PROFIL PROTEIN YANG DIPANASKAN PADA SUHU 95 0C DARI MIKROORGANISME HIPERTERMOFILIK ISOLAT DS2 PADA SUHU PERTUMBUHAN 60 0C DAN 80 0C THE PROTEIN PROFILE OF HYPERTHERMOPHILIC MICROORGANISM ISOLATE DS2 WAS TREATED WITH HIGH TEMPERATURE (95 0C) AND THE CONDITION OF TEMPERATURE GROWTH WERE REGULATED AT 60 0C AND 80 0C D. Andang Arif Wibawa a,O dan Ardiansyah b a Fakultas Biologi, Universitas Setia Budi Jl. Let. Jen. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127 b Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Halooleo, Kendari O Andang.Tel/Fax : 062-0271-852518; Email : [email protected] ABSTRAK Indonesia merupakan daerah vulkanis dengan gunung-gunung berapi aktif yang dikelilingi sumber-sumber air panas yang memiliki potensi sebagai habitat mikroorganisme tahan panas, termofil dan hipertermofil. Kelompok ini berpotensi besar sebagai sumber penghasil enzim termostabil untuk berbagai kepentingan dalam banyak bidang, antara lain bidang industri, kesehatan, biomolekuler, rekayasa genetik dan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pola pertumbuhan dan profil protein mikroorganisme hipertermofilik isolat DS2 asal kawah Sikidang Dieng yang ditumbuhkan pada suhu 60 dan 80 0C dan mengetahui perbedaan profil protein kasar dengan protein kasar yang dipanaskan pada suhu 95 0C selama 30 menit dan 60 menit. Pengamatan pola pertumbuhan isolat DS2 pada suhu 60 dan 80 0C dilakukan setiap hari dengan mengukur kerapatan optikal (OD) pada panjang gelombang 600 nm. Analisis profil protein dilakukan dengan SDS-PAGE 12%. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pola pertumbuhan dan profil protein dengan analisis SDS-PAGE 12% dari isolat DS2 yang tumbuh pada suhu 60 dan 80 0C. Protein hasil ekspresi pada kondisi suhu pertumbuhan 80 0C lebih tahan terhadap pemanasan 95 0C daripada protein yang diekspresikan oleh isolat DS2 pada suhu pertumbuhan 60 0C. Kata kunci: Hypertermofilik, Termostabil-ensim, SDS-PAGE ABSTRACT Indonesia country is a vulcanic area and completed with the volcanoes were sourounded by geysers which a potensial as habitat of termal proof, thermophilic, and hyperthermophilic microorganism. This groups have to develop as a produser of thermostabile enzyme for some benefit such as: industrial, health, biomolecular, genetik engeneering and reasearch area. The aims of this research was carried out to examine on the distinction of growth design and protein profile of hyperthermophilic mocroorganism isolate DS2 was isolated from Sikidang Dieng crater and treated with the condition of temperature growth at 60 0C and 80 0C, and to compare of the crude protein profile was treated at 95 0 0 C during 30 and 60 minutes, respectively.The daily of growth design were controlled at 60 dan 80 C and the optical density (OD) was detected with wavelength at 600 nm and the analysis of SDS-PAGE 12% have been done to search of protein profile. The results of study was showed a distinction of the growth design and protein profile with SDS-PAGE 12% analysis was compared with the isolate DS2 0 which growth treated at 60 dan 80 C, respectively. The expression of protein was traeted with growth 0 temperature at 80 C showed more stable comparing with the isolate of DS2 was traeted with growth