BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian dan Tinjauan Teori II.1.1 Laporan Keuangan Laporan Keuangan merupakan suatu informasi keuangan dari sebuah entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 1 (Revisi 2009) tujuan dari penyusunan laporan keuangan adalah “memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan”. Menurut Hery (2011 : 9) laporan keuangan adalah hasil akhir dari serangkaian proses pencatatan dan pengikhtisaran data dalam transaksi bisnis. Laporan keuangan menunjukan pertanggungjawaban dari pihak manajemen atas penggunaan sumber daya yang digunakan, serta sebagai alat informasi yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, untuk menunjukkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dan kinerja perusahaan. Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan, analisis ini mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan, dan kekuatan di bidang finansial yang sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa depan. Laporan keuangan yang disusun secara baik dan akurat sesuai dengan standar yang berlaku umum, dapat memberikan gambaran akan keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu 11 perusahaan selama kurun waktu tertentu. Terlebih informasi mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat untuk berbagai pihak seperti investor, kreditor, pemerintah, bankers, dan pihak lain yang berkepentingan. Analisis laporan keuangan merupakan bagian dari analisis bisnis dan sangat penting bagi para manajer, analisis kreditor, dan analisis sekuritas. Menurut Subramanyan dan Wild (2009 : 3) analisis adalah “the evaluation of a company’s prospect and risks for the purpose of making business decisions”. Analisis laporan keuangan adalah penggunaan laporan keuangan untuk menganalisis posisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan. Analisis laporan keuangan terdiri dari tiga area yaitu profitabilitas analysis, risk analysis, dan analysis of sources and uses of funds. Definisi atas ketiga area analisis laporan keuangan menurut Subramanyan dan Wild (2009 : 13) yaitu: Analisis profitabilitas adalah mengidentifikasi dan mengukur dampak berbagai driver profitabilitas terhadap pengembalian atas investasi perusahaan, analisis risiko adalah menilai solvabilitas dan likuiditas perusahaan bersama dengan produktif variabilitas tersebut terhadap kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmen mereka, analisis arus kas adalah untuk mengetahui bagaimana perusahaan menggunakan dan mengelola dana dan dampak pada implikasi atas pembiayaan masa depan mereka. Analisis terhadap laporan keuangan menurut Subramanyan dan Wild (2009 : 10) adalah penting. Pertama, bagi seorang manajer, analisa terhadap laporan keuangan dapat menyediakan petunjuk bagi manajer untuk melakukan perubahan terhadap perubahan strategi dalam kegiatan operasi, investasi, maupun pendanaan pada perusahaan mereka. Manajer juga menganalisa bisnis dan laporan keuangan perusahaan pesaing untuk mengevaluasi profitabilitas dan risiko. Analisis ini membuat suatu perbandingan antar 12 perusahaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang kompetitif serta peluang dan ancaman, kemudian membuat suatu benchmark atas suatu kinerja. Kedua, saat merger, akuisisi, dan divestitures. Analisis bisnis dilakukan ketika sebuah perusahaan merestrukturisasi kegiatan operasinya melalui merger, akuisisi, divestitures, ataupun spin-off. Para banker investasi mengidentifikasi target potensial dan menentukan nilai dari perusahaan tersebut. Security analyst menentukan seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan melalui merger bagi kedua belah pihak. Ketiga, untuk manajemen keuangan. Manajer mengevaluasi dampak keputusan keuangan dan kebijakan dividen atas nilai suatu perusahaan. Analisis ini membantu menilai dampak keputusan pendanaan untuk profitability dan risiko di masa depan. Keempat, bagi seorang direktur. Sebagai perwakilan yang dipilih oleh para pemegang saham, direktur bertanggungjawab untuk melindungi kepentingan pemegang saham dengan melakukan pengawasan terhadap aktivitas perusahaan. Analisis bisnis dan analisis laporan keuangan membantu direktur dalam memenuhi tanggungjawabnya. Kelima, bagi regulator. Pihak pajak menggunakan analisa laporan keuangan untuk mengaudit pajak yang dilaporkan. Analisis ini juga berguna untuk menilai tingkat kewajaran atas jumlah yang dilaporkan. Keenam, untuk serikat pekerja. Teknik analisa keuangan berguna bagi serikat pekerja untuk melakukan negosiasi. Analisis demikian membantu serikat pekerja untuk melakukan penaksiran mengenai batas jumlah gaji yang dibayarkan oleh perusahaan. Ketujuh, bagi pelanggan. Teknik analisis digunakan untuk menentukan keuntungan dari pemasok bersamaan dengan estimasi keuntungan pemasok dari transaksi mereka. 