TUGAS NARASI MINGGU KE-12 FILSAFAT ILMU KELOMPOK 9B

advertisement
TUGAS NARASI MINGGU KE-12 FILSAFAT ILMU
KELOMPOK 9B
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
Karina Surya Permatasari
(071211131021)
Dian Indrawati
(071211132011)
Nailun Ni’mah
(071211133056)
Maylina Nurwindiarti
(071211131011)
Miftakhul P Kurniawan
(071211131097)
Maria Charlin Norin Reswa
(071211133028)
DEPARTEMEN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Tugas narasi minggu kesepuluh ini kami buat dengan sebenar-benarnya atas
kerjasama dari kelompok 9B Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik – Universitas Airlangga dan tidak memuat unsur plagiat dari pihak manapun.
Surabaya, 28 Mei 2013
TTD
Sekretaris
Dian Indrawati
NIM. 071211132011
Ketua
Karina Surya P.
NIM. 071211131021
Bendahara 1
Bendahara 2
Nailun Ni’mah
Maylina N.
NIM. 071211133056
NIM. 071211131011
Bendahara 3
Bendahara 4
Miftakhul P.K.
Maria Charlin N.
NIM. 071211131097
NIM. 071211133028
MENJADI MAHASISWA EXCELLENT DENGAN PEMAHAMAN
PENALARAN INDUKSI
Tidak terasa hari ini kita menjumpai hari Selasa tanggal 28 Mei 2013 dan itu artinya
kita akan bertemu kembali dengan mata kuliah Filsafat Ilmu yang diajar oleh Bapak Moh.
Adib. Sangat senang sekali kami bisa bertemu dengan mata kuliah yang hanya kami dapat
sekali di perkuliahan ini namun sangat banyak sekali ilmu-ilmu yang kami dapat dari mata
kuliah ini. Seperti biasa, 15 menit sebelum bel perkuliahan dibunyikan Pak Adib sudah
datang di kelas. Seorang dosen yang selalu konsisten untuk bertindak disiplin agar dapat
dicontoh oleh semua mahasiswa. Beliau menulis di papan mengenai apa yang akan dibahas
pada hari ini yaitu tentang “Pola Penalaran Induksi”. 5 menit sebelum perkuliahan dimulai,
kelompok hari ini yang akan presentasi yaitu kelompok 9B yang merupakan kelompok kami,
sudah bersiap di depan kelas dan akan menjelaskan tentang pola penalaran induksi, dengan
kelompok 9A sebagai kelompok pembanding. Waktu sudah menujukkan pukul 10.00, Pak
Adib menutup pintu tanda perkuliahan akan segera dimulai. Mahasiswa yang sedang menuju
kelas bergegas sebelum duduk di kursi kehormatan.
Pak Adib membuka perkuliahan dengan kalimat pengantar dan mengajak kami berdoa
terlebih dahulu sebelum memulai perkuliahan. Begitu banyak pengaruh baik yang ditularkan
oleh beliau kepada kami. Moderator kelompok 9B ditunjuk untuk mengabsen mahasiswa
yang hadir. Moderator kelompok kami yaitu Karina Surya, dibantu oleh Dian Indrawati
memanggil satu persatu nama mahasiswa Administrasi Negara. Setelah selesai mengabsen,
kami dipersilahkan Pak Adib untuk mempresentasikan materi kami. Karina membuka diskusi
kita pada hari ini dengan memperkenalkan satu persatu anggota kami. Kelompok kami
membahas tentang pengertian, prinsip-prinsip, jenis, probabilitas dan faktor probabilitas. Satu
demi satu kami membacakan slide yang berisi materi kami. Setelah materi yang kami
sampaikan selesai, moderator kami mempersilahkan kelompok 9A sebagai kelompok
pembanding untuk menambahkan materi kami. Ayu Novia menambahkan contoh-contoh dari
penalaran induksi. Disusul dengan Herfina Tedjo dan Ariani. Kemudian dibukalah sesi
pertanyaan, ada 3 mahasiswa yang mengangkat tangan yaitu Ogin Antariksa, Nikitasari, dan
Fransiska. Pertanyaan tersebut terdiri dari :

Ogin Antariksa : “Apakah yang dimaksud dengan Spasio-Temporal dan sebutkan
contohnya?”

Nikitasari : “apa yang dimaksud dengan metode sampling yang digunakan di pola
penalaran induksi ? apakah ada pembantahan laagi ?”