temperature at 60 0C Keyword: Hyperthermophilic, Thermostable-enzyme, SDS-PAGE PENDAHULUAN Mikroorganisme tahan panas telah banyak diisolasi dari beberapa kawah dan sumber air panas di Indonesia, antara lain kawah Wayang di Pangalengan Bandung (Indrajaya et al., 2003), sumber air panas Cimanggu, Bandung (Pramono et al., 2004), kawah Sileri Dieng (Kirn et al., 2001) kawah Sikidang di Dieng, Domas di Tangkuban Perahu dan sumber air panas Baturaden (Ardiansyah, 2006). Mikroorganisme termofilik dan hipertermofilik merupakan kelompok ekstremofilik (Gomes, 2004). Menurut Martinez (2004) termofil adalah organisme yang mampu hidup pada kondisi temperatur lebih dari 45 0C sampai 70 0C. Hipertermofil merupakan kelompok oganisme yang mampu hidup pada temperatur diatas 70 0C bahkan dapat hidup sampai pada temperatur suhu 113 0C. Mikroorganisme termofilik dan hipertermofilik merupakan bagian kelompok mikroorganisme ekstremofilik yang memiliki potensi besar sebagai sumber penghasil biokatalis atau enzim. Kemampuan hidup dan melakukan aktivitas optimum hipertermofil pada temperatur tinggi berkaitan dengan adanya enzim yang stabil pada temperature tinggi (Vieille dan Zeikus, 2001). Menurut Burdette, et al. (1996) protein enzim dari mikroorganisme hipertemofilik memiliki struktur yang unik yang menjadikan enzimenzim tersebut bersifat sangat stabil pada temperatur tinggi (termostabil) dan memiliki temperatur aktifitas optimum di atas 70 0C. Enzim-nzim mikroorganisme hipertermofilik aktif pada temperatur tinggi tetapi pada umumnya kehilangan fungsinya pada temperatur dibawah 40 0C (Vielle dan Zeikus, 2001). Kemampuan untuk melakukan proses metabolisme yang dikatalis oleh enzim pada kondisi temperatur yang tinggi (enzim termostabil) menjadikan hal yang menarik dalam menelaah mikroorganisme hipertemofilik. Hal ini mengingat bahwa mikroorganisme mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi pada batas tertentu. Kemampuan yang dimiliki mikroorganisme untuk beradaptasi pada berbagai temperatur tinggi berkaitan dengan adanya modifikasi komposisi asam amino penyusun protein. Termoadaptasi dan stabilitas protein berkaitan dengan dinamika makromolekul (protein, asam nukleat dan kompleksnya) sebagai respon terhadap temperatur oleh mikroorganisme hipertermofilik (Tehei, 2004). Konformasi (struktur) dan fungsi protein ditentukan oleh macam, urutan dan jumlah asam amino yang menyusun protein. Penelitian ini bertujuan menganalisis pola pertumbuhan dan profil protein mikroorganisme hipertermofilik isolat DS2 asal kawah Sikidang Dieng pada kondisi kultur suhu 60 dan 80 0C serta mengetahui profil protein setelah pemanasan. Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan penelitian isolasi enzim termostabil yang tahan panas ataupun kloning gen penyandi enzim termostabil yang bermanfaat. METODE PENELITIAN Bahan Sampel mikrooganisme hipertermofilik yang digunakan adalah isolat DS2 berasal dari kawah Sikidang Dieng hasil isolasi yang dilakukan Laboratorium Mikrobiologi Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian UGM (Ardiansyah, 2006). Bacto tripton, ekstrak yeast, NaCl, MgSO4, CaCO2, H3BO3, Na2Mo04.2H20, buffer fosfat (PBS = 8 g NaCI; 0,2 g KCl; 1,44 g NaHP0 4.2H2O, 0,2 g KH2PO4; Aquadest sampai 1 