13 Namun menurut Brigham dan Ehrhardt (2008 : 123) tujuan dari analisa laporan keuangan adalah: “The financial analyst is a matter of predicting the future, it is useful for management to anticipate future conditions as well as a starting point for planning the company's performance in the future.” Analisis bisnis dan analisis laporan keuangan juga berguna bagi para investor dan calon investor dalam memutuskan keputusan investasi mereka. Hasil analisis ini digunakan untuk menentukan apakah investor tetap menanamkan uang mereka pada perusahaan tersebut atau mengalihkannya ke perusahaan lain. II.1.2 PengertianFinancial Distress Financial distress (kesulitan keuangan) adalah awal terjadinya kebangkrutan pada perusahaan, kesulitan likuiditas yang sangat parah membuat perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Kebangkrutan biasanya diartikan dengan kegagalan perusahan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Kebangkrutan dari suatu perusahaan dapat diukur dengan laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut, laporan keuangan perusahaan merupakan satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan. 14 Menurut Ross, et all. (2009 : 853) Financial distress adalah “a situation where a firm’s operating cash flows are not sufficient to satisfy current obligations (such as trade credit or interest expenses) and the firm is forced to take corrective actions”. Ada beberapa definisi kesulitan keuangan sesuai tipenya, yaitu economic failure, business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy. Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capital perusahaan tersebut. Bisnis dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur bersedia memberikan modal dan pemiliknya bersedia menerima tingkat pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi. Business failure atau kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur. Suatu unit bisnis yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan dapat bertahan. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial disaster). Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvent in bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena umumnya ini adalah tanda economic failure, bahkan mengarah kepada 15 likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum. Legal bankruptcy didefinisikan sebagai suatu perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan dari pihak yang merasa dirugikan secara resmi dengan undang-undang. Apabila keputusan pengadilan telah dikeluarkan maka akan dilanjutkan dengan proses likuidasi perusahaan. Menurut Block, et all. (2009) kriteria dari financial distress berupa kondisi entitas yang secara teknis tidak dapat membayar hutang yang dimiliki meskipun memiliki kekayaan bersih positif, secara sederhana dapat dikatakan aset lancar tidak mencukupi untuk membayar hutang lancar (jangka pendek). Kriteria kedua berupa nilai pasar yang ditunjukan entitas, dimana nilai aset entitas lebih rendah daripada hutang yang dimiliki sehingga berada pada posisi nilai kekayaan negatif, secara teknis entitas berada pada kondisi bangkrut sehingga bisa dikatakan entitas mengalami kegagalan bisnis (business failure). Perusahaan yang mengalami keadaan financial distress memiliki penyebab yang berbeda dari satu situasi ke situasi yang lain, penyebab suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan disebabkan melalui faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi kondisi keuangan maupun non keuangan. Faktor keuangan misalnya adalah jumlah hutang yang terlalu besar, kebijakan dividen, dan sebagainya. Faktor nonkeuangan misalnya kesalahan dalam pemilihan lokasi dan pasar, dan sebagainya. Faktor eksternal misalnya adalah bencana alam, persaingan yang hebat, berkurangnya permintaan, perubahan minat pasar, perubahan budaya, dan sebagainya. 16 II.1.3 Metode Altman Z-Score Pada tahun 1968, Edwar I. Altman melakukan penelitian yang berhasil menciptakan suatu model yang dikenal dengan sebutan Altman Z-Score, model ini merupakan gabungan dari beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan dalam memprediksi financial distress suatu usaha, karena setiap financial distress yang serius akan mengarahkan perusahaan menuju kebangkrutan. Potensi kebangkrutan yang tercemin dalam nilai Z ini dapat berguna bagi investor maupun pihak manajemen perusahaan itu sendiri. Model analisis yang disebut dengan Z-Score ini memiliki teknik statistik yang disebut multiple discriminant analysis (MDA) digunakan untuk memprediksi kepailitan suatu perusahaan. Analisis