Chapter II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pendengaran Manusia
2.1.1. Anatomi Organ Pendengaran Manusia
Manusia menggunakan telinga sebagai organ yang dapat digunakan untuk
mendengar. Secara anatomis, seperti yang dikemukakan oleh Soetirto (1997),
telinga manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar manusia terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang yang
panjangnya kira-kira 2,5-3 cm (Soetirto,1997).
Soetirto (1997) juga memaparkan bahwa sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjer keringat terdapat
pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah meliputi gendang telinga, tiga tulang pendengaran (maleus,
inkus, dan staples). Muara saluran eustachius juga berada di telinga tengah.
Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang
7
Universitas Sumatera Utara
pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke
tulang berikutnya. Tulang sanggurdi, yang merupakan tulang terkecil di tubuh,
akan meneruskan getaran ke koklea atau rumah siput. Peradangan atau infeksi
pada bagian telinga ini disebut sebagai otitis media.
3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea (labirin tulang), sebuah rangkaian
rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum yang berisi cairan perilimfe,
labirin membranasea yang terletak lebih dalam dan memiliki cairan endolimfe,
serta koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler
yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis saling
berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibule sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Pada
skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,
dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar, dan kanalis korti, yang membentuk organ korti (Soetirto, 1997).
8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Struktur Fisiologi Telinga
2.1.2. Proses Pendengaran Suara
Mendengar adalah kemampuan untuk mendeteksi tekanan vibrasi udara
tertentu dan menginterpretasikannya sebagai bunyi. Telinga mengonversi energi
gelombang tekanan menjadi impuls saraf dan korteks selebri mengonversi
impuls ini menjadi bunyi. proses mendengar berawal dari pengumpulan
gelombang suara oleh daun telinga yang berada di telinga bagian luar.
Gelombang suara masuk ke saluran telinga kemudian menggetarkan gendang
telinga. Getaran tersebut kemudian ditransmisikan oleh telinga bagian tengah
melalui tulang-tulang pendengaran ke koklea. Ketika getaran sampai ke koklea
makan cairan yang ada di lilitan spiral mulai bergerak yang pada akhirnya
menyebabkan rambut-rambut getar ikut bergerak ke depan dan ke belakang.
Gerakan ini mengubah gelombang suara menjadi sinyal yang akan disampaikan
oleh syaraf pendengaran untuk diterjemahkan di otak sebagai suara tertentu.
9
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Bunyi
2.2.1. Pengertian Bunyi
Bunyi adalah suara yang didengar sebagai rangsangan pada sel saraf
pendengar dalam telinga melalui gelombang longitudinal yang timbul dari getaran
sumber bunyi dan manakala bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan
sebagai kebisingan. Kualitasnya terutama ditentukan oleh frekuensi dan
intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut Hertz
(Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai di telinga setiap detiknya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang sederhana
dari beraneka frekuensi. Nada dari kebisingan ditentukan oleh frekuensi getaran
sumber bunyi (Suma’mur, 2009).
Terdapat 2 (dua) karateristik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi
dan suara yaitu frekwensi dan intensitasnya. Bergetar menghasilkan suatu benda
jika bunyi atau suara dengan frekwensi tertentu yang merupakan ciri khas dari
benda tersebut.
2.2.2. Persepsi Gelombang Bunyi
Karakteristik fisis gelomabng bunyi secara langsung dikaitkan dengan
persepsi bunyi itu oleh seorang pendengar. Untuk frekuensi tertentu, semakin
besar amplitudo tekanan sebuah gelombang bunyi sinusoidal maka semakin besar
pula kenyaringan yang dirasakan. Satu faktor penting adalah bahwa telilnga tidak
sama kepekaannya untuk semua frekuensi dalam jangkauan yang dapat didengar.
10
Universitas Sumatera Utara
Bunyi pada suatu frekuensi dapat terlihat lebih nyaring daripada bunyi
beramplitudo tekanan sama pada frekuensi berbeda (Gabriel, 1996).
