritas. Menurut
Subramanyan dan Wild (2009 : 3) analisis adalah “the evaluation of a company’s
prospect and risks for the purpose of making business decisions”. Analisis laporan
keuangan adalah penggunaan laporan keuangan untuk menganalisis posisi keuangan dan
kinerja suatu perusahaan. Analisis laporan keuangan terdiri dari tiga area yaitu
profitabilitas analysis, risk analysis, dan analysis of sources and uses of funds. Definisi
atas ketiga area analisis laporan keuangan menurut Subramanyan dan Wild (2009 : 13)
yaitu: Analisis profitabilitas adalah mengidentifikasi dan mengukur dampak berbagai
driver profitabilitas terhadap pengembalian atas investasi perusahaan, analisis risiko
adalah menilai solvabilitas dan likuiditas perusahaan bersama dengan produktif
variabilitas tersebut terhadap kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmen
mereka, analisis arus kas adalah untuk mengetahui bagaimana perusahaan menggunakan
dan mengelola dana dan dampak pada implikasi atas pembiayaan masa depan mereka.
Analisis terhadap laporan keuangan menurut Subramanyan dan Wild (2009 : 10)
adalah penting. Pertama, bagi seorang manajer, analisa terhadap laporan keuangan dapat
menyediakan petunjuk bagi manajer untuk melakukan perubahan terhadap perubahan
strategi dalam kegiatan operasi, investasi, maupun pendanaan pada perusahaan mereka.
Manajer juga menganalisa bisnis dan laporan keuangan perusahaan pesaing untuk
mengevaluasi profitabilitas dan risiko. Analisis ini membuat suatu perbandingan antar
12
perusahaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang kompetitif serta peluang
dan ancaman, kemudian membuat suatu benchmark atas suatu kinerja.
Kedua, saat merger, akuisisi, dan divestitures. Analisis bisnis dilakukan ketika
sebuah perusahaan merestrukturisasi kegiatan operasinya melalui merger, akuisisi,
divestitures, ataupun spin-off. Para banker investasi mengidentifikasi target potensial dan
menentukan nilai dari perusahaan tersebut. Security analyst menentukan seberapa besar
nilai tambah yang dihasilkan melalui merger bagi kedua belah pihak.
Ketiga, untuk manajemen keuangan. Manajer mengevaluasi dampak keputusan
keuangan dan kebijakan dividen atas nilai suatu perusahaan. Analisis ini membantu
menilai dampak keputusan pendanaan untuk profitability dan risiko di masa depan.
Keempat, bagi seorang direktur. Sebagai perwakilan yang dipilih oleh para
pemegang saham, direktur bertanggungjawab untuk melindungi kepentingan pemegang
saham dengan melakukan pengawasan terhadap aktivitas perusahaan. Analisis bisnis dan
analisis laporan keuangan membantu direktur dalam memenuhi tanggungjawabnya.
Kelima, bagi regulator. Pihak pajak menggunakan analisa laporan keuangan untuk
mengaudit pajak yang dilaporkan. Analisis ini juga berguna untuk menilai tingkat
kewajaran atas jumlah yang dilaporkan.
Keenam, untuk serikat pekerja. Teknik analisa keuangan berguna bagi serikat
pekerja untuk melakukan negosiasi. Analisis demikian membantu serikat pekerja untuk
melakukan penaksiran mengenai batas jumlah gaji yang dibayarkan oleh perusahaan.
Ketujuh, bagi pelanggan. Teknik analisis digunakan untuk menentukan
keuntungan dari pemasok bersamaan dengan estimasi keuntungan pemasok dari
transaksi mereka.
13
Namun menurut Brigham dan Ehrhardt (2008 : 123) tujuan dari analisa laporan
keuangan adalah: “The financial analyst is a matter of predicting the future, it is useful
for management to anticipate future conditions as well as a starting point for planning
the company's performance in the future.”
Analisis bisnis dan analisis laporan keuangan juga berguna bagi para investor dan
calon investor dalam memutuskan keputusan investasi mereka. Hasil analisis ini
digunakan untuk menentukan apakah investor tetap menanamkan uang mereka pada
perusahaan tersebut atau mengalihkannya ke perusahaan lain.
II.1.2 PengertianFinancial Distress
Financial distress (kesulitan keuangan) adalah awal terjadinya kebangkrutan pada
perusahaan, kesulitan likuiditas yang sangat parah membuat perusahaan tidak mampu
menjalankan operasi dengan baik. Kebangkrutan biasanya diartikan dengan kegagalan
perusahan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba dan
kegagalan dalam membayar kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau
penutupan perusahaan atau insolvabilitas.
