PENGERTIAN KEBUDAYAAN (CULTURE) Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Budaya erat kaitannya dengan pola kebiasaan. Budaya dapat terbentuk karena adanya pola kebiasaan yang telah turun temurun dilakukan bahkan dapat dianggap sebagai sesuatu yang sakral. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Dengan demikian, budaya sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen untuk menentukan pilihan pada produk yang akan dikonsumsinya. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Customer Culture Page 1 PENGERTIAN PELANGGAN (CUSTOMER) Pertama, Anda harus mengerti betul pengertian pelanggan sesungguhnya. Dalam literatur dunia wirausaha, istilah “Pelanggan” ditafsirkan menjadi dua pengertian yaitu :dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, pelanggan diartikan s e m u a pihak yang m e m p u n ya i h u b u n g a n k e r j a d e n g a n b i s n i s k i t a , atau semua pihak yang terkait dalam proses produksi seperti ; supplier bahanbaku, penyandang dana (pemilik perusahaan, kreditor, investor, perbankan, dll) , distributor/agen pemasar/penyalur, sebagai jembatan atau perantaraagar produk tiba ditangan “end-user”, para pekerja dan orang-orang lainyang terlibat dalam proses produksi, para pesaing/competitor, dan pembelip r o d u k / j a s a ( k o n s u m e n , e n d - u s e r ) . Dalam arti sempit, p e l a n g g a n merupakan pembeli produk/jasa, tanpa memperhitungkan apakah sering, jarang atau hanya sesekali saja membeli produk/jasa kita. Ini disebut juga pelanggan riil. P e l a n g g a n d a l a m p e n g e r t i a n i n i j u g a d i s e b u t b a g i s e m u a orang atau pihak yang menaruh perhatian atau tertarik pada produk/jasak i t a a t a u h a n y a “ s e k e d a r i n g i n t a h u ” s a j a . I n i d i s e b u t j u g a p e l a n g g a n potensial. Pelanggan adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu yang akan memberikan pengaruh pada performa kita atau perusahaan manajemen. Maine dkk (dalam Nasition, 2004:101) memberikan beberapa definisi tentang pelanggan yaitu: 1. Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung pada kita, tetapi kita yang tergantung padanya 2. Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada apa keinginannya 3. Tidak ada seorangpun yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan 4. Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang harus dihapuskan Customer Culture Page 2 What is a customer? Menurut Nasution (2005:45); dan Gaspersz (1997:73) pelanggan adalah semua orang yang menuntut organisasi untuk memenuhi standar kualitas tertentu, dan karena itu memberikan pengaruh pada kinerja organisasi. Oleh karena itu menurut Bean dan Maine (dalam Nasution, 2005:46) pelanggan adalah: (1) orang yang tidak tergantung pada perusahaan, tetapi sebaliknya; (2) orang yang membawa organisasi untuk mengikuti keinginannya; (3) orang yang teramat penting yang harus dipuaskan. Karena itu tegas Bean dan Maine (dalam Nasution, 2005:46), tidak ada seorangpun yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan. Menurut Tjiptono dan Diana (2003:100-101) terdapat dua perspektif dalam mendefinisikan pelanggan, yaitu perspektif tradisional dan perspektif TQM. Perspektif tradisional, mendefinisikan pelanggan sebagai orang yang membeli dan menggunakan produknya. Pelanggan tersebut merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses menghasilkan produk, sedangkan pihak-pihak yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum tahap proses menghasilkan produk dipandang sebagai pemasok. Pelanggan dan pemasok dalam perspektif tradisional merupakan entitas eksternal. Menurut perspektif TQM, pelanggan dan pemasok ada di dalam dan di luar organisasi. Pelanggan eksternal adalah orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan. Pemasok eksternal adalah orang di luar organisasi yang menjual bahan mentah/bahan baku, informasi, atau jasa kepada organisasi. Sedangkan di dalam organisasi juga ada pelanggan internal dan eksternal. Misalnya dalam suatu perusahaan penerbitan surat kabar, tugas karyawan A adalah melakukan editing, yang kemudian hasilnya akan diserahkan kepada karyawan B yang mengatur tata letak surat kabar. Dalam contoh ini karyawan A merupakan pemasok bagi karyawan B, dan karyawan B sendiri merupakan pelanggan bagi karyawan A. Karyawan B tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan benar, bila karyawan A tidak melakukan pekerjaannya dengan benar pula. Berdasarkan pandangan Tjiptono dan Diana (2003:100-101) sebagaimana dikemukakan terdahulu dapat disimpulkan terdapat dua jenis pelanggan, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Gaspersz (1997:33) mengemukakan pelanggan internal adalah orang yang berada dalam organisasi dan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Secara rinci Barata A.A. (2003:12) mengemukakan, pelanggan internal adalah orang-orang yang terlibat dalam Customer Culture Page 3 proses penyediaan jasa atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan, penciptaan jasa atau pembuatan barang, sampai dengan pemasaran dan penjualan dan pengadministrasiannya. Terkait dengan pelanggan eksternal Gaspersz (1997:33) mengemukakan pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata. Menurut Barata A.A. (2003:13) pelanggan eksternal adalah semua orang yang berada di luar organisasi yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa dari organisasi. Dalam konteks sekolah Schlechty, P.C., (2001:68) membagi pelanggan menjadi pelanggan langsung dan pelanggan