Studi Kondisi Vegetasi Dan Kondisi Pesisir Serta

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi Pantai
Pantai sebagai bagian dari wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan
antara ekosistem laut dan daratan. Daerah batasannya adalah ke arah darat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan
air laut yang dicirikan oleh vegetasi yang khas, sedangkan ke arah laut meliputi
daerah paparan benua dan mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi
oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi, aliran air
tawar dan aktivitas manusia, seperti penggundulan vegetasi dan pencemaran
(Dahuri et al. 2001).
Pantai mempunyai bermacam tipe vegetasi, antara lain formasi pescaprae,
formasi Barringtonia, vegetasi rawa air payau, vegetasi mangrove,
vegetasi
pantai berbatu dan vegetasi pantai berbatu karang. Formasi pescaprae ditandai
dengan adanya tumpukan pasir-pasir yang baru dan terus meninggi. Istilah
pescaprae dihubungkan dengan tumbuhan Ipomoea pescaprae, yaitu sejenis
tumbuhan menjalar dan dominan di habitat pesisir. Tumbuhan ini merupakan
salah satu dari tumbuhan herba yang akarnya dapat mengikat pasir, termasuk
famili Convolvulaceae yang mempunyai akar yang memanjang yang dapat
mengikat permukaan pasir. Selain sistem perakaran yang memanjang tumbuhan
ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan habitat batu pasir yang sangat kering,
labil dan toleran terhadap air asin, angin, miskin unsur hara, dan menghasilkan biji
yang kecil yang dapat mengapung di air. Tumbuhan koloni lainnya adalah Vigna,
Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime dan Euphorbia atoto.
Crinum asiaticum (bakung) dan Scaevola taccada (babakoan) adalah jenis yang
umum di tempat-tempat transisi dengan formasi Barringtonia, yaitu vegetasi yang
didominasi pohon Bariingtonia asiatica (butun) atau oleh Calophyllum
inophyllum (nyamplung) sehingga juga dikatakan sebagai formasi Calophyllum.
Tumbuhan lainnya adalah Erythrina sp , Hernandia peltata, Hibiscus tiliaceus
(waru laut) dan Terminalia catappa (ketapang) sebagai jenis-jenis penghuni.
5
Mangrove adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup pada lingkungan
bergaram, jenuh air dan intensitas sinar matahari penuh. Kondisi ini merupakan
karakteristik ideal bagi vegetasi tropis (Lugo dan Snedaker 1974). Pasang surut
berpengaruh terhadap penyebaran jenis-jenis mangrove.
Komposisi vegetasi
mangrove ditentukan oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah dan genangan
pasang surut (Tjardhana dan Purwanto 1995).
Cemara laut (Casuarina equisetifolia) kadang-kadang tumbuh menyebar
ke dalam formasi pescaprae sebagai pohon invasi dalam proses suksesi. Cemara
laut dapat tumbuh dengan baik membentuk tegakan murni, akan tetapi semaian
tumbuhan tersebut tidak bisa tumbuh di dalam tegakan tersebut atau bahkan di
atas tumpukan ranting cemara yang mati (Corner 1952).
Vegetasi mangrove pada umumnya mendominasi zona-zona pantai
berlumpur dan delta estuaria pasang surut. Pada zona pasang surut yang luas
mangrove berbentuk hutan yang lebat, misalnya kawasan delta yang luas dan
kelas-kelas lokasi penggenangan pasang surutnya, pendangkalan (sedimentasi),
dan daerah payau di muara sungai besar (Field 1995).
Peranan Vegetasi Terhadap Keadaan Fisik Pantai
Salah satu fungsi vegetasi pantai adalah meredam energi gelombang
dengan sistem perakaran yang dimilikinya. Sistem perakaran vegetasi akan
menstabilkan dan mengikat sedimen atau pasir pantai. Jika sedimen atau pasir
pantai tidak stabil maka energi gelombang yang menghempas di pantai tidak dapat
terbendung, sehingga akan berdampak pada makin cepatnya proses abrasi di
daerah pesisir.
