1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konstelasi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam konstelasi kehidupan di dunia ini manusia tentunya tidak bisa
terlepas dari apa yang dinamakan dengan agama. Hal tersebut dikarenakan
agama sangatlah inhern dalam kehidupan sosial manusia dengan segala
dinamika yang ada. Hal tersebut mengandung arti bahwa manusia dalam
aktivitasnya tidak bisa terlepas dari nilai-nilai agama yang ada di dalamnya.
Dalam hal ini Islam adalah agama bagi umat manusia yang di dalamnya
memuat pesan yang bersifat universal dan abadi dikarenakan ajaranya akan
selalu mengikat selama dalam masa taklif (mukallaf). Konsekuensi tersebut
tertuang dalam suguhan konsepsi hukum Islam yang menjamin perbaikan
dan peningkatan kehidupan umatnya baik di dunia maupun di akhirat. Islam
adalah pandangan hidup yang lengkap (kaffah), membimbing sesuai
petunjuk-petunjuk Allah SWT, sebagaimana yang disampaikan oleh RasulNya Muhammad SAW.1
Secara praktis, Islam menuntut para pemeluknya untuk senantiasa
menyeru, mengajak, dan menyampaikan ajaranya agar apa yang menjadi
pesan agama dapat disebarluaskan keseluruh alam semesta.2 Hal tersebut
merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Islam,
1
Begum A’isyah Bawany, Mengenal Islam Selayang Pandang, Terj. Machnun Husein,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 5
2
Konsep tentang menyeru, mengajak, menyempaikan dan mempengaruhi tersebut yang
kemudian dinamakan dengan dakwah. Lihat pengertian dakwah Awaludin Pimay, Metodologi
Dakwah; Kajian Teoritis dari Khazanah Al-Qur’an, (Semarang: Rasail, 2006), hlm.2
1
2
yang tentunya dalam penyampaian misi dakwah yang diterapkanya dalam
rangka mengajak manusia kepada ajaran Islam haruslah mengacu pada apa
yang telah dicontohkan oleh Rosulullah Muhammad SAW.3
Mengenai kewajiban menyampaikan dakwah Islam, Allah SWT
berfirman dalam ayat suci Al-Qur’an:
4 ß|¡ômr& }‘Ïδ ÉL©9$$Î/ Οßγø9ω≈y_uρ πuΖ|¡ptø:$# ÏπsàÏãöθyϑø9$#uρ Ïπyϑõ3Ïtø:$$Î/ y7În/u‘ È≅‹Î6y™ 4’n<Î) äí÷Š#
tωtGôγßϑø9$$Î/ ÞΟn=ôãr& uθèδuρ ( Ï&Î#‹Î6y™ tã ¨≅|Ê yϑÎ/ ÞΟn=ôãr& uθèδ y7−/u‘ ¨βÎ)
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An-Nahl: 125)
Hermeneutika kata ud’u yang selanjutnya ditafsirkan dengan “seruan”
yang merupakan fiil amr, yang dalam kaidah ushul fiqh merujuk kepada
hukum wajib mengindikasikan bahwa dakwah mutlak harus direalisasikan di
dalam setiap sendi-sendi kehidupan.4
Telah menjadi suatu yang ma’lum, bahwasanya Islam adalah agama
dakwah yang mengandung arti bahwa keberadaanya di muka bumi ini adalah
dengan disebarluaskan dan diperkenalkan kepada seluruh umat melalui
aktivitas dakwah, bukan dengan paksaan, kekerasan, dan tidak pula dengan
kekuatan pedang. Hal ini dapat kita pahami, karena Islam sendiri adalah
3
Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah, (Jakarta: Media Da’wah, 2000), hlm. 125
Kewajiban berdakwah sesuai dengan surat An-Nahl ayat: 125, merupakan kewajiban
mutlak (absolut). Hal tersebut dikarenakan para Ulama’ telah bersepakat mengenai hukum
wajibnya, hanya saja diantara mereka ada yang mengatakan wajib ‘ainiyah (berlaku
universal/setiap orang), dan Ulama’ lain mengatakan wajib kifayah (dalam arti apabila alam satu
kelompok sudah ada yang menjalankanya maka gugurlah kewajiban tersebut). Baca: Aminuddin
Sanwar, Pengantar Ilmu Dakwah, (Semarang: Fakultas dakwah, 1986), hlm.34
4
3
agama pembawa perdamaian, agama cinta kasih, agama pembebasan dari
belenggu perbudakan, dan juga mengakui hak dan kewajiban setiap individu.
Ini berarti anggapan para oreientalis yang selama ini mengatakan Islam
adalah agama yang kejam, menakutkan dan dikenal dengan radikalismenya
adalah tidak benar adanya. Statemen demikian tentunya amatlah tidak sesuai,
dikarenakan bila kita mencoba menelaah dalam Al-Qur’an yaitu pada surat
Al-Baqoroh ayat 256, Allah berfirman:
-∅ÏΒ÷σãƒuρ ÏNθäó≈©Ü9$$Î/ öàõ3tƒ yϑsù 4 Äcxöø9$# zÏΒ ß‰ô©”9$# t¨t6¨? ‰s% ( ÈÏe$!$# ’Îû oν#tø.Î) Iω
îΛÎ=tæ ìì‹Ïÿxœ ª!$#uρ 3 $oλm; tΠ$|ÁÏΡ$# Ÿω 4’s+øOâθø9$# Íοuρó ãèø9$$Î/ y7|¡ôϑtGó™$# ωs)sù «!$$Î/
Artinya:“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Al-Baqoroh: 256)
Dari ayat di atas dapat kita fahami, bahwa dalam memilih suatu agama
tidaklah boleh dipaksakan, termasuk di dalamnya adalah berdakwah dan
menyampaikan ajaran Islam.5 Hal senada diungkapkan oleh Ulil Abshar
Abdalla yang merupakan tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL), menurutnya
dalam pandangan Islam, memeluk agama adalah merupakan suatu pilihan
yang dilakukan secara sadar, artinya tidak boleh ada unsur paksaan
5
Larangan memaksakan suatu agama seperti dicontohkan oleh Rosulullah ketika tinggal
di Madinah, dimana penduduk Madinah sebelum kedatangan Islam, mereka adalah pemeluk
agama Yahudi, dan disana banyak terjadi orang tua yang telah memeluk Islam akan tetapi anaknya
memilih Yahudi. Hal tersebut dirasa kehidupan Yahudi jauh lebih baik bagi mereka. Dan hal ini
pulalah yang menjadi sabab nuzul ayat di atas.Fathul Bahri, Meniti Jalan Dakwah; Bekal
Perjungan Para Da’I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm.13-15
4
sedikitpun.6 Dari hal tersebut di atas, seyogyanya di dalam melakukan
aktifitas berdakwah pendekatan yang seharusnya kita lakukan adalah dengan
cara yang halus, lembut dan santun sebagaimana tersebut dalam surat AnNahl di atas.