tidak langsung. Pelanggan langsung dari sekolah adalah siswa. Oleh karena itu semua kegiatan sekolah harus fokus kepada siswa. Pelanggan tidak langsung dari sekolah adalah orangtua, masyarakat bisnis, guru, dan masyarakat pada umumnya. Arti Pelanggan menurut Dharmmesta dan Handoko (1997:12) yaitu individu-individu yang melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi rumah tangga. Seiring dengan pernyataan Pamitra (2001:11) bahwa pelanggan adalah individu pembuatan keputusan yang menyebabkan seseorang harus terlibat atau tidak dalam pembelian suatu produk. Menurut Supranto (2001:21) pelanggan adalah setiap individu yang menerima suatu jenis barang atau jasa dari beberapa orang lain atau kelompok orang. Lupiyoadi (2001:134) mendefinisikan Pelanggan adalah seorang individu yang secara continue dan berulang kali datang ke tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan memuaskan produk atau jasa tersebut. Menurut Gasperz dalam (Nasution, 2004:101) pelanggan adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu yang akan memberikan pengaruh pada performansi perusahaan dan manajemen perusahaan. Dari semua pendapat para ahli diatas dapat disimpukan bahwa pelanggan adalah individu yang melakukan pembelian kebutuhan yang bisa membuat puas dengan membandingkan beberapa aspek seperti harga, standar kualitas barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadi dan rumah tangga. Pelanggan menurut Cambridge International Dictionaries dalam Lupiyoadi (2001:143), adalah “a person who buys goods or a services” atau pelanggan adalah seseorang yang membeli barang dan jasa. Sementara menurut Webster’s 1928 Dictionary dalam Lupiyoadi (2001:143) pelanggan adalah “one who frequents any place of sale for producing what he wants ...”. (Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk memenuhi apa yang diinginkan..). Customer Culture Page 4 Jadi, dengan kata lain pelanggan merupakan seseorang yang secara berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan jasa dengan membayar produk atau jasa tersebut. Pengertian Pelanggan. 1. Pelanggan ditinjau dari volume pembelinya adalah seseorang yang melakukan pembelian secara berulang-ulang 2. Pelanggan adalah seseorang atau lembaga yang menjadi anggota (member) dari sebuah kegiatan komersial, yang dibuktikan dengan kartuanggota, dengan atau tanpa membayar keanggotaan, Bagaimana memperlakukan pelanggan ?, Hampir semua kita menyadari kata-kata ajaib ini “Pelanggan adalah Raja !”. Artinya dalam melayani raja bukan hanya dengan basa-basi dan sopan santun belaka, namun tutur kata dan perilaku dan kepantasan dalam pelayanan perlu pula diperhatikan. Hal lain yang mesti dipahami pengusaha adalah larangan dan tindakan negative yang tidak boleh dilakukan terhadap rajanya seperti berbohong, menipu, memeras yang dilakukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan sesaat. Raja juga tidak boleh diperlakukan secara keras dan kasar atau dicuekin dengan sikap acuh tak acuh terhadapberbagai komplain atau keluhan dalam berhubungan bisnis dengannnya.Terakhir yang sangat penting dan mendasar adalah memenuhi “Hak Sang Raja“ dalam memperoleh pelayanan prima (service excellence),memperoleh informasi yang jelas dan lengkap tentang perusahaan dan produk anda. Kiat utama dalam mengahadapi kedaultan konsumen inisebenarnya adalah sangat sederhana yaitu terletak pada niat, itikad baik,kejujuran, dan kesungguhan anda untuk selalu ingin memberikan yang terbaik. Mengapa Semua Manusia Harus dilayani sebagai Pelanggan? Tentu saja, karena kita menghadapi manusia dalam setiap aspek kegiatan usaha dan semua lini produksi. Sebagai contoh coba kita lihat peran strategis masing-masing mereka. 1. Supplier, tanpa bahan baku yang mereka berikan belum tentu kinerja dan kualitas poduk/jasa yang dihasilkan akan sebaik dan selancar saat ini. Customer Culture Page 5 2. Penyandang dana, tanpa bantuan/pinjaman dana mereka tentu saja berbagai rencana bisnis kita akan berantakan. 3. Distributor/Agen/Penyalur, jasa mereka sangat besar dalam membuat produk kita dikenal, diminati, dibeli dan dinikmati oleh jutaan konsumen. 4. Pekerja,Sehebat-hebatnya pendidikan dan kemampuan anda dalam berproduksi atau pengelolaan usaha, tanpa dukungan pekerja di semua lini, mustahil produk anda bisa lahir dan berada serta bertahan di pasar. Karena itu perlakukanlah mereka secara manusiawi dan sesuai fitrahnya. 5. Pesaing,pesaing juga bisa bermakna positif bagi kesinambungan usaha anda. Tanpa kinerja mereka yang mengancam kesinambungan usahaanda, anda akan kurang termotivasi untuk selalu berinovasi secara kreatif dan memberikan yang terbaiak dalam mengembangkan atau mempertahankan posisi dalam percaturan pasar. Jadikanlah pesaing itu pemicu dan pemacu adrenalin anda untuk memenangi persaingan bisnis ! 6. Pembeli/konsumen, karena mereka adalah raja, perlu diberikan perhatian penuh dalam aspek pelayanan. Walaupun ia masih tergolong pembeli potensial dan belum punya minat beli atau daya beli sekalipun, namun kesan pertama menemui anda akan membangun image untuk menjadi pelanggan riil. Bangunlah Citra ! . Citra adalah gambaran yang diberikan pihak lain atau pelanggan terhadap kesan yang diperolehnya ketika pertama mengunjungiatau bertemu dengan anda. Memang selain kita mengharapkan hasil penjualan dan keuntungan dari pelanggan kita juga sebenarnya sangat memerlukan citra positif di mata pelanggan. Jika hal ini telah diperoleh, maka biasanya pelanggan tadi secara suka rela akan melakukan promosi dari mulut ke mulut secara gratis ke pada para calon pelanggan lainnya begitu. Pengelompokan pelanggan. 