Kebangkrutan dari suatu perusahaan dapat diukur dengan laporan keuangan yang
diterbitkan oleh perusahaan tersebut, laporan keuangan perusahaan merupakan satu
sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan perusahaan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan
yang tepat. Data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam
pengambilan keputusan ekonomis. Model financial distress perlu untuk dikembangkan,
karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan
dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada
kebangkrutan.
14
Menurut Ross, et all. (2009 : 853) Financial distress adalah “a situation where a
firm’s operating cash flows are not sufficient to satisfy current obligations (such as
trade credit or interest expenses) and the firm is forced to take corrective actions”. Ada
beberapa definisi kesulitan keuangan sesuai tipenya, yaitu economic failure, business
failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy.
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan
perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capital perusahaan
tersebut. Bisnis dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur bersedia memberikan
modal dan pemiliknya bersedia menerima tingkat pengembalian (rate of return) di
bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti,
perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi.
Business failure atau kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang
menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur. Suatu unit bisnis yang
tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur.
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika tidak dapat
memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang
secara teknis menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara jika diberi
waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan dapat bertahan. Di sisi lain,
jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin perhentian
pertama menuju bencana keuangan (financial disaster).
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvent in bankruptcy jika nilai
buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius daripada technical
insolvency karena umumnya ini adalah tanda economic failure, bahkan mengarah kepada
15
likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu
terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum.
Legal bankruptcy didefinisikan sebagai suatu perusahaan dikatakan bangkrut
secara hukum jika telah diajukan tuntutan dari pihak yang merasa dirugikan secara resmi
dengan undang-undang. Apabila keputusan pengadilan telah dikeluarkan maka akan
dilanjutkan dengan proses likuidasi perusahaan.
Menurut Block, et all. (2009) kriteria dari financial distress berupa kondisi entitas
yang secara teknis tidak dapat membayar hutang yang dimiliki meskipun memiliki
kekayaan bersih positif, secara sederhana dapat dikatakan aset lancar tidak mencukupi
untuk membayar hutang lancar (jangka pendek). Kriteria kedua berupa nilai pasar yang
ditunjukan entitas, dimana nilai aset entitas lebih rendah daripada hutang yang dimiliki
sehingga berada pada posisi nilai kekayaan negatif, secara teknis entitas berada pada
kondisi bangkrut sehingga bisa dikatakan entitas mengalami kegagalan bisnis (business
failure).
Perusahaan yang mengalami keadaan financial distress memiliki penyebab yang
berbeda dari satu situasi ke situasi yang lain, penyebab suatu perusahaan mengalami
kesulitan keuangan disebabkan melalui faktor internal maupun eksternal. Faktor internal
meliputi kondisi keuangan maupun non keuangan. Faktor keuangan misalnya adalah
jumlah hutang yang terlalu besar, kebijakan dividen, dan sebagainya. Faktor nonkeuangan misalnya kesalahan dalam pemilihan lokasi dan pasar, dan sebagainya. Faktor
eksternal misalnya adalah bencana alam, persaingan yang hebat, berkurangnya
permintaan, perubahan minat pasar, perubahan budaya, dan sebagainya.
16
II.1.3 Metode Altman Z-Score
Pada tahun 1968, Edwar I. Altman melakukan penelitian yang berhasil menciptakan
suatu model yang dikenal dengan sebutan Altman Z-Score, model ini merupakan
gabungan dari beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan dalam memprediksi
financial distress suatu usaha, karena setiap financial distress yang serius akan
mengarahkan perusahaan menuju kebangkrutan. Potensi kebangkrutan yang tercemin
dalam nilai Z ini dapat berguna bagi investor maupun pihak manajemen perusahaan itu
sendiri.
Model analisis yang disebut dengan Z-Score ini memiliki teknik statistik yang
disebut multiple discriminant analysis (MDA) digunakan untuk memprediksi kepailitan
suatu perusahaan. Analisis diskriminan ini merupakan suatu teknis statistik yang
mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang dianggap memiliki pengaruh
yang penting dalam mempengaruhi suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam
sebuah model dengan maksud untuk memudahkan para pihak yang berkepentingan
dalam menarik kesimpulan dari suatu kejadian.
