PENGELOLAAN MADRASAH (Studi Kualitatif Tentang Manajemen

advertisement
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
proses dan pengelolaan pendidikan saat ini guna mencapai
tujuan pendidikan nasional.
PENGELOLAAN MADRASAH
(Studi Kualitatif Tentang Manajemen Strategi Madrasah
Aliyah Negeri Di Kota Jambi)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’annul Karim
Oleh : Minnah El Widdah
Chapman Garry. 2007. 5 Bahasa Cinta Menghadapi Remaja. Yogyakarta: Quills
Book Publisher Indonesia.
Darajat, Zakiah. 1984. Memahami Persoalan Remaja. Jakarta: Bulan Bintang
http://romansaremaja.blogspot.com/2010/11/kita-remaja-anti-narkoba.html
Hunt, Daniel V. 1993. Managing for Quality. Illionis : Business one Irwin
Homewood
Indrawan. 2001. Kiat Ampuh Menangkal Narkoba. Bandung: Pionir Jaya.
Kalidjernih, Freddy K. 2010. Penulisan Akademik. Bandung: Widya Aksara
Press.
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi dan
Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosyda Karya
Sudarwan Danim. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke
Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Santrok, J. W. 2003. Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan.
Jakarta: Erlangga.
Utomo, Budi. 2011. Makalah Pendidikan Guru Berbasis Nilai-Nilai Islami Dalam
Rangka Mewujudkan Lembaga Pendidikan Sebagai Pusat
Pembudayaan dan Membentuk Karakter Bangsa. Bandung.
Pascasarjana UPI.
Yusuf Syamsu, LN. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
69
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara, pendidikan yang
mengedepankan rasa adil, merata dan bermutu bagi seluruh warga Indonesia
tanpa terkecuali. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam pendidikan
memberikan pengertian tanpa pengecualian apakah miskin atau kaya, tanpa
mengecualikan strata sosial tertentu, agama, atau budaya. Pengecualian dalam
pendidikan berarti telah mengesampingkan rasa adil dan hal ini bertentangan
dengan amanat Undang-Undang Dasar dan UUSPN.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003,
peran pendidikan diarahkan untuk mencapai pembangunan nasional yang
dapat didekati melalui aspek agama, psikologis, ekonomis, budaya, dan tentu
saja aspek ilmiah. UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Peran tersebut harus
melekat pada setiap jalur, jenis, jenjang pendidikan yang ada dalam aturan
penyelenggaraan pendidikan.
Banyak kritik terhadap peran yang dijalankan tersebut, bahwa
pendidikan gagal dalam membentuk generasi penerus, utamanya karena
diindikasikan oleh perilaku, profil, serta produk pendidikan yang jauh dari
sasaran pendidikan nasional selama ini. Pendidikan telah melahirkan generasi
dengan sejumlah kompetensi yang diperlukan, justru yang menyebabkan
produk pendidikan berupa ‘lulusan’ gagal dalam melakukan peran positif
dalam kehidupan nasional adalah faktor eksternal pendidikan seperti budaya,
sistem informasi dan media, akses ekonomi, serta nilai budaya yang dianut
oleh masyarakat. Jadi tidak rasional kalau pendidikan yang diklaim sebagai
pemicunya.
Akan tetapi perlu disikapi dengan arip bahwa kegagalan tersebut bukan
semata-mata karena pendidikannya, akan tetapi perlu ditelusuri hal-hal teknis
yang menyangkut proses pendidikan baik dari aspek kebijakan maupun
70
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
operasional dilapangan. Krisis pendidikan di Indonesia, oleh H.A. Tilaar (1991)
secara umum, diidentifikasi dalam empat krisis pokok, yaitu menyangkut
masalah kualitas, relevansi, elitisme dan manajemen. Berbagai indikator
kuantitatif dikemukakan berkenaan dengan keempat masalah di atas, antara
lain analisis komparatif yang membandingkan situasi pendidikan antara negara
di kawasan Asia. Memang disadari bahwa keempat masalah tersebut
merupakan masalah besar, mendasar, dan multidimensional, sehingga sulit
dicari ujung pangkal pemecahannya (Sukamto, 1992).
Menurut A.Syafii Ma’arif, bahwa situasi pendidikan Islam di Indonesia
sampai awal abad ini tidak banyak berbeda dengan perhitungan kasar di atas.
Sistem pesantren yang berkembang di nusantara dengan segala kelebihannya,
juga tidak disiapkan untuk membangun peradaban (A. Syafii Ma’arif, 1996; 5).
Melihat kondisi yang dihadapi, maka penataan model pendidikan Islam di
Indonesia adalah suatu yang tidak terelakkan. Strategi pengembangan
pendidikan Islam hendaknya dipilih dari kegiatan pendidikan yang paling
mendesak, berposisi sentral yang akan menjadi modal dasar untuk usaha
pengembangan selanjutnya. Seperti kita ketahui, bahwa lembaga-lembaga
pendidikan seperti sekolah, dan madrasah, masjid, pondok pesantren, dan
pendidikan luar sekolah lainnya tetap dipertahankan keberadaannya.