Yang menjadi fenomena dan menarik perhatian dari kehidupan kita di
negara Indonesia ini yaitu ketika dalam kondisi masyarakat Islam dengan
berbagai problematika dakwahnya, maka tak henti-hentinya muncul pemikirpemikir sejak zaman klasik hingga sekarang, dimana di dalamnya lahir aliranaliran yang menaruh perhatian besar terhadap pelaksanaan dakwah Islamiyah.
Akan tetapi dalam realitanya, mereka di dalam penyampaian ajarannya
cenderung ortodok, kaku dan kolot, bahkan nilai-nilai ajaran yang
disampaikannya terkesan jumud dan mandeg ditempat tidak bisa sesuai
dengan dinamika kehidupan zaman. Dalam menerjemahkan ayat-ayat AlQur’an pun hanya dikaji secara tekstual, tidak mengenal istilah hermeniutika
atau tafsir. Dan yang ironi, tidak berhenti sampai di situ saja, akan tetapi
mereka menginginkan ajaran Islam diterapkan di dalam setiap lini kehidupan
(totalistik / kaffah) dengan cara yang mereka benarkan, tanpa mengambil dari
manhaj hukum yang semestinya. Bukankah hal demikian akan dapat
mengganggu keharmonisan dalam kehidupan?
Beberapa golongan yang tergabung dalam Islam radikali seperti Darul
Islam (DI), Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Negara Islam Indonesi (NII), dan
Ikhwanul Muslimin mereka cenderung bersikap eksklusif dan hanya
6
Mengenai hal yang berkaitan dengan memilih suatu agama (keimanan) dapat kita lihat
dalam surat Al-Kahfi ayat: 29, Ulil Abshar Abdalla, Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam;
Bunga Rampai Surat-surat Tersiar, (Jakarta: Nalar, 2007), hlm.165
5
mengakui kebenaran mereka sendiri. Mereka menganggap orang kafir adalah
musuh yang harus mereka perangi, tidak hanya itu saja, orang muslim lain
yang tidak sehaluan dengan mereka pun tak luput mendapat predikat sebagai
orang-orang yang sesat. Doktrin yang mereka usung adalah “takfir" yaitu
sikap yang selalu mengkafirkan golongan lain yang berada di luar
kelompoknya. Salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin yang pemikiranya sangat
berpengaruh dalam menyulut radikalisme agama yang ada adalah Sayyid
Qutub. Beliau berpendapat “barang siapa yang memutuskan suatu hukum (
termasuk di dalamnya menjalankan pemerintahan) dengan hukum selain AlQur’an berarti ia telah kafir”. Pemikiran tersebut tentunya berpijak pada
interpretasi dari suatu ayat yaitu:
tβρãÏ≈s3ø9$# ãΝèδ y7Íׯ≈s9'ρé'sù ª!$# tΑt“Ρr& !$yϑÎ/ Οä3øts† óΟ©9 tΒuρ
Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (AlMa’idah: 44)
Berawal dari pemikiran tersebut, aliran Islam radikal telah
menjustifikasi diri seperti para hakim dan aparat pemerintahan yang ada, yang
tidak menggunakan hukum syari’at adalah halal dibunuh. Sikap-sikap
demikianlah yang tentunya dapat membawa mereka ke dalam faham
keberagamaan yang cenderung kaku dan kolot.7 Selanjutnya sikap tersebut
telah mereka ejawantahkan dalam praktik kehidupan, sebagai suatu contoh
mereka menganggap harta yang dimiliki oleh pihak/orang lain adalah sah
untuk dimiliki organisasinya. Bahkan dengan cara-cara yang tidak Islami
7
Ali Syu’aibi, Meluruskan Radikalisme Islam, (Ciputat: Pustaka Azhary, 2004), hlm.137
6
seperti penipuan, pencurian, bahkan dengan cara-cara kekerasan sekalipun,
mereka mengklaim bahwa harta itu adalah milik Allah.8 .
Radikalisme dalam Islam memberikan gambaran adanya kelompok
yang ekslusif dan militan. Sampai batas tertentu, seperti yang disebutkan di
atas, ada kesan bahwa kelompok itu menganggap orang lain sebagai musuh.
Yang dimasukkan dalam golongan musuh itu tidak hanya mereka yang
berbeda agama, melainkan juga orang-orang seagama yang mereka anggap
telah melakukan banyak kemaksiatan atau diam saja ketika kemaksiatan ada
di sekeliling mereka. Klaim kebenaran tunggal juga melekat dalam ingatan
para golongan ini.
Radikalisme agama yang akhir-akhir ini muncul kepermukaan, seakan
menyiratkan ketidakpuasan suatu kaum dalam adaptasinya dengan yang lain.
