ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT DENGAN ANALISIS ABC, EOQ DAN ROP PADA INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI – DESEMBER 2011 Benedicta Dwi Ariyanti, Sandi Iljanto Progam Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat ABSTRACT Background The importance of a hospital have a good drug control that pharmaceuticals are not excessive or shortage. Excess inventory resulted in many embedded and high capital costs associated with inventory. Conversely, if the supply shortage will result in flow disrupted hospital services among others when making the stock less patients waiting longer Methhods This study used a survey design and collection of secondary data with qualitative descriptive study. The sample is an antibiotic drug used during the period of January to December 2011, which are listed on the Standard Drug List (DOS) hospital. Data obtained by distributing questionnaires to four doctors and conducted interviews to pharmacy supervisor and supervisor of planning. Data were analyzed with Microsoft Excel and grouped by kategori ABC analysis. Results ABC analysis found that the group of drug A drug comprised of 11 items with a percentage of 4.25% of the total drug. In group B comprised 96 items with a percentage of 37,07% of the total drug. The remaining 152 items with a percentage of 58 drugs, 68% of the total drug is group C. A group of 11 drugs index gained critical economical book (EOQ) which varies between 3 and 67 units for a single message. While the ROP for the drug group A critical indices obtained reorder point for antibiotics varies from 9 to 126 units. Conclusions ABC Analysis, EOQ ROP and hospital management that can help in planning the availability of drugs that provide drugs are in ready condition and no shortage or excess. Key word : ABC Analysis, EOQ, ROP, pharmacy Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 ABSTRAK Latar belakang Pentingnya sebuah rumah sakit memiliki suatu pengendalian obat yang baik, sehingga perbekalan farmasi tidak berlebihan atau kekurangan. Kelebihan persediaan mengakibatkan banyaknya modal yang tertanam dan tingginya biaya yang ditimbulkan oleh persediaan. Sebaliknya jika terjadi kekurangan persediaan akan mengakibatkan arus pelayanan rumah sakit terganggu antara lain bila stok kurang sehingga membuat pasien menunggu lebih lama Metode Penelitian ini menggunakan desain survei dan pengumpulan data sekunder dengan penelitian deskriptif kualitatif. Sampelnya adalah obat antibiotik yang digunakan selama periode Januari – Desember 2011 yang terdaftar pada Daftar Standar Obat (DOS) rumah sakit. data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 4 orang dokter dan dilakukan wawancara kepada pengawas apotik dan pengawas perencanaan. Data dianalisis dengan Microsoft Excel dan dikelompokkan berdasarkan kategori analisis ABC. Hasil Analisis ABC didapat bahwa kelompok obat A terdiri dari 11 item obat dengan persentase sebesar 4,25 % dari total obat. Pada kelompok B terdiri 96 item obat dengan persentase 37, 07 % dari total obat. Sedangkan sisanya, 152 item obat dengan persentase 58, 68 % dari total obat merupakan kelompok C. 11 obat kelompok A indeks kritis didapat pemesanan ekonomis (EOQ) yang bervariasi antara 3 hingga 67 unit untuk sekali pesan. Sedangkan ROP untuk obat kelompok A indeks kritis didapat titik pesan kembali untuk obat antibiotik bervariasi dari 9 hingga 126 unit. Kesimpulan Analisis ABC, ROP dan EOQ dapat membantu menajemen rumah sakit dalam merencanakan ketersediaan obat sehingga obat yang sediakan berada dalam kondisi siap sedia dan tidak kekurangan maupun kelebihan. Kata kunci Analisis ABC, EOQ, ROP, instalasi farmasi PENGANTAR Kepmenkes RI no 