Sebetulnya model penyelenggaraan berbasis agama telah diatur dengan
baik dalam sistem pendidikan kita, dimana madrasah merupakan bagian di
dalamnya yang secara terperinci posisi madrasah dalam setiap jenjang
pendidikan memperoleh proporsi yang baik dari sisi normatif. Akan tetapi
masih ada hal-hal yang harus diperbaiki dalam operasionalnya, bahwa mutu
pendidikan tidaklah hanya sebatas dan berkisar pada mutu hasil belajar siswa
akan tetapi mutu hasil belajar tersebut merupakan gambaran mutu pendidikan
yang dilatarbelakangi banyak aspek yang mendorong tercapainya mutu
pendidikan, baik yang berperan sebagai masukan-masukan mentah (raw
inputs), masukan-masukan peralatan (instrumental inputs), masukan-masukan
lingkungan (environmental inputs) ataupun mutu proses penerapannya.
Selanjutnya salah satu alasan mengapa penelitian ini adalah mengenai
peningkatan mutu madrasah, khususnya Madrasah Aliyah, adalah karena
pendidikan yang diselenggarakan di Madrasah Aliyah masih merupakan bagian
dari program pendidikan menengah. Sebagaimana diketahui bahwa
keberhasilan program pendidikan tidak hanya cukup dengan melihat dan
menyoroti keberhasilan pendidikan sekolah menengah atas saja, akan tetapi
juga melihat secara total keberhasilan program pendidikan yang
diselenggarakan Madrarasah Aliyah.
Pencapaian mutu Madrasah Aliyah yang baik, tentunya diperlukan
berbagai rangkaian kegiatan madrasah yang bermutu. Madrasah yang bermutu
di sini adalah dimaknai sebagai madrasah yang secara keseluruhan dapat
memberikan kepuasan kepada warga madrasah. Oleh karena itu dalam kaitan
71
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
ini dapat dikatakan bahwa mutu Madrasah Aliyah melekat pada kemampuan
lembaga Madrasah Aliyah itu sendiri dalam mendayagunakan berbagai sumber
pendidikan yang ada.
Pada umumnya lembaga-lembaga Madrasah Aliyah masih dihadapkan
pada beberapa kendala yang juga mempengaruhi mutu proses dan hasil
pendidikan, baik yang berkenaan dengan latar belakang siswa dan
keluarganya, dukungan berbagai sumber pendidikan, kualifikasi dan rendahnya
partisipasi dari masyarakat.
Dapat dijelaskan bahwa berdasarkan hasil survey awal mengenai
penyelenggaraan pendidikan Madrasah Aliyah Negeri di kota Jambi, diperoleh
indikasi adanya beberapa kendala yang berpengaruh, baik dari aspek
manajemen termasuk kepemimpinan, proses, maupun hasil pendidikan. Hal ini
dapat dilihat dari potensi akademik siswa yang masuk ke Madrasah Aliyah
Negeri pada umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan calon-calon
siswa yang hendak masuk ke Sekolah Menengah Atas favorit, baik itu negeri
ataupun swasta. Secara langsung hal ini dapat diketahui dengan melihat
perolehan nilai Ujian Nasional (UN) dimana para calon siswa Madrasah Aliyah
relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang masuk ke sekolahsekolah favorit yang ada. Latar belakang ekonomi keluarga dari sebagian besar
siswa yang masuk ke Madrasah Aliyah Negeri berasal dari keluarga ekonomi
keluarga kelas menengah dan ekonomi keluarga kelas bawah, dan selanjutnya
terbatasnya tenaga kependidikan (guru) yang memiliki kualifikasi yang kurang
memadai serta kurangnya dukungan dana dari pemerintah dan masyarakat
kuhusnya untuk peningkatan mutu Madrasah Aliyah. Sebenarnya jika segenap
potensi yang ada di Madrasah Aliyah diberdayakan secara optimal maka
sesungguhnya peningkatan mutu baik dari aspek proses dan kelulusan
Madrasah Aliyah dapat tercapai, meskipun terdapat berbagai kendala yang
dihadapi.