Hal tersebut menyangkut praktek kehidupan (mu’amalah) dan peribadatan
(ubudiyah), terutama tentang perbedaan cara pandang atas agama yang
mereka anut. Interpretasi yang berbeda dalam melihat suatu hukum agama
dan diperparah dengan nalar egois yang kemudian menghilangkan
harmonisme dalam bermasyarakat. Seseorang yang dianggap tidak sesuai
pemahaman dia, dianggap telah melenceng dari ajaran Islam yang
sebenarnya. Kemudian, banyak orang yang berpengaruh, menyeru kepada
umat untuk kembali kepada ajaran agama yang benar. Ia menganggap bahwa
ia berkewajiban untuk meluruskan ajaran agama yang bengkok dari praktek
kehidupan. Sayangnya, ajaran yang benar ini hanya berdasar atas
8
Endang Turmudzi, Riza Sihbudi (ed), Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta:
Lipi press, 2005), hlm.242-243
7
pemahamannya mereka sendiri. Baginya ajaran sebagaimana dipahaminya
sendirilah yang dianggap murni dan merupakan representasi dari ajaran Islam
yang benar dan sah. Jika hal seperti ini terus berlanjut, maka tentunya
perpecahan intern umat beragama tentunya akan terbuka lebar.
Bagi golongan radikalis, sikap tanpa kompromi (intoleran), tidak
menghargai orang yang berbeda keyakinan dan sikap keras merupakan
“kebenaran” yang mereka pilih. Jalan kekerasan juga kadang dilakukan kaum
ini. Mereka tidak sabar untuk memperbaiki keadaan dengan usaha pelanpelan seperti pendidikan dan penyadaran. Mereka memilih jalan kekerasan
dan tidak peduli akan akibat destruktif dari perbuatan yang mereka lakukan.
Selain itu mereka juga melakukan kekerasan atas nama agama, padahal ia
sendiri bukan pemeluk agama yang baik9.
Melihat fenomena di atas, yang perlu kita refleksikan bersama yaitu,
mengapa Islam yang merupakan agama “rohmatan lil ‘alamin”, Islam yang
merupakan agama samawi yang membawa misi syar’i mengayomi dan
melindungi sesama umat manusia justru menjadi objek dari semua aksi
kerusuhan yang bernuansa radikal. Hal tersebut tiada lain dikarenakan ada
sekelompok
golongan
yang
dalam
aktualisasi
dakwahnya
hanya
mengedepankan kajian secara tekstualis, dan menggunakan berbagai aksi
kekerasan yang berlabelkan Islam. Mereka menggunakan kedok “jihad”
sebagai legitimasi dari aksi yang mereka jalankan dan sebagai pembenaran
tindakan-tindakan mereka tanpa mengabaikan harmonisasi dan kearifan lokal
9
. Eko Prasetyo Dkk, Memahami Wajah Para Pembela Tuhan, (Yogyakarta: Interfidie,
2004), hlm 24
8
(local wisdom) seperti sediakala saat Islam masuk di Indonesia seperti yang
telah dicontohkan oleh para walisongo. Hal tersebut bukankah berbeda ketika
kita berkaca pada kehidupan Rosul yang merupakan Nabi terahir yang di
utus Allah untuk menyampaikan wahyu kepada kita. Bukankah Rosul dahulu
kala dalam penyampaian misi dakwahnya senantiasa melindungi dan
mengayomi, bahkan mengharamkan darahnya kaum kafir dzimmi? Hal
terebut semata-mata Islam adalah agama perdamaian dan pembawa
keselamatan yang pada dasarnya tidak mengajarkan apalagi menganjurkan
kekerasan dalam bentuk apapun.10 Terlepas dari itu semua, Horace M. Kallen
mensinyalir, aksi radikalisasi agama yang seperti terjadi sekarang ini
ditengarai oleh tiga kecenderungan.11
Pertama, radikalisasi agama merupakan respon terhadap kondisi yang
sedang berlangsung. Biasanya respon tersebut muncul dalam bentuk evaluasi,
penolakan atau bahkan perlawanan. Masalah yang ditolak bisa berupa ide,
asumsi, lembaga, atau nilai-nilai yang dipandang bertanggung
jawab
terhadap kondisi yang ditolaknya.
Kedua, radikalisasi agama tidak berhenti pada upaya penolakan,
melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dalam suatu bentuk
tatanan baru atau sebuah tatanan yang lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di
dalam radikalisasi agama terkandung suatu program atau pandangan dunia
(world view) tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat untuk mengganti
10
Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat; Menepis Tudingan Meluruskan
Kesalahpahaman, (Yogyakarta : Andi Offset, 2004), hal.2-4
11
Zada Khamami, Islam Radikal; Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di
Indonesia, (Jakarta: Teraju, 2002), hal.16-17
9
tatanan yang sudah ada dengan tatanan baru yang mereka inginkan (Islam
Kaffah).
Ketiga, kuatnya keyakinan atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini
pada saat yang sama dibarengi dengan penafian kebenaran dengan sistem lain
yang akan diganti. Dalam gerakan sosial, keyakinan terhadap program atau
filosofi sering dikombinasikan dengan cara-cara pencapaian yang mengatas
namakan nilai-nilai ideal seperti kemaslahatan umat atau kemanusiaan. Akan
tetapi, kuatnya keyakinan ini dapat mengakibatkan munculnya sikap
emosional yang menjurus pada aksi kekerasan.
Dalam konteks inilah ormas-ormas Islam seperti Front Pembela Islam
(FPI), Majelis Mujahidin, Laskar Jihad Ahlussunnah Waljama’ah, Komite
Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), memiliki ciri-ciri yang
sebagaimana diungkapkan oleh Horace M. Kallen diatas. Pertama, mereka
memperjuangkan Islam secara kaffah (totalistik); syariat Islam sebagai hukum
Negara, Islam sebagai dasar Negara, sekaligus Islam sebagai sistem politik
sehingga bukan demokrasi yang menjadi suara aspirasi rakyat yang menjadi
sistem politik. Kedua, mereka mendasarkan praktik keagamaanya pada
orientasi masa lalu (salafi). Ketiga, mereka sangat memusuhi barat dengan
segala produk peradabanya, seperti sekularisasi dan modernisasi. Keempat,
perlawanan dengan gerakan liberalisme Islam yang tengah berkembang di
kalangan Muslim Indonesia.12 Oleh sebab itulah ormas-ormas Islam seperti
ini bisa dikategorikan kedalam golongan Islam radikal.
