Volume 4 No. 1 9 Warta Tumbuhan Obat Indonesia UJI KLINIK OBAT TRADISIONAL DARMANSJAH SATUJIKLINIK OBAT, FKUl IAN PENDAHULUAN u JI klinikobat merupakanpenelitianMinik yang sulit dipahami di negara berkembang. Anehnya, Jepang juga hingga sekarang mengalami kesulitan yang sama. Dasar-dasarnya, walaupun dimengerti, sering tidak dapat diterima oleh sponsor atau peneliti. Misalnya, penggunaan plasebo sebagai kontrol pembanding meskipun disain studi mengharuskan pemakaiannya (plasebo), masih sulit terlaksana Dengan latar belakang di atas maka ketika saya diminta untuk memberi ceramah mengenai uji klinikobattradisional,sayabertanya apa yang hams saya berikan supayadapat berguna bagi Kelompok Kerja ini. Karena~adahakekatnva uii klinik obat tradisional tidak banyak berbeda denpan uii klinik obat Barat. walaupun memang terda~atmasalah khas dalam ~erkembanganobat tradisional. Uji klinik obat Barat-pun tidak sederhana, dan banyaknya kesulitan mungkin sesuai dengan banyaknyauji klinik. Setiap uji klinik (obat Barat) merupakan penelitian yang khaspula, yang berbedamenurut obat, tujuan, disain, parameter pengukuran, pelaksanaan, penyulit, analisis, publikasi, dan sebagainya. Jika ditanyakan bagaimana melakukan uji klinikobat tradisional,jawabannya terkandung dalam beberapa buku. Karena itu tidak dapat diberi penjelasan sederhana yang tuntas, dan pembaca atau peserta diharapkan merujuk lebih lanjut ke buku-buku uji klinik serta FDA Guidelinesfor Clinical Trials mengenai design dan pelaksanaannya. Jika dalam makalah ini tidak disebut secara khusus "obat tradisional", makapengertian "uji klinik" berlaku untuk obat Barat maupun obat tradisional. Uji klinik merupakan penelitian klinik yang harus direncanakan dan dilaksanakan secara multidisiplin. Apalagi dengan diberlakukannya Pedoman Good Clinical (Trial) Practice (GCP) sejak sekitar tahun 1991 di Amerika, EC, dan Jepang, yang mengharuskan uji klinik dikelola secara baik sehinggadapat dijaga masalah hak azasi manusia dengan lebih ketat dan dijamin kualitasnya (qualifyasstrrance). Sebentar lagi mungkin jumal yang baik tidakmau menerimapublikasi uji klinikjikatidak berpedoman pada GCP. Hal ini menyebabkan banyak sekali terbentuk Contract Researclz Organization (CRO) di Amerika dan EC untuk membantu perencanaan dan pelaksanaan uji klinik. CRO juga menlpermudah pekerjaan Iiponsor dart peneliti. 1 bahwa pengobatan formal dengan IDewasa in i dirasaka~ menggunakan ()bat Barat 1:,elurn dapat 'enjawab semuamasalah .. kesehatan. krelalvltas yang di.jan.jikan dalam uji klinik tidak selalu seperti yang diharapkan, dan efek samping kadang-kadang lebih mengganggu dari efek yang baik. Di lain fihak, pengobatan altematif memperoleh popularitas di seluruh dunia Namun dari sekian banyak pengobatan altt:matif, ban yak pula yang tidak efektif. Kita perlu memilah antara yang berg1Jna dan yang tidak berguna. Karena itu melakukan uji ltlinik yang baik dewasa ini merupakan terobosan .. ,- tradisional yang lebih luas. dalam penerimaan pcnguoatan - n . Uji klinik dan pemasaran obat *.... klinik yang sangat erat Uji klinik merupakan penellrlan hubungannyadengan otorisasi pemasaran obat, walaupun sesudah obat itu dipasarkan masih dilakukan jenis uji klinik yang bersifat lain. Perbedaan terletak terutama dalam ha1 pembuktian efektivitas sebelum pemasaran, sedangkan sesudah pemasaran perlu dilakukan jenis uji klinik yang akan menjelaskan pemakaian obat secara lebih terinci (misalnya, berhubungan dengan adanyapenyakit lain atau dalam kombinasi tertentu, ataupun mencari dosis yang lebih tepat). Obattradisional sebenamya tidakmemerlukan uji klinikuntuk persetujuan pemasaran selama klaim obat tersebut hanya untuk mengobati ge.jala Namun untuk setiap obat tradisional yang akan dikemas dan diproduksi oleh industri, selalu akan lebih baikjika tersediabuhti klinis bahwa obat itu bemanfaat, sehingga si pemakai yakin bahwa klaim itu benar. Terutama jika tersedia obat Barat yangarnpuh, iamemerlukan pembuktian efektivitasmelalui uji klinik untuk ijin pemasaran. Uji klinikjenis ini merupakan explanatory study, yaitu dirancang dengan ketat, mengikutsertakan penderita denganpenyakit