Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti

advertisement
Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti Kitab dan Sunnah
dengan pemahaman salaful ummah. Tapi kita tidak mungkin mendengar sunnah dan
pemahaman mereka kecuali dengan melalui sanad (rantai para rawi). Dan sanad termasuk
dalam Dien. Maka lihatlah dari siapa kalian mengambil Dien kalian. Sedangkan yang
paling mengerti tentang sanad adalah Ahlul Hadits. Maka dalam tulisan ini kita akan lihat
betapa tingginya kedudukan mereka
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
‫ُه ََر ََّضن‬
‫َ ِع َنم ً أ َضنْم ن‬
َ ‫﴾ًألل همَ ي و صححب وغ يضهم وًل تض ذي دًود وْب و ْاعث روًه﴿ َُ َهغَّلَ نبه َا ِث أيدمم ِ نَّم‬
"Allah membuat cerah (muka) seorang yang mendengarkan (hadits) dari kami, kemudian
menyampaikannya." (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud)
Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: "Hadits ini adalah SHAHIH,
diriwayatkan oleh: Imam Ahmad dalam Musnad 5/183, Imam Abu Dawud dalam AsSunan 3/322, Imam Tirmidzi dalam As-Sunan 5/33, Imam Ibnu Majah dalam As-Sunan
1/84, Imam Ad-Darimi dalam As-Sunan 1/86, Imam Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunan
1/45, Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi 1/38-39, lihat As-Shahihah
oleh Al-'Allamah Al-Albani (404) yang diriwayatkan dari banyak jalan sampai kepada
Zaid bin Tsabit, Jubair bin Muth'im, dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhum."
Hadits ini dinukil oleh beliau (Syaikh Rabi') dalam kitab kecil yang berjudul Makanatu
Ahlil Hadits (Kedudukan Ahlul Hadits), yaitu ketika menukil ucapan Imam besar Abu
Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) dari kitabnya Syarafu
Ashabil Hadits yang artinya "Kemuliaan Ashabul Hadits." Dalam kitab tersebut, beliau
menjelaskan kemuliaan dan ketinggian derajat Ahlul Hadits. Demikian pula beliau juga
menjelaskan jasa-jasa mereka dan usaha mereka dalam membela Dien ini, serta
menjaganya dari berbagai macam bid'ah. Di antara pujian beliau kepada mereka, beliau
mengatakan: "Sungguh Allah telah menjadikan golongannya (Ahlul Hadits) sebagai
tonggak syari'at. Melalui usaha mereka, Dia (Allah) menghancurkan setiap keburukan
bid'ah. Merekalah kepercayaan Allah di antara makhluk-makhluk-Nya, sebagai perantara
antara Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya. Dan merekalah yang bersungguhsungguh dalam menjaga millah (Dien)-Nya. Cahaya mereka terang, keutamaan mereka
merata, tanda-tanda mereka jelas, madzhab mereka unggul, hujjah mereka tegas...."
Setelah mengutip hadits di atas, Al-Khatib rahimahullah menukil ucapan Sufyan bin
Uyainah rahimahullah dengan sanadnya bahwa dia mengatakan: "Tidak seorangpun
mencari hadits (mempelajari hadits) kecuali pada mukanya ada kecerahan karena ucapan
Nabi shallallahu alaihi wa sallam: (kemudian menyebutkan hadits di atas). Kemudian,
setelah meriwayatkan hadits-hadits tentang wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam
untuk memuliakan Ashabul Hadits, beliau meriwayatkan hadits berikut:
َْ‫َيَعه أو ند ه غ َِض أيهمم ًأ ِم أَسَ هنإل بَثَن‬
‫مل َُ ه‬
‫﴾وًل ثًر ي مجب وًب ن وًل تض ذي وْاعث س غم روًه﴿ ِل أغله َضبَ ِن‬
َ ‫ب أوبَف غ َِض أيهمم َو‬
"Islam dimulai dengan keasingan dan akan kembali asing, maka berbahagialah orang-
orang yang (dianggap) asing." (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Syaikh Rabi' berkata: "Hadits ini SHAHIH. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Shahihnya 1/130, Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/398, Imam Tirmidzi dalam
Sunannya 5/19, Imam Ibnu Majah dalam Sunnahnya 2/1319, dan Imam Ad-Darimi dalam
Sunannya 2/402."