Pembahasan mengenai mutu pada dasarnya perlu dikaji dan diterapkan
beberapa teori yang mendasarinya sebagaimana yang tertuang dalam Ditjen,
Dikti (2001; 22) yaitu visi dan misi organisasi, prinsip-prinsip, tujuan, analisis
pasari, analisis keadaan diri, rencana lembaga, kebijakan mutu, biaya mutu,
dan evaluasi serta tindak lanjut. Hal ini memberikan pemahaman bahwa
penyelenggaraan pendidikan oleh lembaga-lembaga Madrasah Aliyah dituntut
untuk dapat mengembangkan dan menerapkan manajemen termasuk
perencanaan yang strategis dalam rangka meningkatkan mutu pendidikannya.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin disampaikan melalui tulisan ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana desain formulasi kebijakan untuk menjawab problematika yang
melekat pada komponen manajemen Madrasah Aliyah
72
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
2. Bagaimana implementasi kebijakan untuk menjawab permasalahan yang
melekat pada aspek kebijakan pemerintah daerah
3. bagaimana evaluasi stratejik untuk menjawab permasalahan yang melekat
pada aspek layanan Madrasah Aliyah
4. Bagaimana model pengembangan manajemen strategi Madrasah Aliyah
C. Pembahasan
Barry (Tripomo dan Udan, 2005; 17) berpendapat bahwa strategi
merupakan suatu rencana tentang apa yang hendak dicapai atau hendak
menjadi apa suatu organisasi di masa depan (arah) dan bagaimana mencapai
keadaan yang dikehendaki tersebut. Hax dan Majluf (1996; 14) juga
memberikan definisi mengenai strategi dari beberapa dimensi, yakni sebagai
berikut :
(1) “Strategy determines and reveals the organizational purpose in terms
of long-terms objectives, action programs, and resources allocation
priorities
(2) Strategy selescts the business the organization is in, or is to be in
(3) Strategy attemps to achieve a long-term, sustainable advantage in
each of its business by responding appropriately to the opportunities
and threats in the firm’s environment, and the strenghts and
weakness of the organization
(4) Strategy identifies the distinct managerial tasks at the corporate,
business and functional levels
(5) Strategy is a coherent, unifying, and integrative pattern of decisions
(6) Strategy defines the nature of the economic and noneconomic
contributions is intends to make to its stakeholders
(7) Strategy is an expression of the strategic intent of the organization
(8) Strategy is aimed at developing and nurturing the core competencies of
the firm
(9) Strategy is a means for investing selectively in tangible and intangible
resources to develop the capabilities that assure a sustainable
competitive advantage.”
Melihat dari definisi di atas difahami betapa pentingnya strategi sebagai
kerangka kerja yang sangat mendasar untuk membawa organisasi dengan
simultan, keberlanjutan dan menfasilitasi pengadopsi terhadap lingkungan
yang selalu berubah.
Mintzberg, Quinn dan Choshal (1999; 13) menyatakan bahwa “five
definitions of strategy are as a plan, ploy, pattern, position and perspective and
73
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
some of their interrelationships are then considered.” Di sini terdapat 5 P untuk
mendefinisikan strategi, yaitu sebagai berikut:
(1) Plan (rencana). Strategy is a plan, a “how”, a means of getting from
here to there. Strategi adalah suatu rencana, bagaimana untuk
mencapai dari sini ke sana.
(2) Ploy (cara). A strategy can be a ploy, too, really just a spesific
“manoeuvre” intended to outwit an opponent or competitor. Sebagai
suatu rencana strategi dapat bersifat umum atau spesifik. Oleh
karena itu strategi dapat juga merupakan suatu cara yang spesifik
yang dimaksudkan untuk mengecoh lawan atau kompetitor dengan
cerdas.
(3) Pattern (pola). A strategy is a pattern specially, a pattern in a stream of
actions. Strategi merupakan suatu pola dalam bertindak.
(4) Position (posisi). Strategy is a position, specially, a means of locating an
organization in what organization theorists like to call an
“environment”. Strategi merupakan suatu posisi, khususnya menjadi
mediasi kekuatan antara organisasi dengan lingkungannya.
(5) Perspective (perspektif). Strategy is perspective, its consisting not just
of a chosen position, but of an ingrained way of perceiving the world.
Strategi merupakan suatu perspektif yang terdiri dari bukan saja
posisi yang dipilih tetapi juga persepsi melihat dunia dari unsur-unsur
lain.
Implementasi strategi dasar tersebut sebenarnya didasarkan pada
beberapa konsiderasi, antara lain kondisi dan kemampuan daerah, potensi
internal dan eksternal Madrasah Aliyah Negeri dan pengaruh kebijakan politik
penyelenggaraan pendidikan. Strategi dasar ini sebenarnya dapat dijadikan
sebagai kerangka acuan program yang berimplikasi pada perbaikan pendidikan
di daerah pada umumnya dan untuk peningkatan mutu madrasah secara
berkesinambungan pada khususnya di kota Jambi.
Kegiatan-kegiatan
tersebut
diharapkan
dilakukan
secara
berkesinambungan karena kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung dalam
suatu siklus. Dengan demikian, upaya peningkatan mutu madrasah dapat
dipertahankan.
Okes dan Westcott (2001; 71) mendefinisikan strategi suatu organisasi
adalah apa yang hendak dicapai dengan bekerja keras dan peralatan yang
dibutuhkan untuk mencapainya. Sedangkan Tregoe dan Zimmerman (Okes dan
Westcott,2001; 17) mendefinisikan strategi sebagai “frame work which guides
those choise that determine the nature and direction of an organization.”