Fransiska : “kapan generalisasi induksi dikatakan benar dan tepat ?”
Kelompok kami meminta waktu beberapa menit untuk mendiskusikan jawaban dari
pertanyaan yang sudah diajukan. Beberapa saat kemudian Dian Indrawati menjawab
pertanyaan dari Fransiska, lalu disusul Miftakhul Kurniawan yang menjawab pertanyaan dari
Ogin Antariksa. Disini Wawan menjawab bahwa spasio-temporal berarti generalisasi tersebut
tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu, jadi harus berlaku dimana saja dan kapan saja.
Wawan juga memberikan contoh mengnai apel. Apel yang berwarna hijau berasa masam,
maka kapanpun dan dimanaapun apel hijau berasa masam. Kemudian Pak Adib melakukan
perbantahan bahwa tidak semua apel hijau berasa masam, karena apel malang berwarna hijau
yang terkadang tidak masam. Lalu banyak juga dijumpai di supermarket apel berwarna hijau
juga tidak masam. Kemudian Wawan memberi contoh lain lagi yaitu mangga muda,
kapanpun dan dimanapun berasa masam. Beliau pun kembali membantah pernyataan tersebut
bahwa mangga manalagi pun masi tetap manis walau masih muda. Disnilah kelompok
pembanding mulai menambahkan dan membantu memberi contoh yaitu: Orang makan
menggunakan tangan, maka kapanpun dimanapun setiap orang makan menggunakan tangan.
Disinilah baru tidak ada perbantahan lagi. Dan kelompok 9A juga menambahkan dan
membantu kelompok 9B untuk menjawab pertanyaan. Karena keterbatasan waktu dan kami
hanya diberikan 15 menit untuk mempresentasikan materi kelompok kami, maka moderator
mengakhiri diskusi kita hari ini. Kami menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dan
ketidaksempurnaan dari penampilan kami tadi.
Setelah diskusi diakhiri, kini giliran Pak Adib yang menjelaskan lebih detail lagi
kepada mahasiwa tentang Apakah Penalaran Induksi itu. Induksi merupakan pola penalaran
untuk melakukan penyimpulan dalam logika dari kasus-kasus umum. Dijelaskan pula prinsip
dari penalaran induksi itu seperti apa. Jenis-jenis penalaran induksi dan probabilitas
(kredibilitas beserta faktornya). Beliau menjelaskan dan memberi contoh masing-masing.
Beberapa contoh yang digunakan pak Adib dalam penjelasannya adalah contoh mengenai
apel. Generalisasi induksi dicontohkan: (1) apel malang 1 keranjang warna hijau. (2)
dicobalah dan menunjukan rasanya masam. Maka dapat disimpulkan bahwa apel malang 1
keranjang tersebut berasa masam. Namun terdapat juga unsur-unsur analogi lainnya antara
lain: (1) warna hijau (2) ketika dipegang keras (3) rasanya masam. Kesimpulan: apel
berwarna hijau dan ketika dipegang keras maka rasanya masam. Beliau juga menambahkan
bahwa pola penalaran induksi hanya diambil unsur-unsurnya yang sama saja, dengan
mengabaikan unsur yang berbeda dengan contoh dimisalkan dalam satu keranjang apel. Apel
1 dipegang keras dan berwarna hijau berasa masam, apel 2 ketika dipegang keras, dan warna
hijau juga masam maka dapat disimpulkan bahwa semua apelnya masam. Kemudian beliau
menyebutkan beberapa nama mahasiswanya untuk dijadikan contoh. Contohnya adalah: (1)
mahasiswa yang bertanya dan menjawab adalah mahasiswa yang cerdas (2) mahasiswa yang
selalu bertanya dan menjawab adalah mahasiswa yang cerdas, maka semua mahasiswa
Administrasi Negara adalah mahasiswa yang cerdas. Setelah memberikan pernyataan itu Pak
Adib langsung menyebutkan beberapa nama mahasiswa yang diingat oleh beliau untuk
dijadikan contoh yaitu: (1) Ogin sering bertanya dan menjawab maka dia adalah mahasiswa
yang cerdas; (2) Anton sering bertanya dan menjawab maka dia adalah mahasiswa yang
cerdas; (3) Gina sering bertanya dan menjawab maka dia adalah mahasiswa yang cerdas; (4)
Susilo sering bertanya dan menjawab maka dia adalah mahasiswa yang cerdas. Maka dapat
disimpulkan bahwa semua mahasiswa Administrasi Negara adalah mahasiswa yang cerdas.