Setelah meriwayatkan hadits ini, Al-Khatib menukil ucapan Abdan rahimahullah dari
Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu: "Mereka adalah Ashabul Hadits yang
pertama." Kemudian meriwayatkan hadits:
"Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh sekian firqah, semuanya dalam neraka
kecuali satu."
Syaikh Rabi' berkata: "Hadits SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad
2/332. Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/197, dan Hakim dalam Mustadrak 1/128. Lihat
Ash-Shahihah oleh Syaikh kita, Al-'Allamah Al-Albani (203)."
Beliau (Al-Khatib) kemudian mengucapkan dengan sanadnya sampai ke Imam Ahmad
bin Hambal rahimahullah bahwa dia berkata: "Tentang golongan yang selamat, kalau
mereka bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu siapa mereka." (Hal 13, Syarafu Ashhabil
Hadits oleh Al-Khatib). Kemudian Syaikh Al-Khatib menyebutkan hadits tentang thaifah
yang selalu tegak dengan kebenaran:
"Akan tetap ada sekelompok dari umatku di atas kebenaran. Tidak merugikan mereka
orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan, tidak menolong) mereka sampai
datangnya hari kiamat." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Syaikh Rabi' berkata: "Hadits ini SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam
Shahihnya 3/1523, Imam Ahmad dalam Musnad 5/278-279, Imam Abu Dawud dalam
Sunan 4/420, Imam Ibnu Majah dalam Sunan 1/4-5, Hakim dalam Mustadrak 4/449-450,
Thabrani dalam Mu'jamul Kabir 7643, dan At-Thayalisi dalam Musnad hal. 94 No. 689.
Lihat As-Shahihah oleh Al-'Allamah Al-Albani 270-1955."
Kemudian berkata (Al-Khatib Al-Baghdadi): Yazid bin Harun berkata: "Kalau mereka
bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka." Setelah itu, beliau meriwayatkan
dengan sanadnya sampai kepada Abdullah bin Mubarak, dia berkata: "Mereka,
menurutku, adalah Ashabul Hadits." Kemudian meriwayatkan juga dengan sanadnya dari
Imam Ahmad bin Sinan dan Ali Ibnul Madini bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya
mereka adalah Ashabul Hadits, ahli Ilmu, dan Atsar." (Hal. 14-15)
Demikianlah, para ulama mengatakan bahwa Firqah Najiyah (golongan yang selamat)
yaitu golongan yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong (Thaifah
Manshurah), yaitu orang-orang yang asing (Ghuraba') di tengah-tengah kaum muslimin
yang sudah tercemar dengan berbagai macam bid'ah dan penyelewengan dari manhaj AsSunnah adalah Ashabul Hadits.
Siapakah Ashabul Hadits?
Hadits yang pertama yang kita sebut menunjukkan ciri khas Ashabul Hadits, yaitu
mendengarkan hadits dan menyampaikannya. Dengan demikian, mereka bisa kita
katakan sebagai para ulama yang mempelajari hadits, memahami sanad, meneliti mana
yang shahih mana yang dhaif, kemudian mengamalkannya dan menyampaikannya.
Merekalah pembela-pembela As-Sunnah, pemelihara Dien dan pewaris Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Rasulullah tidak mewariskan dirham atau dinar, tetapi mewariskan ilmu
yang kemudian dibawa oleh Ahlul Hadits ini. Seorang Ahli Fiqih tanpa ilmu hadits
adalah Aqlani (rasionalis) dan Ahli Tafsir tanpa ilmu hadits adalah Ahli Takwil.
Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (wafat 276 H) berkata: "...