Jika dielaborasi atau diadaptasi dalam manajemen sekolah, menurut
Syaiful Sagala (2007; 129) menjadi (1) sekolah menyusun perencanaan
memposisikan diri sesuai kemampuan dan potensi yang dimiliki yaitu
74
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
mengoptimalisasikan seluruh sumber daya sekolah yang tersedia untuk
mencapai tujuan sekolah, (2) mampu merespon isu-isu strategis seperti
manajemen berbasis sekolah, kurikulum berbasis kompetensi, pengajaran
kontekstual dan sebagainya dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan
mutu dan (3) menekankan obyektifitas, ilmiah dan sistematis selama
implementasi strategis, strategi sekolah disusun berdasarkan prinsip-prinsip
obyektifitas, ilmiah dan sistematis, bukan atas dasar kehendak pribadi kepala
sekolah, tetapi merupakan kehendak bersama mengakomodasi kebutuhan
publik. Tujuannya terciptanya suatu sistem dan strategi manajemen sekolah
yang niscaya pasti mampu meningkatkan mutu yang kompetitif dan
menguntungkan.
1. Analisis Formulasi Stratejik Dalam Pengelolaan Madrasah Aliyah Negeri Di
Kota Jambi
Program peningkatan mutu madrasah dilaksanakan secara konsekwen
dan konsisten, maka dapat diharapkan program tersebut dapat dilaksanakan
secara berkelanjutan, tidak hanya dalam satu periode tahun pelajaran, tetapi
juga dapat terus dilaksanakan dan dikembangkan pada periode-periode tahun
pelajaran berikutnya. Oleh karena itu, daya tahan program peningkatan mutu
madrasah tersebut dapat dijamin apabila pelaksanaannya sesuai dengan
rancangannya dan didukung dengan manajemen madrasah yang tentu saja
transparan.
Pelaksanaan program peningkatan mutu madrasah menuntut agar
dalam manajemennya dilibatkan semua pihak yang berkepentingan dalam
organisasi madrasah, yaitu Kepala Madrasah, guru, staf TU, siswa, orangtua
siswa, bahkan dari unsur masyarakat termasuk anggota Komite Madrasah.
Selain itu, keberhasilan program tersebut juga harus disertai dengan dukungan
dana, sarana dan prasarana dan profesionalitas setiap personel yang terlibat
dalam pelaksanaan program yang dilakukan.
Penilaian terhadap prospek program peningkatan mutu madrasah
didasarkan pada hasil analisis terhadap aspek-aspek keterbukaan manajemen
madrasah (baik yang terkait dengan program maupun dengan keuangan), iklim
kerjasama di lingkungan madrasah (baik antara sesama warga madrasah
maupun dengan lingkungan luar madrasah), kemandirian madrasah dalam
membuat program, daya tahan atau sustainabilitas program, akuntabilitas
program (apakah sasaran yang dicanangkan dapat dipercaya atau tidak) dan
dampak dari program peningkatan mutu madrasah yang dilakukan.
Mencermati uraian-uraian di atas, ternyata belum ada rumusan yang
jelas untuk peningkatan mutu madrasah khususnya strategi-strategi yang
menghasilkan pengaruh langsung pada peningkatan mutu madrasah tersebut.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka penulis mencoba untuk menentukan
prioritas sebagai pilihan strategi yang dipandang paling kondusif dan strategis
75
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
diimplementasikan oleh Pemerintah (Diknas dan Depag Kota Jambi) dalam
rangka mempertahankan mutu Madrasah Aliyah Negeri di Kota Jambi secara
berkesinambungan. Skala prioritas yang menjadi strategi dasar untuk tiga
faktor yang memiliki daya dukung paling tinggi adalah guru yang profesional,
manajemen madrasah dan sumber belajar.
Kegiatan-kegiatan
tersebut
diharapkan
dilakukan
secara
berkesinambungan karena kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung dalam
suatu siklus. Dengan demikian, upaya peningkatan mutu madrasah dapat
dipertahankan melalui apa yang hendak dicapai dengan bekerja keras dan
peralatan yang dibutuhkan.
Manajemen sekolah, secara stratejik membetulkan kegiatan-kegiatan
yang terpola seperti : (1) sekolah menyusun perencanaan memposisikan diri
sesuai kemampuan dan potensi yang dimiliki yaitu mengoptimalisasikan
seluruh sumber daya sekolah yang tersedia untuk mencapai tujuan sekolah, (2)
mampu merespon isu-isu strategis seperti manajemen berbasis sekolah,
kurikulum berbasis kompetensi, pengajaran kontekstual dan sebagainya dalam
pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu dan (3) menekankan
obyektifitas, ilmiah dan sistematis selama implementasi strategis, strategi
sekolah disusun berdasarkan prinsip-prinsip obyektifitas, ilmiah dan sistematis,
bukan atas dasar kehendak pribadi kepala sekolah, tetapi merupakan
kehendak bersama mengakomodasi kebutuhan publik. Tujuannya terciptanya
suatu sistem dan strategi manajemen sekolah yang niscaya pasti mampu
meningkatkan mutu yang kompetitif dan menguntungkan.
