CULTURE - DoCuRi

advertisement
PENGERTIAN KEBUDAYAAN (CULTURE)
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya erat kaitannya dengan pola kebiasaan. Budaya dapat terbentuk karena adanya pola
kebiasaan yang telah turun temurun dilakukan bahkan dapat dianggap sebagai sesuatu yang
sakral.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Dengan demikian, budaya sangat berpengaruh terhadap perilaku konsumen untuk
menentukan pilihan pada produk yang akan dikonsumsinya.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu
adalah Cultural-Determinism.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Customer Culture
Page 1
PENGERTIAN PELANGGAN (CUSTOMER)
Pertama, Anda harus mengerti betul pengertian pelanggan sesungguhnya. Dalam literatur
dunia wirausaha, istilah “Pelanggan” ditafsirkan menjadi dua pengertian yaitu :dalam arti luas
dan dalam arti sempit.
Dalam arti
luas, pelanggan diartikan s e m u a
pihak
yang
m e m p u n ya i
h u b u n g a n k e r j a d e n g a n b i s n i s k i t a , atau semua pihak yang terkait dalam proses
produksi seperti ; supplier bahanbaku, penyandang dana (pemilik perusahaan, kreditor,
investor, perbankan, dll) , distributor/agen pemasar/penyalur, sebagai jembatan atau
perantaraagar produk tiba ditangan “end-user”, para pekerja dan orang-orang
lainyang
terlibat
dalam
proses
produksi,
para
pesaing/competitor,
dan
pembelip r o d u k / j a s a ( k o n s u m e n , e n d - u s e r ) .
Dalam
arti
sempit,
p e l a n g g a n merupakan pembeli produk/jasa,
tanpa memperhitungkan apakah sering, jarang atau hanya sesekali saja membeli
produk/jasa kita. Ini disebut juga pelanggan riil. P e l a n g g a n d a l a m p e n g e r t i a n
i n i j u g a d i s e b u t b a g i s e m u a orang atau pihak yang menaruh perhatian atau
tertarik pada produk/jasak i t a a t a u h a n y a “ s e k e d a r i n g i n t a h u ” s a j a . I n i
d i s e b u t j u g a p e l a n g g a n potensial.
Pelanggan adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar
kualitas tertentu yang akan memberikan pengaruh pada performa kita atau perusahaan
manajemen. Maine dkk (dalam Nasition, 2004:101) memberikan beberapa definisi tentang
pelanggan yaitu:
1. Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung pada kita, tetapi kita yang tergantung
padanya
2. Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada apa keinginannya
3. Tidak ada seorangpun yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan
4. Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang harus dihapuskan
Customer Culture
Page 2
What is a customer? Menurut Nasution (2005:45); dan Gaspersz (1997:73) pelanggan
adalah semua orang yang menuntut organisasi untuk memenuhi standar kualitas tertentu, dan
karena itu memberikan pengaruh pada kinerja organisasi. Oleh karena itu menurut Bean dan
Maine (dalam Nasution, 2005:46) pelanggan adalah:
(1) orang yang tidak tergantung pada perusahaan, tetapi sebaliknya;
(2) orang yang membawa organisasi untuk mengikuti keinginannya;
(3) orang yang teramat penting yang harus dipuaskan.
Karena itu tegas Bean dan Maine (dalam Nasution, 2005:46), tidak ada seorangpun yang pernah
menang beradu argumentasi dengan pelanggan.
Menurut Tjiptono dan Diana (2003:100-101) terdapat dua perspektif dalam
mendefinisikan pelanggan, yaitu perspektif tradisional dan perspektif TQM.
Perspektif tradisional, mendefinisikan pelanggan sebagai orang yang membeli dan menggunakan
produknya. Pelanggan tersebut merupakan orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah
proses menghasilkan produk, sedangkan pihak-pihak yang berinteraksi dengan perusahaan
sebelum tahap proses menghasilkan produk dipandang sebagai pemasok. Pelanggan dan
pemasok dalam perspektif tradisional merupakan entitas eksternal.
Menurut perspektif TQM, pelanggan dan pemasok ada di dalam dan di luar organisasi.
Pelanggan eksternal adalah orang yang membeli dan menggunakan produk perusahaan. Pemasok
eksternal adalah orang di luar organisasi yang menjual bahan mentah/bahan baku, informasi, atau
jasa kepada organisasi. Sedangkan di dalam organisasi juga ada pelanggan internal dan eksternal.
Misalnya dalam suatu perusahaan penerbitan surat kabar, tugas karyawan A adalah melakukan
editing, yang kemudian hasilnya akan diserahkan kepada karyawan B yang mengatur tata letak
surat kabar. Dalam contoh ini karyawan A merupakan pemasok bagi karyawan B, dan karyawan
B sendiri merupakan pelanggan bagi karyawan A. Karyawan B tidak dapat melakukan
pekerjaannya dengan benar, bila karyawan A tidak melakukan pekerjaannya dengan benar pula.
Berdasarkan pandangan Tjiptono dan Diana (2003:100-101) sebagaimana dikemukakan
terdahulu dapat disimpulkan terdapat dua jenis pelanggan, yaitu pelanggan internal dan
pelanggan eksternal. Gaspersz (1997:33) mengemukakan pelanggan internal adalah orang yang
berada dalam organisasi dan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Secara rinci Barata
A.A. (2003:12) mengemukakan, pelanggan internal adalah orang-orang yang terlibat dalam
Customer Culture
Page 3
proses penyediaan jasa atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan, penciptaan jasa atau
pembuatan barang, sampai dengan pemasaran dan penjualan dan pengadministrasiannya.
Terkait dengan pelanggan eksternal Gaspersz (1997:33) mengemukakan pelanggan
eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut sebagai pelanggan
nyata. Menurut Barata A.A. (2003:13) pelanggan eksternal adalah semua orang yang berada di
luar organisasi yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa dari organisasi.
Dalam konteks sekolah Schlechty, P.C., (2001:68) membagi pelanggan menjadi pelanggan
langsung dan pelanggan tidak langsung. Pelanggan langsung dari sekolah adalah siswa. Oleh
karena itu semua kegiatan sekolah harus fokus kepada siswa. Pelanggan tidak langsung dari
sekolah adalah orangtua, masyarakat bisnis, guru, dan masyarakat pada umumnya.