Frekuensi sebuah gelombang bunyi adalah faktor utama dalam
menentukan titi nada (pitch) bunyi, yaitu kualitas yang membuat kita dapat
menggolongkan bunyi itu sebagai tinggi atau rendah. Semakin tinggi frekuensi
sebuah bunyi maka semakin tinggi pula titi nada yang dapat dirasakan oleh
seorang pendengar (Gabriel, 1996).
2.2.3. Intensitas Bunyi
Intensitas (intensity) sebuah gelombang adalah laju rata-rata terhadap
waktu pada saat energi diangkut oleh gelombang itu per satuan luas, menyebrangi
permukaan yang tegak lurus terhadap arah perambatan. Ini berarti intensitas I
adalah daya rata-rata per satuan luas (Gabriel, 1996).
2.2.4. Skala Decibel
Karena telinga peka terhadap jangkauan intensitas yang begitu lebar
maka biasanya digunakan skala intensitas logaritmik. Tingkat intensitas bunyi
sebuah gelombang bunyi didefinisikan oleh persamaan β = (10 dB) log I/I0
(definisi tingkat intensitas buyi) tingkat intensitas bunyi dinyatakan dalam
decibel yang disingkat dB. Decibel adalah 1/10 bel, sebuah satuan yang
dinamakan untuk menghormati Alexander Graham Bell (Gabriel, 1996).
11
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kebisingan
2.3.1. Pengertian Kebisingan
Kebisingan adalah suara atau bunyi yang tidak diinginkan atau dengan
konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap
kenyamanan dan kesehatan manusia (Budiono, 2003).
Definisi
bising
menurut
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per. 13/MEN/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah semua
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan
atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Bising dalam kesehatan kerja, diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan
pendengaran
baik
secara
kuantitatif
(peningkatan
ambang
pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan
adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan,
kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi maupun suarasuara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan,
serta dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja
(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak
diinginkan secara :
1. Fisik (menyakitkan telinga pekerja).
12
Universitas Sumatera Utara
2. Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi).
2.3.2. Jenis-Jenis Kebisingan
Kebisingan dapat di kelompokkan berdasarkan beberapa kriteria. Berikut
ini beberapa jenis-jenis kebisingan yag ada di lingkungan kerja. kebisingan yang
sering ditemukan menurut Suma’mur (2009) adalah:
1. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum
frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise), misalnya bising
mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.
2. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis
(steady state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup
gas dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya lalu lintas, suara kapal
terbang di bandara.
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan
palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan.
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan atau
tempaan tiang pancang bangunan.
Sedangkan menurut Anizar (2009) kebisingan dapat dikelaskan kepada
beberapa jenis yaitu :
1. Bising secara terus-menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan
tingkat intensitas bunyi diantara maksimum dan minimum yang kurang
dari 3dB(A). Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun
tekstil.
13
Universitas Sumatera Utara
2. Bising fluktuasi adalah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat
diantara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3dB(A).
3. Bising impuls adalah bunyi bising yang mempunyai intensitas yang sangat
tinggi dalam waktu yang singkat seperti tembakan senjata api, lagan besi
dan sebagainya.
4. Bising bersela adalah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu
serta berulang, contohnya bising ketika memotong besi akan berhenti
apabila gergaji itu dihentikan.
2.3.3. Sumber-Sumber Bising
Berdasarkan bentuknya sumber bising dapat dibedakan menjadi dua
sumber, yaitu (Sasongko, 2000):
1. Sumber titik yang berasal dari sumber diam. Penyebaran bising
dari
sumber ini dalam bentuk bola-bola konsentris dengan sumber bising
sebagai pusatnya dan dapat menyebar diudara
dengan kecepatan
sekitar 360 m/s. Intensitas bising yang diterima dari tempat-tempat tertentu
akan berbeda berdasarkan jarak dari
sumber. Hal ini dikarenakan
penyebaran bising akan berkurang apabila tersebar ke daerah yang
semakin luas.
2. Sumber garis yang berasal dari sumber yang bergerak. Sumber ini
mempunyai pola penyebaran bising dalam bentuk silinder-silinder
konsentris dimana sumber sebagai sumbunya. Bising ini dapat menyebar
di udara dengan kecepatan 360 m/s dan biasanya berasal dari kegiatan
transportasi.