2. Analisis Implementasi Stratejik Madrasah Aliyah Negeri di Kota Jambi
Perumusan kebijakan Pendidikan Islam saat ini masih dilakukan dengan
kurang mempertimbangkan hasil penelitian dan pengembangan. Berbagai
kegiatan seperti pencitraan Pendidikan Islam dan peningkatan mutu lulusan
lembaga Pendidikan Islam masih dilaksanakan dengan tanpa menggunakan
basis hasil penelitian dan studi yang baik.
Sistem manajemen tata kelola penyelenggaraan Pendidikan Islam dalam
lingkup Departemen Agama dilaksanakan dalam beberapa level atau jenjang
birokrasi. Struktur organisasi Departemen Agama masih bersifat sentralistik,
sehingga ada rentang kendali yang cukup panjang dalam penyelenggaraan
Pendidikan Islam yang menjadi salah satu basis tugasnya. Secara teknis,
pengelolaan Pendidikan Islam terpusat di bawah wewenang Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam. Setelah itu penyelenggara pada level selanjutnya
adalah penyelenggara Pendidikan Islam pada tingkat provinsi, tingkat
kabupaten/kota dan pada akhirnya pada level satuan pendidikan.
Kedudukan sistem Pendidikan Islam sebagai bagian integral dari sistem
pendidikan nasional, menemukan dasar yuridisnya pada Undang Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas 1989)
76
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
yang menghapus dikotomi antara pendidikan umum dan Pendidikan Islam, dan
diperkuat dengan pemberlakuan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas 2003). Regulasi yang terkait
dengan Pendidikan Islam adalah lahirnya PP No. 55 tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Selain itu beberapa regulasi
terkini yaitu PP No. 47 tahun 2008 tentang Wajar Dikdas dan PP No. 74 tahun
2008 tentang Guru serta UU No. 9 tahun 2009 tentang ВНР. Implementasi dari
regulasi tersebut memerlukan turunan yang antara lain beberapa PerMenag
sebagai turunan PP No. 55 tau 2007. Disamping itu regulasi yang sudah ada
memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan, agar selaras dengan regulasi
yang sudah ada dan memenuhi keadilan masyarakat dalam memperoleh
layanan pendidikan agama.
Kondisi SDM pada kelembagaan pendidikan Isiam masih belum
memadai, tenaga pendidik yang belum memenuhi standar kualifikasi, dan
kompetensi yang masih rendah. Demikian juga SDM yang mengelola
manajemen pendidikan di tingkat Pusat dan daerah masih memerlukan
peningkatan kapasitas dan kualitas secara berkelanjutan.
Pada dasarnya profesionalitas guru semata-mata tidak hanya ditentukan
oleh jenjang pendidikannya, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor lain
seperti kompetensi profesional. Kualifikasi guru yang mencapai jenjang S1
ternyata paling banyak di Madrasah Aliyah Negeri Model dan ternyata
madrasah ini mencapai akreditasi paling tinggi jika dibandingkan dengan
Madrasah Aliyah Negeri Olak Kemang dan Madrasah Aliyah Negeri 3.
Kompetensi profesionalitas guru pada umumnya di Madrasah Aliyah
Negeri di kota Jambi masih perlu ditingkatkan sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan
kemampuan mereka mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan serta
kinerja aktualnya dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai guru yang
profesional. Pentingnya profesionalitas guru dalam inovasi pendidikan dalam
program peningkatan mutu madrasah, apabila tidak menyentuh aspek guru
maka selama itu pula inovasi tersebut tidak akan memberikan hasil yang
optimal. Dengan kata lain, guru yang profesional memiliki peranan kunci
dalam mencapai keberhasilan upaya peningkatan mutu madrasah.
3. Analisis Monitoring dan Evaluasi dalam Pengelolaan Madrasah Negeri di
Kota Jambi
Pelaksanaan penilaian terhadap kegiatan peningkatan mutu madrasah
hendaknya didasarkan pada rancangannya yang dipersiapkan secara matang.