Arti Pelanggan menurut Dharmmesta dan Handoko (1997:12) yaitu individu-individu yang
melakukan pembelian untuk memenuhi kebutuhan pribadinya atau konsumsi rumah tangga.
Seiring dengan pernyataan Pamitra (2001:11) bahwa pelanggan adalah individu pembuatan
keputusan yang menyebabkan seseorang harus terlibat atau tidak dalam pembelian suatu produk.
Menurut Supranto (2001:21) pelanggan adalah setiap individu yang menerima suatu jenis barang
atau jasa dari beberapa orang lain atau kelompok orang.
Lupiyoadi (2001:134) mendefinisikan Pelanggan adalah seorang individu yang secara
continue dan berulang kali datang ke tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan
memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan memuaskan produk atau jasa tersebut.
Menurut Gasperz dalam (Nasution, 2004:101) pelanggan adalah semua orang yang
menuntut perusahaan untuk memenuhi suatu standar kualitas tertentu yang akan memberikan
pengaruh pada performansi perusahaan dan manajemen perusahaan. Dari semua pendapat para
ahli diatas dapat disimpukan bahwa pelanggan adalah individu yang melakukan pembelian
kebutuhan yang bisa membuat puas dengan membandingkan beberapa aspek seperti harga,
standar kualitas barang atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadi dan rumah tangga.
Pelanggan menurut Cambridge International Dictionaries dalam
Lupiyoadi (2001:143), adalah “a person who buys goods or a services” atau pelanggan adalah
seseorang yang membeli barang dan jasa. Sementara menurut Webster’s 1928 Dictionary dalam
Lupiyoadi (2001:143) pelanggan adalah “one who frequents any place of sale for producing what
he wants ...”. (Pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk
memenuhi apa yang diinginkan..).
Customer Culture
Page 4
Jadi, dengan kata lain pelanggan merupakan seseorang yang secara berulang kali datang ke suatu
tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau
mendapatkan jasa dengan membayar produk atau jasa tersebut.
Pengertian Pelanggan.
1. Pelanggan ditinjau dari volume pembelinya adalah seseorang yang melakukan
pembelian secara berulang-ulang
2. Pelanggan adalah seseorang atau lembaga yang menjadi anggota (member) dari
sebuah kegiatan komersial, yang dibuktikan dengan kartuanggota, dengan atau tanpa
membayar keanggotaan,
Bagaimana memperlakukan pelanggan ?,
Hampir semua kita menyadari kata-kata ajaib ini “Pelanggan adalah Raja !”. Artinya dalam
melayani raja bukan hanya dengan basa-basi dan sopan santun belaka, namun tutur kata dan
perilaku dan kepantasan dalam pelayanan perlu pula diperhatikan. Hal lain yang mesti dipahami
pengusaha adalah larangan dan tindakan negative yang tidak boleh dilakukan terhadap rajanya
seperti berbohong, menipu, memeras yang dilakukan semata-mata untuk memperoleh
keuntungan sesaat. Raja juga tidak boleh diperlakukan secara keras dan kasar atau dicuekin
dengan sikap acuh tak acuh terhadapberbagai komplain atau keluhan dalam berhubungan bisnis
dengannnya.Terakhir yang sangat penting dan mendasar adalah memenuhi “Hak Sang Raja“
dalam memperoleh pelayanan prima (service excellence),memperoleh informasi yang jelas dan
lengkap tentang perusahaan dan produk anda. Kiat utama dalam mengahadapi kedaultan
konsumen inisebenarnya adalah sangat sederhana yaitu terletak pada niat, itikad baik,kejujuran,
dan kesungguhan anda untuk selalu ingin memberikan yang terbaik.
Mengapa Semua Manusia Harus dilayani sebagai Pelanggan?
Tentu saja, karena kita menghadapi manusia dalam setiap aspek kegiatan usaha dan semua lini
produksi. Sebagai contoh coba kita lihat peran strategis masing-masing mereka.
1. Supplier, tanpa bahan baku yang mereka berikan belum tentu kinerja dan kualitas
poduk/jasa yang dihasilkan akan sebaik dan selancar saat ini.
Customer Culture
Page 5
2. Penyandang dana, tanpa bantuan/pinjaman dana mereka tentu saja berbagai rencana
bisnis kita akan berantakan.
3. Distributor/Agen/Penyalur, jasa mereka sangat besar dalam membuat produk kita dikenal,
diminati, dibeli dan dinikmati oleh jutaan konsumen.
4. Pekerja,Sehebat-hebatnya pendidikan dan kemampuan anda dalam berproduksi atau
pengelolaan usaha, tanpa dukungan pekerja di semua lini, mustahil produk anda bisa lahir
dan berada serta bertahan di pasar. Karena itu perlakukanlah mereka secara manusiawi
dan sesuai fitrahnya.
5. Pesaing,pesaing juga bisa bermakna positif bagi kesinambungan usaha anda. Tanpa
kinerja mereka yang mengancam kesinambungan usahaanda, anda akan kurang
termotivasi untuk selalu berinovasi secara kreatif dan memberikan yang terbaiak dalam
mengembangkan atau mempertahankan posisi dalam percaturan pasar. Jadikanlah
pesaing itu pemicu dan pemacu adrenalin anda untuk memenangi persaingan bisnis !
6. Pembeli/konsumen, karena mereka adalah raja, perlu diberikan perhatian penuh dalam
aspek pelayanan. Walaupun ia masih tergolong pembeli potensial dan belum punya minat
beli atau daya beli sekalipun, namun kesan pertama menemui anda akan membangun
image untuk menjadi pelanggan riil.
Bangunlah Citra ! .
Citra adalah gambaran yang diberikan pihak lain atau pelanggan terhadap kesan yang
diperolehnya ketika pertama mengunjungiatau bertemu dengan anda. Memang selain kita
mengharapkan hasil penjualan dan keuntungan dari pelanggan kita juga sebenarnya sangat
memerlukan citra positif di mata pelanggan. Jika hal ini telah diperoleh, maka biasanya
pelanggan tadi secara suka rela akan melakukan promosi dari mulut ke mulut secara gratis ke
pada para calon pelanggan lainnya begitu.