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit menyebutkan pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Instalasi farmasi adalah salah satu revenue center utama mengingat lebih dari 90% pelayanan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari perbekalan farmasi (Junadi dalam Suciati, 2006). Pentingnya sebuah rumah sakit suatu pengendalian obat yang baik sehingga perbekalan farmasi tidak berlebihan atau kekurangan. Kelebihan persediaan mengakibatkan banyaknya modal yang tertanam dan tingginya biaya yang ditimbulkan oleh persediaan. Sebaliknya jika terjadi kekurangan persediaan akan mengakibatkan arus pelayanan rumah sakit terganggu antara lain bila stok kurang sehingga membuat pasien menunggu lebih lama (Agustina, 2011). Rumah Sakit X adalah salah satu rumah sakit yang memberikan layanan kesehatan diharapkan mampu melayani pasiennya dengan baik khususnya dalam memberikan perbekalannya kepada pasien. Dalam periode Januari – Desember 2011, total pemakaian obat di Instalasi Farmasi RS X adalah sebesar Rp. 1.866.502.206 untuk obat antibiotik. Selama 2 minggu observasi ketika melakukan kegiatan prakesmas, peneliti menemukan terjadinya kekosongan persediaan obat di gudang farmasi RS X. Kekosongan ini membuat jumlah obat yang diberikan kepada pasien tidak sesuai dengan resep dan obat diganti dengan fungsi yang sama dengan obat di resep. Hal ini menimbulkan keluhan dari pasien karena harus menunggu terlalu lama obat yang diperlukan. Tujuannya adalah diketahuinya daftar obat yang harus disediakan oleh Instalasi Farmasi RS X sesuai dengan kebutuhan. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain survei dan pengumpulan data sekunder dengan penelitian deskriptif kualitatif yang menekankan pada pengelompokkan persedian obat dengan menggunakan analisis ABC yang bertujuan untuk mengetahui pengendalian persediaan obat serta perhitungan EOQ dan ROP. Kemudian dilakukan wawancara dengan pedoman wawancara untuk mengetahui pengendalian persediaan di Instalasi Farmasi RS X. Penelitian dilakukan pada Instalasi Farmasi RS X pada bulan November 2012. Informan penelitian dilakukan kepada 4 orang dokter yaitu dua orang dokter umum, satu orang dokter spesialis paru dan satu orang dokter serta pengawas apotik dan pewngawas perencanaan apotik. Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 Pengumpulan data dilakukan dengan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan menyebarkan kuesinoer dan wawancara kepada informan yang terkait. Sedangan data sekunder diperoleh dari Instalasi farmasi mengenai data pemakaian obat selama 2011. Dari data tersebut kemudian dikelompokkan dengan menggunakan analisis ABC Indeks Kritis. Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah : 1. Menghitung nilai pakai Menghitung jumlah pemakaian obat selama periode Januari – Desember 2011. Mengelompokkan total pemakaian obat kedalam kelompok ABC berdasarkan kriteria: - Kelompok A dengan pemakaian obat 70 % dari seluruh keseluruhan pemakaian obat. - Kelompok B dengan pemakaian obat 20 % dari seluruh keseluruhan pemakaian obat. - Kelompok C dengan pemakaian obat 10 % dari seluruh keseluruhan pemakaian obat. 2. Menghitung nilai investasi obat Menulis harga obat per satuan dan mengalikan harga obat per satuan dengan jumlah pemakaian dalam periode Januari – Desember 2011. Setelah hasil didapat, selanjutnya diurutkan dari jumlah pemakaian dari yang terbesar hingga terkecil (dalam rupiah). Mengelompokkan total pemakaian obat kedalam kelompok ABC berdasarkan kriteria : - Kelompok A dengan nilai investasi obat 70 % dari seluruh keseluruhan pemakaian obat. - Kelompok B dengan nilai investasi obat 20 % dari seluruh keseluruhan pemakaian obat. - Kelompok C dengan nilai investasi obat 10 % dari seluruh