12
Ibid, hal.17
10
Menganalisa hal-hal tersebut di atas, setidaknya kemunculan Islam
radikal (radikalisme agama) di Indonesia ditengarai oleh dua faktor. Pertama,
faktor internal dari dalam umat Islam sendiri. Faktor ini terjadi karena adanya
penyimpangan norma-norma agama. Kehidupan sekuler dalam kehidupan
masyarakat mendorong mereka kembali pada otentitas (fundamen) Islam.
Sikap ini ditopang dengan pemahaman agama yang totalistik (kaffah) dan
formalistik yang bersikap kaku dalam memahami teks-teks agama. Kajian
terhadap agama hanya dipandang dari satu arah yaitu tekstual, tidak melihat
dari faktor lain, sehingga tindakan-tindakan yang mereka lakukan harus
merujuk pada perilaku Nabi secara literal. Kedua, faktor eksternal di luar
umat Islam, baik yang dilakukan oleh rezim penguasa atau hegemoni dari
Barat yang tidak mendukung terhadap penerapan syari’at Islam dalam sendisendi kehidupan.13
Sesungguhnya strategi penanganan dan perlawanan terhadap
tindakan yang bernuansa radikal, baik itu yang bersifat umum atau telah
menjurus kepada radikalisme agama yang menimbulkan kerusakan dan
menebarkan kekerasan di mana-mana sejatinya telah gencar dilakukan. Hal
tersebut dilakukan baik secara langsung yaitu dengan menggunakan kekuatan
(hard power approach), seperti yang dilakukan oleh Densus 88 maupun
dengan cara pendekatan bimbingan (soft approach), seperti yang di
operasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
13
Ibid, hal.95
11
Penanganan tindak radikal tersebut, nampak sekali terlihat setelah
munculnya berbagai peristiwa kerusuhan yang bernuansa agama. Pada level
tertentu bom pun menjadi isu yang santer dibicarakan dan menjadi sorotan
dunia Internasional, terutama yaitu pasca ledakan bom Bali 12 Oktober 2002.
Kajian atas peran-peran jaringan Islam Radikal menjadi objek studi-studi di
berbagai forum.
Berbagai aksi kekerasan yang berkedok agama semakin marak di
Indonesia. Hal tersebut ditengarai sebagai aksi dari para pemikir kelompok
radikal yang ada di Indonesia. Beberapa kelompok Islam tersebut adalah
mereka yang tergabung mulai dari Kelompok Salafi, Negara Islam Indonesia
(NII), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujhidin Indonesia (MMI),
dan Front Pemuda Islam Surakarta (FPIS), sampai dalam lembaga pendidikan
seperti Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki Solo.14
Masuknya
pesantren
Al-Mukmin
Ngruki
Solo
dalam
daftar
“terorisme“ dikarenakan orang yang paling dicurigai terlibat dalam kasus
terorisme di Asia Tenggara yaitu Ustadz Abu Bakar Ba’asyir adalah pendiri
dan pengasuh pesantren tersebut. Di sisi lain, bahkan keyakinan banyak pihak
semakin menguat ketika peristiwa bom Bali 1 Oktober 2002 dan teror lainnya
seperti pada 17 Juli 2009, bom kembali diledakkan di Mega Kuningan Jakarta
yang sebagian pelakunya memiliki keterkaitan dengan Ngruki atau setidaktidaknya dekat dengan Abu Bakar Baasyir.15
14
Endang Turmudi, Riza Sihbudi, Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPI
Press, 2005), hlm.120
15
Abdurrahman, Pribadi Abu, Rayyan Membongkar Jaringan Terorisme, (Jakarta:
Abdika Press, 2009), hlm.53
12
Lebih spesifik lagi, bila kita amati aksi radikalisme agama yang terjadi
di Jawa Tengah yaitu khususnya di wilayah Semarang dapat kita lihat seperti
masuknya jaringan NII (Negara Islam Indonesia). Dalam kasus tersebut yaitu
tepatnya pada 22 Juli 2011 saja terdapat enam tersangka dengan dakwaan
tindakan makar. Keenam tersangka tersebut adalah Totok Dwi Harjanto alias
Nizam Sidik, warga Banyumanik Semarang, Sulamin, warga Kebumen,
Mardiyanto, warga Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Nur Basuki, warga
Magelang, Supandi, warga Jakarta Selatan, dan Mujono Agus Salim, warga
Tegal.16
Dakwah yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai agama yang
ditransfer ke dalam jiwa dan raga manusia di dalam praktiknya dapat
diaplikasikan melalui dua bentuk pendekatan yaitu dakwah secara kultural
dan struktural.17 Dakwah dengan pendekatan kultural merupakan suatu
konsep pendekatan dakwah dengan cara menyentuh akar budaya yang ada,
menyampaikan ajaran Islam dengan tetap menghormati dan menghargai
tradisi terdahulu yang sudah lama tertanam seperti yang telah dicontohkan
oleh Walisongo dalam penyebaran dakwahnya. Nampaknya hal demikianlah
yang diterapkan oleh NU. NU yang selalu mengedepankan ajaran tasammuh
(toleran), tawassut (moderat) yang dalam pengambilan hukumnya tidak
secara tektual saja akan tetapi mengambil juga hukum dari Al-Qu’ran, Hadits,
Ijma’ dan Qiyas adalah merupakan fenomena yang mengundang toleransi
16
http://wartapedia.com/nasional/hukum-dan-kriminal/4334-radikalisme-10-jaksa-siapkansusunan-dakwaan-tersangka-nii.html
17
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm.
26-27
13
keberagamaan yang ada di Indonesia.