Pengelompokan pelanggan.
1. Kuantitas: jumlah pelanggan yang meliputi pria dan wanita
Kuantitas pelanggan, pada umumnya peluang mendapatkan pelanggan lebih banyak pada
kelompok wanita, mengapa? Karena jumlah wanita lebih banyak, kebutuhan lebih
beragam, lebih mudah terpengaruh oleh promosipenjualan. Misalnya potongan harga,
harga murah, barang terkini, dll.
Customer Culture
Page 6
2. Tingkat Pendidikan: TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi
Pembeli pada usia TK, SD, SMP, SMA Perguruan Tinggi, berikut adalah Toko yang memilih segmen
pembeli usia TK, dengan perbandingan 80%, SD20%. Peluang dapat diciptakan untuk
segmen TK, karena jumlah kelahiran di Indonesia termasuk kategori tinggi.
3. Tingkat Pendapatan: Tinggi, menengah, rendah
Tingkat pendapatan terdiri dari tinggi, menengah, rendah Peluang baru lebih terbuka pada
tingkat pendapatan menengah dan rendah, karena Indonesia termasuk negara berkembang.
4. Mobilitas: Sering bepergian dari daerah pedesaan, perkotaan, pegunungan, pantai
Mobilitas seseorang yang sering bepergian dari daerah pedesaan, perkotaan, pegunungan.
Dengan semakin banyaknya orang yang bepergian untuk berbagai keperluan, maka terbuka
peluang untuk berusaha dalam bidang transportasi.
5. Tingkat Kecanggihan: Teknologi yang diinginkan
Tingkat kecanggihan, seiring kemajuan Teknologi, maka peluang untuk mendapatkan
pelanggan akan terbuka lebar.
6. Gaya hidup: Sangat ditentukan lingkungan pergaulan
Sangat ditentukan lingkungan pergaulan, misal remaja yang sekolah di SMU di kota
Jakarta, akan berbeda gaya hidupnya dengan pelajar di kotakecil, karena Jakarta
menyediakan berbagai fasilitas kehidupan yang berbeda dengan kota lainnya.
7. Periode waktu: pagi, siang, sore, malam / harian, mingguan, bulanan, tahunan
Pagi, siang, sore, malam / harian, mingguan, bulanan, tahunan. Sebuah keluarga akan
berbeda-beda pola waktu pembeliannya, tergantung pada tingkat penghasilan, kesibukan
kerja, dan kebutuhan masing-masing kelurga.
8. Agama/kepercayaan: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu,dll
Agama/kepercayaan:Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu
Chu.Peluang dapat diciptakan dengan melayani kebutuhan ibadah, bagi masing-masing
pemeluk agama, dan jangan lupa memperhatikan halal dan haramnya bagi satu agama.
9. Rentang usia: usia bayi, anak, remaja, dewasa, orang tua
Contoh, sumber pembelian dari segi rentang usia yaitu, usia bayi, anak,remaja, dewasa,
orang tua.Kebutuhan akan produk setiap orang, akan mengacu pada pola komsumsiyang
diperlukan sesuai dengan usianya.
10. Lokasi: toko tempat pelaksanaan pembelian
Customer Culture
Page 7
Tempat pelaksanaan pembelian, bisa di pasar yang modern seperti mall,atau pasar
tradisional, atau ruko, yang memiliki kelompok pembeli masing-masing.
Kebutuhan Pelanggan.
Kebutuhan Hidup/Ekonomi Manusia - Kebutuhan Primer,Sekunder, Tersier, Jasmani, Rohani,
Sekarang, Masa Depan, Pribadi dan Sosial
Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai jenis danmacam barang-barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak
terlepas dari kebutuhan akan segala sesuatunya. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan
diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya. Di bawah ini akan diberikan jenis, macam
aneka ragam definisi atau pengertian dari tiap-tiap kebutuhan manusia selama hidupnya di
dunia :
A. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Tingkat Kepentingan / Prioritas
1. Kebutuhan primer ebutuhan primer adalah kebutuhan yang benar-benaramat sangat
dibutuhkan orang dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnyaadalah seperti sembilan
bahan makanan pokok / sembako, rumah tempattinggal, pakaian, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan sekunder kebutuhansekunder adalah merupakan jeniskebutuhan yang
diperlukan setelah semua kebutuhan pokok primer telah semuanya terpenuhi dengan
baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjangkebutuhan primer. Misalnya seperti
makanan yang bergizi, pendidikan yangbaik, pakaian yang baik, perumahan yang baik,
dan sebagainya yang belummasuk dalam kategori mewah.
3. Kebutuhan tersier mewah/lux kebutuhan tersier adalah kebutuhan manusia yang bersifat
mewahtidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan
primer dan kebutuhan skunder. Contohnyaadalah mobil, antena parabola, pda phone,
komputer laptop notebook, tv 50inchi, jalan-jalan ke hawaii, apartemen, dan lain
sebagainya.
B. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Sifat
Customer Culture
Page 8
1. Kebutuhan jasmani kebutuhan jasmani fisik adalah yang berhubungandengan badan atau
tubuh seseorang. Contohnya seperti makanan,minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur,
buang air kecil dan besar, seks, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan rohani keutuhan Mental Kebutuhan rohani adalah kebutuhan yang
dibutuhkan seseorang untukmendapatkan sesuatu bagi jiwanya secara kejiwaan.
Contohnya seperti mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan
YME, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain.
C. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Waktu
1. Kebutuhan Sekarang.
Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang benar-benar diperlukan padasaat ini secara
mendesak. Contoh adalah kebelet pipis, makan karena sangatlapar, pengobatan akibat
kecelakaan, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Masa Depan
Kebutuhan masa depan adalah kebutuhan yang dapat ditunda serta dipenuhidi lain
waktu di masa yang akan datang. Contoh yaitu pergi haji, pendidikantinggi, pahala
untuk bekal akherat, membeli mobil toyota yaris terbaru, dan lain sebagainya.