14
Universitas Sumatera Utara
Menurut WHO (1999), sumber-sumber
bising
di
komunitas
dapat
dikelompokkan menjadi 4 sumber, yaitu:
1. Industri (Industrial Noise)
Penggunaan mesin dalam proses industri dapat menimbulkan kebisingan
di lingkungan sekitarnya. Kebisingan yang berasal dari mesin-mesin ini akan
meningkat intensitasnya jika tenaga dari mesin tersebut juga ditingkatkan.
Kebisingan yang bersumber
dari
industri
memiliki
frekuensi
yang
tinggi atau rendah, kebisingan impulsif, serta dapat memberikan gangguan
kenyamanan untuk sementara.
2. Transportasi (Transportation Noise)
Kebisingan yang berasal dari transportasi merupakan sumber
utama
polusi kebisingan. Sumber kebisingan dari transportasi meliputi jalan raya,
jalur kereta api, dan jalur penerbangan
pesawat
udara.
pada
jalur
penerbangan serta pengoperasian pesawat udara di bandara komersial maupun
militer dapat memberikan kebisingan yang tinggi bagi lingkungan, terutama
pada saat pesawat udara tinggal landas dan saat mendarat. Secara umum
kebisingan yang berasal dari pesawat udara tergantung besar dan berat dari
pesawat udara tersebut.
Jika pesawat udara tersebut lebih berat dan besar maka tingkat kebisingan
yang timbul akan semakin besar pula. Selain itu, kebisingan dari pesawat udara
juga bergantung pada jumlah pesawat dan tipe pesawat udara yang beroperasi,
jalur penerbangan, serta proporsi dari penerbangan dan pendaratan pesawat
udara tersebut.
15
Universitas Sumatera Utara
3. Kegiatan Konstruksi (Construction and Building Services Noise)
Kegiatan konstruksi juga dapat menimbulkan kebisingan. Suara bising itu
berasal dari mesin dan alat-alat yang digunakan dalam proses pengerjaan
konstruksi dan gedung.
4. Domestik dan Aktivitas Manusia (Domestic Noise and Noise from Leisure
Activities)
Kebisingan di pemukiman dapat bersumber dari lingkungan pemukiman
itu sendiri. Biasanya sumber kebisingan itu berasal dari mesin peralatan dan
perlengkapan yang digunakan setiap hari oleh manusia itu sendiri untuk setiap
aktivitasnya. Kebisingan yang berasal dari sumber domestik memiliki
frekuensi yang rendah
tetapi dapat memberikan efek yang mengganggu
kenyamanan apabila terjadi terus-menerus.
2.3.4. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam
pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu (KEP-51/MEN/1999).
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja yaitu sebagai berikut :
16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Nilai Ambang Batas Bising Menurut Kepmenaker No 51 Tahun 1999
Waktu pemaparan per hari
Intensitas kebisingan dalam Dba
8
4
2
1
Jam
85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
Menit
97
100
103
106
109
112
28,12
Detik
14,06
7.03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
Sumber : Kepmenaker No 51 Tahun 1999
115
118
121
124
127
130
133
136
139
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang diperkenankan menurut
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999 adalah 85 dB dengan waktu
maksimum 8 jam perhari. Dan apabila pemaparan bising secara terus-menerus di
tempat kerja 85 dB maka akan menimbulkan berbagai keluhan kesehatan dan
gangguan pendengaran dan tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun
sesaat.
17
Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Pengukuran dan Penilaian Kebisingan
Pengukuran kebisingan adalah memperoleh data tentang frekuensi dan
intensitas kebisingan di perusahaan atau di mana saja serta menggunakan data
hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut,
sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi
pendengaran tenaga kerja atau perlindungan masyarakat dari gangguan
kebisingan, ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya
(Suma’mur, 2009).
Benjamin (2005) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran
tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus. Dua perangkat keras
yang populer digunakan untuk menganalisis tingkat kebisingan pada berbagai
jenis industri, lalu lintas dan ilmiah adalah Sound Level Meter dan Noise
Dosimeter. Alat utama untuk mengukur tingkat kebisingan adalah Sound Level
Meter.