Adapun Ashabul Hadits, sesungguhnya mereka mencari kebenaran dari sisi yang benar
dan mengikutinya dari tempatnya. Mereka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala dengan mengikuti sunnah Rasul-Nya serta mencari jejak-jejak dan berita-beritanya
(Hadits, red.), baik itu di darat dan di laut, di Timur maupun di Barat. Salah seorang dari
mereka (bahkan) mengadakan perjalanan jauh dengan berjalan kaki hanya untuk mencari
satu berita atau satu hadits, agar dia mengambilnya langsung dari penukilnya (secara
dialog langsung). Mereka terus menyaring dan membahas berita-berita (riwayat-riwayat)
tersebut sampai mereka memahami mana yang shahih dan mana yang lemah, yang nasikh
dan yang mansukh, dan mengetahui siapa-siapa dari kalangan fuqaha yang menyelisihi
berita-berita tersebut dengan pendapatnya (ra'yunya), lalu memperingatkan mereka.
Dengan demikian, Al-Haq yang tadinya redup menjadi bercahaya, yang tadinya berceraiberai menjadi terkumpul. Demikian pula, orang-orang yang tadinya menjauh dari sunnah
menjadi terikat dengannya, yang tadinya lalai menjadi ingat padanya, dan yang dulunya
berhukum dengan ucapan fulan bin fulan menjadi berhukum dengan ucapan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam." (Ta'wil Mukhtalafil Hadits dalam Muqaddimah)
Imam Abu Hatim Muhammad Ibnu Hibban bin Muadz bin Ma'bad bin Said At-Tamimi
(wafat 354 H) berkata: "...Kemudian Allah memilih sekelompok manusia dari kalangan
pengikut jalan yang baik dalam mengikuti sunnah dan atsar untuk memberi petunjuk
kepada mereka agar selalu taat kepada-Nya. Allah indahkan hati-hati mereka dengan
keimanan, dan memberikan pada lisan-lisan mereka Al-Bayan (keterangan), yaitu mereka
yang menyingkap rambu-rambu Dien-Nya, mengikuti sunnah-sunnah nabi-Nya dengan
menelusuri jalan-jalan yang panjang, meninggalkan keluarga dan negerinya, untuk
mengumpulkan sunnah-sunnah dan menolak hawa nafsu (bid'ah). Mereka memperdalam
sunnah dengan menjauhi ra'yu ..." Pada akhirnya, beliau mengatakan: "Hingga Allah
memelihara Dien ini lewat mereka untuk kaum muslimin dan melindunginya dari
rongrongan para pencela. Allah menjadikan mereka sebagai imam-imam (panutanpanutan) yang mendapatkan petunjuk di saat terjadi perselisihan dan menjadikan mereka
sebagai pelita malam di kala terjadi fitnah. Maka merekalah pewaris-pewaris para nabi
dan orang-orang pilihan..." (Al-Ihsan 1/20-23)
Imam Abu Muhammad Al-Hasan Ibnu Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramhurmuzi (wafat
360 H) berkata: "Allah telah memuliakan hadits dan memuliakan golongannya (Ahlul
Hadits). Allah juga meninggikan kedudukannya dan hukumnya di atas seluruh aliran.
Didahulukannya ia (hadits) di atas semua ilmu serta diangkatnya nama-nama para
pembawanya yang memperhatikannya. Maka jadilah mereka (Ahlul Hadits) inti agama
dan tempat bercahayanya hujjah. Bagaimana mereka tidak mendapatkan keutamaan dan
tidak berhak mendapatkan kedudukan tinggi, sedangkan mereka adalah penjaga-penjaga
Dien ini atas umatnya..." (Al-Muhadditsul Fashil 1-4)
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi (wafat 405)
berkata setelah meriwayatkan dengan sanadnya dua ucapan tentang Ahlul Hadits (yang
artinya): Umar bin Hafs bin Gayyats berkata: Aku mendengar ayahku ketika dikatakan
kepadanya: "Tidaklah engkau melihat Ashabul Hadits dan apa yang ada pada mereka?"