diskriminan ini merupakan suatu teknis statistik yang mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang dianggap memiliki pengaruh yang penting dalam mempengaruhi suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam sebuah model dengan maksud untuk memudahkan para pihak yang berkepentingan dalam menarik kesimpulan dari suatu kejadian. Analisis diskriminan ini kemudian menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan dari beberapa pengelompokkan yang bersifat apriori dan mendasar. Model ini pada dasarnya hendak mencari nilai “Z”, yaitu nilai yang menunjukkan kondisi perusahaan, apakah sedang berada dalam kondisi sehat atau tidak, serta menunjukkan kinerja perusahaan sekaligus merefleksikan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Gibson (2011 : 464) salah satu model Altman adalah sebagai berikut: Z = 0.012 X1 + 0.014 X2 + 0.033 X3 + 0.006 X4 + 0.010 X5 17 Penjelasan variabel : Z = Z-Score Index X1 = Working Capital / Total Assets X2 = Retained Earning / Total Assets X3 = Earning Before Interest and Tax / Total Assets X4 = Market Value of equity / Book Value of Total Debt X5 = Sales / Total Assets Berdasarkan persamaan Z-Score yang baru diperoleh nilai Z sebagai berikut, bila nilai Z > 2.99 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi sehat (safe zone), bila nilai 1.81 < Z ≤ 2.99 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi grey area yang sudah terdapat signal atas potensi kebangkrutan, dan bila nilai Z ≤ 1.81 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan dan memiliki potensi kebangkrutan yang tinggi. Rasio pertama adalah Working Capital/Total Assets. Working Capital didefinisikan sebagai selisih antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini adalah rasio likuiditas yang mengukur mengenai kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jika dikaitkan dengan indikator kebangkrutan, maka indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang yang membengkak, dan beberapa indikator lainnya. Rasio kedua adalah Retained Earnings/Total Assets. Rasio ini juga mengatur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut menyebabkan perusahaan yang 18 masih relatif muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio tersebut yang rendah, kecuali apabila perusahaan tersebut memperoleh laba yang besar pada masa-masa awal. Oleh karena itu, perusahaan yang masih relatif muda agak didiskriminasi dengan analisis ini dan peluang untuk diklasifikasikan sebagai perusahaan yang tergolong berpotensi bangkrut lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang telah lama beroperasi, ceteris paribus. Rasio ketiga adalah Earnings Before Interest and Tax (EBIT)/Total Assets. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aset yang dimiliki, rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model ini. Keberadaan perusahaan terutama didasarkan atas kemampuan aset yang dimiliki dalam menghasilkan laba, rasio ini tepat untuk sebuah studi yang berkaitan dengan kegagalan perusahaan. Rasio keempat adalah Market Value Equity/Book Value of Total Liabilities. Modal diukur dengan kombinasi nilai pasar dari seluruh lembar saham baik saham biasa maupun saham preferen dan kewajiban adalah seluruh kewajiban jangka pendek dan jangkan panjang. Ukuran ini menunjukkan seberapa besar aset perusahaan dapat mengalami penurunan (diukur dengan harga pasar ekuitas ditambah hutang) dalam nilai sebelum kewajiban melebihi aset dan perusahaan menjadi insolvent. Rasio terakhir adalah Sales/Total Asset. Capital-turnover ratio adalah sebuah rasio standar yang menggambarkan kemampuan aset perusahaan dalam menghasilkan penjualan. Ini adalah satu ukuran atas kemampuan manajemen dalam berhadapan dengan kondisi yang kompetitif. II.1.4 Analisis Rasio Analisis rasio keuangan merupakan suatu alat atau cara yang paling umum digunakan dalam membuat analisis laporan keuangan, serta untuk mengetahui kinerja 19 perusahaan. Rasio sendiri adalah suatu alat yang dapat menjelaskan hubungan antara dua data finansial. Menurut Margaretha (2011 : 24) rasio adalah perbandingan antara element-element serta pos-pos yang berada dalam laporan keuangan. Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011 : 667) Analisis rasio adalah “express the relationship among selected items of financial statement data”. Rasio mengungkapkan hubungan matematis antara satu kuantitas dan lainnya. Hubungan ini dinyatakan dalam istilah baik persentase, tingkat, atau proporsi sederhana. Debt to Equity Ratio (DER), menurut Gibson (2011 : 263), rasio hutang terhadap modal ini termasuk ke dalam solvency ratio, yaitu rasio yang berfungsi untuk mengukur kemampuan sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, seperti hutang jangka panjang. DER adalah rasio untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan melunasi hutangnya dengan modal yang mereka miliki. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi nilai DER yang dimiliki oleh perusahaan, maka semakin tinggi risiko kebangkrutan perusahaan. Berikut ini adalah rumus DER : DER = Total Liabilities Total Equity Menurut Gibson (2011 : 224), current ratio merupakan alat ukur bagi kemampuan likuiditas atau termasuk rasio likuiditas yaitu kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar. Semakin tinggi nilai dari suatu current ratio berarti semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. CR = Current Assets Current liabilities 20 II.1.5 Harga Saham Harga saham adalah harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Harga saham di pasar dasarnya ditentukan oleh kekuatan pasar atau tergantung dari permintaan dan penawaran pasar. Harga saham lebih sering dipakai dalam berbagai penelitian pasar modal, karena harga saham yang paling dipentingkan oleh investor. Analisa saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik suatu saham dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saham tersebut pada saat ini (current market price). Sedangkan nilai intrinsik menunjukkan nilai sekarang (present value) arus kas yang diharapkan dari suatu saham. Pedoman yang digunakan untuk menilai harga saham dapat dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, bila nilai intrinsik lebih besar dari harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai harganya terlalu rendah (undervalued), sehingga layak dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki. Kedua, bila nilai intrinsik lebih kecil dari harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai harganya terlalu tinggi (overvalued), sehingga layak untuk dijual. Ketiga, bila nilai intrinsik sama dengan harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan. Harga saham mencerminkan nilai suatu perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan harga sahamnya. Harga saham yang terlalu rendah sering diartikan sebagai kinerja perusahaan yang kurang baik. Namun bila harga saham terlalu tinggi juga menimbulkan dampak yang kurang baik. Harga saham yang terlalu tinggi akan mengurangi kemampuan investor untuk membelinya, sehingga menyebabkan harga saham tersebut sulit untuk meningkat lagi. Menurut Indrajit (2011 : 175), saham adalah tanda kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Menurut Darsono, (2007), saham (stocks) itu sendiri 21 merupakan sebuah sertifikat kepemilikan atas perusahaan, dimana lama kepemilikan tergantung pemegang saham, bisa jangka panjang maupun jangka pendek. Saham yang diperdagangkan di BEI adalah saham yang telah mejalani sebuah proses penawaran ke publik (Initial Public Offering), dimana beberapa pihak ikut berpartisipasi sehingga terjadi penawaran saham tersebut kepada publik. Para investor yang telah memiliki saham dalam suatu perusahaan dapat mengklaim atas aset perusahaan tersebut, serta berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). (sumber :www.idx.co.id) II.2 Penelitian Sebelumnya Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Ailando Siregar, berjudul “Pengaruh Potensi Kebangkrutan Altman Terhadap Pergerakan Harga Saham Perusahaan Manufaktur Terbuka di Bursa Efek Indonesia”, sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2001-2006. Variabel dalam penelitian ini adalah metode Altman sebagai variabel independen dan harga saham sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini adalah potensi kebangkrutan Altman berpengaruh terhadap pergerakan harga saham. 2. Almas Hijriah, berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental Dan Risiko Sistematik Terhadap Harga Saham Properti Di Bursa Efek Jakarta”, sampel yang digunakan adalah perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dari tahun 20022006. Variabel dalam penelitian ini adalah return on assets (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER) , price earning ratio(PER), earning per share (EPS), book value (BV), dan risiko sistematik sebagai variabel independen dan harga saham sebagai variable dependen. Hasil dari penelitian ini adalah 22 ROA, DER, EPS, dan PER tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham, sedangkan BV dan ROE memiliki pengaruh terhadap harga saham. 