MDR-TB

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena
resistensi tuberkulosis (TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi
terhadap setidaknya Isoniazid (INH) dan Rifampisin (RIF) yang merupakan obat
antituberkulosis (OAT) lini pertama (WHO, 2012). World Health Organization
(WHO) memperkirakan terdapat 480.000 kasus baru MDR-TB dan 190.000
kematian akibat MDR-TB di seluruh dunia pada tahun 2014. Dari jumlah kasus
MDR-TB di dunia, 3,3% diantaranya merupakan kasus baru dan sekitar 20%
merupakan kasus MDR-TB yang telah diobati sebelumnya (WHO, 2015). Dari
jumlah kasus baru MDR-TB, diperkirakan hanya 7% yang berhasil didiagnosis.
Pada 27 negara dengan angka kejadian MDR-TB tertinggi diperkirakan hanya 1%
dari kasus baru MDR-TB yang dapat dideteksi dengan drug susceptibility testing
(DST) karena keterbatasan kapasitas laboratorium. Akibatnya, pasien MDR-TB
memperoleh terapi yang tidak tepat dan risiko transmisi strain MDR-TB
meningkat (O’Grady et al., 2011).
RIF merupakan salah satu OAT lini pertama yang poten dengan mekanisme
kerja mengikat β-subunit RNA polimerase sehingga menghambat transkripsi dan
elongasi
RNA
mikobakteri.
Pada
Mycobacterium
tuberculosis
(Mtb),
monoresistensi terhadap RIF jarang ditemukan dan lebih dari 90% isolat Mtb yang
resisten RIF juga resisten terhadap INH. Oleh karena itu, resistensi terhadap RIF
1
2
dikatakan sebagai surrogate marker kejadian MDR-TB. Dari kejadian resistensi
RIF, diketahui bahwa sebanyak 95-98% kasus disebabkan karena mutasi pada
daerah Rifampicin Resistant Determinant Regio (RRDR) gen rpoB Mtb (Yam et
al., 2004). RRDR merupakan fragmen 81 pb yang meliputi kodon 507-533 pada
area inti gen rpoB (Ramaswamy dan Musser, 1998).
Deteksi MDR-TB secara cepat dan akurat sangat penting untuk penentuan
regimen antibiotik yang tepat dan pencegahan penyebaran epidemi MDR-TB
(Leung et al., 2003). Selama ini, kultur bakteri dari spesimen biologis pasien
masih menjadi pilihan utama untuk penegakan diagnosis MDR-TB. Metode
tersebut memerlukan waktu hingga 6 minggu untuk mendapatkan hasil pengujian
karena kemampuan tumbuh Mtb yang bervariasi (Osorio et al. 2011). Hal tersebut
akan menjadi kendala penegakan diagnosis MDR-TB, sehingga metode deteksi
MDR-TB yang lebih efektif dan efisien perlu dikembangkan untuk mempermudah
dokter menentukan regimen terapi yang tepat.
Berbagai metode molekuler telah dikembangkan untuk deteksi resistensi
OAT pada Mtb secara cepat dengan pendekatan adanya mutasi pada DNA Mtb
yang bertanggung jawab terhadap kejadian resistensi OAT (Mathuria et al., 2009).
Penggunaan metode molekuler dapat mempercepat penegakan diagnosis MDRTB dan lebih spesifik dibandingkan metode konvensional dengan kultur bakteri.
Beberapa metode telah dilaporkan dapat digunakan untuk deteksi mutasi pada
daerah RRDR gen rpoB Mtb, antara lain PCR-SSCP (del Valle et al., 2001), RTPCR (Marin et al., 2004), PCR-DNA Sequencing (Yam et al., 2004), nested PCR
(Wijaya, 2013; Pradnyaniti, 2013) dan microarray (Yao et al., 2010).
3
Pemanfaatan metode molekuler untuk deteksi mutasi pada kasus resistensi
OAT masih terkendala pada beberapa hal, seperti sensitivitas rendah pada PCRSSCP (del Valle et al., 2001), penggunaan teknik serta alat yang khusus, dan
diperlukannya personel yang terlatih pada RT-PCR, PCR-DNA Sequencing, dan
microarray (Marin et al., 2004; Yam et al., 2004; Yao et al., 2010). Pada metode
nested PCR juga memerlukan tahapan PCR sebanyak dua kali sehingga dapat
mempengaruhi waktu dan biaya deteksi mutasi. Walaupun pemanfaatan metode
molekuler mampu mempersingkat waktu deteksi mutasi, beberapa diantaranya
masih belum mampu menghilangkan tahapan kultur Mtb karena sampel DNA
yang digunakan berasal dari hasil subkultur isolat klinik Mtb. Hal tersebut
mengakibatkan tetap diperlukannya fasilitas dan kapasitas laboratorium yang
memadai untuk melakukan deteksi resistensi (Wilson, 2011).