keseluruhan pemakaian obat. 3. Menentukan nilai kritis obat Menyusun daftar obat Membagikan daftar obat kepada dokter untuk menentukan nilai kritis suatu obat dengan kriteria yang sudah ditentukan. Dokter yang memberikan nilai kekritisan Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 obat adalah dokter yang berpengaruh dalam memberikan resep dan pemakaian obat serta mewakili kespesialisasian. Mengelompokkan total pemakaian obat kedalam kelompok ABC berdasarkan kriteria : - Kelompok A dengan nilai indeks kritis 9.5 - 12 - Kelompok B dengan nilai indeks kritis 6.5 – 9.4 - Kelompok C dengan nilai indeks kritis 4 – 6.4 Untuk perhitungan EOQ dan ROP data yang digunakan adalah permintaan obat pertahun, biaya penyimpanan (carrying cost), biaya pemesanan (order cost), masa tenggang (lead time). EOQ dihitung dengan mnggunakan rumus: EOQ = 2𝑥𝑆𝑥𝐷 𝑖𝑥𝐶 Dimana : D = jumlah permintaan pertahun (demand) S = biaya pemesanan (carrying cost) per unit pertahun i = % biaya penyimpanan (ordering cost) per unit pertahun C = unit cost Sedangkan ROP dihitung dengan menggunakan rumus : ROP = D x LT + S Dimana : Keterangan : D = jumlah permintaan perhari LT = waktu pemesanan sampai barang diterima S = safety stock HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari hasi.l penelitian, didapat fokus yang menjadi dalam persediaan pengendalian (Atmaja) : 1. Obat apa yang harus disediakan Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 Menurut informan yang merencanakan pemakaian obat di RS X adalah dari tim komite medik ada dokter spesialis, dokter umum, kepala farmasi, wadir medis. mereka menyusun DOS (daftar obat standar / formularium). Namun ada juga dari unit-unit yang mengusulkan obat apa saja yang sering dipakai. Untuk itulah, rumah sakit membentuk komite farmasi dan terapi yang bertugas membuat formularium rumah sakit yang digunakan di rumah sakit tersebut oleh staf medis untuk mengobati pasiennya dan dipatuhi pengadaannya oleh bagian farmasi, yang secara berkala akan ditinjau dan direvisi (Seto, 2012) Kendala dalam menerapkan formularium adalah adanya revisi yang terjadi setiap tahun. Informan mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, formularium mengalami revisi setiap tahun. Hal ini mengakibatkan terjadinya miss antara perencanaan logistik, farmasi, distributor, serta keuangan yang menyebabkan terhambatnya pengiriman barang serta adanya obat yang tidak terpakai karena obat tersebut sudah tidak masuk kedalam formularium yang baru, sementara obat yang udah dibeli cukup banyak. Revisi formularium sebaiknya dilakukan lebih dari 2 tahun namun kurang dari 5 tahun. Hal ini terkait dengan kesiapan dari instalasi farmasi, keuangan, logistik farmasi serta distributor sendiri sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara pihak terkait yang menyebabkan terhampatnya pemesanan obat yang berdampak pada pelayanan kepada pasien. Perencanaan dan pemesanan obat RS X dilakukan untuk keperluan 2 minggu setiap awal bulan dan tanggal 15. Untuk obat suntik, pemesanan dilakukan untuk keperluan 3 – 4 hari. Tidak ada perhitungan terperinci dalam pemesanan obat, hanya dilihat dari data pemakaian rata – rata per hari. 2. Berapa banyak obat yang harus dipesan. Dalam menjaga ketersediaan obat, apotik RS X melakukan persediaan obat untuk 3 hari dengan melihat rata – rata pemakaian per hari. Jika ternyata pemakaian dalam 1 hari melebihi dari perkiraan maka obat akan segera ditambah. Pemesanan obat kepada gudang dilakukan setiap 3 hari. Gudang obat melakukan permintaan pemesanan kepada bagian perencanaan dengan melihat jumlah permintaan dari apotik. Tidak ada perhitungan secara terperinci berapa obat yang harus dipesan. Menurut Peterson (Atmaja, 2011), pemesanan dalam jumlah yang banyak