yang jelas dan batas-batas yang tegas, memenuhi perhitunganjumlah sampel, pengukuran parameter yang obyektif, dan jika tidak berlawanan dengan hak azasi manusia diharuskan menggunakan kelompok kontrol plasebo. Jika penelitian dengan plasebo sudah pemah dan tuntas membuktikan efektivitasobatnya, maka dalam studi berikutnya tidak perlu lagi memakai kontrol plasebo. Memilih disain uji klinik Disain uji klinik merupakan deskripsi bagaimanauji klinikakan dilaksanakan dengan memilih dari berbagai jenis pilihan, supaya memperoleh rencana yang cocokdengantujuan penelitiannya. Disain dapat ditentukan dari berbagai kombinasi di bawah ini, sehingga dapat menjawab pertanyaan studi secara optimal. Tabel 1. Clinical Trial Design Aspects (dari: Textbook of Pharmaceutical Medicine, page 240) -------------------------. ...................................... Pilot/pivotal Open (open labe ind Controlled (compararzve~/uncontrolled(open) Placebo/active comparator Parallel/cross-over/matched pairs 6. Dose response4nal doseldose-escalation dose-titration response/concentration-response 1. 2. 3. 4. 5. Membuat disain uji klinik yang berbobot memerlukan keterpaduan antara metode penelitian, farmakologi klinik, pengetahuan penyakit yang akan diteliti dan pengelolaannya, prinsip statistik, serta dasar-dasar uji klinik. Hal ini membutuhkan suatu pendekatan secara multidisiplin. Kapan plasebo dipakai? Untuk dapat mengukur hasil terapeutik suatu obat baru dapat dilakukan pembandingan dengan plasebo atau obat standar, yang merupakan obat yang diakui sebagai yang terbaik padawaktu ini. Pilihan antara menggunakan obat standar atau plasebo, atau duaduanya, tergantung dari penyakitnya, obat yang sekarang digunakan, relevansi metode penelitiannya,dan tujuan uji klinik. 10 Warta Tumbuhan Obat Indonesia Memakai plasebo merupakan teknik untuk dapat mencapai 3 ha1 (WHO TRS 1975: Guidelinesfor Evaluation of Drugs in Man, page 48): 1. Membedakan efek suggestability, personality, attitude, anticipation, yang ada pada penderita, dokter, dan observer. Bias ini akan menambah atau mengurangi efektivitas obat sebenarnya atau mengubah persepsi efek samping, yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan obatnyasendiri. 2. Plasebo merupakan kontrol terhadap perubahan yang ditimbulkan oleh penyakitnya sendiri dalam hubungannya dengan waktu. Penderita hampir selalu berkonsultasi mengenai penyakitnyapada waktu keluhannyamemuncak.Kitajugatahu bahwa sesudah itu penyakitnya sering akan mereda kembali secara alamiah. Hal ini akan dipersepsi sebagai efek penyembuhan obat. Untuk menghindarkan tejadi konklusi positif atau negatifpalsu. Plasebo terutama diperlukan untuk menunjukkan efektivitas dalam fase premarketing (fase 11). Sekali efektivitas suatu obat sudah dibuktikan secarameyakinkan (mungkin lebih dari satu kali) melalui plasebo, maka studi lain tidak dihamskan lagi memakai plasebo. Plasebo digunakan dalam situasi seperti di bawah ini: 1. Jika tidak terdapat obat standar yang diakui. 2. Pengobatan standar yang ada ternyata memang tidak efektif, meragukan, atau tidak terbukti. 3. Obat yang akan diuji merupakan obat dengan mekanisme atau cara pemberian baru. 4. Pengobatan standar tidak cocok sebagai pembanding (perbedaan cara pemberian, dosis, dan sebagainya). 5. Respons hanya dapat diukur sebagai parameter subyektif. 6. Reaksi plasebo cukup besar (diare, influenza, sariawan, perdarahan hidung, dan sebagainya). Adajuga beberapa kriteria di mana sebaiknya plasebo tidak dipakai, yaitu jika: I. Tidak etis untuk tidak mengobati dengan obat aktif, jika ini efektif. Misalnya pada tuberkulosis. 