18
Penafsiran Al-Qur’an secara kaidah
yang benar dengan memperdulikan sabab nuzul ayat, maka transformasi
pesan agama tidak serta merta diterapkan ke dalam kehidupan secara
membabi buta. Akan tetapi tetap memperhatikan kearifan lokal (local
wisdom) yang ada, yang mana hal tersebut tidak bisa terlepas dari sejarah
lahirnya NU itu sendiri. NU mengambil tindakan dengan cara bagaimana
menyampaikan pesan Islam yang sesuai dengan kondisi sosio kultural budaya
Indonesia. NU bersikap sebagai Islam yang moderat, sebagai muslim yang
toleran, dalam kehidupan yang pluralis yang tentunya tidak bertentangan
dengan ideologi Negara yaitu Pancasila.19
Di sisi lain, dakwah struktural adalah gerakan dakwah yang berada
dalam kekuasaan. Dalam dakwah struktural bergerak mendakwahkan ajaran
Islam melalui struktur sosial, politik maupun ekonomi. Yang dalam hal ini
NU yang merupakan ormas dengan basis massa terbesar yang tersebar di
seluruh wilayah nusantara, tentunya mempunyai visi, misi, dan arahan bagi
semua anggota dan lembaga yang berada di bawah naunganya. Hal tersebut
dilakukan sebagai wujud tanggung jawab dan apresiasi NU terhadap keutuhan
wilayah Negara dari dis-integrasi, baik dari luar maupun dalam negeri yang
berupa penyebaran ideologi yang berupaya memecah belah keutuhan Negara.
Mengingat NU merupakan salah satu lembaga yang mempunyai kiprah besar
18
Laode Ida, Kaum Progresif dan Sekularis Baru, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004),
hlm.7
19
Baso Ahmad, NU Studies; Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam dan
Fundamentalisme Neo-Liberal, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hlm.5
14
dalam perjuangan Negara Indonesia ini, NU turut pula dalam menentukan
ideology Negara yaitu Pancasila sebagai dasar Negara.20
Maraknya tindak radikalisme agama yang berimplikasi pada
kekerasan, sedikit banyak telah mempengaruhi pandangan masyarakat umum
tentang Islam. Hal tersebut terlebih lagi ketika media cetak dan elektronik
banyak memberitakan masalah-masalah baru yang terjadi berkaitan dengan
hal tersebut. Seperti disebutkan di atas, kemunculan Islam radikal di
Indonesia yang ditengarai oleh faktor internal yaitu adanya penyimpangan
norma-norma agama, dan juga faktor eksternal seperti yang dilakukan oleh
rezim penguasa atau hegemoni dari Barat mendorong NU sebagai ormas
dakwah untuk turut serta dalam penanganan masalah tersebut.
Berawal dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
menulis” “Strategi Dakwah NU Kota Semarang dalam Upaya
Deradikalisasi Agama”. Hal tersebut mengingat NU merupakan organisasi
masyarakat (ormas) yang bergerak dibidang sosial keagamaan, melakukan
pendekatan kultural dan bermanuver langsung pada sektor yang selama ini
menjadi sasaran empuk perekrutan dan ladang kaderisasi golongan Islam
radikal seperti pesantren. Dalam masyarakat umum, kadang tidak kita sadari
ajaranya dapat menyelusup dalam jama’ah-jama’ah pengajian dan juga dalam
bidang pendidikan seperti semakin menjamurnya lembaga dakwah kampus
(LDK) yang terindikasi masuk dalam jaringan NII.
20
Ibid, hlm.56
15
Dalam hal tersebut sebagaimana di atas, NU Kota Semarang dalam
masyarakat umum telah menerapkan strateginya dalam bidang pembinaan
terhadap jama’ah pengajian yang tentunya rutin dilakukan. Di sisi lain dalam
lingkup pendidikan, strategi yang dilakukan oleh NU Kota Semarang yaitu
dengan melakukan pelatihan sekolah kader dan penanaman ilai-nilai aswaja
melalui pendidikan ma’arif yang berada di bawah naungannya. Hal tersebut
sebagai upaya kaderisasi ideologi guna melestarikan
tongkat estafet
perjuangan dalam membentengi masuknya radikalisme agama yang dapat
merusak citra Islam yang humanis dan dapat memicu perpecahan bangsa.
1.2. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Strategi Dakwah NU Kota Semarang dalam upaya
Deradikalisasi Agama?
2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat implementasi
Strategi Dakwah NU Kota Semarang dalam upaya Deradikalisasi
Agama?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan apa yang menjadi perumusan masalah di atas,
maka yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
16
1. Untuk mendeskripsikan Strategi Dakwah NU Kota Semarang
dalam upaya Deradikalisasi Agama.
2. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat
implementasi Strategi Dakwah NU Kota Semarang, dalam upaya
Deradikalisasi Agama.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Sedangkan dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahnya
khazanah ilmu pengetahuan khususnya yang berkenaan dengan
deradikalisasi agama, serta sebagai sumbangsih dan dedikasi
keilmuan dakwah khususnya Manajemen Dakwah.
2. Secara Praktis
o Untuk memperluas pengetahuan penulis dalam masalah
strategi dakwah yang diterapkan oleh NU Kota Semarang,
khususnya yang berkaitan dengan upaya deradikalisasi agama.
o Sebagai input (masukan) bagi para pembaca pada umumnya
dan lembaga lembaga-lembaga dakwah yang bersangkutan
pada khusunya, sehingga untuk ke depannya dapat dirumuskan
langkah-langkah kebijakan dakwah yang lebih tepat, terutama
yang berkenaan dengan masalah deradikalisasi agama.
17
1.4. Tinjauan Pustaka
Radikalisasi agama saat ini menjadi isu yang aktual untuk
dibicarakan. Negara Indonesia dengan kompleksitas etnis, suku dan agama
tentunya mengundang berbagai problem di berbagai lini kehidupan
masyarakat. Hal tersebut menarik penulis untuk meneliti sektor keagamaan
yang ada di masyarakat, khususnya di Kota Semarang yang disinyalir
bermotif radikal-agamis yang dapat memperkeruh ke-Bhinekaan dalam
masyarakat.