Oleh karena itu rancangan penelitian ini pada dasarnya merupakan acuan bagi
seluruh pelaksanaan penilaian terhadap manajemen peningkatan mutu
Madrasah Aliyah. Salah satu komponennya adalah penyusunan indikatorindikator keberhasilan pada setiap komponennya. Indikator-indikator yang
77
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
dipertimbangkan bagi keberhasilan adalah konteks, masukan (input), proses,
hasil (output) dan dampak (outcome) seperti yang diuraikan di bawah ini: 1)
Konteks. Pertimbangan terhadap konteks peningkatan mutu pendidikan
madrasah meliputi aspek-aspek : permintaan pendidikan, dukungan
masyarakat terhadap pendidikan, kebijakan pemerintah, aspirasi masyarakat
terhadap pendidikan, status sosial ekonomi masyarakat, keadaan geografi dan
lain sebagainya. 2) Input. Dalam konteks ini, aspek-aspek yang
dipertimbangkan dalam penyusunan indikator adalah yang berkenaan dengan
visi, misi, tujuan, sasaran madrasah, sumber daya madrasah, siswa, kurikulum,
dan lain sebagainya. 3) Proses. Aspek-aspek yang dipertimbangkan dari
komponen ini adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengelolaan program, proses pembelajaran, proses
penilaian dan lain sebagainya. 4) Output. Hasil nyata dari pelaksanaan program
peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah adalah berupa prestasi
akademik (nilai UAN/NEM, raport, hasil EBTA, prestasi dalam lomba karya tulis
dan sebagainya) dan prestasi non akademik. 5) Outcome. Aspek yang
dipertimbangkan dalam penyusunan indikator ini adalah manfaat jangka
panjang dari kegiatan peningkatan mutu pendidikan berbasis madrasah,
antara lain pendidikan lanjut, pengembangan karir, kesempatan untuk
berkembang dan lain sebagainya. 6) Evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi pada
dasarnya tidak bisa dilepaskan dari kegiatan monitoring. Kegiatan Monitoring
dan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah program peningkatan
mutu madrasah terlaksana atau tidak, apa saja kendala yang dihadapi, dan
bagaimana cara mengatasi kendala tersebut. Kegiatan Monitoring
menekankan pada pemantauan proses pelaksanaan manajemen peningkatan
mutu madrasah. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah manajemen
peningkatan mutu madrasah mencapai sasaran yang diharapkan atau tidak.
Hasil monitoring dan evaluasi adalah berupa informasi untuk pengambilan
keputusan. karenanya, informasi/data hasil monitoring dan evaluasi tersebut
harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan (valid dan reliable).
Informasi dan kesimpulan dari hasil monitoring dan evaluasi diharapkan dapat
digunakan untuk mengambil keputusan tentang apa yang perlu dilakukan
untuk membantu agar pelaksanaan program peningkatan mutu madrasah
berhasil seperti yang diharapkan. Informasi dan kesimpulan yang didasarkan
pada hasil monitoring dan evaluasi diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan
dalam pengambilan keputusan tentang program peningkatan mutu madrasah
secara komprehensif, mulai dari kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat
dan tuntutan masa depan (konteks), input, proses, output yang ditargetkan,
maupun outcome yang diharapkan, dan juga termasuk kemungkinan
mempertahankan (prospektif) program peningkatan mutu madrasah pada
tahun-tahun berikutnya. Pelaksanaannya monitoring dan evaluasi
dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan
program
78
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
peningkatan mutu madrasah. Adapun komponen-komponen monitoring dan
evaluasi yang sekaligus menggambarkan indikator-indikator program
peningkatan mutu madrasah meliputi komponen konteks, input, proses,
output dan outcome.
Pelaksanaan evaluasi pada semua lingkup masih bersifat parsial, spesifik
pada suatu program/kegiatan pada suatu unit kerja tertentu, sehingga capaian
secara keseluruhan dilihat dari substansi tugas dan fungsi yang diemban oleh
organisasi tidak dapat digambarkan. Monitoring dan evaluasi belum berjalan
dengan baik. Aspek evaluasi lebih banyak terabaikan dan hanya berhenti pada
tahap penilaian dan rekomendasi terkait hasil penilaian tersebut, yang jarang
ditindaklanjuti dengan langkah nyata.
Kegiatan evaluasi yang dilakukan masih berkutat pada output yang
semata-mata dijadikan dokumen administrasi, sedangkan outcome dan impact
yang sejatinya diinginkan belum terukur dengan baik, sehingga evaluasi belum
secara efektif mampu mengukur substansi target yang ingin dicapai.
Pelaksanaan evaluasi tampaknya baru memenuhi asas taat hukum dan asas
tertib penyelenggaraan negara. Namun asas umum penyelenggaraan lainnya
seperti asas kepentingan umum, asas keterbukaan, dan asas profesionalitas
masih belum terpenuhi sepenuhnya.
4. Kerangka Model Stratejik madrasah Aliyah Negeri Di Kota Jambi
Pemikiran dalam bentuk kerangka model temuan ini tentunya tidak
terlepas dari kajian teori-teori yang sudah mapan yang dilakukan melalui
proses desk study. Desk study dilakukan guna memperkuat kerangka pikir
dalam pengembangan arah dan pola penelitian serta hasil-hasil yang
diharapkan guna memecahkan masalah yang diangkat.