Dia berkata: "Mereka sebaik-baik penduduk bumi." Dan riwayat dari Abu Bakar bin
Ayyasy: "Sungguh aku berharap Ahli Hadits adalah sebaik-baik manusia." Kemudian
beliau (Abu Abdullah Al-Hakim) berkata: "Keduanya telah benar bahwa Ashabul Hadits
adalah sebaik-baik manusia. Bagaimana tidak demikian? Mereka telah mengorbankan
dunia seluruhnya di belakang mereka. Kemudian menjadikan penulisan sebagai makanan
mereka, penelitian sebagai hidangan mereka, mengulang-ulang sebagai istirahat
mereka..." Dan akhirnya beliau mengatakan: "Maka akal-akal mereka dipenuhi dengan
kelezatan kepada sunnah. Hati-hati mereka diramaikan dengan keridhaan dalam segala
keadaan. Kebahagiaan mereka adalah mempelajari sunnah. Hobi mereka adalah majelismajelis ilmu. Saudara mereka adalah seluruh Ahlus Sunnah dan musuh mereka adalah
seluruh Ahlul Ilhad dan Ahlul Bid'ah." (Ma'rifatu Ulumul Hadits 1-4)
Berkata Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali tentang Ashabul Hadits: "Mereka adalah
orang-orang yang menjalani manhaj para shahabat dan tabi'in, yang mengikuti mereka
dengan ihsan dalam berpegang dengan Kitab dan Sunnah, dan menggigit keduanya
dengan geraham mereka, mendahulukan keduanya di atas semua ucapan dan petunjuk,
apakah itu dalam masalah akidah, ibadah, mu'amalah, akhlak, politik, ataukah sosial.
Oleh sebab itu, mereka adalah orang-orang yang mantap dalam dasar-dasar dan cabangcabang Dien ini, sesuai dengan apa yang Allah turunkan dan wahyukan kepada RasulNya shallallahu alaihi wa sallam dan para hamba-Nya. Mereka tegak dalam dakwah,
mengajak kepada yang demikian dengan sungguh-sungguh dan jujur dengan tekad yang
kuat. Merekalah pembawa-pembawa ilmu Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan
membersihkannya dari penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, dari
kedustaan-kedustaan orang-orang bathil dan dari takwil-takwilnya orang-orang bodoh.
Oleh karena itu, mereka selalu mengintai, memperhatikan setiap firqah-firqah yang
menyeleweng dari manhaj Islam seperti Jahmiyyah, Mu'tazilah, Khawarij, Rafidhah,
Murji'ah, Qadariyyah, dan setiap firqah yang menyempal dari manhaj Allah di setiap
zaman dan di setiap tempat. Mereka tidak peduli dengan celaan orang-orang yang
mencela..."
Beliau pun akhirnya menyebut mereka sebagai golongan yang selamat (Firqah Najiyah)
yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
(Thaifah Manshurah) kemudian berkata: "Mereka, setelah shahabat Nabi shallallahu
alaihi wa sallam dengan pimpinan mereka Al-Khulafa'ur Rasyidin, adalah para tabi'in. Di
antara tokoh-tokoh mereka adalah:
- Sa'id bin Musayyab (wafat setelah 90 H)
- Urwah bin Zubair (wafat 94 H)
- Ali bin Husain Zainal Abidin (wafat 93 H)
- Muhammad Ibnul Hanafiyah (wafat 80 H)
- Ubaidillah bin Abdullah bin Umar (wafat 106 H)
- Al-Qasim bin Muhammad bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq (wafat 106 H)
- Al-Hasan Al-Bashri (wafat 110 H)
- Muhammad bin Sirrin (wafat 110)
- Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 H)
- Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (wafat 125 H) dan lain-lain.
Kemudian di antara tabi'ut tabi'in (pengikut tabi'in) tokoh-tokoh mereka adalah:
- Imam Malik (wafat 179 H)
- Al-Auza'i (wafat 198 H)
- Sufyan Ats-Tsauri (wafat 161 H)
- Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H)
- Ismail bin Ulayyah (wafat 198 H)
- Al-Laits bin Sa'd (wafat 175 H)
- Abu Hanifah An-Nu'man (wafat 150 H) dan lain-lain.
Setelah para tabi'ut tabi'in adalah pengikut mereka, di antaranya:
- Abdullah bin Mubarak (wafat 181 H)
- Waqi' bin Jarrah (wafat 197 H)
- Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (wafat 204 H)
- Abdurrahman bin Mahdi (198 H)
- Yahya bin Said Al-Qattan (wafat 198 H)
- Affan bin Muslim (wafat 219 H) dan lain-lain.