Mengingat kemajuan dan perkembangan daripada suatu disiplin ilmu
pengetahuan
yang
tidaklah
murni
sendiri,
akan
tetapi
merupakan
perkembangan ataupun komparasi dari ilmu-ilmu sebelumnya, baik dari segi
metoda maupun disiplin ilmu yang ditelitinya, maka untuk menghindari
kesamaan dan tindak plagiat terhadap hasil ilmu penelitian, dibawah ini
peneliti perlu menuliskan beberapa hasil penelitian yang mempunyai
keterkaitan dengan penelitian ini yaitu:
Pertama “Strategi Dakwah Muslimat NU dalam memberdyakan
Perempuan di Kabupaten Tegal 2005-2008”, tahun 2008 oleh Mifrohatun.
Dalam penelitian tersebut di ungkap bagaimana strategi yang digunakan oleh
Muslimat NU dalam memberdayakan dan memajukan peran perempuan di
berbagai lini kehidupan. Diantaranya yaitu perempuan turut andil menjabat
struktural organisasi yang biasanya diduduki oleh laki-laki. Melalui program
pengajian rutinannya, Muslimt NU juga memberikan pengarahan kepada ibuibu jama’ah dalam rumah tangga yang bertanggung jawab tidak hanya pihak
18
laki-laki sebagai kepala rumah tangga dalam mengurus keluarganya akan
tetapi perlu peran perempuan juga dalam praktiknya.
Kedua “Strategi Dakwah NU dalam Memajukan Masyarakat Islam
(Studi Kasus Organisasi MWC NU Godong Kabupaten Grobogan)”, tahun
2008 oleh Any Masriatin. Dalam penelitian tersebut diungkapkan bagaimana
kepedulian MWC NU Godong di dalam memajukan masyarakat Islam
daerahnya yang masih tertinggal dari daerah yang lain dengan berbagai cara
yang ditempuh. Diantara cara yang diterapkan yaitu dengan mengoptimalisasi
majlis ta’lim yang ada dengan penyuluhan, program BMT dan lain
sebagainya.
Ketiga
“Strategi
Dakwah
KH.
Muhammad
Hasan
dalam
Pengembangan Pondok Pesantren Tanbihul Ghofilin Mantrianom Bawang
Banjar Negara Sebagai Lembaga Dakwah”, tahun 2008 oleh Trisnawansih.
Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang lain dalam penelitian ini yaitu
mengungkap bagaimana strategi yang dipakai oleh KH. Muhammad Hasan di
dalam pengembagan dakwahnya. Diantara strategi yang beliau terapkan yaitu
dengan melakukan pengajian rutin kitab kuning pagi dan sore dan takror pada
malam harinya, kepada para santrinya. Di sisi lain yaitu beliau mengadakan
pengajian di masjid desanya.
Keempat “Strategi dakwah Nahdlatul Ulama’ dalam Membentengi
Warga Nahdliyyin dari Aliraan Islam Radikal studi Kasus Cabang Nahdlatul
Ulama’ Kota Semarang Tahun 2001-2006”, tahun 2008 oleh Awaludin. Tidak
jauh beda dengan penelitian yang lain, Teknis pengumpulan data yang
19
dipakai yaitu menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Penelitian ini
menggambarkan strategi NU dalam membentengi warga Nahdliyyin dari
aliran Islam radikal. Diantara strategi yang digunakan NU Kota Semarang
dalam upaya membentengi warganya dari aliran Islam radikal yaitu dengan
menggunakan media dakwah, pengembangan ekonomi, dan pendidikan baik
formal ataupun non formal.
Karya-karya tulis di atas, merupakan starting poin bagi penulis
sebagai konstruksi teoritik dalam penggunaan metode penelitian, sumber
hipotesis dan tolok ukur dalam penelitian.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Jenis dan Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Krik dan
Miller mendefinisikan penelitian kualitatif yaitu sebagai suatu tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya
maupun dalam peristilahannya.21 Metode ini digunakan untuk
mengembangkan suatu konsep dan pemahaman serta kepekaan
peneliti terhadap data yang didapat dari objek penelitian, bukan
dimaksudkan untuk membuat suatu fakta, melakukan prediksi dan
tidak pula menunjukkan hubungan antar variabel.
Penelitian ini mengedepankan spesifikasi penelitian deskripsi
di dalam penyusunan dan penyajian laporanya. Situasi dan strategi
21
Lexi J Moleong, Metodelogi penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 4
20
yang didapat dari penelitian disajikan dalam menggambarkan
dinamika organisasi NU Kota Semarang, khususnya dalam program
strategi dakwah
NU Kota Semarang dalam upaya deradikalisasi
Agama.
1.5.2. Definisi Operasional
Untuk mengantisipasi dan menghindari kesalah pahaman
pembaca terhadap judul skripsi yang dimaksud, maka dirasa perlu
adanya penjelasan dan penegasan terhadap istilah-istilah yang penulis
gunakan dalam penulisan judul diatas, yaitu Strategi Dakwah NU
Kota Semarang Dalam Upaya Deradikalisasi Agama:
1.
Strategi Dakwah
Seperti yang telah kita ma’lumi bersama, pada prinsipnya
strategi dakwah merupakan suatu istilah yang tersusun dari dua
suku kata yaitu strategi dan dakwah. Term pertama yaitu berasal
dari bahasa Yunani yaitu “strategos” yang artinya tentara, dan
term penyusun kalimat seajutnya yaitu “dakwah” berasal dari
bahasa Arab yang artinya mengajak, menyeru dan memanggil.
Hal tersebut bukan berarti dalam penelitian ini akan membahas
dakwah secara militer (tentara), melainkan strategi ataupun cara
yang diterapkan oleh lembaga NU kota Semarang dalam upaya
menangani munculnya paham Islam radikal melalui penanganan
kontra-radikal (pendekatan non-radikal).