Mangrove dapat memecahkan gelombang sehingga garis pantai terlindungi
dari bahaya erosi yang disebabkan oleh pasang surut, gelombang dan arus. Sistem
perakaran mangrove juga dapat mengikat substrat atau pasir sehingga badan
pantai akan terlindungi dari abrasi. Vegetasi mangrove akan mendukung proses
perlindungan alami dan lebih murah dibandingkan dengan pembangunan
pelindung fisik atau tanggul penahan gelombang (Gilman et al. 2006).
Abrasi adalah peristiwa pengikisan lapisan permukaan bumi/daratan pantai
oleh angin dan air. Faktor penyebab abrasi antara lain iklim, topografi pantai,
6
sifat sedimen atau pasir pantai dan kondisi vegetasi. Sebagian besar kerusakan
pantai terjadi karena vegetasi pantai tidak berfungsi untuk mencegah
pengikisan pantai.
Komunitas Tumbuhan
Komunitas tumbuhan merupakan produser primer di berbagai ekosistem
yang menentukan keragaman jenis di dalamnya. Komunitas tumbuhan merupakan
sumber daya yang
sangat erat hubungannya dengan manusia, hewan dan
mikroorganisme. Untuk mempertahankan kondisi lingkungan, tumbuhan harus
tetap dominan di semua tempat. Menurut Dumbois dan Ellenberg (1974),
komunitas tumbuhan mengintegrasikan semua pengaruh dan beraksi dengan peka
terhadap berbagai pengaruh perubahan lingkungan baik pengaruh faktor biotik
maupun abiotik.
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di suatu tempat
pada suatu ekosistem. Bentuk vegetasi merupakan hasil intreraksi faktor-faktor
lingkungan seperti iklim, topografi dan organisme yang berinteraksi dengan
ekosistem tersebut (Setiadi dan Tjondronegoro 1989). Komunitas tumbuhan yang
belum terganggu biasanya mempunyai beberapa bentuk pertumbuhan antara lain
berupa pohon, semak, rumput-rumputan dan tumbuhan lumut. Pohon merupakan
tumbuhan berkayu dengan batang tunggal, biasanya dibedakan dengan tiang
berdasarkan tingginya, pohon umumnya lebih tinggi dari delapan meter. Tiang
memiliki beberapa cabang dan umumnya tingginya kurang dari delapan meter.
Sedangkan vegetasi rumput-rumputan biasanya tidak berkayu. (Michael 1994).
Vegetasi mangrove adalah suatu tipe vegetasi yang khusus terdapat di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut laut.
Ekosistem mangrove terdapat di pantai yang datar dan berair tenang. Biasanya di
pantai-pantai yang jauh dari muara sungai jalur pertumbuhan tegakan mangrove
tidak terlalu lebar. Tempat tumbuh ideal vegetasi mangrove adalah di sekitar
pantai yang lebar muara sungainya, delta dan tempat muara sungainya banyak
mengandung lumpur dan pasir. Perakaran mangrove yang kuat mampu meredam
gerak pasang surut, dan mampu terendam dalam air yang kadar garamnya
bervariasi. Perakaran mangrove juga
mampu mengendalikan lumpur. Daun
7
mangrove merupakan sumber bahan organik penting dalam rantai makanan
akuatik, setiap hektarnya mampu menghasilkan bahan organik dari serasah daun.
Masukan bahan organik ini merupakan kunci kesuburan mangrove (Tjardhana dan
Purwanto 1995).
Deskripsi Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan
batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air
yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan
perembesan air laut yang dicirikan oleh tipe vegetasi yang khas. Wilayah pesisir
juga merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir
memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai
(longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (crosshore).