Selanjutnya untuk memantapkan model sebagai upaya untuk
memecahkan masalah yang dirasakan dan benar-benar dibutuhkan untuk
memperkaya alternatif pelaksanaan program dan memperbaiki kinerja
manajemen khususnya dalam pengelolaan madrasah aliyah, dilakukan dengan
melihat kecenderungan-kecenderungan tentang hal-hal yang masih dirasakan
kurang dalam pengelolaan madrasah aliyah. Tatanan empiris menjadi sangat
penting guna dipadupadankan dengan pemikiran dari hasil kajian teori
sehingga memiliki nilai lebih dalam implemetasinya yaitu dapat menjawab
permasalahan. Adapun Pengembangan model sebagai hasil kajian dari
temuan-temuan di lapangan yang dilakukan melalui kegiatan penelitian ini
tersusun kedalam langkah-langkah yang secara skematis digambarkan kedalam
beberapa gambar model sebagai berikut:
79
Model Umum Manajemen Stratejik Pengelolaan Madrasah Aliyah
D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan,
sebagai berikut:
1. Bidang garapan yang perlu diperhatikan secara umum meliputi; 1)
pengelolaan kurikulum madrasah, kurikulum madrasah memiliki
kekhasan dengan pendidikan keislamannya akan tetapi perlu di pikirkan
bagaimana mengamankan kurikulum dasar yang menjadi pedoman bagi
seluruh sekolah dalam kelompok sekolah umum. Madrasah aliyah
masuk kedalam kelompok sekolah menengah umum sehingga muatan
ilmu pengetahuan umum menjadi satu kekuatan yang harus sama
dimiliki lulusannya. 2) pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan,
tenaga pendidik di tingkat madrasah adalah guru sesuai dengan
peraturan perundangan yang ada maka guru yang bersangkutan harus
memiliki latar belakang yang sesuai dengan bidang studi yang
80
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
diampunya, kompetensi yang dipersyaratkan, dan minimal S1 dan
untuk tenaga kependidikan, maka sama halnya dengan sekolah
menengah atas lainnya keberadaan tenaga laboratorium (laboran),
pustakawan, tata usaha dan lain-lainnya harus memenuhi standar
kecukupan dan kualitas, 3) pengelolaan fasilitas (sarana dan prasarana
sekolah), sarana dan prasarana madrasah aliyah harus memenuhi
standar pelayanan minimal yang dipersyaratkan. Selain dilihat dari
pemenuhan sisi kuantitas juga memperhatikan sisi kualitas sarana dan
prasarana pendidikan, 4) pengelolaan pembiayaan, aktivitas-aktivitas
pemicu biaya pendidikan pada tingkat madrasah harus dapat
teridentifikasi dengan baik, ketika kekhasan dalam penyelenggaraan
pendidikan tingkat madrasah memungkinkan adanya perbedaan
dengan pembiayaan pada tingkat yang sama. 5) pengelolaan peserta
didik, peserta didik pada tingkat madrasah aliyah memiliki kekhususan
dimana mereka datang dari kelompok menengah kebawah pada tingkat
sosial ekonomi dan isu tingkat kemampuan yang di bawah sekolah
umum. Akan tetapi tidak kemudian proses layanan kesiswaan menjadi
berbeda, pada intinya harus sama dengan sekolah lainnya, dan 6)
pengelolaan hubungan madrasah dengan masyarakat, komite
madrasah menjadi andalan dalam menangkap anutusias masyarakat
terhadap madrasah.
2. Lingkungan strategis madrasah meliputi lingkungan internal
kelembagaan dan eksternal, lingkungan eksternal meliputi komponen
kelembagaan dan masyarakat. Kelembagaan eksternal yang berada
dilingkungan madrasah aliyah terdiri dari lembaga pengelola yaitu dinas
pendidikan dan departemen agama, lembaga-lembaga keagamaan dan
sosial kemasyarakatan.
Sedangkan lingkungan internal adalah
lingkungan madrasah dengan nilai-nilai yang dikembangkannya.
3. Untuk mengamankan hasil yang diharapkan dari proses pendidikan
dibutuhkan satu model pengawasan (monitoring dan evaluasi) yang
terintegrasi menyangkut input, proses, output dan outcome.
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
Agustinus S. Wahyudi, (1996), Manajemen Strategik : Pengantar Proses Berfikir
Strategik. Jakarta: Binarupa Aksara.
Bogdan, R.C dan Biklen S.K, (1990), Riset Kualitatif Untuk Pendidikan :
Pengantar ke Teori dan Metode, Alih bahasa oleh Munandir,
Jakarta : Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan
Pengembangan Aktivitas Instruksional, Depdikbud.
-------------, (1975), Introduction to Qualitative Research Methods : A
Phenomenological Approach to the Social Sciences, New York :
John Willy and Sons, Inc.
-------------, (1992), Qualitative Research For Education : An Intruduction to
Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon. Inc.
Bafadal, I, (1994), Proses Perubahan di Sekolah : Studi Multisitus pada Tiga
Sekolah Dasar yang Baik di Sumekar. Disertasi tidak
dipublikasikan. Malang : PPS IKIP Malang (UM).
Boast W.M dan Martin B, (2002). Masters of Change. Jakarta: Gramedia.
Deming W Edwards, (1986), Out of Ceisis, Massachusetts Institute of
Technology, Center for Advenced Engineering Study. Boston:
Massachusetts.
Djam’an Satori, (1989), Pengembangan Model Supervisi Sekolah Dasar.