Sound Level Meter adalah alat utama yang digunakan untuk mengukur
tingkat kebisingan dalam desibel (dB). Desibel (dB) adalah suatu unit tanpa
dimensi yang digunakan untuk menyatakan besaran-besaran relatif dari tenaga.
Jumlah dB adalah 10 kali dari logaritma (dasar 10) dari perbandingan tenagatenaga.
Sound Level Meter dibuat berdasarkan standar ANSI (American National
Standard Institute) tahun 1977 yang dilengkapi dengan tiga skala pengukuran
frekuensi yaitu A, B dan C yang menentukan secara kasar frekuensi bising
tersebut. Berikut tiga skala pengukuran untuk Sound Level Meter, yaitu :
18
Universitas Sumatera Utara
a. Skala pengukuran A
Untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi
rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah (35135 dB).
b. Skala pengukuran B
Untuk memperlihatkan kepekaan telinga untuk bunyi dengan intensitas
sedang (40-135 dB)
c. Skala pengukuran C
Untuk bunyi dengan intensitas tinggi (45-135 dB)
2.3.6. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap manusia, baik gangguan
auditory (gangguan pendengaran) maupun gangguan-gangguan non auditory
(gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, ancaman
bahaya keselamatan, performa kerja menurun, kelelahan, dan stres).
ILO (1996) mengemukakan suatu metode sederhana untuk menganalisis
pajanan kebisingan. Caranya adalah dengan berdiri pada jarak selebar bahu dari
pekerja. Jika analisis tidak dapat berbicara pada tingkat suara normal (normal
tone) dan harus berteriak untuk dapat berkomunikasi dengan pekerja, berarti
tingkat kebisingan sudah terlalu tinggi dan harus dikurangi.
Jika kebisingan sudah seperti kondisi itu, maka akan menimbulkan
gangguan pada pekerja yang ada pada tempat kerja tersebut. Berikut ini akan
dijelaskan lebih lanjut mengenai beberapa gangguan yang terjadi akibat
kebisingan.
19
Universitas Sumatera Utara
2.3.6.1.
Gangguan Auditory (Gangguan Pendengaran)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
yang paling serius terjadi adalah gangguan terhadap pendengaran, karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat
progresif atau awalnya bersifat sementara, tetapi bila bekerja terus-menerus di
tempat bising maka daya dengar pekerja akan hilang secara menetap atau tuli.
Berikut ini akan dipaparkan mengenai beberapa gangguan pendengaran, yaitu :
1. Tinitus
Tinitus adalah istilah medis dari telinga mendenging yang berasal dari
bahasa latin tinnire yang artinya mendenging. Tinitus bukan merupakan suatu
penyakit melainkan gejala awal dari suatu penyakit atau kondisi tertentu. Suara
yang mendenging begitu nyata dan serasa berasal dari dalam telinga atau kepala.
Pada sebagian besar kasus, gangguan ini merupakan sesuatu yang normal tidak
ada yang perlu di khawatirkan.
Tinitus dapat dibagi atas tinitus obyektif, bila suara tersebut dapat
didengar juga oleh pemeriksa atau dengan auskultasi di sekitar telinga. Tinitus
bersifat subyektif bila suara tersebut hanya didengar oleh responden sendiri, jenis
ini sering terjadi (Arsyad, 2007).
2. Tuli
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
yang paling serius terjadi adalah gangguan terhadap pendengaran, karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat
progresif atau awalnya bersifat sementara, tetapi bila bekerja terus-menerus di
20
Universitas Sumatera Utara
temapat bising tersebut maka daya dengar pekerja akan hilang secara menetap
atau tuli (Soetirto, 1997).
Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara dan
fungsi sosial. Gangguan dalam frekuensi tinggi dapat menyebabkan kesulitan
dalam menerima dan membedakan konsonan. Menurut Iskandar (1996), gejala
dan tanda tuli akibat bising adalah :
a. Pada stadium awal, pekerja hanya mengeluh adanya dengung di telinga
(tinitus), rasa tidak nyaman di telinga, atau pendengarannya berkurang
temporer, yaitu terasa kurang dengar ketika di tempat kerja dan setelah
beberapa jam menjauh dari tempat kerja (pulang) pendengaran kembali
normal. Jarang sekali dikeluhkan rasa nyeri di telinga, kecuali pada
keadaan tuli permanen, setelah bekerja bertahun-tahun.
b. Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural bilateral yang permanen,
biasanya derajat ketuliannya sama pada telinga kanan dan kiri. Terjadinya
setelah terpapar oleh bising selama bertahun-tahun.