Batas
wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar dari daerah
paparan benua (continental shelf) dengan ciri-ciri perairan dipengaruhi oleh proses
alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses
yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan vegetasi
dan pencemaran (Nontji 2005).
Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena merupakan
tempat dan pencampuran pengaruh antara darat, laut dan udara (iklim). Pada
umumnya wilayah pesisir dan khususnya perairan estuaria mempunyai tingkat
kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan menjadi sumber zat organik
yang penting dalam rantai makanan di laut. Namun demikian, perlu dipahami
bahwa sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai
oleh adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam dan karenanya
merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan
lingkungan dengan fluktuasi di luar batas kewajaran.
Dari segi fungsinya,
wilayah pesisir merupakan zone penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan
migrasi. Menurut Cruz (1981), setiap spesies sepanjang gradient lingkungan
memiliki keunggulan kompetitif yang menjadikan faktor pengendali pola zonasi.
Faktor yang mempengaruhi zonasi spesies vegetasi pantai, yaitu tanah, salinitas
8
air tanah, drainase, aliran arus gelombang, kelembaban tanah dan frekuensi
penggenangan.
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vegetasi
Pantai
Iklim
Cahaya, suhu, curah hujan dan angin berpengaruh kuat terhadap ekosistem
pantai, juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Perubahan iklim dapat
menyebabkan kerusakan dan penyusutan keanekaragaman hayati. Perubahan
iklim disebabkan antara lain oleh pemanasan global dan akan berpengaruh
terhadap sistem hidrologi bumi, yang pada akhirnya akan berdampak pada
struktur dan fungsi ekosistem alami. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim
telah berdampak terhadap hutan alami, pertanian, ketahanan pangan, kesehatan,
lingkungan, termasuk sumberdaya air dan keanekaragaman hayati. Dampak yang
mudah terlihat akibat perubahan iklim adalah musim kering yang panjang,
frekuensi dan skala banjir yang tinggi di banyak bagian dunia, termasuk
Indonesia. Kebakaran hutan secara besar-besaran yang terjadi tahun 1997 hingga
1998 yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan diperparah oleh perubahan
iklim, karena musim kemarau menjadi lebih panjang daripada biasanya. Dampak
perubahan iklim pada keanekaragaman hayati secara langsung masih harus
diteliti, tetapi diduga pengaruhnya cukup besar (Medrizam et al. 2004).
Cahaya
Cahaya sangat penting dalam proses fotosintesis, proses pertumbuhan,
respirasi, transpirasi dan fisiologi. Intensitas cahaya, kualitas dan lamanya
penyinaran adalah faktor penting bagi tumbuhan. Secara umum, tumbuhan
mangrove dan vegetasi pantai lainnya adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup
pada intensitas sinar matahari penuh, hal ini merupakan ciri khas bagi vegetasi
tropis. Intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan spesies
3000-3800 kcal/m/hari (Lugo dan Snedaker 1974).
mangrove antar
9
Curah hujan
Lama dan distribusi curah hujan adalah faktor penting dalam
perkembangan dan penyebaran tumbuhan dan hewan. Selain itu curah hujan juga
merupakan faktor penting untuk menjaga kebersihan udara, suhu air, salinitas dan
tempat bertahan hidup vegetasi pantai. Secara normal, perkembangan vegetasi
pantai lebih baik jika curah hujan berkisar 1500-3000 mm/tahun. Dapat juga
mencapai
4000
mm/tahun,
distribusinya
selama
8-10
bulan/tahun
(Bismark 1987).
Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang mempunyai peran penting
terhadap pertumbuhan vegetasi pantai dalam hal fotosintesis, respirasi dan proses
fisiologi.
Suhu mempengaruhi fotosintesis secara langsung maupun tidak
langsung.