Bandung: IKIP Bandung.
-------------, (1999), Pengawas Sekolah dan Pengelolaan Sekolah, Makalah Pada
Diklat Calon Pengawas Sekolah. Bandung: Kanwil Depdiknas
Propinsi Jawa Barat.
------------, (1999), Perencanaan Pendidikan Makro dan Mikro, Jakarta: Biro
Perencanaan Sekjen Depdikbud.
-----------, (1996), Sasaran Pengembangan Pendidikan. Jakarta : Biro
Perencanaan Depdikbud.
-----------, (1999), Paradigma Baru dalam Pengelolaan Pendidikan. Pidato
Pengukuhan Guru Besar Bidang Administrasi Pendidikan.
Bandung: IKIP.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abu Dhou, (2003) School Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah).
Buku Serial Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan UNESCO.
Terjemahan oleh Aini, Sapto dan Jauhari. Pengantar oleh
Prof.Dr.H.A. Malik Fadjar, M.Sc. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
81
David, R.F, (1999), Strategic Management: Concept and Cases, (7th edition).
New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Depdiknas, (2000), Perencanaan Pembangunan Pendidikan, Jakarta : Biro
Perencanaan Depdiknas.
82
Al-‘Ulum; Vol. 2, Tahun 2013
Minnah El Widdah, Pengelolaan …
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), (2003), Pedoman Penjaminan
Mutu Pendidikan Tinggi. Jakarta: Dikti.
PROFESIONALISME GURU DAN
HASIL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN
-------------, (2003), Higher Education Long Term Strategy 2003-2010. Jakarta:
Dikti.
-------------, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah : Sebuah
Pendekatan Baru Dalam Pengelolaan Sekolah Untuk Peningkatan
Mutu. Jakarta: Depdiknas, Ditjen Dikdasmen Direktorat PMU.
-------------, (2000), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku I
Konsep Pelaksanaan. Jakarta: Depdiknas, Ditjen Dikdasmen
Direktorat PMU.
-------------, (2001), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 2
Panduan Penyusunan Proposal dan Pelaporan. Jakarta: Depdiknas,
Ditjen Dikdasmen Direktorat.
------------, (2002), Pedoman Penyusunan Standar Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Mini Jaya Abadi.
------------, (2003), UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Tamita Utama.
------------, (2003), UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Restindo Mediatama.
------------, (1989), UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Restindo Mediatama.
Depag RI, (2001), Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Ditjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Depdikbud, (1993), Empat Strategi Dasar Kebijakan Pendidikan Nasional.
Jakarta: Depdikbud.
OLEH : NISFI SYAHBANI, M.PD.I
A. PENDAHULUAN
Pada Peringatan Hari Guru Nasional XI tahun 2004 Presiden
mencanangkan Jabatan Guru sebagai Profesi. Pencanangan itu diharapkan
menjadi tonggak kebangkitan guru untuk senantiasa terus meningkatkan
profesionalismenya, dan sebagai upaya agar jabatan sebagai guru menjadi satu
profesi yang mempunayi daya tarik tersendiri bagi putra-putri terbaik negeri
ini. Dan sejak pencanangan itu pula, gairah untuk segera menetapkan undangundang profesi guru dan dosen berikut dengan berbagai perangkat
pendukungnya, menjadi semakin kuat.
Setelah sejumlah perangkat perundang-undangan dan anggaran yang
awalnya terasa agak berat sudah “terpenuhi”, diantaranya dengan lahirnya UU
No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta dihasilkannya amandemen
ke 4 atas UUD RI 1945 (diantaranya pasal 31 ayat 4), yang akhirnya berbunyi,
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional, kini wacana bergeser dari sekitar persoalana undangundang profesi guru dan dosen berikut berbagai perangkat pendukungnya ke
sekitar masalah kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru. Pergeseran ini
memang sangat logis, karena tiga persoalan terakhir ini memang menjadi
syarat yang harus dipenuhi bagi satu Jabatan Profesi dimana jabatan itu harus
dilakoni secara profesional.
Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi (memiliki
bukti formal berupa sertifikat pendidik) dan akan tersertifikasi; dan sejumlah
guru telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh tunjangan
profesi. Secara formal, sertifikat pendidik yang digenggam oleh seorang guru
adalah merupakan dasar asumsi yang kuat, bahwa guru tersebut telah
memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang dipersyaratkan
sesuai dengan spesialisasi yang disebutkan di dalam sertifikat pendidik yang
dimilikinya, yang mencakup empat jenis kompetensi, yaitu (1) kompetensi
pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4)
kompetensi kepribadian.
Persoalan yang muncul kemudian, bahwa guru yang diasumsikan telah
memiliki kompetensi yang hanya berlandaskan pada asumsi bahwa mereka
telah tersertifikasi, tampaknya dalam jangka panjang sulit untuk dapat
dipertanggung jawabkan secara akademik. Bukti tersertifikasinya para guru
83
84
Download