Analisis diskriminan ini kemudian menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan
klasifikasi dari suatu pengamatan dari beberapa pengelompokkan yang bersifat apriori
dan mendasar. Model ini pada dasarnya hendak mencari nilai “Z”, yaitu nilai yang
menunjukkan kondisi perusahaan, apakah sedang berada dalam kondisi sehat atau tidak,
serta menunjukkan kinerja perusahaan sekaligus merefleksikan prospek perusahaan di
masa yang akan datang. Menurut Gibson (2011 : 464) salah satu model Altman adalah
sebagai berikut:
Z = 0.012 X1 + 0.014 X2 + 0.033 X3 + 0.006 X4 + 0.010 X5
17
Penjelasan variabel :
Z
=
Z-Score Index
X1
=
Working Capital / Total Assets
X2
=
Retained Earning / Total Assets
X3
=
Earning Before Interest and Tax / Total Assets
X4
=
Market Value of equity / Book Value of Total Debt
X5
=
Sales / Total Assets
Berdasarkan persamaan Z-Score yang baru diperoleh nilai Z sebagai berikut, bila
nilai Z > 2.99 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi sehat (safe zone),
bila nilai 1.81 < Z ≤ 2.99 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi grey area
yang sudah terdapat signal atas potensi kebangkrutan, dan bila nilai Z ≤ 1.81 maka
dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan dan memiliki potensi
kebangkrutan yang tinggi.
Rasio pertama adalah
Working Capital/Total Assets.
Working
Capital
didefinisikan sebagai selisih antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini
adalah rasio likuiditas yang mengukur mengenai kemampuan suatu perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan,
maka indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat
likuiditas perusahaan adalah indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang yang
membengkak, dan beberapa indikator lainnya.
Rasio kedua adalah Retained Earnings/Total Assets. Rasio ini juga mengatur
akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap
rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk
memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang
18
masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio tersebut yang rendah,
kecuali apabila perusahaan tersebut memperoleh laba yang besar pada masa-masa awal.
Oleh karena itu, perusahaan yang masih relatif muda agak didiskriminasi dengan
analisis ini dan peluang untuk diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tergolong
berpotensi bangkrut lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang telah lama
beroperasi, ceteris paribus.
Rasio ketiga adalah Earnings Before Interest and Tax (EBIT)/Total Assets. Rasio
ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset yang dimiliki,
rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model ini. Keberadaan perusahaan
terutama didasarkan atas kemampuan aset yang dimiliki dalam menghasilkan laba, rasio
ini tepat untuk sebuah studi yang berkaitan dengan kegagalan perusahaan.
Rasio keempat adalah Market Value Equity/Book Value of Total Liabilities.
Modal diukur dengan kombinasi nilai pasar dari seluruh lembar saham baik saham biasa
maupun saham preferen dan kewajiban adalah seluruh kewajiban jangka pendek dan
jangkan panjang. Ukuran ini menunjukkan seberapa besar aset perusahaan dapat
mengalami penurunan (diukur dengan harga pasar ekuitas ditambah hutang) dalam nilai
sebelum kewajiban melebihi aset dan perusahaan menjadi insolvent.
Rasio terakhir adalah Sales/Total Asset. Capital-turnover ratio adalah sebuah
rasio standar yang menggambarkan kemampuan aset perusahaan dalam menghasilkan
penjualan. Ini adalah satu ukuran atas kemampuan manajemen dalam berhadapan
dengan kondisi yang kompetitif.
II.1.4 Analisis Rasio
Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat atau cara yang paling umum
digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan, serta untuk mengetahui kinerja
19
perusahaan. Rasio sendiri adalah suatu alat yang dapat menjelaskan hubungan antara
dua data finansial. Menurut Margaretha (2011 : 24) rasio adalah perbandingan antara
element-element serta pos-pos yang berada dalam laporan keuangan. Menurut
Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011 : 667) Analisis rasio adalah “express the
relationship among selected items of financial statement data”. Rasio mengungkapkan
hubungan matematis antara satu kuantitas dan lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam
istilah baik persentase, tingkat, atau proporsi sederhana.
Debt to Equity Ratio (DER), menurut Gibson (2011 : 263), rasio hutang terhadap
modal ini termasuk ke dalam solvency ratio, yaitu rasio yang berfungsi untuk mengukur
kemampuan sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, seperti
hutang jangka panjang. DER adalah rasio untuk melihat seberapa besar kemampuan
perusahaan melunasi hutangnya dengan modal yang mereka miliki. Dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi nilai DER yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin tinggi
risiko kebangkrutan perusahaan.
