4 TINJAUAN PUSTAKA Vegetasi Pantai Pantai sebagai bagian dari wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara ekosistem laut dan daratan. Daerah batasannya adalah ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut yang dicirikan oleh vegetasi yang khas, sedangkan ke arah laut meliputi daerah paparan benua dan mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi, aliran air tawar dan aktivitas manusia, seperti penggundulan vegetasi dan pencemaran (Dahuri et al. 2001). Pantai mempunyai bermacam tipe vegetasi, antara lain formasi pescaprae, formasi Barringtonia, vegetasi rawa air payau, vegetasi mangrove, vegetasi pantai berbatu dan vegetasi pantai berbatu karang. Formasi pescaprae ditandai dengan adanya tumpukan pasir-pasir yang baru dan terus meninggi. Istilah pescaprae dihubungkan dengan tumbuhan Ipomoea pescaprae, yaitu sejenis tumbuhan menjalar dan dominan di habitat pesisir. Tumbuhan ini merupakan salah satu dari tumbuhan herba yang akarnya dapat mengikat pasir, termasuk famili Convolvulaceae yang mempunyai akar yang memanjang yang dapat mengikat permukaan pasir. Selain sistem perakaran yang memanjang tumbuhan ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan habitat batu pasir yang sangat kering, labil dan toleran terhadap air asin, angin, miskin unsur hara, dan menghasilkan biji yang kecil yang dapat mengapung di air. Tumbuhan koloni lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime dan Euphorbia atoto. Crinum asiaticum (bakung) dan Scaevola taccada (babakoan) adalah jenis yang umum di tempat-tempat transisi dengan formasi Barringtonia, yaitu vegetasi yang didominasi pohon Bariingtonia asiatica (butun) atau oleh Calophyllum inophyllum (nyamplung) sehingga juga dikatakan sebagai formasi Calophyllum. Tumbuhan lainnya adalah Erythrina sp , Hernandia peltata, Hibiscus tiliaceus (waru laut) dan Terminalia catappa (ketapang) sebagai jenis-jenis penghuni. 5 Mangrove adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup pada lingkungan bergaram, jenuh air dan intensitas sinar matahari penuh. Kondisi ini merupakan karakteristik ideal bagi vegetasi tropis (Lugo dan Snedaker 1974). Pasang surut berpengaruh terhadap penyebaran jenis-jenis mangrove. Komposisi vegetasi mangrove ditentukan oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah dan genangan pasang surut (Tjardhana dan Purwanto 1995). Cemara laut (Casuarina equisetifolia) kadang-kadang tumbuh menyebar ke dalam formasi pescaprae sebagai pohon invasi dalam proses suksesi. Cemara laut dapat tumbuh dengan baik membentuk tegakan murni, akan tetapi semaian tumbuhan tersebut tidak bisa tumbuh di dalam tegakan tersebut atau bahkan di atas tumpukan ranting cemara yang mati (Corner 1952). Vegetasi mangrove pada umumnya mendominasi zona-zona pantai berlumpur dan delta estuaria pasang surut. Pada zona pasang surut yang luas mangrove berbentuk hutan yang lebat, misalnya kawasan delta yang luas dan kelas-kelas lokasi penggenangan pasang surutnya, pendangkalan (sedimentasi), dan daerah payau di muara sungai besar (Field 1995). Peranan Vegetasi Terhadap Keadaan Fisik Pantai Salah satu fungsi vegetasi pantai adalah meredam energi gelombang dengan sistem perakaran yang dimilikinya. Sistem perakaran vegetasi akan menstabilkan dan mengikat sedimen atau pasir pantai. Jika sedimen atau pasir pantai tidak stabil maka energi gelombang yang menghempas di pantai tidak dapat terbendung, sehingga akan berdampak pada makin cepatnya proses abrasi di daerah pesisir. Mangrove dapat memecahkan gelombang sehingga garis pantai terlindungi dari bahaya erosi yang disebabkan oleh pasang surut, gelombang dan arus. Sistem perakaran mangrove juga dapat mengikat substrat atau pasir sehingga badan pantai akan terlindungi dari abrasi. Vegetasi mangrove akan mendukung proses perlindungan alami dan lebih murah dibandingkan dengan pembangunan pelindung fisik atau tanggul penahan gelombang (Gilman et al. 2006). Abrasi adalah peristiwa pengikisan lapisan permukaan bumi/daratan pantai oleh angin dan air. Faktor penyebab abrasi antara lain iklim, topografi pantai, 6 sifat sedimen atau pasir pantai dan kondisi vegetasi. Sebagian besar kerusakan