2. Tidak praktis untuk membandingkan cara pemberian iv dan oral, kecuali dapat digunakan double dummy technique dengan baik. 3. Respons plasebo sudah diketahui, dan kita hendak menguji respons terhadap berbagai dosis. Masalah uji klinik Beberapa waktu yang lalu PUKO dihadapkan padapermintaan duauji klinik yang sulit penyelesaiannya. Kedua-duanya hendak dilakukan untuk tu.juan ijin pemasaran. Kasus pertama ialah suatu obat berupa hormon, dimakan per oral beberapa minggu sebelum persalinan, dan diindikasikan untuk melunakkan serviks uteri sehingga pembukaan serviks dapat terjadi cepat dan waktu persalinan diperpendek. Obat seperti ini, yaitu yang digunakan sebagai profilaksis, selalu sulit sekali dinilai. Karena siapa yang akan dapat meramalkan, seandainya obat itu tidak digunakan, apakah partusjuga tidak akan terjadi secara normal? Hal seperti itu juga terlihat pada pembuktian efektivitas vaksin atau keampuhan suatu obat dalam mencegah efek samping suatu obat. Suatu vaksin yang dibuat untuk mencegah infeksi dalam suatu u.ji klinik, tidak dapat memastikan apakah orang percobaan benar akan terpapar 1998 kuman yang "akan membuatnya sakit". Begitupun penderita yang akan dicegah terhadap suatu efek samping tidak diketahui akan terkena efek samping atau tidak. Jika, misalnya, efek samping akan terjadi dengan rate sebesar80%makamasih dapat dihitung dengan cukup akurat apakah obat yang akan mencegah efek samping tadi benar akan mencegahnya, yaitu dengan menurunkan rate kejadiannya dari 80% ke 30%, misalnya. Tetapi jika rate efek samping itu sekitar 1 per 1000, maka uji klinik yang biasa tidak akan dapat mendeteksinya (karena akan memerlukan ribuan orang percobaan), apalagi membuktikan apakah suatu obat profilaktik dapat mengurangi rate kejadian efek samping tersebut. Kembali ke masalah obat hormon tadi, kasus ini dibahas dalam suatu pertemuan antara sponsor dan PUKO. Segera timbul keraguan pada semua peserta, termasuk sponsor, apakah studi seperti ini layakdilakukan?Bukan sajakarena sulitnyamenilaisuatu profilaksis seperti ini, tetapi juga dari segi ilmiah dan kebenaran tujuan pemasaran obat ini, belum lagi ekses yang akan terjadi seandainyaobat ini berhasil dipasarkan. Jika indikasi yang benar ialah untuk para primi, maka semua orang yang akan melahirkan walaupun sudah mempunyai banyak anak akan diberi pengobatan tersebut (Just in case!). Maklum, cukup banyak dokter berfikir seperti itu. Selain itu, praktek pemasaran akan mudah mengarahkannyakepemakaian yang tidak baikuntuk menjual lebih banyak. Masih terdapat kemungkinan bahwa hormon tersebut, walaupun diberikan padaakhir masa kehamilan, dapat menimbulkan masalah terhadap bayinya kemudian hari. Walaupun makin jelas bahwa kita harus menolak permintaan uji klinik ini, kami masih mengkonsultasikannya kepada 3 orang ahli kebidanan yang kami anggap mempunyaijudgementyang baik. Hasilnya tidak mengecewakan, karenajawabann tya sama de:ngan kami, sehinggauji klinik itu karni tolak. Kasus kedua merupakan uji klinik suatu prc:kursor NSAID, yang dalam tubuh akan dipecah sebagai suatu NSAID yang sudah lazim dipakai. Efeknya, tidak seperti obat asalnya, terjadi setelah beberapa hari, dan karena itu hanyadiindikasikan untukpenyakit yang kronis. Selama setengah tahun kami berdebat, bagaimana melakukan uji klinikobat ini untuk membuktikan efektivitasnya. Masalah terutama berkisar pada pertanyaan apakah obat ini hams diuji dengan obat standarnya atau dengan plasebo. Obat ini hanya beredar di satu negara namun belum pernah dilakukan uji klinik untukmembuktikan efektivitasnya dengan pembanding plasebo. Setelah kami periksa dalam FDA Guidelines, dinyatakan "harus diuji dengan plasebo". Reaktor plasebo untuk rasa sakit sudah dikenal sejak 1930-an, yaitu sebesar 35%, sehingga setiap obat analgesik hams diuji terhadap plasebo. ~enderitanyatentu dipilih sesuai dengan indikasi obat tersebut, misalnya artritis. Jumlah N diperhitungkan cukup dengan menggunakan 2x45 penderita, untuk menun.jukkan perbedaan 30%. Sedangkan parameter yang diukur berbentukobyektifdan subyektif Sponsortidak menyetujui plasebo sebagai obat pembanding, dan ini disokongoleh 2 orang dari PUKO. Permasalahan ini dibawakan ke suatu pertemuan internasional untuk dapat masukan dari para pakar reumatolog. Akhirnya dibenarkan bahwa harus digunakan kelompok plasebo, lebih baik lagi ditambah dengan kelompok ketiga yang diberi obat standamya. Dengan demikian 6 bulan berlalu untuk menentukan sikap ini, dan sponsomyamenarikdiri karena khawatir bahwaobatnya tidak akan lebih baikdaripada plasebo. Tanpastudi dengan disain yang benar, obat ini tidak akan dapat dipasarkan di negara yang baik peraturannya.