Berikut ini adalah rumus DER :
DER =
Total Liabilities
Total Equity
Menurut Gibson (2011 : 224), current ratio merupakan alat ukur bagi kemampuan
likuiditas atau termasuk rasio likuiditas yaitu kemampuan untuk membayar hutang yang
segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar. Semakin tinggi nilai dari suatu current ratio
berarti semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansial jangka pendek.
CR =
Current Assets
Current liabilities
20
II.1.5 Harga Saham
Harga saham adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung.
Harga saham di pasar dasarnya ditentukan oleh kekuatan pasar atau tergantung dari
permintaan dan penawaran pasar. Harga saham lebih sering dipakai dalam berbagai
penelitian pasar modal, karena harga saham yang paling dipentingkan oleh investor.
Analisa saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik suatu saham dan kemudian
membandingkannya dengan harga pasar saham tersebut pada saat ini (current market
price). Sedangkan nilai intrinsik menunjukkan nilai sekarang (present value) arus kas
yang diharapkan dari suatu saham.
Pedoman yang digunakan untuk menilai harga saham dapat dibedakan menjadi
tiga macam. Pertama, bila nilai intrinsik lebih besar dari harga pasar saat ini, maka
saham tersebut dinilai harganya terlalu rendah (undervalued), sehingga layak dibeli atau
ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki. Kedua, bila nilai intrinsik lebih kecil dari
harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai harganya terlalu tinggi (overvalued),
sehingga layak untuk dijual. Ketiga, bila nilai intrinsik sama dengan harga pasar saat ini,
maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan.
Harga saham mencerminkan nilai suatu perusahaan. Oleh karena itu setiap
perusahaan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan harga sahamnya. Harga
saham yang terlalu rendah sering diartikan sebagai kinerja perusahaan yang kurang
baik. Namun bila harga saham terlalu tinggi juga menimbulkan dampak yang kurang
baik. Harga saham yang terlalu tinggi akan mengurangi kemampuan investor untuk
membelinya, sehingga menyebabkan harga saham tersebut sulit untuk meningkat lagi.
Menurut Indrajit (2011 : 175), saham adalah tanda kepemilikan seseorang atau
badan dalam suatu perusahaan. Menurut Darsono, (2007), saham (stocks) itu sendiri
21
merupakan sebuah sertifikat kepemilikan atas perusahaan, dimana lama kepemilikan
tergantung pemegang saham, bisa jangka panjang maupun jangka pendek.
Saham yang diperdagangkan di BEI adalah saham yang telah mejalani sebuah
proses penawaran ke publik (Initial Public Offering), dimana beberapa pihak ikut
berpartisipasi sehingga terjadi penawaran saham tersebut kepada publik. Para investor
yang telah memiliki saham dalam suatu perusahaan dapat mengklaim atas aset
perusahaan tersebut, serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
(sumber :www.idx.co.id)
II.2 Penelitian Sebelumnya
Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Ailando Siregar, berjudul “Pengaruh Potensi Kebangkrutan Altman Terhadap
Pergerakan Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka di Bursa Efek
Indonesia”, sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI dari tahun 2001-2006. Variabel dalam penelitian ini adalah
metode Altman sebagai variabel independen dan harga saham sebagai variabel
dependen. Hasil dari penelitian ini adalah potensi kebangkrutan Altman
berpengaruh terhadap pergerakan harga saham.
2. Almas Hijriah, berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental Dan Risiko Sistematik
Terhadap Harga Saham Properti Di Bursa Efek Jakarta”, sampel yang digunakan
adalah perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 20022006. Variabel dalam penelitian ini adalah return on assets (ROA), return on
equity (ROE), debt to equity ratio (DER) , price earning ratio(PER), earning per
share (EPS), book value (BV), dan risiko sistematik sebagai variabel independen
dan harga saham sebagai variable dependen. Hasil dari penelitian ini adalah
22
ROA, DER, EPS, dan PER tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham,
sedangkan BV dan ROE memiliki pengaruh terhadap harga saham.
3. Mohd Ihsan, berjudul “Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turnover, Debt to
Equity Ratio, dan Return On Investment Terhadap Harga Saham Industri
Apparel di Bursa Efek Jakarta”, sampel yang digunakan adalah industri Apparel
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2005. Variabel dalam
penelitian ini adalah Current Ratio, Total Asset Turnover, Debt to Equity Ratio
(DER), dan Return on Investment (ROI) sebagai variabel independen dan harga
saham sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini adalah ROI secara
parsial mempunyai pengaruh paling dominan terhadap harga saham, sedangkan
hasil DER dan CR tidak mempengaruhi harga saham.