pantai terjadi karena vegetasi pantai tidak berfungsi untuk mencegah pengikisan pantai. Komunitas Tumbuhan Komunitas tumbuhan merupakan produser primer di berbagai ekosistem yang menentukan keragaman jenis di dalamnya. Komunitas tumbuhan merupakan sumber daya yang sangat erat hubungannya dengan manusia, hewan dan mikroorganisme. Untuk mempertahankan kondisi lingkungan, tumbuhan harus tetap dominan di semua tempat. Menurut Dumbois dan Ellenberg (1974), komunitas tumbuhan mengintegrasikan semua pengaruh dan beraksi dengan peka terhadap berbagai pengaruh perubahan lingkungan baik pengaruh faktor biotik maupun abiotik. Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di suatu tempat pada suatu ekosistem. Bentuk vegetasi merupakan hasil intreraksi faktor-faktor lingkungan seperti iklim, topografi dan organisme yang berinteraksi dengan ekosistem tersebut (Setiadi dan Tjondronegoro 1989). Komunitas tumbuhan yang belum terganggu biasanya mempunyai beberapa bentuk pertumbuhan antara lain berupa pohon, semak, rumput-rumputan dan tumbuhan lumut. Pohon merupakan tumbuhan berkayu dengan batang tunggal, biasanya dibedakan dengan tiang berdasarkan tingginya, pohon umumnya lebih tinggi dari delapan meter. Tiang memiliki beberapa cabang dan umumnya tingginya kurang dari delapan meter. Sedangkan vegetasi rumput-rumputan biasanya tidak berkayu. (Michael 1994). Vegetasi mangrove adalah suatu tipe vegetasi yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut laut. Ekosistem mangrove terdapat di pantai yang datar dan berair tenang. Biasanya di pantai-pantai yang jauh dari muara sungai jalur pertumbuhan tegakan mangrove tidak terlalu lebar. Tempat tumbuh ideal vegetasi mangrove adalah di sekitar pantai yang lebar muara sungainya, delta dan tempat muara sungainya banyak mengandung lumpur dan pasir. Perakaran mangrove yang kuat mampu meredam gerak pasang surut, dan mampu terendam dalam air yang kadar garamnya bervariasi. Perakaran mangrove juga mampu mengendalikan lumpur. Daun 7 mangrove merupakan sumber bahan organik penting dalam rantai makanan akuatik, setiap hektarnya mampu menghasilkan bahan organik dari serasah daun. Masukan bahan organik ini merupakan kunci kesuburan mangrove (Tjardhana dan Purwanto 1995). Deskripsi Wilayah Pesisir Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan perembesan air laut yang dicirikan oleh tipe vegetasi yang khas. Wilayah pesisir juga merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (crosshore). Batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar dari daerah paparan benua (continental shelf) dengan ciri-ciri perairan dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan vegetasi dan pencemaran (Nontji 2005). Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena merupakan tempat dan pencampuran pengaruh antara darat, laut dan udara (iklim). Pada umumnya wilayah pesisir dan khususnya perairan estuaria mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan menjadi sumber zat organik yang penting dalam rantai makanan di laut. Namun demikian, perlu dipahami bahwa sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai oleh adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam dan karenanya merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan dengan fluktuasi di luar batas kewajaran. Dari segi fungsinya, wilayah pesisir merupakan zone penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan migrasi. Menurut Cruz (1981), setiap spesies sepanjang gradient lingkungan memiliki keunggulan kompetitif yang menjadikan faktor pengendali pola zonasi. Faktor yang mempengaruhi zonasi spesies vegetasi pantai, yaitu tanah, salinitas 8 air tanah, drainase, aliran arus gelombang, kelembaban tanah dan frekuensi penggenangan. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vegetasi Pantai Iklim Cahaya, suhu, curah hujan dan angin berpengaruh kuat terhadap ekosistem pantai, juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Perubahan iklim dapat menyebabkan kerusakan dan penyusutan keanekaragaman hayati. Perubahan iklim disebabkan antara lain oleh pemanasan global dan akan berpengaruh terhadap sistem hidrologi bumi, yang pada akhirnya akan berdampak pada struktur dan fungsi ekosistem alami. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim telah berdampak terhadap hutan alami, pertanian, ketahanan pangan, kesehatan, lingkungan, termasuk sumberdaya air dan keanekaragaman hayati. Dampak yang mudah terlihat akibat perubahan iklim adalah musim kering yang panjang, frekuensi dan skala banjir yang tinggi di banyak bagian dunia, termasuk Indonesia. Kebakaran hutan secara besar-besaran yang terjadi tahun 1997 hingga 1998 yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan diperparah oleh perubahan iklim, karena musim kemarau menjadi lebih panjang daripada biasanya. Dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati secara langsung masih harus diteliti, tetapi diduga pengaruhnya cukup besar (Medrizam et al. 2004). Cahaya Cahaya sangat penting dalam proses fotosintesis, proses pertumbuhan, respirasi, transpirasi dan fisiologi. Intensitas cahaya, kualitas dan lamanya penyinaran adalah faktor penting bagi tumbuhan. Secara umum, tumbuhan mangrove dan vegetasi pantai lainnya adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup pada intensitas sinar matahari penuh, hal ini merupakan ciri khas bagi vegetasi tropis. Intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan spesies 3000-3800 kcal/m/hari (Lugo dan Snedaker 1974). mangrove antar 9 Curah hujan Lama dan distribusi curah hujan adalah faktor penting dalam perkembangan dan penyebaran tumbuhan dan hewan. Selain itu curah hujan juga merupakan faktor penting untuk menjaga kebersihan udara, suhu air, salinitas dan tempat bertahan hidup vegetasi pantai. Secara normal, perkembangan vegetasi pantai lebih baik jika curah hujan berkisar 1500-3000 mm/tahun. Dapat juga mencapai 4000 mm/tahun, distribusinya selama 8-10 bulan/tahun (Bismark 1987). Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang mempunyai peran penting terhadap pertumbuhan vegetasi pantai dalam hal fotosintesis, respirasi dan proses fisiologi. Suhu mempengaruhi fotosintesis secara langsung maupun tidak langsung. Berpengaruh secara langsung karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Tingkat percepatan proses-proses dalam sel akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu sampai mencapai batas tertentu (Sverdrup et al.1942). Suhu penting bagi proses fisiologi, fotosintesis dan respirasi Rhizophora spp. dan Ceriops spp. pertumbuhan daunnya lebih baik pada suhu 26-28 oC. Secara umum daerah tropis adalah habitat yang baik untuk pertumbuhan mangrove (Ellison 1996). Pasang Surut Daerah pantai sebagai zona pasang surut merupakan komunitas tempat hidup tumbuhan dan hewan untuk tumbuh dan berkembang biak di daerah ini. Salinitas air bervariasi selama musim dan pasang surut, salinitas air menjadi tinggi pada musim kemarau. Perubahan tersebut menjadi faktor penentu dalam penyebaran vegetasi pantai, khususnya distribusi horizontal. Pasang surut juga mempengaruhi perubahan massa antara air tawar dan air asin yang berpengaruh terhadap distribusi vertikal organisme pada vegetasi pantai (Davie dan Sumardja 1997). Lamanya pasang berpengaruh pada distribusi spesies, struktur vegetatif dan fungsi ekosistem mangrove. Vegetasi mangrove dipengaruhi oleh pasang yang menyebabkan perbedaan struktur dan kesuburan. Keberadaan dan distribusi 10 tumbuhan mangrove di Malaysia diketahui terkait hubungannya dengan frekuensi lamanya penggenangan. Pada kondisi tersebut terjadi setiap saat seperti spesies Rhizophora mucronata, dan Bruguiera spp. yang mendominasi daerah tersebut. Antara pasang naik dan surut ada daerah antara-pasang yang mempengaruhi sistem perakaran. Akar Rhizophora spp. adalah contoh tumbuhan yang bertahan di atas permukaan tanah, pada sungai yang sempit menyebabkan perakaran yang pendek. Pneumatofor yang besar berada di atas permukaan tanah pada zona antara-pasang dan daerah aliran sungai yang sempit (Edward 1983). Vegetasi dekat pantai didominasi Avicennia spp dan Sonneratia spp. Sonneratia spp tumbuh pada lumpur yang lunak dengan kandungan organik yang tinggi dan pada salinitas yang rendah atau lebih ke belakan. Sedangkan Avicennia spp tumbuh pada substrat yang agak lembut lebih ke