D. Kebutuhan Manusia Berdasarkan Subjek / Subyek Penggunanya
1. Kebutuhan Individual / Individu / PribadiKebutuhan individu adalah jenis kebutuhan
yang dibutuhkan oleh orangperseorangan secara pribadi. Contohnya adalah sikat gigi,
menuntut ilmu,sholat lima waktu, makan, dan banyak lagi contoh lainnya.
2. Kebutuhan sosial Kolektif Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan berbagai barang dan
jasa
yangdigunakan
masyarakat.Contohnya
untuk
adalah
memuaskan
jalan
kebutuhan
umum,
sosial
penerangan
suatu
tempat
kelompok
umum,
berserikatmengeluarkan pendapat, berbisnis, berorganisasi, dan lain-lain.
Pengertian Dan Jenis Konsumen
Pengertian Konsumen
Dalam dunia marketing konsumen adalah hal yang perlu diperhatikan, jika suatu perusahaan atau
pedagang tidak memiliki konsumen, maka akan sia-sia barang yang diperdagangkan.
Customer Culture
Page 9
Oleh karena itu agar dapat memahami konsumen maka harus mengerti Konsumen itu dan
siapa konsumen itu. Berikut ini adalah pengertian konsumen menurut beberapa ahli, yaitu:
a. Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of Marketing
adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa
untuk dikonsumsi pribadi
b. Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian Perilaku Konsumen
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan “…. Those actions
directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the
decision processes that precede and follow this action” (p.3).
Perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam
memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produkatau jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan mengikuti tindakan – tindakan tersebut.
Menurut Mowen (1995), “ Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the
exchange processes involved in acquiring, consume, disposing of goods, services, experiences,
and ideas” (p.5).
Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang
barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001). Sedangkan The American Marketing
Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan
kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya.
Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan
aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005). Perilaku konsumen
menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku
konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian,
Customer Culture
Page 10
penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001).
Jenis-jenis konsumen
Setiap manusia pasti berbeda, begitu pula dengan konsumen. Agar dapat memahami konsumen
maka harus mengerti dulu jenis-jenis konsumen itu sendiri. Jenis-jenis konsumen adalah sebagai
berikut:
a. Pelanggan/konsumen menurut UU Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau
jasa yang tersedia dimasyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
b. Konsumen trend setter. Tipikal konsumen ini selalu suka akan sesuatu yang baru, dan dia
mendedikasikan dirinya untuk menjadi bagian dari gelombang pertama yang memiliki atau
memanfaatkan teknologi terbaru
c. Berikutnya adalah jenis konsumen yang mudah dipengaruhi, terutama oleh konsumen tren
setter, sehingga disebut sebagai follower atau pengikut. Kelompok ini sangat signifikan,
karena membentuk persentase terbesar, kelompok ini disebut konsumen Follower. Konsumen
ini adalah orang follower. orang yang terimbas efek dari konsumen trend setter.
d. Sedangkan jenis konsumen yang terakhir (Value seeker), adalah mereka yang memiliki
pertimbangan dan pendirian sendiri. Kelompok ini jumlahnya lebih besar dari kelompok
pertama, sehingga patut pula diberi perhatian khusus. atau yang disebut konsumen value
seeker. Jenis konsumen ini relatif sulit untuk dipengaruhi, karena mereka lebih mendasarkan
kebutuhan mereka terhadap alasan-alasan yang rasional.
e. Konsumen pemula, Jenis konsumen pemula cirinya adalah pelanggan yang datang banyak
bertanya. Dan konsumen pemula merupakan calon pelanggan dimasa yang akan datang.
Customer Culture
Page 11
f. Konsumen curiga, ada konsumen yang datang dengan rasa curiga bahwa Anda menjual barang
gelap dengan harga gelap dan untung Anda berlipat. Jadi dia akan menawar di bawah harga
kepantasan.
g. Konsumen pengadu domba, ada jenis konsumen lain lagi, yaitu yang suka mengadu domba.
Mungkin karena menganggap anda adalah domba yang layak diadu-adu. Konsumen jenis ini
suka mengatakan bahwa harga di tempat lain lebih murah daripada barang yang Anda
tawarkan.
h. Konsumen pengutil, Ada lagi jenis konsumen yang suka mengutil. Dia sering bertanya apa
saja, yang pada intinya bertujuan agar Anda bingung dan linglung, dan pada akhirnya setelah
konsumen tersebut pergi, Anda mendapatkan ada barang yang hilang.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pelanggan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggan. Faktor-faktor tersebut dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pribadi seorang konsumen dan
faktor-faktor yang berasal dari lingkungan sekitar seorang konsumen.
A. Individual Determinants of Consumer Behavior
1. Demografis, psikografis, dan kepribadian
Demografis berhubungan dengan ukuran, struktur, dan pendistribusian populasi.
Demografis berperan penting dalam pemasaran. Demografis membantu peramalan trend suatu
produk bertahun-tahun mendatang serta perubahan permintaan dan pola konsumsi.
Psikografis adalah sebuah teknik operasional untuk mengukur gaya hidup. Dalam kata lain
psikografis adalah penelitian mengenai profil psikologi dari konsumen. Psikografis memberikan
pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif. Bila demografis menjelaskan siapa yang
membeli suatu produk, psikografis menekankan pada penjelasan mengapa produk tersebut dibeli.
Customer Culture
Page 12
Sangat penting untuk meneliti faktor psikografis termasuk kepercayaan dan nilai karena
kesuksesan industri organik akan bergantung pada tingkat kemampuan memobilisasi konsumen
untuk menerima produk organik (Lea & Worsley, 2005).
Kepribadian dalam bidang pemasaran memiliki arti sebagai respon yang konsisten terhadap
pengaruh lingkungan. Kepribadian adalah tampilan psikologi individu yang unik dimana
mempengaruhi secara konsisten bagaimana seseorang merespon lingkungannya.
2. Motivasi konsumen
Dalam menjawab pertanyaan mengenai mengapa seseorang membeli produk tertentu, hal
ini berhubungan dengan motivasi seorang konsumen. Motivasi konsumen mewakili dorongan
untuk memuaskan kebutuhan baik yang bersifat fisiologis maupun psikologis melalui pembelian
dan penggunaan suatu produk.