liter), 30% poliakrilamid, aquabidest , 1,5M Tris-Cl pH 8,8, 10% SDS, APS 10%, TEMED, 1,5M TrisCl pH 6,8, running buffer protein 5X (15,1 g Tris base, 94 g Glysin, 50 ml10 % SDS, Air destilatsampai 1 liter), larutan staining/pewarna protein (asam asetat 10 ml, isopropanol 30 ml, aquabidest 60 ml, coomassie brilliant blue 0,5%), larutan destaining (asam asetat 5%, metanol 16,5%, aquabidest 88%). Peralatan Spektrofotometer (Spectronic 21D Milton Roy, California, USA), elektroforesis SDS-PAGE, water-bath shaker, LAF. Prosedur Persiapan Stater Isolat DS2 dalam stk gliserol ditumbuhkan dalam media LB agar pada suhu 37 selama 24x2 jam. Selanjutnya diinokulasi dalam 5 ml media cair LB modifikasi ( 5 gram bacto tripton, 2, 5 gram ekstrak yeast, 2,5 gram NaCl, 3 gram MgS04.7H20, 0,03 gram CaCO2, 0,03 gram H3BO3, 0,01 gram Na2Mo04.2H20), diinkubasi pada suhu 70 selama 5 x 24 jam. Pola Pertumbuhan Stater 5 ml diinokulasikan dalam media subkultur 25 ml dan diinkubasi pada) pada dua perlakuan suhu 60 dan 80 0C selama 3 x 24 jam, selanjutnya dipindahkan dalam volume 300 ml, digojok dengan menggunakan waterbath shaking selama 7 hari. Pengamatan pola pertumbuhan isolat dilakukan setiap hari ( 24 jam) melalui pengamatan kerapatan optikal (OD) pada panjang gelombang 600 nm Ekstrak Protein Protein diisolasi dengan menggunakan buffer fosfat (PBS) 8 g NaCI; 0,2 g KCl; 1,44 g NaHP04.2H2O KH2PO4 0,2 g; Aquadest 1 Liter. Kultur dipanen setelah mencapai kerapatan optikall (OD) 0,600 pada panjang gelombang 600 nm. Kultur disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit (40C), pelet sel dicuci 3 kali dengan menggunakan buffer fosfat dan disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit (40C). Pemecahan sel dilakukan dengan sonikator (30 detik x 5) dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 3000 rpm selama 20 menit (40C). Supernatan yang diperoleh diambil sebanyak 0,5 ml x 2 untuk dilakukan pemanasan pada suhu 95°C selama 30 menit, dan 60 menit., kemudian disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 2 menit. Supematan dari protein yang belum dipanaskan dan yang telah dipanaskan dianalisis profil proteinnya dengan SDSPAGE 12 %. Analisis Protein dengan SDS-PAGE Elektroforesis protein dengan metode SDS-PAGE. Gel dibuat dengan menggunakan pelat gelas berukuran 7,2 x l0,2 cm (Mini Protein II, Biorad). Pelat gelas dibersihkan dengan alkohol 70%. Setelah itu dibuat resolving gel 12% (30% poliakrilamid 3,3 ml, aquabidest 4 ml, 1,5M Tris-Cl pH 8,8 2,5 ml, 10% SDS 100μl, APS 10% 100 μl, TEMED 8 μl). Larutan dimasukkan ke slab gel vertikal yang telah disiapkan. Selanjutnya ditambahkan butanol untuk meratakan permukaan gel dan menghilangkan udara. Gel dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30-60 menit. Setelah padat, butanol dibuang dan resolving gel dibersihkan dengan menyemprot akuades ke permukaan gel. Stacking gel 3% (30% poliakrilamid 0,5 ml, aquabidest 2,1 ml, 1,5M Tris-Cl pH 6,8 750 μl, 10% SDS 30 μl, APS 10% 30 μl, TEMED 4 μl). lalu dimasukkan diatas resolving gel dengan cepat, kemudiaan sisir dipasang dan gel dibiarkan berpolimerisasi selama 30-40 menit. Setelah gel terpolimerisasi sisir diangkat dari stacking gel secara-hati-hati.Kemudian dipasang pada apparatus. Selanjutnya