Kemudian pengikut mereka yang menjalani manhaj mereka di antaranya:
- Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H)
- Yahya bin Ma'in (wafat 233 H)
- Ali Ibnul Madini (wafat 234 H), dan lain-lain.
Kemudian, murid-murid mereka seperti:
- Al-Bukhari (wafat 256 H)
- Muslim (wafat 261 H)
- Abu Hatim (wafat 277 H)
- Abu Zur'ah (wafat 264 H)
- Abu Dawud (wafat 275 H)
- At-Tirmidzi (wafat 279)
- An-Nasa'i (wafat 303 H), dan lain-lain.
Setelah itu, orang-orang generasi berikutnya yang berjalan di jalan mereka adalah:
- Ibnu Jarir At-Thabari (wafat 310 H)
- Ibnul Khuzaimah (wafat 311 H)
- Ad-Daruquthni (wafat 385 H)
- Ibnu Abdil Barr (wafat 463 H)
- Abdul Ghani Al-Maqdisi dan Ibnul Qudamah (wafat 620 H)
- Ibnu Shalih (wafat 743 H)
- Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H)
- Al-Muzzi (wafat 743 H)
- Adz-Dzahabi (wafat 748 H)
- Ibnu Katsir (wafat 774)
- Dan ulama yang seangkatan di zaman mereka.
Kemudian yang setelahnya yang mengikuti jejak mereka dalam berpegang dengan kitab
dan sunnah sampai hari ini. Mereka itulah yang kita maksud dengan Ashabul Hadits.
Pembelaan Mereka terhadap Aqidah
Sebagaimana telah disebutkan di atas, mereka adalah pembawa ilmu dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Mereka membelanya dan membersihkannya dari
penyelewengan, kedustaan, dan takwil-takwil Ahli Bid'ah.
Maka, ketika muncul Ahli Bid'ah yang pertama yaitu Khawarij, Ali radhiallahu anhu dan
para shahabat bangkit membantah mereka, kemudian memerangi mereka dan mengambil
dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam riwayat-riwayat yang menyuruh untuk
membunuh mereka dan mengkhabarkan bahwa membunuh mereka adalah sebaik-baik
pendekatan diri kepada Allah. (Lihat Mawaqifus Shahabah fil Fitnah Bab 3 juz 2 hal 191
oleh Dr Muhammad Ahmazun)
Ketika Syiah muncul, Ali radhiallahu anhu mencambuk orang-orang yang mengatakan
dirinya lebih baik daripada Abu Bakar dan Umar dengan delapan puluh kali cambukan.
Dan orang-orang ekstrim dari kalangan mereka yang mengangkat Ali sampai ke tingkat
Uluhiyyah (ketuhanan), dibakar dengan api. (lihat Fatawa Syaikhul Islam)
Demikian pula ketika sampai kepada Abdullah bin Umar radhiallahu anhu berita tentang
suatu kaum yang menafikan (menolak) takdir dan mengatakan bahwa menurut mereka
perkara ini terjadi begitu saja (kebetulan), beliau mengatakan kepada pembawa berita
tersebut: "Jika engkau bertemu mereka, khabarkanlah pada mereka bahwa aku berlepas
diri (bara`) dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! Demi yang jiwaku ada di
tangan-Nya, kalau salah seorang mereka memiliki emas segunung Uhud, kemudian
diinfaqkan di jalan Allah, Allah tidak akan menerima daripadanya sampai dia beriman
dengan taqdir baik dan buruknya." (HR. Muslim 1/36)
Imam Malik pun ketika ditanya tentang orang yang mengatakan bahwa Al-Qur`an itu
makhluk, maka beliau berkata: "Dia menurut pendapat adalah kafir, bunuhlah dia!" Juga
Ibnul Mubarak, Al-Laits bin Sa'd, Ibnu Uyainah, Hasyim, Ali bin Ashim, Hafs bin
Gayats maupun Waqi bin Jarrah sependapat dengannya. Pendapat yang seperti ini juga
diriwayatkan dari Imam Tsauri, Wahab bin Jarir dan Yazid bin Harun. (Mereka semua
mengatakan): orang-orang itu diminta untuk taubat. Kalau tidak mau, dipenggal kepala
mereka. (Syarah Ushul I'tikad 494, Khalqu Af'alil Ibad hal 25, Asy'ariyah oleh Al-Ajuri
hal 79, dan Syarhus Sunnah/Al-Baghawi 1/187)
Rabi' bin Sulaiman Al-Muradi, shahabat Imam Syafi'i, berkata: "Ketika Haf Al-Fardi
mengajak bicara Imam Syafi'i dan dia mengatakan Al-Qur`an itu makhluk, maka Imam
berkata kepadanya: 'engkau telah kafir kepada Allah yang maha Agung." Imam Malik
pernah ditanya tentang bagaimana istiwa` Allah di atas 'Arsy-Nya, maka dia mengatakan:
"Istiwa` sudah diketahui (maknanya), sedangkan bagaimananya tidak diketahui. Dan
pertanyaan tentang itu adalah bid'ah dan aku tidak melihatmu kecuali Ahli Bid'ah!"