3. Pengetahuan konsumen
Pengetahuan konsumen dapat diartikan sebagai himpunan dari jumlah total atas informasi
yang dimemori yang relevan dengan pembelian produk dan penggunaan produk. Misalnya
apakah makanan organik itu, kandungan nutrisi yang terdapat di dalamnya, manfaatnya bagi
kesehatan, dan lain-lain.
4. Intensi, sikap, kepercayaan, dan perasaan konsumen
Intensi adalah pendapat subjektif mengenai bagaimana seseorang bersikap di masa depan.
Ada beberapa jenis intensi konsumen. Intensi pembelian adalah pendapat mengenai apa yang
akan dibeli. Intensi pembelian kembali adalah apakah akan membeli barang yang sama dengan
sebelumnya. Intensi pembelanjaan adalah dimana konsumen akan merencanakan sebuah produk
akan dibeli. Intensi pengeluaran adalah berapa banyak uang yang akan digunakan. Intensi
pencarian mengindikasikan keinginan seseorang untuk melakukan pencarian. Intensi konsumsi
adalah keinginan seseorang untuk terikat dalam aktifitas konsumsi.
Customer Culture
Page 13
Sikap mewakili apa yang disukai maupun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang
konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk.
Sehingga sikap terkadang diukur dalam bentuk preferensi atau pilihan konsumen. Preferensi itu
sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah objek dan relasinya terhadap objek
lain. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai penilaian subjektif mengenai hubungan antara dua
atau
lebih
benda.
Suatu
kepercayaan
dibentuk
dari
pengetahuan. Apa yang telah seseorang pelajari mengenai suatu produk mendorong timbulnya
kepercayaan tertentu mengenai produk tersebut. Perasaan adalah suatu keadaan yang memiliki
pengaruh (seperti mood seseorang) atau reaksi. Perasaan dapat bersifat positif maupun negatif
tergantung kepada setiap individu. Perasaan juga memiliki pengaruh terhadap penentuan sikap
seorang konsumen.
B. Environmental Influences on Consumer Behavior
1. Budaya, etnisitas, dan kelas sosial
Budaya adalah kumpulan nilai, ide, artefak, dan simbol-simbol lain yang membantu
seseorang untuk berkomunikasi, mengartikan, dan mengevaluasi sebagai bagian dari suatu
lingkungan. Budaya terbagi menjadi dua yaitu abstrak dan elemen material yang memberikan
kemampuan bagi seseorang untuk mendefinisikan, mengevaluasi, dan membedakan antarbudaya.
Elemen abstrak terdiri atas nilai-nilai, sikap, ide, tipe kepribadian, dan kesimpulan gagasan
seperti agama atau politik. Material komponen terdiri atas benda-benda seperti buku, komputer,
gedung, peralatan, dan lain-lain.
Etnisitas adalah suatu elemen penting dalam menentukan suatu budaya dan memprediksi
keinginan dan perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah suatu fungsi dari perasaan etnisitas
sebagaimana
dengan
identitas
budaya,
keadaan
sosial,
dan
tipe
produk.
Kelas sosial dapat didefinisikan sebagai divisi yang bersifat relatif permanen dan homogenus
dalam suatu kumpulan sosial dimana individual atau keluarga saling bertukar nilai, gaya hidup,
Customer Culture
Page 14
ketertarikan, kekayaan, status, pendidikan, posisi ekonomi, dan perilaku yang sama. Penelitian
pemasaran seringkali berfokus pada variabel-variabel kelas sosial karena penentuan produk apa
yang akan dibeli oleh konsumen ditentukan oleh kelas sosial.
2. Keluarga dan pengaruh rumah tangga
Secara ilmiah keluarga dapat diartikan sebagai sekelompok yang terdiri dari dua atau
lebih individu yang berhubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal berdampingan.
Sedangkan rumah tangga adalah semua orang, baik yang berelasi maupun tidak berelasi yang
menempati sebuah unit rumah. Keluarga maupun pengaruh rumah tangga mempengaruhi sikap
pembelian konsumen. Misalnya kelahiran anak mempengaruhi suatu keluarga untuk menambah
perabotan, bahan makanan bayi, dan lain-lain.
3. Kelompok dan pengaruh personal
Suatu perilaku konsumen tak lepas dari pengaruh kelompok dan personal yang dianutnya.
Reference group adalah seseorang atau sekelompok orang yang mempengaruhi perilaku individu
secara signifikan. Reference group dapat berupa artis, atlit, tokoh politik, kelompok musik, partai
politik, dan lain-lain. Reference group mempengaruhi dalam beberapa cara. Pertama-tama
reference group menciptakan sosialisasi atas individu. Kedua reference group berperan penting
dalam membangun dan mengevaluasi konsep seseorang dan membandingkannya dengan orang
lain. Ketiga, reference group menjadi alatuntuk mendapatkan pemenuhan norma dalam sebuah
kelompok sosial.
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PERILAKU KONSUMEN
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang
diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan
produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan
kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Customer Culture
Page 15
Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah proses
pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan
individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasajasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen
untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
Konsumen memutuskan banyak sekali produk untuk dibeli setiap harinya. Setiap produk yang
diputuskan untuk dibeli tentunya telah mengalami berbagai macam pertimbangan salah satunya
dipengaruhi oleh faktor kebudayaan. Sehingga perusahaan harus meneliti keputusan membeli
tersebut sacara terperinci agar tepat mengenai sasaran pasar. Misalnya apa yang dibeli konsumen,
dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka
membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap
berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami
bagaimana konsumen akan memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan
yang berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
Budaya juga dapat menjadi suatu peluang yang besar untuk produk-produk tertentu yang
bersangkutan. Misalnya kita sebagai bangsa Indonesia sangat bergantung pada beras sebagai
makanan pokok, hal ini tentunya membuat permintaan beras di Indonesia terus meningkat seiring
dengan pertumbuhan penduduk sehingga berbisnis pada usaha ini memiliki peluang yang sangat
besar. Kebiasaan orang Indonesia juga gemar mengonsumsi makanan yang digoreng, sehingga
minyak goring menjadi salah kebutuhan pokok dari sembilan kebutuhan pokok (sembako).