apparatus diisi dengan 900 ml buffer running. Sebelum dielektroforesis, sampel dipersiapkan dengan cara sebagai berikut: sampel protein 50 μl yang akan dielektroforesis dicampur dengan 12,5 μl sampel buffer 5x.. Semua larutan dipanaskan sampai mendidih selama 2 menit. Segera dimasukkan ke es. Sebanyak 25 μ larutan sampel dimasukkan ke dalam sumuran pada gel yang telah terbentuk. Elektroforesis dijalankan pada voltage 100V selama kurang lebih 2 jam (hingga batas bawah gel). Setelah selesai, gel direndam dalam fixer selama 20 menit dilanjutkan dengan perendaman dalam coomassie brilliant blue (asam asetat 10 ml, isopropanol 30 ml, aquabidest 60 ml, coomassie brilliant blue 0,5%) untuk pewamaan selama 2-3 jam. Selanjutnya penghilangan wama dengan larutan destaining (asam asetat 5%, metanol 16,5%, aquabidest 88%) dilakukan hingga pita-pita pada gel dapat terlihat dengan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pola Pertumbuhan Mikroorganisme Hipertermofilik Isolat DS2 Berdasarkan pengamatan kerapatan optikal (optical density) dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600nm, pertumbuhan isolat DS2 yang ditumbuhkan dalam 300 ml medium cair LB modifikasi B pada suhu inkubasi 60 dan 80 menunjukkan pola pertumbuhan berbeda. Pola pertumbuhan isolat DS2 pada suhu 60 dan 80 0C dapat dilihat pada Gambar 1. Pola pertumbuhan pada suhu isolat DS2 menunjukkan fase adaptasi berlangsung cukup lama yaitu selama 3 hari. Fase eksponensial dimulai setelah hari ke-3 dan berakhir pada hari ke-6, karena pada hari ketujuh kerapatann optikal menurun pada kondisi suhu 60 dan 80 0C. Hal ini kemungkinan disebabkan suhu inkubasi 60 dan 800C tidak optimal untuk pertumbuhan isolat DS2, sehingga fase adaptasi berlangsung cukup lama dan fase eksponensial berlangsung cepat serta capaian nilai kerapatan optikalnya relatif tidak terlalu tinggi. Pada suhu inkubasi 60 0C relatif capaian kerapatan optikal dari pertumbuhan isolat DS2 lebih tinggi daripada suhu inkubasi 800C. Rendahnya kerapatan optikal isolat DS2 pada suhu pertumbuhan 80 0C kemungkinan disebabkan oleh stress kenaikan suhu memaksa sel- sel yang telah ada untuk menyusun senyawa chaperone guna menjaga agregasi dari protein fungsional yang ada atau protein fungsional yang baru disintesis. Terjadi degradasi protein-protein yang tidak diperlukan dalam kondisi suhu lebih tinggi menjadi asam-asam amino guna mensintesis protein-protein yang mendukung pertumbuhan sel pada suhu yang lebih tinggi. Selanjutnya setelah waktu adaptasi tercapai, sel akan melakukan pembelahan secara wajar. Pada inkubasi dengan suhu tinggi, asam amino yang bersifat hidrofobik cenderung lebih banyak disintesis dalam menunjang sintesis protein yang termostabil. Protein-protein juga akan membentuk jaringan ion pada permukaan subunitnya, sehingga lebih stabil pada suhu yang lebih tinggi (Robb dan Clark, 2000). Kemampuan isolat DS2 untuk tumbuh pada suhu yang tinggi dikarenakan adanya struktur protein enzim yang dapat tetap aktif bekerja dalam kondisi tersebut, sehingga proses metabolisme dapat terus berlangsung, Pada umumnya protein enzim yang dapat bekerja pada suhu tinggi memiliki inti protein yang bersifat hidrofobik. Adanya perbedaan pola pertumbuhan ini dapat dipahami