21
Istilah strategi oleh Dr. Awaludin Pimay, lebih di
identikkan dengan istilah “taktik”22 yang dapat berarti suatu jenis
rencana yang digunakan untuk menentukan tindakan-tindakan
dimasa
yang akan datang dengan mempertimbangkan factor-
faktor kekurangan dan kelemahan yang ada dari kondisi internal
mataupun eksternal suatu organisasi.
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garisgaris besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai
sasaran yang telah ditentukan. Strategi adalah cara yang dipakai
guna memecahkan dan menghadapi masalah tertentu yang
sedang bergejolak sehingga ditemukan jalan keluar.23
Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus kajian penulis
adalah mengenai bagaimana strategi dakwah yang diterapkan
oleh NU kota Semarang dalam upaya deradikalisasi agama,
berikut
dengan
faktor
penghambat
dan
pendukung
implementasinya yaitu periode kepengurusan tahun 2006-2011.
2.
Nahdlatul Ulama’ (NU)
Nahdlatul Ulama’ atau yang sering disingkat dengan
NU merupakan organisasi masyarakat yang didirikan oleh KH.
Hasyim Asy’ari pada tahun 1926 M / 1344 H di Surabaya.
22
Penggunaan daripada stilah “taktik” biasanya cenderung lebih mudah untuk kita fahami
dibandingan dengan istilah yang lain, ini dapat kita lihat dalam : Dr. H. Awaludin,Pimay,
Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan Metode Prof. K.H. Saefudin Zuhri. (Semarang:Rasail,
2005), hlm.51
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,
(Jakarta:Balai Pustaka, 2002), hal.1250
22
Organisasi
ini
terbentuk
dari
adanya
respon
terhadap
kebangkitan para kiai tradisional terhadap gerakan kebangkitan
syar’i dan pembaharuan agama, baik yang terjadi di Timur
Tengah maupun di Indonesia.24 Adapun yang dimaksud dari NU
dalam penelitian ini adalah NU cabang kota Semarang.
3.
Deradikalisasi Agama
Istilah deradikalisasi agama merupakan penggabungan
dari
dua
suku
kata
yaitu
deradikalisasi
dan
agama.
Deradikalisasi sendiri yaitu merupakan serapan dari bahasa latin
yang berasal dari kata ”radix” yang artinya akar. Dalam bahasa
Ingris radical dapat berarti ekstrim, menyeluruh, fanatik,
revolusioner dan fundamental. Setelah mendapatkan awalan
”de” dan akhiran ”isasi” sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia,
maka kalimat tersebut menjadi ”deradikalisasi”, yang memiliki
arti anti radikal atau kontra radikal. Hal tersebut dapat kita
analog-kan seperti pada kata ”depolitisasi” yang berarti
penghapusan kegiatan politik, dan ”depopulasi” yang berarti
pengurangan penduduk.25
Radikalisme agama sebagai suatu faham merujuk pada
keyakinan sekelompok tertentu, yang menginginkan dan
melakukan perubahan terhadap tata nilai agama yang dianggap
bertentangan dengan pemahaman mereka. Hal tersebut ditempuh
24
25
Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, (Bandung: Mizan, 1998), hlm.127
Pius A. Partant, M. Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 2001), hlm.102
23
dengan cara meruntuhkan sistem dan struktur yang sudah ada
sampai ke akar-akarnya dengan cepat atas pertimbangan
kebenaran yang subyektif.26
Dengan demikian deradikalisasi agama merupakan
penanganan kontra radikal terhadap permasalahan yang muncul
dari agama, yang dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
agama adalah agama Islam.
1.5.3. Sumber Data Penelitian
Sumber yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini yaitu
menggunakan dua sumber sebagaimana yang telah lazim digunakan
dalam penelitian kualitatif. Kedua sumber tersebut adalah :27
1.
Sumber Primer
Sumber primer atau yang sering disebut dengan data
tangan pertama adalah sumber data yang diperoleh langsung dari
objek penelitian atau instansi yeng terkait.28 Adapun sumber
data primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
berasal dari NU Kota Semarang dan segenap lembaga yang ada
didalamnya, baik secara struktural maupun non-struktural yang
meliputi Dewan Pembina, Ketua Syuriah dan Tanfidiyah,
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Ma’arif, serta
Segenap Anggota pengurus NU Kota Semarang.
26
Nur Syam, Radikalisme dan Masa Depan Agama;Rekontruksi Tafsir Sosial Agama,
dalam M.Ridwan Nasir,(Surabaya: IAIN Press, 2001), hlm.242
27
Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm.91
28
Suryabrata Sumardi, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Rajawali Pers, 1992), hlm.84
24
2.
Sumber Skunder
Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari
pihak lain yang merupakan data-data tambahan, yang diambil
dari buku-buku (arsip dan dokumen), hasil pemikiran para ahli,
dan sumber lain yang memiliki relevansi dengan penelitian yang
dimaksud.29
1.5.4. Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini
yaitu:
a.
Observasi.
Merupakan suatu tehnik pengumpulan data dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap fenomenfenomena di lapangan yang hendak diteliti.30 Metode ini
digunakan penulis untuk mencari data yang ada, dengan cara
datang langsung ke objek ataupun lokasi penelitian dengan
memperhatikan dan mencatat segala hal yang dianggap penting
guna memperoleh gambaran objek penelitian yang dalam
penelitian ini yaitu NU Kota Semarang. Selain itu, yang menjadi
objek penelitian adalah semua yang berkaitan dengan keadaan
gedung ataupun perkantoran sebagai pusat kegiatan NU Kota
Semarang, fasilitas, sarana dan prasarana yang mendukung
29
30
Azwar Saifudin, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.5
Hadi, Sutrisno.. Metodologi Research. Jilid. II (Yogyakarta: FP UGM, 1991), hlm. 136
25
terlaksananya program kerja, serta keaktifan pengurus NU Kota
Semarang.
b.
Wawancara
Tehnik wawancara yaitu suatu pengumpulan data dengan
cara tanya jawab sepihak, yang dikerjakan secara sistematis dan
berlandaskan kepada tujuan penelitian.31 Dari wawancara ini
peneliti dapat memperoleh informasi data tentang masalah yang
diteliti secara akurat.
c.