Mandi sehari dua kali juga tentunya mememiliki dampak terhadap produsen sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampoo, perusahaan air, dsb.
Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan kebudayaan sangat mempengaruhi produkproduk yang dikonsumsi sehingga memiliki permintaan yang lebih tinggi pada wilayah dengan
kebudayaan tertentu.
Customer Culture
Page 16
KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN
Menurut Kotler dan Amstrong (2002:13) kepuasan adalah sejauhmana suatu tingkatan
produk dipersepsikan sesuai dengan harapan pembeli.
Menurut Kotler dan Keller (2006) Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa yang berasal
dari perbandingan antara persepsi (perception) terhadap hasil (performance) suatu produk dengan
harapannya (expectation).
Kepuasan konsumen sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana harapan konsumen
terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang diterima tentang kemampuan produk
tersebut oleh konsumen. Jika produk tersebut jauh dibawah harapan konsumen maka ia akan
kecewa. Sebaliknya jika produk tersebut memenuhi harapan konsumen, maka ia akan senang.
Harapan konsumen dapat diketahui dari pengalaman mereka sendiri saat menggunakan produk
tersebut, omongan orang lain dan informasi iklan.
Menurut Kotler (2003 : 140) Hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah saat dimana
konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan emosi yang kuat dan
komitmen jangka panjang dengan merek perusahaan.
Kotler dan Keller (2006) meyakini 3 hal dalam kaitannya nilai pelanggan kepuasan dan loyalitas
konsumen. Semakin tinggi nilai yang diterima pelanggan, akan semakin tinggi tingkat kepuasan,
dan sebagai akibatnya pelanggan akan semakin loyal.
ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Dalam pemasaran dikenal etika pemasaran dan etika konsumen dimana baik pemasar
maupun konsumen memiliki nilai-nilai dan rambu-rambu yang harus dipatuhi dalam melakukan
aktivitas perdagangan. Pihak pemasar dan konsumen diharapkan mempunyai hubungan
mutualisme dimana saling menguntungkan pihak lainnya, bukannya malah saling merugikan.
Etika pemasaran dan konsumen ini dituangkan dalam hukum seperti hukum perlindungan
konsumen, hukum perdagangan, serta hukum-hukum lainnya.
Customer Culture
Page 17
Karena tidak semua manajer mempunyai sensitivitas moral yang bagus, perusahaan perlu
mengembangkan kebijakan etika pemasaran , panduan luas yang harus diikuti oleh semua orang
di organisasi. Kebijakan ini mencakup hubungan dangan distributor, standar pemasangan iklan,
layanan pelanggan, penetapan harga,pengembangan produk dan standar etika umum.
Tanggung jawab sosial menuntut para pemasar untuk secara cermat mempertimbangkan peran
yang dapat mereka mainkan dari segi kesejahteraan sosial. Kottler dan Keller mengambangkan
konsep pemasaran sosial yang menegaskan bahwa tugas organisasi adalah menetapkan
kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran dan menyerahkan kepuasaan yang
diinginkan secara lebij efektif dan efisien ketimbang pesaing dengan cara yang memelihara atau
meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. Konsep pemasaran sosial menuntut
pemasar membangun pertimbangan-pertimbangan sosial dan etis ke dalam praktik pemasaran
mereka.
PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KONSUMEN
Teknologi informasi merupakan teknologi masa kini yang dapat menyatukan atau
menggabungkan berbagai informasi, data, dan sumber untuk dimanfaatkan sebagai ilmu bagi
kegunaan seluruh umat manusia melalui penggunaan berbagai media dan peralatan
telekomunikasi modern. Dengan menggunakan berbagai media, peralatan telekomunikasi dan
computer canggih, Teknologi Informasi akan terus berkembang dan mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan dan peradaban umat manusia di seluruh dunia.
Teknologi Informasi sangat mempengaruhi konsumen dalam keputusan untuk membeli
sebuah barang atau produk. Kemajuan peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi pada abad informasi ini telah memudahkan manusia berkomunikasi antara satu dengan
lainnya. Keunggulan atau dampak positif dari kemajuan teknologi informasi sangat besar
manfaatnya. Tetapi, tidak dapat dielakkan juga bahwa dampak negatif yang dihasilkan oleh
teknologi informasi ini juga muncul.
Customer Culture
Page 18
MAKNA IKLAN DALAM BUDAYA KONSUMEN
Apakah makna iklan bagi manusia yang hidup dalam zaman di mana setiap orang seolah
dilahirkan untuk membeli, seperti saat ini? Bagaimanakah manusia sekarang memandang iklan,
sementara ia setiap hari diterpa oleh jutaan iklan?
Dalam arena budaya konsumen, iklan selalu diposisikan sebagai tukang manipulasi
kesadaran sosial. Alih-alih menciptakan produk untuk memenuhi kebutuhan, iklan dituduh
menciptakan kebutuhan baru. Audiens pun diposisikan sebagai pihak yang berkata ‘ya’ pada
apapun yang ditawarkan iklan. Audiens dibentuk oleh iklan.
FUNGSI INFORMATIF IKLAN
Terhadap hal ini, para pengiklan umumnya mengeluarkan pembelaan bahwa iklan yang
baik selalu bertujuan untuk memberikan informasi pada konsumen, dan dengan demikian
membantunya untuk lebih cerdas dalam membeli (Ulanoff, 1977, dalam Douglas Kellner, 1990).
Atau seperti kata Harms (1989) dalam Kellner, iklan adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis, di
mana fungsi utamanya adalah menjual produk, jasa, dan ide dengan cara memberikan informasi
pada publik mengenai poin-poin baik dari produk dan ketersediaannya.
Dari sudut pandang ini, iklan ditempatkan sebagai peta untuk audiens dalam mengenali
kebutuhannya. Melalui iklan, audiens bisa menentukan produk dan jasa apa yang harus ia beli
untuk memenuhi kebutuhannya. Audiens bisa lebih cerdas dalam membeli, berkat informasi dari
iklan.