arah depan. Rhizophora mucronata dengan kondisi yang agak basah lebih ke arah daratan. Di samping itu juga terdapat Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum. Penyebaran kelompok vegetasi mangrove di atas akan membentuk zonasi dalam ekosistem vegetasi mangrove (Bismark 1987). Gelombang Terdapat 3 faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin, yaitu kuatnya hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (fetch). Jarak tempuh angin ialah bentang angin terbuka yang dilalui angin. Sekali gelombang telah terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan merambat terus sampai jauh (Nontji 2005). Ketika gelombang mendekati perairan yang dangkal dan mulai menyentuh dasar saat tiba pada kedalaman yang sama dengan setengah panjang gelombang maka akan menyebabkan terjadinya perlambatan kecepatan dan penaikan tinggi gelombang. Gelombang yang terhempas ke pantai mengandung energi yang besar. Semakin tinggi gelombang maka semakin besar pula energi yang terhempaskan. Energi ini mampu memindahkan sedimen di bawahnya. Apabila tidak ada penghalang yang berfungsi sebagai peredam hempasan maka hal ini akan merusak kestabilan garis pantai (Nontji 2005). 11 Vegetasi pantai dapat berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sedimen. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi vegetasi pantai yang baik. Tetapi, ada kalanya vegetasi pantai tidak dapat berfungsi lagi sebagai peredam gelombang. Kerusakan lingkungan pantai seperti pencemaran dan penambangan pasir pantai dapat mengurangi kemampuan sistem perakarn vegetasi untuk mengikat substrat atau pasir sehingga pantai sangat mudah terabrasi (Tjardhana dan Purwanto 1995). Gelombang yang kuat seperti tsunami akan mengakibatkan perpindahan sedimen dari laut dan pantai yang terkikis terbawa ke dalam ekosistem mangrove termasuk tambak dan teluk. Sedimen yang terbawa oleh gelombang akan menutupi sedimen di permukaan mangrove. Vegetasi mangrove akan roboh akibat gelombang besar. Dalam beberapa hal, ketika pantai menjadi tererosi dan akan terbentuk garis pantai baru pada bagian mangrove yang mati atau teluk bagian dalam (Cahoon and Philippe 2002). Arus Arus merupakan gerakan masa air yang dapat disebabkan oleh angin, perbedaan densitas air laut, gelombang dan pasang surut. Arus dapat menyebabkan terjadinya perbedaan suhu, kadar garam dan lamanya pasang. Arus pantai, baik yang dibangkitkan oleh gelombang maupun pasang surut di perairan dangkal akan berinteraksi dengan dasar perairan. Interaksi tersebut berupa gesekan antara badan air yang bergerak dengan dasar perairan. Gesekan tersebut membangkitkan sejumlah energi yang disebut sebagai kapasitas angkut yang besarnya sebanding dengan kecepatan arus. Jika kapasitas angkut tersebut cukup besar maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Peristiwa pengangkatan sedimen dari pantai disebut sebagai abrasi dan pengangkutannya disebut sebagai transport. Sebaliknya jika kecepatan arus menurun, maka kapasitas angkutnya pun menurun, sehingga sedimen yang sedang terangkut akan dijatuhkan ke dasar perairan. Peristiwa ini disebut sebagai deposisi. Abrasi yang terjadi terus menerus akan mengakibatkan kehilangan badan pantai. Sebaliknya, deposisi yang terjadi terus menerus akan mengakibatkan penumpukan sedimen yang biasanya disebut sedimentasi. Sebuah kawasan pantai akan terjadi 12 kesetimbangan jika memiliki pasokan sedimen yang memadai atau setara dengan sedimen yang terangkut. Kesetimbangan pantai juga akan dapat terjadi jika kekuatan agen pengangkut sedimen tertahan oleh unsur-unsur alam (buatan) yang mampu melemahkan kapasitas angkut dari arus yang dibangkitkan gelombang atau pasang surut (Poerbandono 2004). Vegetasi pantai sebagai salah satu unsur alam dapat memberikan kesetimbangan pantai untuk menjaga kestabilan sedimennya. Sistem perakaran dari vegetasi pantai ini akan mengurangi daya kapasitas angkut sedimen pantai oleh arus yang pada akhirnya akan mempertahankan badan pantai. Kapasitas angkut dan kecepatan arus yang kuat yang tidak dapat diredam oleh vegetasi pantai menjadi penyebab hilangnya formasi vegetasi pantai di beberapa