Kemudian (orang yang bertanya itu) diperintahkan untuk keluar dan beliau menegaskan
bahwa sesungguhnya Allah itu di langit. Dan beliau juga pernah mengeluarkan seseorang
dari majelisnya karena dia seorang Murji'ah. (Syarah Ushul I'tiqad 664)
Said bin Amir berkata: "Al-Jahmiyyah lebih jelek ucapannya daripada Yahudi dan
Nasrani. Yahudi dan Nasrani dan seluruh penganut agama (samawi) telah sepakat bahwa
Allah Tabaraka wa Ta'ala di atas Arsy-Nya, tapi mereka (Al-Jahmiyyah) mengatakan
tidak ada sesuatu pun di atas Arsy." (Khalqu Af'alil Ibad hal 15)
Ibnul Mubarak berkata: "Kami tidak mengatakan seperti ucapan Jahmiyyah bahwa Dia
(Allah) itu di bumi. Tetapi (kami katakan) Allah di atas Arsy-Nya beristiwa." Ketika
ditanyakan kepadanya: "Bagaimana kita mengenali Rabb kita?" Beliau berkata: "Di atas
Arsy... Sesungguhnya kami bisa mengkisahkan ucapan Yahudi dan Nasrani, tapi kami
tidak mampu untuk mengkisahkan ucapan Jahmiyyah." (Khalqu Af'alil Ibad/Bukhari hal
15, As-Sunnah/Abdullah bin Ahmad bin Hambal 1/111 dan Radd Alal Jahmiyyah/AdDarimi hal. 21 dan 184)
Imam Bukhari berkata: "Aku telah melihat ucapan Yahudi, Nasrani dan Majusi. Tetapi
aku tidak melihat yang lebih sesat dalam kekufuran selain mereka (Jahmiyah) dan
sesungguhnya aku menganggap bodoh siapa yang tidak mengkafirkan mereka kecuali
yang tidak mengetahui kekufuran mereka." (Khalqu Af'alil Ibad hal 19)
Dikeluarkan oleh Baihaqi dengan sanad yang baik dari Al-Auza'i bahwa dia berkata:
"Kami dan seluruh tabi'in mengatakan bahwa sesungguhnya Allah di atas Arsy-Nya dan
kami beriman dengan sifat-sifat yang diriwayatkan dalam sunnah." Abul Qasim
menyebutkan sanadnya sampai ke Muhammad bin Hasan As-Syaibani bahwa dia berkata:
"Seluruh fuqaha (ulama) di timur dan di barat telah sepakat atas keimanan kepada AlQur`an dan Al-Hadits yang dibawa oleh rawi-rawi yang tsiqah (terpercaya) dari
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang sifat-sifat Rabb Subhanahu wa Ta'ala
tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa tafsir (takwil). Barangsiapa menafsirkan sesuatu
daripadanya dan mengucapkan seperti ucapan Jahm (bin Sufyan), maka dia telah keluar
dari apa yang ada di atasnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para
shahabatnya, dan dia telah memisahkan diri dari Al-Jama'ah karena telah mensifati Allah
dengan sifat yang tidak ada." (Syarah Ushul I'tiqad Ahlus Sunnah 740)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam Manaqib Syafi'i dari Yunus bin Abdul A'la:
Aku mendengar Imam Syafi'i berkata: "Allah memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang
tidak seorangpun bisa menolaknya. Barangsiapa yang menyelisihinya setelah tetap (jelas)
baginya hujjah, maka dia telah kafir. Adapun jika (menyelisihinya) sebelum tegaknya
hujjah, maka dia dimaklumi karena bodoh. Karena ilmu tentangnya tidak bisa dicapai
dengan akal dan mimpi. Tidak pula dengan pemikiran. Oleh sebab itu, kami menetapkan
sifat-sifat ini dan menafikan tasybih sebagaimana Allah menafikan dari dirinya sendiri."
