Pembiayaan untuk MBR Terus Dikembangkan Selasa, 31 Maret 2009 SURABAYA (Suara Karya): Pemerintah mengkaji sistem pembiayaan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui tabungan pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank Pembangunan Rakyat (BPR). Dengan pengembangan sistem pembiayaan ini diharapkan kekurangan ketersediaan perumahan (backlog) dapat diatasi secara bertahap, khususnya bagi masyarakat di daerah. "Pembiayaan bisa berupa tabungan perumahan rakyat. Memang tabungan perumahan sekarang ini sudah ada, seperti Bapertarum (bagi pegawai negeri sipil). Tetapi, untuk pembiayaan bagi masyarakat secara menyeluruh belum ada," kata Deputi Pembiayaan Kementerian Negara Perumahan Rakyat Tito Murbianto di Surabaya, Senin (30/3), di sela acara Dialog untuk Regional II Bidang Perumahan dan Permukiman. Hasil dialog yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan ini akan menjadi rekomendasi dalam kongres nasional perumahan dan permukiman di Jakarta pada 12-14 Mei 2009. Menurut dia, tabungan perumahan rakyat nantinya akan melibatkan peran lembaga keuangan daerah, di antaranya BPD atau BPR. Dalam hal ini BPD/ BPR menghimpun dana masyarakat serta selanjutnya pemerintah daerah (pemda) memberikan insentif yang dananya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Pemerintah pusat sendiri akan memberikan subsidi untuk perumahan MBR tersebut. Pembiayaan perumahan yang ada saat ini sifatnya masih berupa jangka pendek dan untuk kelompok tertentu di masyarakat. Sedangkan yang akan dibentuk oleh Kemennegpera dan pemda bersifat jangka panjang serta bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. "Pembiayaan perumahan yang ada saat ini masih terbatas bagi kelompok tertentu. Jadi nantinya kita akan sinkronisasikan. Namun ini semua bergantung pada pemda dan untuk tahap awal dilaksanakan di Jawa Tengah yang sudah mendapat persetujuan," ujar Tito. Oleh karena itu, Kemennegpera sedang menyiapkan mekanisme untuk sistem pembiayaan ini dan diharapkan pada kurun waktu 4 hingga 5 tahun ke depan MBR sudah memiliki tabungan sehingga bisa membeli rumah dengan bantuan subsidi maupun insentif dari pemda. "Kita akan mulai dari skala kota/kabupaten dan bila sudah berjalan baru dilanjutkan untuk skala nasional. Sasaran kita adalah masyarakat informal dan sekarang kita siapkan simulasinya," katanya. Lebih jauh Tito menjelaskan, seiring pelaksanaan otonomi daerah, masalah penyediaan perumahan juga menjadi tanggung jawab pemda, sehingga masalah pembiayaan juga akan melibatkan pemda sesuai kemampuan masing-masing. Kalau di Singapura, ada Central Providen Fund (CPF) yang melibatkan pekerja, pemberi kerja, dan pemerintah. "Namun pembiayaan yang akan dibuat mensyaratkan kontribusi pemda dan pemerintah pusat. Nantinya ada kontrak dengan masyarakat untuk menabung hingga jangka waktu tertentu," ucap Tito. (Novi)