dengan frekuensi pemesanan lebih rendah akan meningkatkan biaya penyimpanan dan mengurangi biaya pemesanan. Sedangkan sebaliknya, pemesanan dengan jumlah sedikit Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 dengan frekuensi pemesanan tinggi akan mengurangi biaya penyimpanan dan meningkatkan biaya pemesanan. Untuk itulah diperlukan perhitungan berapa dan kapan obat harus dipesan dan dilakukan perencanaan. Aspek – aspek yang sangat berperan dalam membuat suatu perencanaan adalah (Imron, 2009) : Kebijakan Kebijakan ini dibuat oleh Direktur untuk menjadi dasar dan pedoman dalam melakukan kegiatan para karyawan sehingga dalam melakukan perencanaan diperlukan pertimbangan agar tidak bertentangan dengan kebijakan yang berlaku. Prosedur Prosedur merupakan kegiatan yang tersusun secara hirarki. Perencanaan harus dilakukan dengan memperhitungkan prosedur kerjanya. Anggaraan Dalam melakukan perencanaan diperlukan suatu alokasi anggaran atau biaya yang disediakan agar pemgeluaran selaras dengan perencanaan untuk mencapai hasil yang diharapkan dan dicatat dalam bentuk angka dan jumlah. Program Program lahir dari adanya campuran antara sebuah kebijakan dan prosedur yang didukung oleh anggaran sserta dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. 3. Kapan harus dilakukan pemesanan Stock opname merupakan cara apotik RS X dalam melihat selisih antara fisik dengan catatan yang dimiliki oleh Instalasi Farmasi. Selain itu, stock opname juga berguna untuk melihat tanggal kadaluarsa serta apakah terjadi perubahan fisik obat yang berada di apotik. Pengecekan sendiri tidak dilakukan dengan kartu stok. Hanya dengan melihat apakah obat yang tersedia cukup untuk 3 hati yang akan datang. Selain itu buffer stock dilakukan dengan melihat pemakaian dan tidak ada perhitungan khusus. Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh West (Atmaja, 2011), bahwa pemeriksaan stok fisik obat sangat penting untuk membandingkan stok yang ada dicatatan dengan stok yang ada dalam kenyataan. Walaupun stock opname dan buffer stock sudah dilakukan, tak jarang Instalasi Farmasi mengalami kekurangan obat yang membuat pelayanan kepada pasien terganggu. Tak jarang pasien harus kembali lagi ke rumah sakit untuk mendapat obat yang menjadi Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 kekurangannya. Untuk itulah diperlukan adanya perhitungan ROP (Re Order Point) agar diketahui kapan dilakukannya pemesanan ulang untuk mencegah terjadinya stock out. Stock opname Instalasi RS X dilakukan 3 kali dalam sebulan yakni 2 minggu pertama, 2 minggu kedua serta akhir bulan. Pemeriksaan ini lakukan oleh petugas yang bertugas pada hari itu. Informan mengatakan yang menjadi kendala dalam pemeriksaan ini adalah jika bertepatan dengan datangnya obat – obat yang dipesan sementara jika ada staf apotik yang berhalangan hadir akan membuat beban kerja semakin bertambah. Untuk melakukan pengelompokan obat berdasarkan analisis ABC dibutuhkan data pemakaian obat selama periode pada bulan Januari – Desember 2011. Dari data pemakaian didapat 259 obat antibiotik. Maka dari analisis ABC Indeks Kritis di Instalasi Faramsi RS X diperoleh: a. Berdasarkan nilai pakai Pengelompokan obat berdasarkan nilai pemakaian obat pada Instalasi Farmasi RS X adalah sebagai berikut : kelompok A dengan jumlah pemakaian terbanyak dengan persentase 69,03 % dari 259 item obat total pemakaian obat dengan 19 item obat. kelompok B jumlah pemakaiannya sebesar 20,87 % dari 259 item obat total pemakaian obat dengan 28 item obat. kelompok C memiliki pemakaiannya terkecil dengan persentase 10,10 % dari 259 item obat total pemakaian dengan 212 obat yang sebesar 81,85 %. Kelompok Jumlah pemakaian % Jumlah obat % A 145436 69,03 19 7,34 B 43962 20,87 28 10,81 C 21267,7 10,10 212 81,85 Jumlah 210665,7 100,00 259 100,00 b. Berdasarkan nilai investasi Pengelompokan obat berdasarkan nilai pemakaian obat pada Instalasi Farmasi RS X adalah sebagai berikut : kelompok A memiliki investasi terbesar dengan persentase 69,11 % dari total investasi obat dengan 19 obat yang sebesar 7,34 %. Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 kelompok B total investasinya sebesar 20,76 % dari total investasi obat dengan 24 obat yang sebesar 9,26 % kelompok C memiliki investasi terkecil dengan persentase 10,13 % dari total investasi obat namun memiliki jumlah obat yang paling banyak yaitu 216 obat yang sebesar 83,40 %. Kelompok Jumlah investasi % jenis obat % A Rp 1.289.858.818 69,11 19 7,34 B Rp 387.487.307 20,76 24 9,26 C Rp 189.155.901 10,13 216 83,40 Jumlah Rp 1.866.502.026 100,00 259 100,00 c. Berdasarkan nilai kritis Untuk membuat analisis indeks kritis diperlukan nilai pemakaian, nilai investasi dan nilai kritis (Atmaja, 2011). Nilai pemakaian diperoleh dengan pembobotan yang diberikan berdasarkan kelompok obat A, B, dan C. Nilai investasi juga diperoleh dengan pembobotan yang diberikan berdasarkan kelompok obat A, B, dan C. Sedangkan nilai indeks kritis dilakukan dengan menghitung rata-rata nilai kritis terhadap per satuan obat. Nilai kritis didapat dengan mengedarkan kuesioner kepada 4 dokter yang sering melakukan peresepan obat yang terdiri dari 2 dokter umum, dokter spesialis paru, dokter spesialis anak. Pengelompokkan obat didasarkan kepada manfaat terapi dan keharusan ketersedian obat di rumah sakt. Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa penyebaran kuesinoer hanya kepada 4 orang dokter dan tidak semua mewakili kespesialisasian. Dari kuesioner yang diisi oleh dokter kemudiaan dilakukan pembobotan pada masing-masimg obat. Setelah itu, nilai pembobotan obat pada nilai pemakaian, nilai investasi serta nilai kritis dijumlahkan dengan rumus: NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi + (2 x Nilai Kritis) Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 Setelah dilakukan maka diperoleh hasil : Kelompok Jenis Obat Persentase Nilai Investasi A 11 4,25 % Rp 876.329.723 46,95 % B 96 37,07 % Rp 785.005.348 42,06 % C 152 58,68 % Rp 205.166.955 10,99 % Jumlah 259 100% 1.866.502.026 100 % Rp Persentase Untuk kelompok A yang memiliki kekritisan yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada pasien maka pengendalian harus diperhatikan (Atmaja, 2011). Obat pada kelompok A harus mendapatkan perhatian yang tinggi karena selain memiliki investasi yang besar, obat kelompok A memiliki pemakaian yang tinggi pula. Jika terjadi kelebihan obat maka akan menimbulkan biaya penyimpanan yang besar dan kemungkinan untuk terjadinya kerusakan juga dapat terjadi. Hal ini akan menimbulkan kerugian bagi rumah sakit. Perhitungan EOQ (Economic Order Quantity) bertujuan untuk diketahuinya pemesanan ekonomis terhadap suatu barang. Untuk menghitung EOQ dibutuhkan data mengenai jumlah permintaan pertahun, biaya pemesanan (Ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost). Data pemakaian pertahun serta harga per satuan obat dapat diketahui melalui telaah dokumen dan telah diketahui sebelumnya. Biaya pemesanan diperoleh melalui wawancara dengan pegawai logistik dan pegawai teknik. Komponen biaya pemesanan terdiri dari biaya ATK (biaya kertas, printer), biaya telepon, serta biaya SDM. Pada penelitian ini biaya SDM tidak dapat dihitung karena keterbatasan dokumen pada RS X dan biaya listrik tidak dapat diklasifikasikan karena pembiayaan listik dihitung secara global untuk keseluruhan RS. Maka biaya pemesanan yang dikeluarkan setiap kali pesan diperoleh : 1. Biaya ATK Biaya kertas = Rp. 306 Biaya printer = Rp. 68,6 2. Biaya telepon = Rp. 111,45 + Rp. 486, 05 Untuk biaya penyimpanan teori dari Heizer & Render yaitu sebesar 26 % dari harga per satuan obat. Setelah dilakukan perhitungan dengan rumus, maka didapatkan bahwa EOQ untuk obat kelompok A didapat variasi antara 3 – 67 unit untuk sekali pesan. Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 Untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan pada masa pemesanan, maka rumah sakit perlu menyediakan pengamanan persediaan (safety stock). Hal ini mengantisipasi jika ada keterlambatan pengantaran barang oleh pihak distributor. Jika terjadi kekosongan akan mengganggu proses pelayanan kepada pasien. Untuk mengitung ROP data yang dibutuhkan adalah pemakaian obat selama 1 tahun utuk per item obat, lead time (waktu tunggu). Safety stock dihitumg dengan menambahkan 50 % persediaan dari pemakaian selama lead time. ROP untuk obat kelompok A indeks kritis didapat titik pesan kembali untuk obat antibiotik bervariasi dari 9 hingga 126 unit. Dalam penelitian ini ditemukan 191 obat yang tidak masuk dalam daftar obat dengan menggunakan analisis ABC. Selain itu, dari hasil penelitian dari 259 obat, ada 89 obat yang masuk Daftar Obat RS X namun tidak ada pemakaian sama sekali selama periode 2011. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dikatakan bahwa rumah sakit X melakukan kerjasama dengan seluruh prinsipal atau pabrik yang ada sehingga semua obat yang menjadi kesepakatan dimasukkan kedalam formularium walaupun obat tersebut belum tentu dipakai dan dipesan. Peterson (Atmaja, 2011), mengatakan analisis ABC dapat membantu pihak manajemen untuk berfokus pada barang – barang yang memiliki nilai penggunaan lebih tinggi sehingga dapat ditangani lebih efesien. KESIMPULAN DAN SARAN Dengan analisis ABC, manajemen akan mengetahui obat apa saja yang lebih banyak dipakai dan memiliki investasi tinggi sehingga RS bisa mengetahui obat mana saja yang perlu disediakan di apotik. Dengan banyaknya obat yang disediakan oleh rumah sakit akan meningkatkan biaya penyimpanan obat tersebut. Selain itu, perhitungan EOQ dan ROP dapat meningkatkan efesiensi dan efektifitas dalam melakukan pemesanan obat dan perhitungan safety stock dapat digunakan untuk mengantisipasi permintaan obat yang tidak pasti. DAFTAR PUSTAKA Atmaja, Hermina Karuna. 2011. Penggunaan Analisis ABC Indeks Kritis Untuk Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit M.H Thamrin Salemba. Tesis. Depok: Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013 Imron TA, Drs Moch, MM, MBA. 2009. Manajemen Logistik Rumah sakit. Jakarta: Sagung Seto Kepmenkes RI no 1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Nurul, Eliza, dkk. 2011. Implementasi Klasifikasi Persediaan Pada Rumah Sakit Menggunakan Metode ABC-Fuzzy Classification. Jurusan Sistem Informasi: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Permenkes RI no 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Rangkuti, Freddy. 1996. Manajemen persediaan, aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Schroeder, Roger G. 2004. Operations Management: Decision Making In The Operation Function 2nd ed. The McGraw-Hill. Singapore. Seto, Drs. Soerjono, dkk. 2012. Manajemen Farmasi Lingkup : Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi Edisi 3. Surabaya : Airlangga University Press. Suciati, Susi, Wiku B.B Adisasmito. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan Abc Indeks Kritis Di Instalasi Farmasi. Depok. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan vol 1. Yuliasari, Riendita. 2008. Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC di Gudang Farmasi Rumah Sakit Jantung Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Analisa pengendalian..., Benedicta Dwi Ariyanti, FKM UI, 2013