1. Kuantitas: jumlah pelanggan yang meliputi pria dan wanita Kuantitas pelanggan, pada umumnya peluang mendapatkan pelanggan lebih banyak pada kelompok wanita, mengapa? Karena jumlah wanita lebih banyak, kebutuhan lebih beragam, lebih mudah terpengaruh oleh promosipenjualan. Misalnya potongan harga, harga murah, barang terkini, dll. Customer Culture Page 6 2. Tingkat Pendidikan: TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi Pembeli pada usia TK, SD, SMP, SMA Perguruan Tinggi, berikut adalah Toko yang memilih segmen pembeli usia TK, dengan perbandingan 80%, SD20%. Peluang dapat diciptakan untuk segmen TK, karena jumlah kelahiran di Indonesia termasuk kategori tinggi. 3. Tingkat Pendapatan: Tinggi, menengah, rendah Tingkat pendapatan terdiri dari tinggi, menengah, rendah Peluang baru lebih terbuka pada tingkat pendapatan menengah dan rendah, karena Indonesia termasuk negara berkembang. 4. Mobilitas: Sering bepergian dari daerah pedesaan, perkotaan, pegunungan, pantai Mobilitas seseorang yang sering bepergian dari daerah pedesaan, perkotaan, pegunungan. Dengan semakin banyaknya orang yang bepergian untuk berbagai keperluan, maka terbuka peluang untuk berusaha dalam bidang transportasi. 5. Tingkat Kecanggihan: Teknologi yang diinginkan Tingkat kecanggihan, seiring kemajuan Teknologi, maka peluang untuk mendapatkan pelanggan akan terbuka lebar. 6. Gaya hidup: Sangat ditentukan lingkungan pergaulan Sangat ditentukan lingkungan pergaulan, misal remaja yang sekolah di SMU di kota Jakarta, akan berbeda gaya hidupnya dengan pelajar di kotakecil, karena Jakarta menyediakan berbagai fasilitas kehidupan yang berbeda dengan kota lainnya. 7. Periode waktu: pagi, siang, sore, malam / harian, mingguan, bulanan, tahunan Pagi, siang, sore, malam / harian, mingguan, bulanan, tahunan. Sebuah keluarga akan berbeda-beda pola waktu pembeliannya, tergantung pada tingkat penghasilan, kesibukan kerja, dan kebutuhan masing-masing kelurga. 8. Agama/kepercayaan: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu,dll Agama/kepercayaan:Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu.Peluang dapat diciptakan dengan melayani kebutuhan ibadah, bagi masing-masing pemeluk agama, dan jangan lupa memperhatikan halal dan haramnya bagi satu agama. 9. Rentang usia: usia bayi, anak, remaja, dewasa, orang tua Contoh, sumber pembelian dari segi rentang usia yaitu, usia bayi, anak,remaja, dewasa, orang tua.Kebutuhan akan produk setiap orang, akan mengacu pada pola komsumsiyang diperlukan sesuai dengan usianya. 10. Lokasi: toko tempat pelaksanaan pembelian Customer Culture Page 7 Tempat pelaksanaan pembelian, bisa di pasar yang modern seperti mall,atau pasar tradisional, atau ruko, yang memiliki kelompok pembeli masing-masing. Kebutuhan Pelanggan. Kebutuhan Hidup/Ekonomi Manusia - Kebutuhan Primer,Sekunder, Tersier, Jasmani, Rohani, Sekarang, Masa Depan, Pribadi dan Sosial Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis danmacam barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya. Di bawah ini akan diberikan jenis, macam aneka ragam definisi atau pengertian dari tiap-tiap kebutuhan manusia selama hidupnya di dunia : A. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Tingkat Kepentingan / Prioritas 1. Kebutuhan primer ebutuhan primer adalah kebutuhan yang benar-benaramat sangat dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnyaadalah seperti sembilan bahan makanan pokok / sembako, rumah tempattinggal, pakaian, dan lain sebagainya. 2. Kebutuhan sekunder kebutuhansekunder adalah merupakan jeniskebutuhan yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjangkebutuhan primer. Misalnya seperti makanan yang bergizi, pendidikan yangbaik, pakaian yang baik, perumahan yang baik, dan sebagainya yang belummasuk dalam kategori mewah. 3. Kebutuhan tersier mewah/lux kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang bersifat mewahtidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer dan kebutuhan skunder. Contohnyaadalah mobil, antena parabola, pda phone, komputer laptop notebook, tv 50inchi, jalan-jalan ke hawaii, apartemen, dan lain sebagainya. B. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Sifat Customer Culture Page 8 1. Kebutuhan jasmani kebutuhan jasmani fisik adalah yang berhubungandengan badan atau tubuh seseorang. Contohnya seperti makanan,minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur, buang air kecil dan besar, seks, dan lain sebagainya. 2. Kebutuhan rohani keutuhan Mental Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang dibutuhkan seseorang untukmendapatkan sesuatu bagi jiwanya secara kejiwaan. Contohnya seperti mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan YME, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain. C. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Waktu 1. Kebutuhan Sekarang. Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang benar-benar diperlukan padasaat ini secara mendesak. Contoh adalah kebelet pipis, makan karena sangatlapar, pengobatan akibat kecelakaan, dan lain sebagainya. 2. Kebutuhan Masa Depan Kebutuhan masa depan adalah kebutuhan yang dapat ditunda serta dipenuhidi lain waktu di masa yang akan datang. Contoh yaitu pergi haji, pendidikantinggi, pahala untuk bekal akherat, membeli mobil toyota yaris terbaru, dan lain sebagainya. D. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Subjek / Subyek Penggunanya 1. Kebutuhan Individual / Individu / PribadiKebutuhan individu adalah jenis kebutuhan yang dibutuhkan oleh orangperseorangan secara pribadi. Contohnya adalah sikat gigi, menuntut ilmu,sholat lima waktu, makan, dan banyak lagi contoh lainnya. 2. Kebutuhan sosial Kolektif Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan berbagai barang dan jasa yangdigunakan masyarakat.Contohnya untuk adalah memuaskan jalan kebutuhan umum, sosial penerangan suatu tempat kelompok umum, berserikatmengeluarkan pendapat, berbisnis, berorganisasi, dan lain-lain. Pengertian Dan Jenis Konsumen Pengertian Konsumen Dalam dunia marketing konsumen adalah hal yang perlu diperhatikan, jika suatu perusahaan atau pedagang tidak memiliki konsumen, maka akan sia-sia barang yang diperdagangkan. Customer Culture Page 9 Oleh karena itu agar dapat memahami konsumen maka harus mengerti Konsumen itu dan siapa konsumen itu. Berikut ini adalah pengertian konsumen menurut beberapa ahli, yaitu: a. Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi b. Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan “…. Those actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action” (p.3). Perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produkatau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut. Menurut Mowen (1995), “ Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the exchange processes involved in acquiring, consume, disposing of goods, services, experiences, and ideas” (p.5). Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001). Sedangkan The American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005). Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, Customer Culture Page 10 penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001). Jenis-jenis konsumen Setiap manusia pasti berbeda, begitu pula dengan konsumen. Agar dapat memahami konsumen maka harus mengerti dulu jenis-jenis konsumen itu sendiri. Jenis-jenis konsumen adalah sebagai berikut: a. Pelanggan/konsumen menurut UU Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dimasyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. b. Konsumen trend setter. Tipikal konsumen ini selalu suka akan sesuatu yang baru, dan dia mendedikasikan dirinya untuk menjadi bagian dari gelombang pertama yang memiliki atau memanfaatkan teknologi terbaru c. Berikutnya adalah jenis konsumen yang mudah dipengaruhi, terutama oleh konsumen tren setter, sehingga disebut sebagai follower atau pengikut. Kelompok ini sangat signifikan, karena membentuk persentase terbesar, kelompok ini disebut konsumen Follower. Konsumen ini adalah orang follower. orang yang terimbas efek dari konsumen trend setter. d. Sedangkan jenis konsumen yang terakhir (Value seeker), adalah mereka yang memiliki pertimbangan dan pendirian sendiri. Kelompok ini jumlahnya lebih besar dari kelompok pertama, sehingga patut pula diberi perhatian khusus. atau yang disebut konsumen value seeker. Jenis konsumen ini relatif sulit untuk dipengaruhi, karena mereka lebih mendasarkan kebutuhan mereka terhadap alasan-alasan yang rasional. e. Konsumen pemula, Jenis konsumen pemula cirinya adalah pelanggan yang datang banyak bertanya. Dan konsumen pemula merupakan calon pelanggan dimasa yang akan datang. Customer Culture Page 11 f. Konsumen curiga, ada konsumen yang datang dengan rasa curiga bahwa Anda menjual barang gelap dengan harga gelap dan untung Anda berlipat. Jadi dia akan menawar di bawah harga kepantasan. g. Konsumen pengadu domba, ada jenis konsumen lain lagi, yaitu yang suka mengadu domba. Mungkin karena menganggap anda adalah domba yang layak diadu-adu. Konsumen jenis ini suka mengatakan bahwa harga di tempat lain lebih murah daripada barang yang Anda tawarkan. h. Konsumen pengutil, Ada lagi jenis konsumen yang suka mengutil. Dia sering bertanya apa saja, yang pada intinya bertujuan agar Anda bingung dan linglung, dan pada akhirnya setelah konsumen tersebut pergi, Anda mendapatkan ada barang yang hilang. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pelanggan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggan. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 bagian yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pribadi seorang konsumen dan faktor-faktor yang berasal dari lingkungan sekitar seorang konsumen. A. Individual Determinants of Consumer Behavior 1. Demografis, psikografis, dan kepribadian Demografis berhubungan dengan ukuran, struktur, dan pendistribusian populasi. Demografis berperan penting dalam pemasaran. Demografis membantu peramalan trend suatu produk bertahun-tahun mendatang serta perubahan permintaan dan pola konsumsi. Psikografis adalah sebuah teknik operasional untuk mengukur gaya hidup. Dalam kata lain psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Psikografis memberikan pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif. Bila demografis menjelaskan siapa yang membeli suatu produk, psikografis menekankan pada penjelasan mengapa produk tersebut dibeli. Customer Culture Page 12 Sangat penting untuk meneliti faktor psikografis termasuk kepercayaan dan nilai karena kesuksesan industri organik akan bergantung pada tingkat kemampuan memobilisasi konsumen untuk menerima produk organik (Lea & Worsley, 2005). Kepribadian dalam bidang pemasaran memiliki arti sebagai respon yang konsisten terhadap pengaruh lingkungan. Kepribadian adalah tampilan psikologi individu yang unik dimana mempengaruhi secara konsisten bagaimana seseorang merespon lingkungannya. 