II.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahapan
pertama adalah mempelajari literatur yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu
kesulitan keuangan dengan metode Altman Z-Score, langkah selanjutnya adalah
mempelajari penelitian terdahulu yang terkait dengan topik penelitian yakni pengaruh
kesulitan keuangan terhadap harga saham.
Tahap berikutnya adalah mengumpulkan faktor fundamental lainnya sesuai
dengan saran dari penelitian sebelumnya. Faktor fundamental lainnya diidentifikasikan
dari penelitian lainnya. Kemudian, hipotesis dikembangkan mengenai setiap faktor yang
teridentifikasi terhadap pergerakan harga saham.
Data dikumpulkan setelah hipotesis dikembangkan. Data yang diperlukan diambil
dari situs BEI (www.idx.co.id), data yang dikumpulkan berupa harga saham (akan
dilakukan log), Z-Score, DER, dan CR. Setelah data yang diperlukan terkumpul serta
23
melewati proses purposive sampling, maka dilanjutkan dengan tahapan perhitungan
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Setelah itu, dilakukan
analisa terhadap hasil penelitian dan disusun kesimpulan dan saran berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan.
II.4 Hipotesis
Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digambarkan
dalam metode penelitian berikut ini:
Z-Score
DER
Harga Saham
CR
Gambar 2.1 Model Penelitian
Kondisi keuangan perusahaan akan berpengaruh pada minat investor untuk
menanamkan uangnya. Weston, et all. (1996 : 648) menyebutkan bahwa jumlah dividen
kas yang dibayarkan merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi harga
saham suatu perusahaan. Dalam kondisi perusahaan tengah mengalami kesulitan
keuangan akan mungkin apabila perusahaan juga mengurangi jumlah dividen yang akan
dibayarkan dan bahkan dalam kondisi yang lebih ekstrim perusahaan mungkin tidak
membayarkan dividennya kepada para investor. Jumlah dividen yang menurun ataupun
tidak dibayarkan dapat mempengaruhi minat investor berinvestasi. Turunnya minat
investasi mengakibatkan penurunan terhadap harga saham. Dengan alur seperti ini dapat
24
dilihat bahwa kondisi kesulitan keuangan pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan
investasi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah:
Ha1 : Kesulitan keuangan dengan metode Altman Z-Score suatu perusahaan memiliki
pengaruh terhadap harga saham.
Debt to Equity Ratio menunjukkan proposi hutang dengan jumlah ekuitas yang
dimiliki perusahaan. Penggunaan hutang sebagi salah satu alternatif untuk mendapatkan
pendanaan memang tidak dapat dihindari, namun juga perlu pertimbangan aspek biaya
hutang dan bunga yang harus ditanggung oleh perusahaan. Apabila total penerimaan
yang dihasilkan oleh perusahaan dari aktivitas yang didanai oleh hutang lebih besar
dibandingkan jumlah biaya hutang yang dikeluarkan, maka hal ini berarti perusahaan
mampu memaksimalkan penggunaan hutang dengan tepat. Namun apabila yang terjadi
adalah sebaliknya, maka dapat mengarahkan perusahaan pada kebangkrutan. Apabila
terjadi kebangkrutan, maka investorlah yang akan mengalamai kerugian. Berdasarkan
uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah:
Ha2 :Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh terhadap harga saham.
Current Ratio mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Rasio yang rendah menunjukkan
risiko likuiditas yang tinggi, sedangkan current ratio yang tinggi menunjukkan semakin
besarnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka
pendeknya. Sehingga perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang rendah akan
menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengoperasikan perusahaan dengan baik.
Perusahaan yang kondisi keuangannya baik tentu akan memberikan umpan kepada
investor dalam berinvestasi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk
adalah:
25
Ha3 :Current Ratio memiliki pengaruh terhadap harga saham.
Selain menguji ketiga variabel tersebut secara parsial, penelitian ini juga menguji
apakah ketiga variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap harga saham secara
simultan. Ketiga variabel di atas dihipotesiskan memiliki pengaruh terhadap pergerakan
harga saham apabila diuji secara parsial. Oleh karena itu, apabila diuji secara simultan,
maka disusun hipotesis:
Ha4 : Financial distress (Altman Z-Score), DER, dan CR secara simultan memiliki
pengaruh terhadap harga saham.
26
Download