Tuli dibagi atas tuli koduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) dan
tuli campuran (mixed deafness).
a. Tuli Konduktif
Tuli konduktif adalah gangguan hantaran suara yang disebabkan karena
adanya masalah di telinga bagian luar mapun di telinga bagian dalam. Tuli
konduktif dapat disebabkan oleh karena adanya kotoran dalam liang telinga
atau karena perfarasi membrane simfoni, blokade/penyumbatan tuba
estachius, terputusnya hubungan rantai assiculun yang disebabkan suatu
21
Universitas Sumatera Utara
trauma ataupun penyakit atau dapat pula disebabkan karena infeksi dari
cairan telinga tengah sehingga bagian dasar stapedius menjadi infeksi/kaku
(Arsyad, 2007).
b. Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural adalah gangguan yang disebabkan adanya masalah di
telinga bagian dalam (koklea) atau di pusat pendengaran. Tuli jenis ini dibagi
dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh apalsia (kongenital), labirintitis
(oleh bakteri atau virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin,
neomisin, kina, asetosal atau alkohol, trauma kapitis, trauma akustik dan
pajanan bising yang melebihi ambang batas. Patofisiologi yang penting dari
kebisingan yang mengindikasi ketulian adalah rusaknya sel-sel rambut dalam
organ corti. Keadaan ini dapat makin diperberat oleh adanya kerusakan selsel spiral ganglion dan serabut-serabut syaraf penifer pendengar.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor
sudut pons sereblum, kieloma multipel, cedera otak, perdarahan dan kelainan
otak lainnya.
c. Tuli Campuran
Tuli campuran adalah gangguan telinga yang merupakan kombinasi dari
tuli konduktif dengan tuli sensorineural. Misalnya, radang telinga tengah
dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang
berlainan, tumor nervus VII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah.
22
Universitas Sumatera Utara
ISO mengklasifikasikan ketulian menjadi beberapa derajat (berdasarkan batas
ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri), yaitu :
a. Normal, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar
antara 0-25 dB
b. Tuli ringan, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri
berkisar antara 0-25 dB
c. Tuli sedang, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri
berkisar antara 41-60 dB
d. Tuli berat, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri berkisar
antara 61-90 dB
e. Sangat Berat, jika ambang pendengaran pada pemeriksaan audiometri >90
dB
3. Vertigo
Vertigo adalah keluhan rasa pusing berputar adaan pusing yang dirasakan
luar biasa. Seseorang yang menderita vertigo merasakan seolah-olah bergerak
atau berputar atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau
berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan muntah bahkan penderita
merasa tak mampu berdiri dan kadang terjatuh. Ini dikarenakan adanya
gangguan keseimbangan yang berpusat di area labirin atau rumah siput di
daerah telinga (Arsyad, 2007).
Penyebab vertigo adalah bukan karena faktor keturunan, namun karena
adanya gangguan pada sistem vestibular perifer (ganguan pada telinga bagian
dalam) yang dapat muncul sebagai akibat dari gangguan sistem vestibular
23
Universitas Sumatera Utara
sentral (saraf vestibular, batang otak, dan otal kecil). Gangguan vestibular
perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo yang merupakan
gangguan keseimbangan yang sering dijumpai.
Gejala yang dikeluhkan biasanya datang secara tiba-tiba pada perubahan
posisi kepala atau anggota tubuh lainnya yang dapat menimbulkan keluhan
vertigo.
4. Otalgia
Otalgia adalah keluhan nyeri dalam telinga yang perlu ditanyakan apakah
terjadi pada telinga kiri atau kanan. Nyeri telinga (reffered pain) dapat
disebabkan rasa nyeri di gigi molar atas, sendi mulut, dasar mulut, tonsil atau
tulang servikal karena telinga dipersarafi oleh saraf sensori yang berasal dari
organ–organ tersebut (Arsyad, 2007).