Beliau juga menambahkan kebenaran ini bersifat probabilitas, jadi semakin banyak bukti
maka semakin bisa diterima oleh rasio kita, dan semakin tinggi fakta semakin tinggi pula
probabilitasnya. Kami sempat terkejut ketika mendengarkan Pak Adib menyebut beberapa
nama mahasiswa dan mahasiswi AN. Kami tidak menyangka bahwa pak Adib bisa
mengahafalkan banyak nama mahasiswa AN dengan benar. Sungguh dosen yang super sekali
karena baru kali ini ada dosen yang hafal dengan nama mahasiswanya dengan benar. Dan
baru kali ini juga kami melihat dosen yang selalu memberikan contoh yang langsung bisa
ditangkap oleh rasio kami tanpa kami bisa membantahnya lagi. Tidak lupa, ditengah
perkuliahan Pak Adib selalu menyelipkan kata-kata motivasi untuk menambah semangat
kami. Itulah yang kami selalu kagumi dari sosok seorang dosen Filsafat kita yaitu Pak Adib.
Kurang lebih 45 menit beliau menjelaskan tentang materi penalaran induksi, karena jam
sudah menunjukkan pukul 11.40 maka perkuliahan hari ini diakhiri. Sebelum mengakhiri
perkuliahan, Pak Adib mengajak kami untuk berdoa lebih dahulu. Sungguh dosen yang
berbeda dari dosen-dosen lainnya, jika kuliah berakhir hanya diakhiri begitu saja. Sifat
religius dan kedisiplinan Pak Adib yang membuat kami kagum terhadap beliau. Setelah doa
berakhir, maka berakhir pula kuliah Filsafat Ilmu pertemuan ke-12 hari ini.
Tidak terasa sudah 12 minggu kami diajar oleh dosen seperti beliau yang memberi
kami banyak sekali ilmu pengetahuan dan juga sikap-sikap positif bagi kami. Kuliah kami
akhiri dengan segudang ilmu yang kami dapatkan hari ini.
POLA PENALARAN INDUKSI
Pengertian Penalaran Induksi
Penalaran induksi merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai
hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induksi merupakan kebalikan dari penalaran deduksi.
Filsuf pada zaman keemasan Yunani, Aristoteles menyatakan bahwa proses
peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada yang bersifat universal, disebut
sebagai pola penalaran induksi. Menurut John Stuart Mill (1806-1837), induksi sebagai
kegiatan budi, dimana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar untuk kasus
atau kasus-kasus khusus, juga akan benar untuk semua kasus yang serupa dengan yang
tersebut tadi dalam hal-hal tertentu.
Prinsip Penalaran Induksi
Premis-premis dari induksi ialah proposisi empirik yang langsung kembali kepada
suatu observasi indera atau proposisi dasar (basic statement). Proposisi dasar menunjuk
kepada fakta, yaitu observasi yang dapat diuji kecocokannya dengan tangkapan indera.
Pikiran tidak dapat mempersoalkan benar-tidaknya fakta, akan tetapi hanya dapat
menerimanya.
Konklusi penalaran induksi itu lebih luas daripada apa yang dinyatakan di dalam
premis-premisnya. Menurut kaidah-kaidah logika, penalaran itu tidak sahih, pikiran tidak
terikat untuk menerima kebenaran konklusinya. Meskipun konklusi induksi itu tidak
mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya, kecuali kalau ada alasan
untuk menolaknya. Jadi konklusi penalaran induksi itu oleh pikiran dapat dipercaya
kebenarannya atau dengan perkataan lain: konklusi induksi itu memiliki kredibilitas rasional.
Kredibilitas rasional disebut probabilitas. Probabilitas itu didukung oleh pengalaman
biasanya cocok dengan observasi indera, tidak mesti harus cocok.
Jenis Penalaran Induksi
Generalisasi Induksi Dan Analogi Induksi
Generalisasi Induksi
Telah diketahui bahwa penalaran yang menyimpulkan sesuatu konklusi yang bersifat
umum dari premis-premis yang berupa proposisi empirik itu disebut Generalisasi. Prinsip
yang menjadi dasar penalaran generalisasi itu dapat dirumuskan demikian: “apa yang
beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila
kondisi yang sama terpenuhi.”