Ketika seseorang melihat iklan pemutih badan, ia tidak akan serta merta membeli produk
tersebut. Ia akan mempertimbangkan dulu apakah ia benar-benar memiliki kebutuhan untuk
menjadi lebih putih. Ketika seseorang melihat iklan kartu kredit, ia pun tidak langsung berkata
‘ya’ pada iklan tersebut. Ia akan berpikir-pikir dulu apakah ia sungguh-sungguh memerlukan
kartu kredit. Dalam hal ini, iklan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pemberi informasi
bagi masyarakat, selebihnya masyarakat sendiri yang akan menentukan pilihannya.
Customer Culture
Page 19
Dari segi akademis, tidak semua pengamat sepakat bahwa iklan mampu membodohi
masyarakat secara total. Nampaknya, ada semacam pergumulan pendapat antara mereka yang
menganggap iklan berfungsi layaknya jarum suntik bagi audiens, dan mereka yang berpikir
bahwa audiens memiliki kemampuan kreatif untuk membentuk persepsinya sendiri mengenai
iklan yang dilihatnya.
Chambers (1987) dan Hebdige (1988) dalam Chris Barker (2000) mengungkapkan bahwa
komoditas, dalam hal ini termasuk iklan, memungkinkan bagi audiens untuk mengkonstruksi
sendiri identitasnya yang beragam (multiple identities). Chambers dan Hebdige juga menjelaskan
tentang konsep bricoleur, yakni posisi audiens sebagai pihak yang “..memilih dan menata unsurunsur komoditas material dan tanda-tanda bermakna.” (p.301)
Iklan sebagai budaya kontemporer juga mendapatkan pembelaannya melalui Paul Willis
(1990) dalam Barker. Willis beranggapan bahwa iklan bukannya “..permukaan tanpa makna atau
superfisial melainkan terdiri dari ciptaan kreatif makna oleh semua orang sebagai produsen
budaya.” (p.301)
Jadi, audiens ditempatkan sebagai pihak yang mampu memaknai segala bentuk
komoditas dan proses komodifikasi, termasuk memaknai iklan. Ketika kita melihat iklan pemutih
kulit, kita tahu bahwa kulit putih sedang menjadi komoditas, dan kecantikan sedang mengalami
proses komodifikasi. Ketika kita melihat iklan kartu kredit, kita tahu bahwa kita sedang dibujuk
untuk membeli sesuatu yang mungkin sebenarnya tidak perlu kita beli.
IKLAN DAN BUDAYA KONSUMEN
Kellner memberikan sebuah definisi komprehensif tentang iklan. Menurutnya, iklan
adalah “..complex text, the images, words, framing devices, and structures of which attempt to
influence individuals into accepting certain values and role models and into adopting certain
life-styles.” (p.245)
Customer Culture
Page 20
Kellner menyatakan bahwa iklan adalah sebuah teks yang kompleks, terdiri dari gambargambar, kata-kata, dan struktur, yang bertujuan untuk mempengaruhi individu dalam menerima
nilai-nilai serta mengadopsi gaya hidup tertentu.
Dalam definisi Kellner, kata-kata ‘menerima nilai’ (accepting values) dan ‘mengadopsi
gaya hidup tertentu’ (adopting certain life-styles) perlu memperoleh perhatian lebih, karena itu
berarti iklan bukan hanya sekadar memperkenalkan lalu memasarkan produk. Bukan hanya
memiliki fungsi informasi dan identifikasi produk, iklan juga memiliki fungsi persuasi.
Barangkali ini bukanlah hal baru. Pertanyaannya sekarang, sejauh mana implikasi fungsi
persuasi iklan dalam hidup masyarakat?
Dalam sehari, kita diterpa oleh ratusan iklan yang menawarkan ratusan produk yang
berbeda. Setiap produk ini menawarkan hal-hal yang bisa membuat hidup kita lebih mudah.
Asuransi agar hidup kita terencana, mobil jenis tertentu agar kita bisa bepergian sekeluarga,
kredit rumah agar tidak terus menerus mengontrak, mie instan yang praktis, permen pengharum
nafas, sampai shampo yang bisa membuat rambut lebih lurus, sabun yang membikin kulit hitam
berubah putih, serta parfum tertentu yang aromanya mampu menarik lawan jenis.
Apakah semua ini adalah hal yang kita butuhkan? Apakah terpaan iklan menjadikan kita
seorang pembeli yang lebih cerdas? Apakah itu informasi yang diberikan oleh iklan pada
konsumen, atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada perlunya dalam hidup konsumen tetapi
diposisikan demikian, sehingga seolah-olah tampak seperti informasi? Iklan, dengan caranya
sendiri, harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa produk yang ditawarkannya bisa menjadi
solusi. Hanya dengan membeli produk-produk yang ditawarkan oleh iklan, hidup seseorang akan
menjadi lebih mudah. Singkatnya, mengkonsumsi produk yang ditawarkan oleh iklan akan
mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan.
Budaya konsumen adalah suatu tatanan sosial di mana perilaku menjual dan membeli
barang dan jasa dipandang bukan lagi hanya sebagai perilaku sehari-hari yang sudah biasa
dikerjakan masyarakat, tetapi lebih dari itu, sebagai sebuah pengaturan sosial mengenai tanda
dan makna.
Bila merujuk pada definisi di atas, iklan menjadi sangat relevan dengan budaya
konsumen. Pengaturan sosial mengenai tanda dan makna dapat dicirikan dengan sangat efektif
melalui iklan. Dengan rancangan grafis dan atau audio visual yang menarik, orang akan
Customer Culture
Page 21
mengalami proses interpelasi melalui iklan. Misalnya, untuk mendapatkan citra sebagai lelaki
maskulin, konsumsilah rokok merek X. Atau, karena kulit putih identik dengan kecantikan,
jangan lupa menggunakan sabun merek Y khusus perempuan. Hal ini bahkan juga berlaku untuk
anak-anak. Ada sebuah iklan produk makanan yang menghadiahkan tato temporer sebagai bonus,
dengan jargon yang seolah mengatakan bahwa ia bukan ‘anak masa kini’ jika tidak mengenakan
tato itu, karena semua teman-temannya (dalam visualisasi iklan tersebut), menggunakannya.