tempat. Sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks karena selain sebagai daerah pertemuan air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji 2005). Salinitas dapat berubah setiap saat, tergantung pada tinggi rendahnya pasang surut, intensitas hujan, dan penguapan. Salinitas lebih tinggi pada bagian dasar dibandingkan dengan permukaan (Marguerite 1997). Salinitas berpengaruh terhadap komposisi mangrove, beberapa spesies mempunyai toleransi yang luas terhadap salinitas seperti Sonneratia caseolaris yang ditemukan pada air laut murni hingga daerah pasang surut sungai yang mempunyai salinitas hampir tawar. Bruguiera parviflora dan Bruguiera gymnorrhiza mempunyai batas toleransi yang sempit terhadap salinitas, hanya ditemukan pada daerah yang rendah salinitas (Giesen dan Wulffraat 1998). Sedimen atau Pasir Pantai Sedimen dasar penyusun ekosistem pantai adalah pasir. Ukuran partikel pasir merupakan fungsi dari gerakan gelombang di pantai tersebut. Jika energi gelombang kecil maka partikel pasir berukuran kecil pula, tetapi jika energi gelombang besar, partikel akan menjadi kasar dan membentuk deposit kerikil. Partikel pasir yang halus, melalui gaya kapilernya, cenderung untuk menampung 13 lebih banyak air di atas tingkat pasang surut dalam celahnya. Pasir kasar dan kerikil berlaku sebaliknya, cepat mengalirkan air ketika surut. Hal ini berdampak pada persediaan oksigen. Oksigen tidak pernah menjadi faktor pembatas dalam air yang membasahi pantai, karena turbulensi gelombang menjamin kejenuhan yang konstan. Menurut (Craighead 1971; Smith et al. 1994), angin kencang dapat menyediakan nutrien pada ekosistem mangrove, angin di daerah tropis dilaporkan dapat mendeposit sedimen lebih dari 10 cm di lantai vegetasi. Air yang tertahan di pantai berpengaruh terhadap perubahan suhu dan salinitas yang dapat digunakan oleh vegetasi. Setelah digunakan akan diisi kembali melalui pertukaran air yang ada di atas permukaan melalui proses pasang surut, kemampuan pengikatan air tergantung pada ukuran partikel pasir. Partikel halus mempunyai laju pertukaran yang lambat dan partikel kasar mempunyai laju pertukaran cepat, sehingga di pantai yang berpasir halus, pertukaran air lambat dan dapat mengurangi persediaan oksigen (Nybakken 1992). Keragaman Jenis dalam Komunitas Jumlah jenis dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman jenis tampaknya bertambah bila komunitas menjadi stabil. Gangguan yang parah menyebabkan terjadinya penurunan yang nyata dalam keragaman. Indeks keragaman jenis merupakan parameter yang banyak digunakan terutama untuk membandingkan data komunitas tumbuhan untuk mempelajari pengaruh dari gangguan faktor biotik atau untuk mengetahui tingkat tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan (Odum 1998). Keragaman jenis adalah keragaman organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian setiap organisme mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang lain. Keanekaragaman ekosistem: mencakup keanekaan bentuk dan susunan bentang alam, daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk keterkaitan dengan lingkungan fisiknya. Kelimpahan jenis mangrove juga dipengaruhi oleh vegetasi lain yang menghambat kelimpahan dan pertumbuhan suatu jenis. Menurut Sukardjo (1986), jumlah seedling R. mucronata dan B. gymnorrhiza jumlah individu 14 berkurang dikarenakan terjadi kelimpahan Acrostichum aureum, dan gulma dapat mengurangi viabilitas semai R. mucronata dan B. gymnorrhiza. Menurut Ellison (2001), faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan jenis mangrove adalah kurang sesuainya habitat pasang surut untuk jenis-jenis mangrove. Penyebaran mangrove di kawasan pasifik terdiri atas 34 spesies dan 3 hibrid (Ellison 1995). Kawasan mangrove menurun keragaman dari barat hingga ke timur Pasifik, mangrove mencapai suatu batas pada Samoa Amerika yaitu diperkirakan 52 ha dari mangrove yang tersisa hanya mempunyai tiga jenis mangrove (Gilman et al. 2006). Papua Nugini bagian selatan mempunyai keanekaragaman bakau global paling tinggi yaitu 33 jenis dan 2 hibrid, terletak di pusat Indo-Malayan yang merupakan pusat dari keanekaragaman mangrove (Ellison 2000).