Polymerase chain reaction – restrictrion fragment length polymorphism
(PCR-RFLP) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk deteksi
mutasi gen pada kasus resistensi antibiotik. PCR-RFLP adalah salah satu varian
teknik analisis PCR yang didasarkan pada mekanisme pemotongan DNA secara
spesifik oleh enzim restriksi endonuklease, sehingga dalam metode ini diperlukan
enzim restriksi yang secara spesifik mengenali urutan nukleotida daerah mutasi
(Leonard, 2007). PCR-RFLP memiliki beberapa keuntungan, antara lain relatif
murah, mudah dalam hal pengerjaan dan interpretasi, serta hanya memerlukan
peralatan dasar PCR (Caws et al., 2007). Penelitian mengenai penggunaan PCRRFLP dalam deteksi mutasi gen dalam kasus resistensi telah dilakukan untuk
4
deteksi mutasi pada gen katG yang merupakan penyebab resistensi Mtb terhadap
INH (Leung et al., 2003; Ahmad dan Mokaddas, 2003; Caws et al., 2007).
Penelitian yang dilakukan Caws et al. (2007) pada kultur isolat MDR-TB di
Vietnam serta penelitian yang dilakukan Ahmad dan Mokaddas (2003) pada isolat
MDR-TB di Kuwait menunjukan bahwa PCR-RFLP dengan enzim restriksi
MspA1I dapat digunakan untuk deteksi mutasi kodon 315 gen katG Mtb. Enzim
restriksi MspA1I merupakan enzim yang memiliki situs restriksi pada urutan
C(AC)G▼C(GT)G. Dengan urutan situs restriksi tersebut, enzim MspA1I akan
spesifik mendeteksi adanya mutasi karena mengenali urutan nukleotida pada
daerah mutasi kodon 315 gen katG Mtb (Ahmad dan Mokaddas, 2003). Sementara
itu, penelitian yang dilakukan Leung et al. (2003) menunjukan bahwa PCR-RFLP
dengan enzim restriksi MspI (C▼CGG) dapat digunakan untuk deteksi langsung
mutasi Ser315Thr (AGC→ACC) pada gen katG dari isolat DNA sputum pasien.
Penelitian tersebut menunjukan bahwa PCR-RFLP dapat digunakan untuk deteksi
langsung dari spesimen biologis seperti sputum pasien tanpa proses kultur Mtb.
Penggunaan PCR-RFLP untuk deteksi mutasi daerah RRDR gen rpoB Mtb
belum pernah dilaporkan, walaupun metode tersebut memiliki beberapa
keuntungan dan telah diaplikasikan untuk deteksi mutasi gen katG Mtb.
Amplifikasi daerah RRDR gen rpoB dengan teknik PCR juga telah banyak
dilakukan, sehingga primer dan kondisi PCR dari penelitian yang telah dilakukan
dapat digunakan dalam metode PCR-RFLP karena pada dasarnya sekuen target
yang akan dipotong dengan enzim restriksi akan diamplifikasi terlebih dahulu
dengan teknik PCR. Pada penelitian Wijaya (2013) dan Pradnyaniti (2013) telah
5
dilakukan amplifikasi daerah 990-1496 pb gen rpoB dari kultur isolat MDR-TB di
Bali. Sehingga, primer dan kondisi PCR pada penelitian tersebut dapat digunakan
untuk proses PCR pada metode PCR-RFLP. Pemilihan enzim restriksi merupakan
salah satu tahap yang penting untuk dapat melakukan deteksi mutasi dengan
metode tersebut karena diperlukan enzim restriksi yang memiliki situs restriksi
pada daerah DNA yang mengalami mutasi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dilakukan
penentuan enzim restriksi yang sesuai untuk deteksi mutasi daerah RRDR gen
rpoB Mtb serta dilakukan deteksi mutasi pada daerah RRDR dari isolat DNA
MDR-TB di Bali dengan metode PCR-RFLP pada kondisi PCR dan penggunaan
primer yang telah dioptimasi dari penelitian sebelumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Enzim restriksi apakah yang dapat digunakan untuk deteksi mutasi
daerah RRDR gen rpoB Mtb dengan metode PCR-RFLP?
2. Apakah terjadi mutasi pada daerah RRDR gen rpoB Mtb dari isolat DNA
MDR-TB yang diidentifikasi dengan metode PCR-RFLP?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui enzim restriksi dapat digunakan pada deteksi mutasi
daerah RRDR gen rpoB Mtb dengan metode PCR-RFLP.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya mutasi pada daerah RRDR gen rpoB
Mtb dari isolat DNA MDR-TB yang diidentifikasi dengan metode PCRRFLP.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Keilmuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai titik
mutasi pada daerah RRDR gen rpoB Mtb yang dapat dideteksi dengan metode
PCR-RFLP serta enzim restriksi yang sesuai untuk deteksi mutasi tersebut
menggunakan spesimen sputum pasien MDR-TB.
1.4.2 Manfaat Praktis
Informasi mengenai kemampuan metode PCR-RFLP untuk deteksi mutasi
pada daerah RRDR gen rpoB Mtb dapat dimanfaatkan dalam perancangan
diagnostic kit untuk deteksi MDR-TB dengan cepat dan mudah serta langsung
menggunakan spesimen sputum pasien TB tanpa memerlukan tahapan kultur Mtb.
Download