(Lihat Fathul Bari 13/406-407)
Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi berkata setelah meriwayatkan hadits tentang
Allah menerima sedekah dengan tangan kanannya (muttafaqun alaih), katanya: "Tidak
hanya satu dari Ahli Ilmu (ulama) yang telah berkata tentang hadits ini dan yang mirip
dengan ini dari riwayat-riwayat tentang sifat-sifat Allah seperti turunnya Allah tabaraka
wa Ta'ala setiap malam ke langit dunia. Mereka semuanya mengatakan: Telah tetap
riwayat-riwayat tentangnya, diimani dengannya, tidak menduga-duga dan tidak
mengatakan "bagaimana". Demikian pula ucapan seluruh ahli ilmu dari kalangan Ahlus
Sunnah wal Jama'ah."
Demikianlah contoh ucapan-ucapan mereka dalam menjaga dan membela aqidah ini yang
bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah. Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullah menukil
dari Abu Hatim dari Abdullah bin Dawud Al-Khuraibi bahwa Ashabul Hadits dan
pembawa-pembawa ilmu adalah kepercayaan-kepercayaan Allah atas Dien-Nya dan
penjaga-penjaga sunnah nabi-Nya, selama mereka berilmu dan beramal. Ditegaskan oleh
Imam Ats-Tsauri rahimahullah: "Malaikat adalah penjaga-penjaga langit dan Ashabul
Hadits adalah penjaga-penjaga dunia." Ibnu Zurai' rahimahullah juga menambahkan:
"Setiap Dien memiliki pasukan berkuda. Maka pasukan berkuda dalam Dien ini adalah
Ashabul Asanid (Ahlul Hadits)." Mereka memang benar. Ashabul Hadits adalah pasukan
inti dalam Dien ini. Mereka membela dan menjaga Dien dari penyelewengan, kesesatan
dan kedustaan orang-orang munafiqin dan Ahlul Bid'ah. Hampir semua Ashabul Hadits
menulis kitab-kitab tentang aqidah Ahlus Sunnah serta membantah aqidah dan
pemahaman-pemahaman bid'ah dan sesat, baik itu fuqaha (ahli fiqih) mereka, mufasir
(ahli tafsir) mereka maupun seluruh ulama-ulama dari kalangan mereka (Ahlul Hadits).
Semoga Allah memberi pahala bagi mereka dengan amalan-amalan mereka, dan memberi
pahala atas usaha mereka yang sampai hari dirasakan manfaatnya oleh kaum muslimin
dengan ilmu-ilmu yang mereka tulis, riwayat-riwayat yang mereka kumpulkan dan
hadits-hadits yang mereka periksa.
Akhirnya, marilah kita simak perkataan Imam Syafi'i rahimahullah ini: "Jika aku melihat
seseorang dari Ashabul Hadits, maka aku seakan-akan melihat Nabi shallallahu alaihi wa
sallam hidup kembali." (HR. Al-Khatib dengan sanad SHAHIH, Syaraf Ashabul Hadits
hal 26)
Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang lebih dulu beriman
daripada kami. Dan janganlah Kau jadikan di hati kami kebencian atau kedengkian
kepada mereka. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun dan Maha
Penyayang.
Amien ya rabbal 'alamin.
Sumber: Salafy edisi IV/Dzulqa'dah/1416/1996 rubrik Mabhats
Download