Dokumentasi
Tekhnik dokumentasi adalah cara pengumpulan data
melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip, buku-buku, dan
notulen dari rapat serta teori-teori yang berhubungan dengan
masalah penelitian.32 Dokumentasi merupakan sumber pendukung
dan penguat terhadap akurasi dan keabsahan objek penelitian.
1.5.5. Teknik Analisis Data
Setelah data-data diperoleh, maka langkah selanjutnya yaitu
menyusun data-data tersebut dan kemudian melakukan analisis data.
Metode analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan ilmiah dengan melakukan perincian terhadap objek
yang diteliti atau dengan cara penanganan suatu objek ilmiah tertentu
dengan cara memilah-milah antara pengertian yang satu dengan
31
32
Hadi Sutrisno, Metodologi Research jilid II, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1991), hlm.192
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2000), hlm.181
26
pengertian yang lain guna memperoleh kejelasan.33 Adapun analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa analisis
kualitatif terhadap data yang diperoleh dari lapangan, baik berupa
observasi, wawancara dan dokumentasi, yang kemudian diuraian
dalam bentuk deskripsi-narasi dari data-data tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Matter B. Miles Hubermen,
analisis data kualitatif dapat ditempuh melalui tiga cara yaitu:34
1) Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian, penyederhanaan, dan pengabstraksian, serta proses
pentransformasian data-data kasar yang didapat dari catatancatatan tertulis di lokasi penelitian yang dalam hal ini yaitu NU
Kota Semarang.
Reduksi data dilakukan dengan cara membuat ringkasaan,
membuat-kode-kode yang diperlukan (mengkode), menelusuri
tema, dan membuat gugus-gugus yang selanjutnya dilakukan
penelitian lapangan sampai penyusunan ahir laporan.
2) Penyajian data
Penyajian data adalah penyampaian informasi berdasarkan
data yang diperoleh peneliti dari informan, catatan pengamatan
pada waktu mengamati. Penyajian data dalam penelitian ini
33
34
Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.59
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.91-99
27
disuguhkan dalam bentuk deskripsi-narasi tentang strategi
dakwah NU Kota Semarang dalam upaya deradikalisasi agama.
3) Menarik kesimpulan (verifikasi)
Verifikasi merupakan langkah peninjauan ulang terhadap
catatan-catatan lapangan dengan cara menelaah kembali dan
dengan bertukar pikiran, untuk mengembangkan kesepakatan
inter subjektif atau upaya yang luas untuk menetapkan suatu
temuan dalam seperangkat data yang lain. Atau dengan kata lain,
verifikasi merupakan usaha memunculkan makna-makna dari data
yang harus diuji kebenaranya, kekokohan, dan kecocokanya
dengan validitas penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data
deskriptif. Deskriptif merupakan gambaran atau melukiskan obyekobyek permasalahan berdasarkan fakta, secara sistematis. Memberi
analis secara cermat, kritis, dan mendalam terhadap obyek kajian
dengan mempertimbangkan kemaslahatan.35 Sehingga diharapkan
dengan metode ini penulis dapat mendeskripsikan strategi dakwah NU
Kota Semarang dalam upaya deradikalsasi agama, yang selanjutnya
menganalisa dengan kebenaran bukti yang ada. Dalam hal ini analisis
difokuskan pada strategi dakwah NU Kota Semarang dalam upaya
deradikalisasi agama.
35
Nawawi Hadrawi,.. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. (Semarang: Gajah Mada
University, 1999), hlm. 30
28
1.5.6. Sistematika Penulisan
Untuk menguraikan pembahasan permasalahan penelitian di
atas, maka penulis menyusun kerangka pembahasan yang sistematis
agar pembahasannya dapat lebih terarah dan mudah untuk dipahami
serta yang lebih penting lagi adalah agar permasalahan yang menjadi
tujuan penulis dapat tercapai.
Sistematika pembahasan di atas merupakan urutan sekaligus
kerangka berfikir dalam menulis laporan penelitian. Adapun yang
menjadi sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, akan diuraikan tentang pendahuluan, yang
didalamnya membahas tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan laporan.
Bab kedua akan membahas tentang landasan teori yang terdiri
atas dua sub bab pembahasan sebagai berikut: sub bab pertama:
Konsep dasar strategi dakwah yang meliputi: Pengertian strategi
dakwah, Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan strategi
dakwah, tekhnik-tekhnik dan proses dalam penyusunan strategi
dakwah. Sub bab kedua: Konsep dasar deradikalisasi agamam yang
meliputi: Pengertian dan ciri-ciri radikalisasi agama, Sejarah dan
pemicu munculnya radikalisasi agama, Proses dan langkah dalam
deradikalisasi agama.
29
Bab
ketiga,
merupakan
deskripsi
wilayah
penelitian.
Pembahasan dalam bab tiga ini difokuskan pada gambaran (profil) NU
Kota Semarang yang terdiri dari: Latar belakang berdirinya NU Kota
Semarang, Struktur kepengurusan NU Kota Semarang, visi misi
tujuan dan sasaran NU Kota Semarang, Program kerja NU Kota
Semarang periode 2006-2011.
Bab keempat merupakan penyajian data dan analisisnya. Bab
ini difokuskan pada strategi dakwah NU Kota Semarang dalam upaya
deradikalisasi agama, yang terdiri dari: Radikalisasi dan deradikalisasi
agama dalam perspektif NU Kota Semarang, Strategi dakwah NU
Kota Semarang dalam upaya deradikalisasi agama, Faktor pendukung
dan penghambat implementasi NU Kota Semarang dalam upaya
deradikalisasi agama.
Bab kelima adalah bab penutup. Bagian ini merupakan akhir
dari penulisan skripsi, yang terdiri dari kesimpulan, dan saran-saran
serta dilengkapi dengan daftar pustaka, daftar kosakata dan daftar
riwayat hidup penulis.
Download