Kellner juga menjelaskan tentang “a commodity self”. Menurutnya, “..’commodity self’
emerged in a which different products allowed individuals to communicate different aspects of
‘their’ personalities that could be shaped by using the right products and producing the right
images.” (p.244)
Komoditas, menurut Barker, adalah “..sesuatu yang tersedia untuk dijual di pasar,
sementara komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana objek,
kualitas, dan tanda berubah menjadi komoditas.
Diri komoditas (a commodity self) di sini berarti manusia membangun identitasnya,
‘kepribadian’-nya, sebagai sesuatu yang bisa dibentuk dengan menggunakan barang yang benar
dalam rangka memproduksi citra yang tepat. Manusia tak lagi memiliki otentisitas. Apa yang
tersisa dari dirinya hanyalah apa yang ia lihat dari iklan, di mana citra itu dilihat sebagai sesuatu
yang ‘tepat’ maka itu perlu diikuti.
Ketika seseorang melihat iklan pemutih kulit, ia tidak sempat lagi berpikir apakah ia
benar-benar perlu untuk memutihkan kulitnya. Tidak ada ruang untuk pertimbangan, karena
iklan, lewat gambar dan kata-kata, telah membuat konstruksi sosial baru bahwa kulit putih lebih
baik dari kulit hitam. Bahkan ada iklan yang storyline-nya menceritakan bahwa setelah memiliki
kulit putih seseorang bisa mencapai impiannya. Sebelumnya, ia gagal karena kulitnya masih
gelap. Masyarakat kemudian mencapai konsensus bahwa putih itu cantik, lalu bagaimana
seseorang bisa mempertanyakan hal ini bila lingkungannya menerimanya begitu saja?
Hal ini juga berlaku untuk iklan-iklan yang menggunakan fear appeal dalam
penyajiannya. Masyarakat dibuat takut akan hal-hal tertentu, sementara barang yang ditawarkan
iklan diposisikan sebagai solusi yang akan menghapus ketakutan tersebut. Ketakutan itu sendiri
bisa jadi bukanlah ketakutan si konsumen, ia mungkin justru tidak pernah memikirkan hal itu
sebelumnya. Namun, sesuai dengan definisinya, iklan mampu membuat konsumen menerima
Customer Culture
Page 22
nilai-nilai serta mengadopsi gaya hidup tertentu. Dari itu, konsumen akan meng-iya-kan
ketakutan itu, kemudian berterima kasih karena merasa tertolong oleh iklan dan solusi yang
ditawarkannya lewat produk.
Lalu, apa yang tersisa dari iklan? Masih banyak. Meski setelah perbincangan di atas kita
mengetahui bagaimana iklan mampu memanipulasi kesadaran sosial, toh kita semua akan tetap
menjadi bagian dari industri, dan karena itu masih selalu akan terpengaruh oleh iklan. Bahkan
seorang pengamat sosial sekalipun berpotensi untuk membeli apa-apa yang ditawarkan iklan
bukan hanya ketika ia merasa kebutuhannya terpenuhi oleh produk yang ditawarkan iklan, tetapi
juga ketika iklan berhasil membuatnya seolah memiliki ‘kebutuhan’ baru yang tadinya tidak ia
sadari sama sekali.
Yang bisa dilakukan sekarang hanyalah menghindari manipulasi iklan sebisa mungkin.
Amerika periode 1980-an menghabiskan 100 milyar dolar hanya untuk iklan, sebuah angka yang
bahkan jauh lebih besar dibandingkan dana yang dihabiskan untuk sekolah. Iklan, kata Kellner,
adalah sebuah industri parasit yang hidup dengan menghisap darah masyarakat, menciptakan
kebutuhan yang sebenarnya tidak ada, hanya untuk menangguk untung sebanyak-banyaknya atas
nama kapitalisme.
Bersikap kritis terhadap iklan selalu penting. Kita harus memastikan bahwa kita membeli
produk setelah mempertimbangkan kegunaannya, nilainya, dan kebutuhan aktual kita. Jangan
membiarkan diri kita dimanipulasi oleh iklan. Sikap ini hanya bisa lahir ketika kita sudah bisa
memandang iklan dan teknik-teknik persuasif manipulatifnya tersebut, dengan lebih kritis dan
bijak.
TREN PERILAKU KONSUMEN INDONESIA
Pertama, I Hunt Deals. Konsumen Indonesia cenderung “berjuang mati-matian” dalam
memperoleh produk yang harganya lebih murah, meskipun selisihnya mungkin cuma seribu
perak. Konsumen juga pandai dalam menimbang-nimbang nilai lebih dari sebuah tawaran,
meskipun produk yang dijual sama, tapi mereka rela memilih tempat yang memberikan benefit
lebih.
Kedua, I dare to buy. Konsumen Indonesia sekarang lebih berani merogoh kocek lebih
dalam untuk membeli apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Keberanian ini didasari oleh
kepercayaan diri akan daya belinya selama 12 bulan ke depan. Tidak disangkal bahwa
Customer Culture
Page 23
perekonomian nasional yang makin positif menunjang kebutuhan mereka. Selain itu, mereka
lebih suka menjajal produk-produk baru.
Ketiga, I want it now! Konsumen sekarang ini tidak sabaran. Apa yang ia inginkan, sebisa
mungkin harus mereka miliki secepat mungkin. Proses instan pun tak terelakkan. Tren serba
cepat, serba mudah, dan terjangkau menjadi momentum di pasar Indonesia. Pemasar kudu
menyadari hal ini.
Keempat, I do Care. Konsumen Indonesia tidak melulu menjadi mahkluk yang
mengkonsumsi secara buta. Katakanlah, mahkluk hedonis! Namun, di tengah gempuran arus
konsumerisme, orang Indonesia masih bisa memelihara jiwa sosialnya. Sebab itu, bila ada
masalah yang sensitif menyinggung kehidupan sosial, konsumen Indonesia bangkit menunjukkan
dukungannya. Kasus sandal jepit dan Banggar menjadi dua contohnya
Customer Culture
Page 24
Download