karena pada suhu 600C isolat DS2 tidak begitu besar menghadapi tekanan suhu, sehingga dapat melakukan pertumbuhannya dengan lebih cepat sehingga puncak fase logaritmik lebih awal dapat dicapai. Sedang pada awal pertumbuhan kondisi suhu 80 0C isolat DS2 harus menghadapi tekanan suhu tinggi sehingga aktivitas metabolisme diarahkan untuk mempertahankan sel dari kehancuran akibat tekanan suhu. Pada suhu 80 sel isolat DS2 akan menyusun banyak chaperon dan protein heat shk response (protein yang berfungsi untuk menjaga stabilitas dan kemantapan konformasi protein enzimenzimnya) sehingga metabolisme dapat terus berlangsung. Laju sintesis protein yang lain mengalami penurunan. Hal ini didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh Holden, et al. (2000). Akibat hal tersebut pertumbuhan sel tertunda hingga pencapaian puncak logaritmik/eksponensial pada hari ketiga lebih kecil nilai kerapatan optikalnya dibandingkan dengan pada kondisi suhu 600C. Perbedaan pola pertumbuhan terutama dalam memasuki fase eksponensial diduga adanya perbedaan perubahan faktor intra maupun ekstra selluler. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan tekanan. Terbentuknya chaperone, faktor nonenzimatik seperti larutan penstabil (termoprotektan), pembentukan biofilm dan tekanan hidrostatik diduga menyebabkan meningkatkan stabilitas hipertemofil pada kondisi suhu diatas suhu optimumnya (Holden et al., 2000). Menurut Bernander et al. (2000) kenaikan suhu inkubasi dapat menyebabkan perubahan organisasi nukleotida dan bagian intraseluler. Berdasarkan penemuannya, kenaikan suhu inkubasi dapat mengakibatkan pertumbuhan sel tetap tetapi tidak diikuti dengan pembelahan sel atau siklus sel tertahan, peningkatan ukuran sel, peningkatan jumlah kromosom per sel dan perubahan dalam organisasi nukleotida. Perubahan-perubahan ini menyebabkan penghambatan dalam pertumbuhan sel maupun replikasi DNA yang berdampak pada penghambatan pembelahan sel, bahkan menyebabkan kematian sel. Oleh Tehei et al. (2001) dikemukakan bahwa dinamika protein sangat dipengaruhi oleh larutan. Mungkin adaptasi dari komposisi sitoplasma (misal dengan adanya garam atau larutan yang pelarut yang sesuai). Hal ini selaras dengan pendapat Adam dalam van de Vossenberg (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan pada suhu ekstrim memerlukan fungsi optimal dari metabolisme seluler dan stabilitas tinggi dari enzim dan makromolekul lainnya. Susunan membran sel berperanan sangat penting dalam ketahanan terhadap suhu tinggi, karena berpengaruh pada permeabilitas proton. B. Profil protein Hasil analisis SDS-PAGE 12% terhadap protein kasar dan protein kasar yang dipanaskan pada suhu 95 0C selama 30 menit dan 60 menit dari isolat DS2 pada suhu pertumbuhan 60 dan 80 0C menunjukkan profil yang berbeda. Profil protein yang dihasilkan oleh isolat DS2 berbeda pada suhu pertumbuhan yang berbeda. Tampak bahwa jumlah protein yang dihasilkan oleh DS2 pada kondisi pertumbuhan 60 0C lebih banyak dibandingkan dari suhu pertumbuhan berdasarkan pita yang tampak pada gel elektroforesis (gambar 2). Profil protein yang dihasilkanpun ada perbedaannya dengan protein yang dipanaskan pada suhu 95 0C selama 30 menit dan 60 menit. Protein yang belum dipanaskan memiliki ketebalan pita (band) lebih daripada setelah pemanasan. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang dihasilkan oleh organisme hipertermofilik tidak semuanya tahan panas pada kondisi diluar sel. Kemungkinan bahwa protein tersebut tahan pada suhu tinggi di dalam sel karena sistem sel tersebut. Jika diluar Kemungkinan lain suhu 95 0C melebihi suhu pertumbuhan DS3 , sehingga protein tersebut tidak mampu bertahan. Kenyataan ini mungkin benar berdasarkan pernyataan dari Tehei, et al. (2004) bahwa adaptasi organisme hipertermofilik dipengaruhi oleh dinamika makromolekur yang ada pada sel tersebut, termasuk protein. Profil protein dari kondisi suhu kultur yang berbeda kemungkinan juga disebabkan oleh respon isolat DS2 terhadap stress suhu tinggi, sehingga pada suhu 80 0C lebih utama untuk melakukan pertahanan diri daripada meningkatkan viabilitas tumbuhnya. Akibatnya selain meningkatkan sintesis protein chaperone, isolat DS2 juga menghasilkan molekul-molekul selain protein dan enzim hipertermostabil, misalnya senyawa penstabil larutan (termoprotectants), pembentukan biofilm, dan tekanan hidrostatik yang dapat menjaga stabilitas dari mikroorganisme hiperhidrofilik ( Holden, et al., 2000). Berdasar pernyataan Holden, et al. (2000), konsentrasi tinggi dari cyclic 2,3-diphosphoglycerate (cDPG) ditemukan pada Methanothermus fervidus dan Methanopyrus kandleri. Konsentrasi tinggi dari di-myo-inositolphosphate (DIP) ditemukan pada Methancus igneus, Pyrccus woesei, P. furiosus, Pyrodictium cultum, A. fulgidus dan T. maritima. Komponen biofilm dari polisakarida asam dihasilkan secara ekstraselular dalam jumlah yang besar oleh hipertermofilik Thermcus litoralis, A. fulgidus, dan Metancus janaschii yang dikultur pada suhu sangat tinggi. Ada hubungan signifikan dari konsentrasi biofilm dengan tingginya suhu kultur. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Ada perbedaan pola pertumbuhan isolat DS2 yang ditumbuhkan pada suhu 60 dan 80 0C. 2. Ada perbedaan profil protein yang dihasilkan dari isolat yang sama (DS2) yang ditumbuhkan pada suhu 60 dan 80 0 C. 3. Ada perbedaan profil protein asli yang dihasilkan dengan protein yang telah dipanaskan 950C selama 30 menit dan 60 menit, protein yang dihasilkan dari DS2 pada suhu pertumbuhan 80 lebih tahan panas daripada protein yang dihasilkan pada suhu pertumbuhan 60 0C. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih Penulis tujuakan kepada Ir. Irfan D. Prijambada, M. Eng., Ph. D selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian UGM yang mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi Tanah dan Lingkungan Fakultas Pertanian UGM. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah. 2006. Isolasi Karakterisasi Molekular dan profil Protein Mikroorganisme Hipertermofilik dari Sumber Air Panas Kawah Dieng, Kawah Domas Tangkuban Perahu dan Baturaden. Thesis. Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Bernander, R., Poplawski, A., and Grogan, D.W. 2000. Altered Pattern of Cellular Growth, Morphology, replication and Division in Conditional-lethal Mutants of Thermophilic Archeaon Sulfolobus acidocaldarius. Microbiology. 