3. Mohd Ihsan, berjudul “Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turnover, Debt to Equity Ratio, dan Return On Investment Terhadap Harga Saham Industri Apparel di Bursa Efek Jakarta”, sampel yang digunakan adalah industri Apparel yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2005. Variabel dalam penelitian ini adalah Current Ratio, Total Asset Turnover, Debt to Equity Ratio (DER), dan Return on Investment (ROI) sebagai variabel independen dan harga saham sebagai variabel dependen. Hasil dari penelitian ini adalah ROI secara parsial mempunyai pengaruh paling dominan terhadap harga saham, sedangkan hasil DER dan CR tidak mempengaruhi harga saham. II.3 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahapan pertama adalah mempelajari literatur yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu kesulitan keuangan dengan metode Altman Z-Score, langkah selanjutnya adalah mempelajari penelitian terdahulu yang terkait dengan topik penelitian yakni pengaruh kesulitan keuangan terhadap harga saham. Tahap berikutnya adalah mengumpulkan faktor fundamental lainnya sesuai dengan saran dari penelitian sebelumnya. Faktor fundamental lainnya diidentifikasikan dari penelitian lainnya. Kemudian, hipotesis dikembangkan mengenai setiap faktor yang teridentifikasi terhadap pergerakan harga saham. Data dikumpulkan setelah hipotesis dikembangkan. Data yang diperlukan diambil dari situs BEI (www.idx.co.id), data yang dikumpulkan berupa harga saham (akan dilakukan log), Z-Score, DER, dan CR. Setelah data yang diperlukan terkumpul serta 23 melewati proses purposive sampling, maka dilanjutkan dengan tahapan perhitungan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Setelah itu, dilakukan analisa terhadap hasil penelitian dan disusun kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. II.4 Hipotesis Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen digambarkan dalam metode penelitian berikut ini: Z-Score DER Harga Saham CR Gambar 2.1 Model Penelitian Kondisi keuangan perusahaan akan berpengaruh pada minat investor untuk menanamkan uangnya. Weston, et all. (1996 : 648) menyebutkan bahwa jumlah dividen kas yang dibayarkan merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi harga saham suatu perusahaan. Dalam kondisi perusahaan tengah mengalami kesulitan keuangan akan mungkin apabila perusahaan juga mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan dan bahkan dalam kondisi yang lebih ekstrim perusahaan mungkin tidak membayarkan dividennya kepada para investor. Jumlah dividen yang menurun ataupun tidak dibayarkan dapat mempengaruhi minat investor berinvestasi. Turunnya minat investasi mengakibatkan penurunan terhadap harga saham. Dengan alur seperti ini dapat 24 dilihat bahwa kondisi kesulitan keuangan pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan investasi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah: Ha1 : Kesulitan keuangan dengan metode Altman Z-Score suatu perusahaan memiliki pengaruh terhadap harga saham. Debt to Equity Ratio menunjukkan proposi hutang dengan jumlah ekuitas yang dimiliki perusahaan. Penggunaan hutang sebagi salah satu alternatif untuk mendapatkan pendanaan memang tidak dapat dihindari, namun juga perlu pertimbangan aspek biaya hutang dan bunga yang harus ditanggung oleh perusahaan. Apabila total penerimaan yang dihasilkan oleh perusahaan dari aktivitas yang didanai oleh hutang lebih besar dibandingkan jumlah biaya hutang yang dikeluarkan, maka hal ini berarti perusahaan mampu memaksimalkan penggunaan hutang dengan tepat. Namun apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka dapat mengarahkan perusahaan pada kebangkrutan. Apabila terjadi kebangkrutan, maka investorlah yang akan mengalamai kerugian. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah: Ha2 :Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh terhadap harga saham. Current Ratio mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi, sedangkan current ratio yang tinggi menunjukkan semakin besarnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya. Sehingga perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang rendah akan menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengoperasikan perusahaan dengan baik. Perusahaan yang kondisi keuangannya baik tentu akan memberikan umpan kepada investor dalam berinvestasi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang terbentuk adalah: 25 Ha3 :Current Ratio memiliki pengaruh terhadap harga saham. Selain menguji ketiga variabel tersebut secara parsial, penelitian ini juga menguji apakah ketiga variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap harga saham secara simultan. Ketiga variabel di atas dihipotesiskan memiliki pengaruh terhadap pergerakan harga saham apabila diuji secara parsial. Oleh karena itu, apabila diuji secara simultan, maka disusun hipotesis: Ha4 : Financial distress (Altman Z-Score), DER, dan CR secara simultan memiliki pengaruh terhadap harga saham. 26