2. Motivasi konsumen Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen mewakili dorongan untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis melalui pembelian dan penggunaan suatu produk. 3. Pengetahuan konsumen Pengetahuan konsumen dapat diartikan sebagai himpunan dari jumlah total atas informasi yang dimemori yang relevan dengan pembelian produk dan penggunaan produk. Misalnya apakah makanan organik itu, kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya, manfaatnya bagi kesehatan, dan lain-lain. 4. Intensi, sikap, kepercayaan, dan perasaan konsumen Intensi adalah pendapat subjektif mengenai bagaimana seseorang bersikap di masa depan. Ada beberapa jenis intensi konsumen. Intensi pembelian adalah pendapat mengenai apa yang akan dibeli. Intensi pembelian kembali adalah apakah akan membeli barang yang sama dengan sebelumnya. Intensi pembelanjaan adalah dimana konsumen akan merencanakan sebuah produk akan dibeli. Intensi pengeluaran adalah berapa banyak uang yang akan digunakan. Intensi pencarian mengindikasikan keinginan seseorang untuk melakukan pencarian. Intensi konsumsi adalah keinginan seseorang untuk terikat dalam aktifitas konsumsi. Customer Culture Page 13 Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk. Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen. Preferensi itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah objek dan relasinya terhadap objek lain. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai penilaian subjektif mengenai hubungan antara dua atau lebih benda. Suatu kepercayaan dibentuk dari pengetahuan. Apa yang telah seseorang pelajari mengenai suatu produk mendorong timbulnya kepercayaan tertentu mengenai produk tersebut. Perasaan adalah suatu keadaan yang memiliki pengaruh (seperti mood seseorang) atau reaksi. Perasaan dapat bersifat positif maupun negatif tergantung kepada setiap individu. Perasaan juga memiliki pengaruh terhadap penentuan sikap seorang konsumen. B. Environmental Influences on Consumer Behavior 1. Budaya, etnisitas, dan kelas sosial Budaya adalah kumpulan nilai, ide, artefak, dan simbol-simbol lain yang membantu seseorang untuk berkomunikasi, mengartikan, dan mengevaluasi sebagai bagian dari suatu lingkungan. Budaya terbagi menjadi dua yaitu abstrak dan elemen material yang memberikan kemampuan bagi seseorang untuk mendefinisikan, mengevaluasi, dan membedakan antarbudaya. Elemen abstrak terdiri atas nilai-nilai, sikap, ide, tipe kepribadian, dan kesimpulan gagasan seperti agama atau politik. Material komponen terdiri atas benda-benda seperti buku, komputer, gedung, peralatan, dan lain-lain. Etnisitas adalah suatu elemen penting dalam menentukan suatu budaya dan memprediksi keinginan dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah suatu fungsi dari perasaan etnisitas sebagaimana dengan identitas budaya, keadaan sosial, dan tipe produk. Kelas sosial dapat didefinisikan sebagai divisi yang bersifat relatif permanen dan homogenus dalam suatu kumpulan sosial dimana individual atau keluarga saling bertukar nilai, gaya hidup, Customer Culture Page 14 ketertarikan, kekayaan, status, pendidikan, posisi ekonomi, dan perilaku yang sama. Penelitian pemasaran seringkali berfokus pada variabel-variabel kelas sosial karena penentuan produk apa yang akan dibeli oleh konsumen ditentukan oleh kelas sosial. 2. Keluarga dan pengaruh rumah tangga Secara ilmiah keluarga dapat diartikan sebagai sekelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang berhubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal berdampingan. Sedangkan rumah tangga adalah semua orang, baik yang berelasi maupun tidak berelasi yang menempati sebuah unit rumah. Keluarga maupun pengaruh rumah tangga mempengaruhi sikap pembelian konsumen. Misalnya kelahiran anak mempengaruhi suatu keluarga untuk menambah perabotan, bahan makanan bayi, dan lain-lain. 3. Kelompok dan pengaruh personal Suatu perilaku konsumen tak lepas dari pengaruh kelompok dan personal yang dianutnya. Reference group adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempengaruhi perilaku individu secara signifikan. Reference group dapat berupa artis, atlit, tokoh politik, kelompok musik, partai politik, dan lain-lain. Reference group mempengaruhi dalam beberapa cara. Pertama-tama reference group menciptakan sosialisasi atas individu. Kedua reference group berperan penting dalam membangun dan mengevaluasi konsep seseorang dan membandingkannya dengan orang lain. Ketiga, reference group menjadi alatuntuk mendapatkan pemenuhan norma dalam sebuah kelompok sosial. PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PERILAKU KONSUMEN Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan. Customer Culture Page 15 Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasajasa. Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi. Konsumen memutuskan banyak sekali produk untuk dibeli setiap harinya. Setiap produk yang diputuskan untuk dibeli tentunya telah mengalami berbagai macam pertimbangan salah satunya dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Sehingga perusahaan harus meneliti keputusan membeli tersebut sacara terperinci agar tepat mengenai sasaran pasar. Misalnya apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli. Pertanyaan sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing. Budaya juga dapat menjadi suatu peluang yang besar untuk produk-produk tertentu yang bersangkutan. Misalnya kita sebagai bangsa Indonesia sangat bergantung pada beras sebagai makanan pokok, hal ini tentunya membuat permintaan beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk sehingga berbisnis pada usaha ini memiliki peluang yang sangat besar. Kebiasaan orang Indonesia juga gemar mengonsumsi makanan yang digoreng, sehingga minyak goring menjadi salah kebutuhan pokok dari sembilan kebutuhan pokok (sembako). Mandi sehari dua kali juga tentunya mememiliki dampak terhadap produsen sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, perusahaan air, dsb. Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan kebudayaan sangat mempengaruhi produkproduk yang dikonsumsi sehingga memiliki permintaan yang lebih tinggi pada wilayah dengan kebudayaan tertentu. Customer Culture Page 16 KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN Menurut Kotler dan Amstrong (2002:13) kepuasan adalah sejauhmana suatu tingkatan produk dipersepsikan sesuai dengan harapan pembeli. Menurut Kotler dan Keller (2006) Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara persepsi (perception) terhadap hasil (performance) suatu produk dengan harapannya (expectation). Kepuasan konsumen sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana harapan konsumen terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang diterima tentang kemampuan produk tersebut oleh konsumen. Jika produk tersebut jauh dibawah harapan konsumen maka ia akan kecewa. Sebaliknya jika produk tersebut memenuhi harapan konsumen, maka ia akan senang. Harapan konsumen dapat diketahui dari pengalaman mereka sendiri saat menggunakan produk tersebut, omongan orang lain dan informasi iklan. Menurut Kotler (2003 : 140) Hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah saat dimana konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan emosi yang kuat dan komitmen jangka panjang dengan merek perusahaan. Kotler dan Keller (2006) meyakini 3 hal dalam kaitannya nilai pelanggan kepuasan dan loyalitas konsumen. Semakin tinggi nilai yang diterima pelanggan, akan semakin tinggi tingkat kepuasan, dan sebagai akibatnya pelanggan akan semakin loyal. ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL Dalam pemasaran dikenal etika pemasaran dan etika konsumen dimana baik pemasar maupun konsumen memiliki nilai-nilai dan rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam melakukan aktivitas perdagangan. Pihak pemasar dan konsumen diharapkan mempunyai hubungan mutualisme dimana saling menguntungkan pihak lainnya, bukannya malah saling merugikan. Etika pemasaran dan konsumen ini dituangkan dalam hukum seperti hukum perlindungan konsumen, hukum perdagangan, serta hukum-hukum lainnya. Customer Culture Page 17 Karena tidak semua manajer mempunyai sensitivitas moral yang bagus, perusahaan perlu mengembangkan kebijakan etika pemasaran , panduan luas yang harus diikuti oleh semua orang di organisasi. Kebijakan ini mencakup hubungan dangan distributor, standar pemasangan iklan, layanan pelanggan, penetapan harga,pengembangan produk dan standar etika umum. Tanggung jawab sosial menuntut para pemasar untuk secara cermat mempertimbangkan peran yang dapat mereka mainkan dari segi kesejahteraan sosial. Kottler dan Keller mengambangkan konsep pemasaran sosial yang menegaskan bahwa tugas organisasi adalah menetapkan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran dan menyerahkan kepuasaan yang diinginkan secara lebij efektif dan efisien ketimbang pesaing dengan cara yang memelihara atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. Konsep pemasaran sosial menuntut pemasar membangun pertimbangan-pertimbangan sosial dan etis ke dalam praktik pemasaran mereka. PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KONSUMEN Teknologi informasi merupakan teknologi masa kini yang dapat menyatukan atau menggabungkan berbagai informasi, data, dan sumber untuk dimanfaatkan sebagai ilmu bagi kegunaan seluruh umat manusia melalui penggunaan berbagai media dan peralatan telekomunikasi modern. Dengan menggunakan berbagai media, peralatan telekomunikasi dan computer canggih, Teknologi Informasi akan terus berkembang dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan peradaban umat manusia di seluruh dunia. Teknologi Informasi sangat mempengaruhi konsumen dalam keputusan untuk membeli sebuah barang atau produk. Kemajuan peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad informasi ini telah memudahkan manusia berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Keunggulan atau dampak positif dari kemajuan teknologi informasi sangat besar manfaatnya. Tetapi, tidak dapat dielakkan juga bahwa dampak negatif yang dihasilkan oleh teknologi informasi ini juga muncul. Customer Culture Page 18 MAKNA IKLAN DALAM BUDAYA KONSUMEN Apakah makna iklan bagi manusia yang hidup dalam zaman di mana setiap orang seolah dilahirkan untuk membeli, seperti saat ini? Bagaimanakah manusia sekarang memandang iklan, sementara ia setiap hari diterpa oleh jutaan iklan? Dalam arena budaya konsumen, iklan selalu diposisikan sebagai tukang manipulasi kesadaran sosial. Alih-alih menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan, iklan dituduh menciptakan kebutuhan baru. Audiens pun diposisikan sebagai pihak yang berkata ‘ya’ pada apapun yang ditawarkan iklan. Audiens dibentuk oleh iklan. FUNGSI INFORMATIF IKLAN Terhadap hal ini, para pengiklan umumnya mengeluarkan pembelaan bahwa iklan yang baik selalu bertujuan untuk memberikan informasi pada konsumen, dan dengan demikian membantunya untuk lebih cerdas dalam membeli (Ulanoff, 1977, dalam Douglas Kellner, 1990). Atau seperti kata Harms (1989) dalam Kellner, iklan adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis, di mana fungsi utamanya adalah menjual produk, jasa, dan ide dengan cara memberikan informasi pada publik mengenai poin-poin baik dari produk dan ketersediaannya. Dari sudut pandang ini, iklan ditempatkan sebagai peta untuk audiens dalam mengenali kebutuhannya. Melalui iklan, audiens bisa menentukan produk dan jasa apa yang harus ia beli untuk memenuhi kebutuhannya. Audiens bisa lebih cerdas dalam membeli, berkat informasi dari iklan. Ketika seseorang melihat iklan pemutih badan, ia tidak akan serta merta membeli produk tersebut. Ia akan mempertimbangkan dulu apakah ia benar-benar memiliki kebutuhan untuk menjadi lebih putih. Ketika seseorang melihat iklan kartu kredit, ia pun tidak langsung berkata ‘ya’ pada iklan tersebut. Ia akan berpikir-pikir dulu apakah ia sungguh-sungguh memerlukan kartu kredit. Dalam hal ini, iklan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pemberi informasi bagi masyarakat, selebihnya masyarakat sendiri yang akan menentukan pilihannya. Customer Culture Page 19 Dari segi akademis, tidak semua pengamat sepakat bahwa iklan mampu membodohi masyarakat secara total. Nampaknya, ada semacam pergumulan pendapat antara mereka yang menganggap iklan berfungsi layaknya jarum suntik bagi audiens, dan mereka yang berpikir bahwa audiens memiliki kemampuan kreatif untuk membentuk persepsinya sendiri mengenai iklan yang dilihatnya. Chambers (1987) dan Hebdige (1988) dalam Chris Barker (2000) mengungkapkan bahwa komoditas, dalam hal ini termasuk iklan, memungkinkan bagi audiens untuk mengkonstruksi sendiri identitasnya yang beragam (multiple identities). Chambers dan Hebdige juga menjelaskan tentang konsep bricoleur, yakni posisi audiens sebagai pihak yang “..memilih dan menata unsurunsur komoditas material dan tanda-tanda bermakna.” (p.301) Iklan sebagai budaya kontemporer juga mendapatkan pembelaannya melalui Paul Willis (1990) dalam Barker. Willis beranggapan bahwa iklan bukannya “..permukaan tanpa makna atau superfisial melainkan terdiri dari ciptaan kreatif makna oleh semua orang sebagai produsen budaya.” (p.301) Jadi, audiens ditempatkan sebagai pihak yang mampu memaknai segala bentuk komoditas dan proses komodifikasi, termasuk memaknai iklan. Ketika kita melihat iklan pemutih kulit, kita tahu bahwa kulit putih sedang menjadi komoditas, dan kecantikan sedang mengalami proses komodifikasi. Ketika kita melihat iklan kartu kredit, kita tahu bahwa kita sedang dibujuk untuk membeli sesuatu yang mungkin sebenarnya tidak perlu kita beli. IKLAN DAN BUDAYA KONSUMEN Kellner memberikan sebuah definisi komprehensif tentang iklan. Menurutnya, iklan adalah “..complex text, the images, words, framing devices, and structures of which attempt to influence individuals into accepting certain values and role models and into adopting certain life-styles.” (p.245) Customer Culture Page 20 Kellner menyatakan bahwa iklan adalah sebuah teks yang kompleks, terdiri dari gambargambar, kata-kata, dan struktur, yang bertujuan untuk mempengaruhi individu dalam menerima nilai-nilai serta mengadopsi gaya hidup tertentu. Dalam definisi Kellner, kata-kata ‘menerima nilai’ (accepting values) dan ‘mengadopsi gaya hidup tertentu’ (adopting certain life-styles) perlu memperoleh perhatian lebih, karena itu berarti iklan bukan hanya sekadar memperkenalkan lalu memasarkan produk. Bukan hanya memiliki fungsi informasi dan identifikasi produk, iklan juga memiliki fungsi persuasi. Barangkali ini bukanlah hal baru. Pertanyaannya sekarang, sejauh mana implikasi fungsi persuasi iklan dalam hidup masyarakat? Dalam sehari, kita diterpa oleh ratusan iklan yang menawarkan ratusan produk yang berbeda. Setiap produk ini menawarkan hal-hal yang bisa membuat hidup kita lebih mudah. Asuransi agar hidup kita terencana, mobil jenis tertentu agar kita bisa bepergian sekeluarga, kredit rumah agar tidak terus menerus mengontrak, mie instan yang praktis, permen pengharum nafas, sampai shampo yang bisa membuat rambut lebih lurus, sabun yang membikin kulit hitam berubah putih, serta parfum tertentu yang aromanya mampu menarik lawan jenis. Apakah semua ini adalah hal yang kita butuhkan? Apakah terpaan iklan menjadikan kita seorang pembeli yang lebih cerdas? Apakah itu informasi yang diberikan oleh iklan pada konsumen, atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada perlunya dalam hidup konsumen tetapi diposisikan demikian, sehingga seolah-olah tampak seperti informasi? Iklan, dengan caranya sendiri, harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa produk yang ditawarkannya bisa menjadi solusi. Hanya dengan membeli produk-produk yang ditawarkan oleh iklan, hidup seseorang akan menjadi lebih mudah. Singkatnya, mengkonsumsi produk yang ditawarkan oleh iklan akan mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan. Budaya konsumen adalah suatu tatanan sosial di mana perilaku menjual dan membeli barang dan jasa dipandang bukan lagi hanya sebagai perilaku sehari-hari yang sudah biasa dikerjakan masyarakat, tetapi lebih dari itu, sebagai sebuah pengaturan sosial mengenai tanda dan makna. Bila merujuk pada definisi di atas, iklan menjadi sangat relevan dengan budaya konsumen. Pengaturan sosial mengenai tanda dan makna dapat dicirikan dengan sangat efektif melalui iklan. Dengan rancangan grafis dan atau audio visual yang menarik, orang akan Customer Culture Page 21 mengalami proses interpelasi melalui iklan. Misalnya, untuk mendapatkan citra sebagai lelaki maskulin, konsumsilah rokok merek X. Atau, karena kulit