Berpengaruh secara langsung karena reaksi kimia enzimatik yang
berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Tingkat percepatan
proses-proses dalam sel akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu
sampai mencapai batas tertentu (Sverdrup et al.1942). Suhu penting bagi proses
fisiologi, fotosintesis dan respirasi Rhizophora spp. dan Ceriops spp. pertumbuhan
daunnya lebih baik pada suhu 26-28 oC. Secara umum daerah tropis adalah habitat
yang baik untuk pertumbuhan mangrove (Ellison 1996).
Pasang Surut
Daerah pantai sebagai zona pasang surut merupakan komunitas tempat
hidup tumbuhan dan hewan untuk tumbuh dan berkembang biak di daerah ini.
Salinitas air bervariasi selama musim dan pasang surut, salinitas air menjadi tinggi
pada musim kemarau. Perubahan tersebut menjadi faktor penentu dalam
penyebaran vegetasi pantai, khususnya distribusi horizontal. Pasang surut juga
mempengaruhi perubahan massa antara air tawar dan air asin yang berpengaruh
terhadap distribusi vertikal organisme pada vegetasi pantai (Davie dan
Sumardja 1997).
Lamanya pasang berpengaruh pada distribusi spesies, struktur vegetatif
dan fungsi ekosistem mangrove. Vegetasi mangrove dipengaruhi oleh pasang
yang menyebabkan perbedaan struktur dan kesuburan. Keberadaan dan distribusi
10
tumbuhan mangrove di Malaysia diketahui terkait hubungannya dengan frekuensi
lamanya penggenangan. Pada kondisi tersebut terjadi setiap saat seperti spesies
Rhizophora mucronata, dan Bruguiera spp. yang mendominasi daerah tersebut.
Antara pasang naik dan surut ada daerah antara-pasang yang mempengaruhi
sistem perakaran. Akar Rhizophora spp. adalah contoh tumbuhan yang bertahan di
atas permukaan tanah, pada sungai yang sempit menyebabkan perakaran yang
pendek. Pneumatofor yang besar berada di atas permukaan tanah pada zona
antara-pasang dan daerah aliran sungai yang sempit (Edward 1983). Vegetasi
dekat pantai didominasi Avicennia spp dan Sonneratia spp. Sonneratia spp
tumbuh pada lumpur yang lunak dengan kandungan organik yang tinggi dan pada
salinitas yang rendah atau lebih ke belakan. Sedangkan Avicennia spp tumbuh
pada substrat yang agak lembut lebih ke arah depan. Rhizophora mucronata
dengan kondisi yang agak basah lebih ke arah daratan. Di samping itu juga
terdapat Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum. Penyebaran kelompok
vegetasi mangrove di atas akan membentuk zonasi dalam ekosistem vegetasi
mangrove (Bismark 1987).
Gelombang
Terdapat 3 faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan
oleh angin, yaitu kuatnya hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin
(fetch). Jarak tempuh angin ialah bentang angin terbuka yang dilalui angin. Sekali
gelombang telah terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan merambat terus
sampai jauh (Nontji 2005).
Ketika gelombang mendekati perairan yang dangkal dan mulai menyentuh
dasar saat tiba pada kedalaman yang sama dengan setengah panjang gelombang
maka akan menyebabkan terjadinya perlambatan kecepatan dan penaikan tinggi
gelombang. Gelombang yang terhempas ke pantai mengandung energi yang besar.
Semakin tinggi gelombang maka semakin besar pula energi yang terhempaskan.
Energi ini mampu memindahkan sedimen di bawahnya. Apabila tidak ada
penghalang yang berfungsi sebagai peredam hempasan maka hal ini akan merusak
kestabilan garis pantai (Nontji 2005).
11
Vegetasi pantai dapat berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang.
Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sedimen. Hal ini dapat
terjadi apabila didukung oleh formasi vegetasi pantai yang baik. Tetapi, ada
kalanya vegetasi pantai tidak dapat berfungsi lagi sebagai peredam gelombang.