146:749-757. Burdette, D. S., C. Vieille dan J. G. Zeikus. Cloning and Expression of Gene Encoding the Thermoanaerobacter ethanolicus 29E Secondary-Alcohol Dehydrogenase and Bihemical Characterisation of the Enzyme. Bihem. J. 1996316:115-122. Gomes, J. dan Walter Steiner. The Bicatalytic Potential of Extremophiles and Extremozymes. Food.Technol, Biothechnol. 2004. 42 (4) 223-235. Holden, J. F; Michael W.W. Adams dan John Baross. 2000. Heat Shk Response in Hyperthermophilic Microorganisms, dalam Proceeding of the 8th International Symposium on Microbial Ecology. Atlantic Canada Siety for Microbial Ecology, Halifax, Canada. Indrajaya, Fida Madayanti Warganegara ,Akhmaloka. Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Tennofil Isolat Kawah Wayang. Jumal Mikrobiologi Indonesia. 2003. 8(2):53-56. Kirn, B.C., R. Grote D. W. Lee, G. Antranikian, dan Y.R. 2001. Thermoanaerobacter yonsseiensis sp nov., a Novel Extremely Thermophiles, XyloseUtilizing Bacterium that Grows at up to 85°C. Int. J. Syst. Evol. Microbiol., 51(Pt) : 15391548. Martinez,J.E.2004. Hyperthermophilic Microorganisms and USP Hot Water Systems. Pharmaceutical Technology, p. 5064. Pramono, H., Akhmadloka, D.S., Retnoningrum dan Oei, B.L. 2004. Kloning dan Analisis Urutan Basa Fragmen 0.6 kb Gen DNA polymerase I bakteri termofilik Isolat Cimanggu. Seminar Nasional Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Semarang, 27-28 Agustus 2004. Robb, T. F. dan Clark, D. S. 1999. Adaptation of protein from hyperthermophiles to high pressure and high temperature. J. Molec. Microbiol. Biotechnol. 1(1):101-105. Tehei, M., Bruno Franzetti, Dominique Madem, Margaret Ginzburg, Ben Z Ginzburg, Marie-Therese Giudici-Orticom, Mireille Brjshchi dan Giuseppe Zaccai. Adaptation to Extreme Environtments: Makromolecular Dynamics in Bacteria Compared in vivo by Neutron Scattering. EMBO report. 2004. 5 (1):66-70. Vieille C, Zeikus JG. Hyperthermophilic Enzymes: Sources, Uses and Molecular Mechanisms for Thermostability. MMBR. 2001; 65:1-43. Van de Vossenberg, J.L.C.M., Ubbink-Koh, T., Elfsink, M.G.L., Driessen, A.J.M., dan Konings, W.N. 1995. Ion Permeability of The Cytoplasmic Membrane Limits The Maximum Growth Temperature of Bacteria and Archaea. Molecular Microbiology. 18:925-932. Kerapatan optikal pada panjang gelombang 600 nm 0.800 0.700 0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 1 2 3 4 5 6 7 Waktu pengamatan (Hari ke-) Suhu 60 derajat Celsius Suhu 80 derajat Celsius Gambar 1. Pola pertumbuhan isolat DS2 dalam medium LB modifikasi ( 5 gram bacto tripton, 2, 5 gram ekstrak yeast, 2,5 gram NaCl, 3 gram MgS0 4.7H20, 0,03 gram CaCO2, 0,03 gram H3BO3, 0,01 gram Na2Mo04.2H20 dalam 1 liter aquadest) pada suhu inkubasi 60 dan 80 selama 7 hari. M 1 2 3 4 5 6 194.239 Da 115.660 Da 97.316 Da 53.533 Da 37.248 Da 29.385 Da 20.415 Da 6.919 Da Gambar 2. Profil protein isolat DS2. Keterangan M = Penanda (kDa) Marker Broad Range Biorad 161-0318.,1 = protein kasar DS2 pada suhu pertumbuhan 60, 2 = protein kasar DS2 pada suhu pertumbuhan 60 dipanaskan 95 selama 30 menit, 3 = protein kasar DS2 pada suhu pertumbuhan 60 dipanaskan 95 selama 60 menit, 4 = protein kasar DS2 pada suhu pertumbuhan 80, 5 = protein kasar DS2 pada suhu pertumbuhan 80 dipanaskan 95 selama 30 menit, 6 = protein kasar DS2 pada suhu pertumbuhan 80 dipanaskan 95 selama 60 menit.