putih identik dengan kecantikan, jangan lupa menggunakan sabun merek Y khusus perempuan. Hal ini bahkan juga berlaku untuk anak-anak. Ada sebuah iklan produk makanan yang menghadiahkan tato temporer sebagai bonus, dengan jargon yang seolah mengatakan bahwa ia bukan ‘anak masa kini’ jika tidak mengenakan tato itu, karena semua teman-temannya (dalam visualisasi iklan tersebut), menggunakannya. Kellner juga menjelaskan tentang “a commodity self”. Menurutnya, “..’commodity self’ emerged in a which different products allowed individuals to communicate different aspects of ‘their’ personalities that could be shaped by using the right products and producing the right images.” (p.244) Komoditas, menurut Barker, adalah “..sesuatu yang tersedia untuk dijual di pasar, sementara komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana objek, kualitas, dan tanda berubah menjadi komoditas. Diri komoditas (a commodity self) di sini berarti manusia membangun identitasnya, ‘kepribadian’-nya, sebagai sesuatu yang bisa dibentuk dengan menggunakan barang yang benar dalam rangka memproduksi citra yang tepat. Manusia tak lagi memiliki otentisitas. Apa yang tersisa dari dirinya hanyalah apa yang ia lihat dari iklan, di mana citra itu dilihat sebagai sesuatu yang ‘tepat’ maka itu perlu diikuti. Ketika seseorang melihat iklan pemutih kulit, ia tidak sempat lagi berpikir apakah ia benar-benar perlu untuk memutihkan kulitnya. Tidak ada ruang untuk pertimbangan, karena iklan, lewat gambar dan kata-kata, telah membuat konstruksi sosial baru bahwa kulit putih lebih baik dari kulit hitam. Bahkan ada iklan yang storyline-nya menceritakan bahwa setelah memiliki kulit putih seseorang bisa mencapai impiannya. Sebelumnya, ia gagal karena kulitnya masih gelap. Masyarakat kemudian mencapai konsensus bahwa putih itu cantik, lalu bagaimana seseorang bisa mempertanyakan hal ini bila lingkungannya menerimanya begitu saja? Hal ini juga berlaku untuk iklan-iklan yang menggunakan fear appeal dalam penyajiannya. Masyarakat dibuat takut akan hal-hal tertentu, sementara barang yang ditawarkan iklan diposisikan sebagai solusi yang akan menghapus ketakutan tersebut. Ketakutan itu sendiri bisa jadi bukanlah ketakutan si konsumen, ia mungkin justru tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Namun, sesuai dengan definisinya, iklan mampu membuat konsumen menerima Customer Culture Page 22 nilai-nilai serta mengadopsi gaya hidup tertentu. Dari itu, konsumen akan meng-iya-kan ketakutan itu, kemudian berterima kasih karena merasa tertolong oleh iklan dan solusi yang ditawarkannya lewat produk. Lalu, apa yang tersisa dari iklan? Masih banyak. Meski setelah perbincangan di atas kita mengetahui bagaimana iklan mampu memanipulasi kesadaran sosial, toh kita semua akan tetap menjadi bagian dari industri, dan karena itu masih selalu akan terpengaruh oleh iklan. Bahkan seorang pengamat sosial sekalipun berpotensi untuk membeli apa-apa yang ditawarkan iklan bukan hanya ketika ia merasa kebutuhannya terpenuhi oleh produk yang ditawarkan iklan, tetapi juga ketika iklan berhasil membuatnya seolah memiliki ‘kebutuhan’ baru yang tadinya tidak ia sadari sama sekali. Yang bisa dilakukan sekarang hanyalah menghindari manipulasi iklan sebisa mungkin. Amerika periode 1980-an menghabiskan 100 milyar dolar hanya untuk iklan, sebuah angka yang bahkan jauh lebih besar dibandingkan dana yang dihabiskan untuk sekolah. Iklan, kata Kellner, adalah sebuah industri parasit yang hidup dengan menghisap darah masyarakat, menciptakan kebutuhan yang sebenarnya tidak ada, hanya untuk menangguk untung sebanyak-banyaknya atas nama kapitalisme. Bersikap kritis terhadap iklan selalu penting. Kita harus memastikan bahwa kita membeli produk setelah mempertimbangkan kegunaannya, nilainya, dan kebutuhan aktual kita. Jangan membiarkan diri kita dimanipulasi oleh iklan. Sikap ini hanya bisa lahir ketika kita sudah bisa memandang iklan dan teknik-teknik persuasif manipulatifnya tersebut, dengan lebih kritis dan bijak. TREN PERILAKU KONSUMEN INDONESIA Pertama, I Hunt Deals. Konsumen Indonesia cenderung “berjuang mati-matian” dalam memperoleh produk yang harganya lebih murah, meskipun selisihnya mungkin cuma seribu perak. Konsumen juga pandai dalam menimbang-nimbang nilai lebih dari sebuah tawaran, meskipun produk yang dijual sama, tapi mereka rela memilih tempat yang memberikan benefit lebih. Kedua, I dare to buy. Konsumen Indonesia sekarang lebih berani merogoh kocek lebih dalam untuk membeli apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Keberanian ini didasari oleh kepercayaan diri akan daya belinya selama 12 bulan ke depan. Tidak disangkal bahwa Customer Culture Page 23 perekonomian nasional yang makin positif menunjang kebutuhan mereka. Selain itu, mereka lebih suka menjajal produk-produk baru. Ketiga, I want it now! Konsumen sekarang ini tidak sabaran. Apa yang ia inginkan, sebisa mungkin harus mereka miliki secepat mungkin. Proses instan pun tak terelakkan. Tren serba cepat, serba mudah, dan terjangkau menjadi momentum di pasar Indonesia. Pemasar kudu menyadari hal ini. Keempat, I do Care. Konsumen Indonesia tidak melulu menjadi mahkluk yang mengkonsumsi secara buta. Katakanlah, mahkluk hedonis! Namun, di tengah gempuran arus konsumerisme, orang Indonesia masih bisa memelihara jiwa sosialnya. Sebab itu, bila ada masalah yang sensitif menyinggung kehidupan sosial, konsumen Indonesia bangkit menunjukkan dukungannya. Kasus sandal jepit dan Banggar menjadi dua contohnya Customer Culture Page 24