Kerusakan lingkungan pantai seperti pencemaran dan penambangan pasir pantai
dapat mengurangi kemampuan sistem perakarn vegetasi untuk mengikat substrat
atau pasir sehingga pantai sangat mudah terabrasi (Tjardhana dan Purwanto 1995).
Gelombang yang kuat seperti tsunami akan mengakibatkan perpindahan
sedimen dari laut dan pantai yang terkikis terbawa ke dalam ekosistem mangrove
termasuk tambak dan teluk. Sedimen yang terbawa oleh gelombang akan
menutupi sedimen di permukaan mangrove. Vegetasi mangrove akan roboh akibat
gelombang besar. Dalam beberapa hal, ketika pantai menjadi tererosi dan akan
terbentuk garis pantai baru pada bagian mangrove yang mati atau teluk bagian
dalam (Cahoon and Philippe 2002).
Arus
Arus merupakan gerakan masa air yang dapat disebabkan oleh angin,
perbedaan densitas air laut, gelombang dan pasang surut.
Arus dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan suhu, kadar garam dan lamanya pasang. Arus
pantai, baik yang dibangkitkan oleh gelombang maupun pasang surut di perairan
dangkal akan berinteraksi dengan dasar perairan. Interaksi tersebut berupa
gesekan antara badan air yang bergerak dengan dasar perairan. Gesekan tersebut
membangkitkan sejumlah energi yang disebut sebagai kapasitas angkut yang
besarnya sebanding dengan kecepatan arus. Jika kapasitas angkut tersebut cukup
besar maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Peristiwa
pengangkatan sedimen dari pantai disebut sebagai abrasi dan pengangkutannya
disebut sebagai transport. Sebaliknya jika kecepatan arus menurun, maka
kapasitas angkutnya pun menurun, sehingga sedimen yang sedang terangkut akan
dijatuhkan ke dasar perairan. Peristiwa ini disebut sebagai deposisi. Abrasi yang
terjadi terus menerus akan mengakibatkan kehilangan badan pantai. Sebaliknya,
deposisi yang terjadi terus menerus akan mengakibatkan penumpukan sedimen
yang biasanya disebut sedimentasi.
Sebuah kawasan pantai akan terjadi
12
kesetimbangan jika memiliki pasokan sedimen yang memadai atau setara dengan
sedimen yang terangkut. Kesetimbangan pantai juga akan dapat terjadi jika
kekuatan agen pengangkut sedimen tertahan oleh unsur-unsur alam (buatan) yang
mampu melemahkan kapasitas angkut dari arus yang dibangkitkan gelombang
atau pasang surut (Poerbandono 2004).
Vegetasi pantai sebagai salah satu unsur alam dapat memberikan
kesetimbangan pantai untuk menjaga kestabilan sedimennya. Sistem perakaran
dari vegetasi pantai ini akan mengurangi daya kapasitas angkut sedimen pantai
oleh arus yang pada akhirnya akan mempertahankan badan pantai. Kapasitas
angkut dan kecepatan arus yang kuat yang tidak dapat diredam oleh vegetasi
pantai menjadi penyebab hilangnya formasi vegetasi pantai di beberapa tempat.
Sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah
sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks karena selain
sebagai daerah pertemuan air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih
berat, juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji 2005).
Salinitas dapat berubah setiap saat, tergantung pada tinggi rendahnya
pasang surut, intensitas hujan, dan penguapan. Salinitas lebih tinggi pada bagian
dasar dibandingkan dengan permukaan (Marguerite 1997). Salinitas berpengaruh
terhadap komposisi mangrove, beberapa spesies mempunyai toleransi yang luas
terhadap salinitas seperti Sonneratia caseolaris yang ditemukan pada air laut
murni hingga daerah pasang surut sungai yang mempunyai salinitas hampir tawar.
Bruguiera parviflora dan Bruguiera gymnorrhiza mempunyai batas toleransi yang
sempit terhadap salinitas, hanya ditemukan pada daerah yang rendah salinitas
(Giesen dan Wulffraat 1998).