Generalisasi yang sebenarnya harus memenuhi 3 syarat antara lain :
1. Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik artinya generalisasi tidak boleh
terikat pada jumlah tertentu. Contoh : Semua birokrat bisa menjadi
seorang
pemimpin.
2. Generalisasi harus tidak boleh terbatas secara spasio – temporal artinya tidak boleh
terbatas dalam ruang dan waktu jadi harus berlaku dimana saja dan kapan saja.
Contoh :
Salah satu tugas seorang DPR adalah membuat Undang-Undang.
Dimanapun dan kapanpun tugasnya akan tetap sama.
3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian yang dimaksud dengan
“pengandaian” disini ialah dasar dari yang disebut “contary to facts conditionals’
atau unfulfilled conditional. Generalisasi yang dapat dijadikan dasar untuk
pengandaian itu yang memenuhi syarat. Contoh : Radit adalah mahasiswa yang
cerdas, rajin dan pandai berkomunikasi. Dari ketiga karakteristik yang dimilki oleh
Radit, dapat disimpulkan bahwa diharapkan Radit bisa menjadi seorang anggota DPR.
Perumusan penalaran generalisasi bahwa konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai
kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu probabilitas, suatu peluang.
Analogi Induksi
Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Pada
dasarnya bentuk penalaran analogi induksi itu baik faktor-faktor probabilitasnya maupun
kaidah-kaidahnya adalah sama dengan generalisasi induksi. Tetapi dalam metode keilmuan
analogi induksi itu dapat digunakan untuk mendeterminasikan apakah suatu obyek atau fakta
itu dan sifat-sifat apakah yang diharapkan padanya, sedangkan generalisasi induksi terutama
digunakan untuk menemukan hukum, menyusun teori, atau hipotesa. Jadi analogi induksi
tidak hanya menunjukan persamaan diantara dua hal yang berbeda, akan tetapi menarik
kesimpulan atas dasar persamaan itu.
Contoh : Banyak pejabat negara yang merupakan seorang birokrat. Seorang birokrat
mengambil keputusan dengan bijaksana. Selain itu seorang birokrat juga harus bersikap adil
kepada siapa saja. Dengan demikian, seorang pejabat negara harus bersikap bijaksana dan
adil.
Faktor Probabilitas dalam Penalaran Induksi
Jumlah Fakta sebagai Faktor Probabilitas
Jumlah fakta dijadikan dasar penalaran induktif, kaidahnya dapat dirumuskan sebagai
berikut: makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, makin tinggi
probabilitas konklusinya, dan sebaliknya. Penelitian yang menggunakan penalaran yang
menggunakan jumlah fakta yang dijadikan dasar premis-premisnya sama besarnya dengan
populasi subyek yang diteliti ialah penelitian metode sensus, berlainan dengan metode
sampling, yang menggunakan penalaran yang premis-premisnya menunjuk kepada sebagian
saja dari populasi yang bersangkutan.
Contoh : Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus korupsi, yang melibatkan anggota DPR.
Seorang koruptor mendapatkan hukuman penjara. Angelina Sondakh merupakan anggota
DPR yang tersandung masalah korupsi Hambalang. Dengan demikian Angelina Sondakh
mendapatkan hukuman penjara.
Faktor Analogi sebagai Faktor Probabilitas
Jika premis-premis kedua penalaran dibandingkan, maka diantara premis penalaran ada
faktor yang sama yang disebut faktor analogi. Jadi jumlah faktor analogi itu adalah faktor
probabilitas. Kaidahnya dapat dirumuskan: Makin besar jumlah faktor analogi didalam
premis, makin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya.
Faktor Dis-analogi sebagai Faktor Probabilitas
Makin besar jumlah faktor disanalogi di dalam suatu premis, makin tinggi probabilitas
konklusinya dan sebaliknya. Perbedaan masing-masing faktor dalam premis penalaran
disebut faktor disanalogi. Probabilitas dalam suatu premis penalaran dapat dikatakan lebih
tinggi atau lebih rendah tergantung dari banyak sedikitnya kesamaan dan perbedaan konklusi
penalaran.
Luas dan Sempitnya Kesimpulan sebagai Faktor Probabilitas
Semakin luas konklusi premis, semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya. Apabila
faktor analogi di dalam generalisasi sedikit, makin besar kemungkinan generalisasi atau
proporsi itu tidak sesuai lagi kalau anggotanya ada yang memiliki faktor analogi lebih
daripada yang disebut di dalam generalisasi atau proporsi itu.
Download