Sedimen atau Pasir Pantai
Sedimen dasar penyusun ekosistem pantai adalah pasir. Ukuran partikel
pasir merupakan fungsi dari gerakan gelombang di pantai tersebut. Jika energi
gelombang kecil maka partikel pasir berukuran kecil pula, tetapi jika energi
gelombang besar, partikel akan menjadi kasar dan membentuk deposit kerikil.
Partikel pasir yang halus, melalui gaya kapilernya, cenderung untuk menampung
13
lebih banyak air di atas tingkat pasang surut dalam celahnya. Pasir kasar dan
kerikil berlaku sebaliknya, cepat mengalirkan air ketika surut. Hal ini berdampak
pada persediaan oksigen. Oksigen tidak pernah menjadi faktor pembatas dalam
air yang membasahi pantai, karena turbulensi gelombang menjamin kejenuhan
yang konstan. Menurut (Craighead 1971; Smith et al. 1994), angin kencang dapat
menyediakan nutrien pada ekosistem mangrove, angin di daerah tropis dilaporkan
dapat mendeposit sedimen lebih dari 10 cm di lantai vegetasi.
Air yang tertahan di pantai berpengaruh terhadap perubahan suhu dan
salinitas yang dapat digunakan oleh vegetasi. Setelah digunakan akan diisi
kembali melalui pertukaran air yang ada di atas permukaan melalui proses pasang
surut, kemampuan pengikatan air tergantung pada ukuran partikel pasir. Partikel
halus mempunyai laju pertukaran yang lambat dan partikel kasar mempunyai laju
pertukaran cepat, sehingga di pantai yang berpasir halus, pertukaran air lambat
dan dapat mengurangi persediaan oksigen (Nybakken 1992).
Keragaman Jenis dalam Komunitas
Jumlah jenis dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi
karena keragaman jenis tampaknya bertambah bila komunitas menjadi stabil.
Gangguan yang parah menyebabkan terjadinya penurunan yang nyata dalam
keragaman. Indeks keragaman jenis merupakan parameter yang banyak digunakan
terutama untuk membandingkan data komunitas tumbuhan untuk mempelajari
pengaruh dari gangguan faktor biotik atau untuk mengetahui tingkat tahapan
suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan (Odum 1998). Keragaman jenis
adalah keragaman organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun
di perairan. Dengan demikian setiap organisme mempunyai ciri yang berbeda satu
dengan yang lain. Keanekaragaman ekosistem: mencakup keanekaan bentuk dan
susunan bentang alam, daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme
hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk
keterkaitan dengan lingkungan fisiknya.
Kelimpahan jenis mangrove juga dipengaruhi oleh vegetasi lain yang
menghambat kelimpahan dan pertumbuhan suatu jenis. Menurut Sukardjo (1986),
jumlah
seedling
R.
mucronata
dan
B.
gymnorrhiza
jumlah
individu
14
berkurang dikarenakan terjadi kelimpahan Acrostichum aureum, dan gulma
dapat mengurangi viabilitas semai R. mucronata dan B. gymnorrhiza.
Menurut Ellison (2001), faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan jenis
mangrove adalah kurang sesuainya habitat pasang surut untuk jenis-jenis
mangrove. Penyebaran mangrove di kawasan pasifik terdiri atas 34 spesies dan 3
hibrid (Ellison 1995). Kawasan mangrove menurun keragaman dari barat hingga
ke timur Pasifik,
mangrove mencapai suatu batas pada Samoa Amerika yaitu
diperkirakan 52 ha dari mangrove yang tersisa hanya mempunyai
tiga jenis
mangrove (Gilman et al. 2006). Papua Nugini bagian selatan mempunyai
keanekaragaman bakau global paling tinggi yaitu 33 jenis dan 2 hibrid, terletak di
pusat Indo-Malayan yang merupakan pusat dari keanekaragaman mangrove
(Ellison 2000).
Download