5. Otore
Penyakit yang ditandai dengan adanya sekret yang keluar dari liang telinga
baik dari satu telinga maupun kedua-duanya. Sekret yang sedikit biasanya
berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang banyak, bersifat mukoid pada
umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya
kolesteatom, bila bercampur darah dicurigai adanya infeksi akut yang berat
atau tumor dan bila cairan yang keluar seperti air jernih, dicurigai adanya
cairan likuor serebrospinal (Arsyad, 2007).
2.3.6.2. Gangguan Non Auditory
Gangguan nonauditori dapat disebut juga keluhan yang dirasakan oleh
seseorang (keluhan subyektif) (Siswanto, 1992).
24
Universitas Sumatera Utara
1. Gangguan Fisiologis
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat
kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar
secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain memerlukan ekstra
tenaga juga menambah kebisingan. Misalnya, naiknya tekanan darah, nadi
menjadi cepat, vasokontriksi pembuluh darah (semutan), mempengaruhi
keseimbangan, sakit kepala (pusing), perasaan mual, otot leher terasa tegang
atau metabolisme tubuh meningkat (Buchari, 2007).
Selain itu, menurut Suma’mur (1996) kebisingan juga dapat menurunkan
kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi
dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi
kelelahan pada otot.
2.
Gangguan Psikologis
Buchari (2007) memaparkan bahwa gangguan psikologis dapat berupa
rasa tidak nyaman, rasa jengkel, kebingungan, ketakutan, emosi
meningkat, susah berkonsentrasi, motivasi untuk berfikir dan bekerja
berkurang karena bising. Pemaparan jangka waktu lama juga dapat
menimbulkan penyakit psikosomatik seperti gastristis, penyakit jantung
koroner dan lainnya.
Eksposur terhadap kebisingan yang berlebihan dapat menimbulkan
pengaruh
pada
perilaku
seperti
kehilangan
konsentrasi,
kehilangan
keseimbangan dan disorientasi (berkaitan dengan pengaruh kebisingan pada
25
Universitas Sumatera Utara
cairan di dalam saluran semisirkular telinga dalam) dan juga kelelahan (John
Ridley, 2003).
3. Gangguan Komunikasi
Kebisingan berpengaruh pada komunikasi dengan pembicaraan. Risiko
potensial pada pendengaran terjadi, apabila komunikasi dengan pembicaraan
harus dilakukan secara berteriak. Gangguan komunikasi semacam itu dapat
menyebabkan gangguan pada pekerjaan atau bahkan mengakibatkan kesalahan
dan kecelakaan kerja terutama pada pekerja baru (Chandra, 2007).
2.3.7. Pengendalian Kebisingan
Upaya untuk mengendalikan kebisingan di tempat kerja biasa disebut
sebagai Program Konservasi Pendengaran (Hearing Cnservation Program/HCP).
Program Konservasi Pendengaran merupakan rangkaian kegiatan yang sistematik
dan bertujuan untuk mencegah terjadinya ketulian pada pekerja yang terpapar
kebisingan tinggi. Kebisingan yang tinggi diartikan berada di atas 85 dB(A)
(merupakan nilai ambang batas kebisingan seperti yang tertera dalam Kepmenaker
No.51 tahun 1999), dimana ditetapkan untuk pemaparan 8 jam per hari dan 40
jam per minggu.
Program Konservasi Pendengaran ini memiliki tujuan utama untuk
melindungi pekerja dari gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja,
serta memiliki berbagai manfaat positif, baik bagi pekerja maupun perusahaan.
Secara keseluruhan, ada 8 elemen yang terdapat dalam program konservasi
pendengaran. Sesuai dengan Pedoman Program Konservasi Pendengaran di
26
Universitas Sumatera Utara
tempat kerja yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen
Kesehatan (2006), ke delapan elemen tersebut adalah :
1. Monitoring pajanan bising (Noise Survey/Monitoring)
Monitoring pajanan bising ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :
a. Memperoleh informasi spesifik mengenai tingkat kebisingan yang ada
pada setiap tempat kerja
b. Menetapkan control bising (teknis maupun administratif)
c. Menetapkan tempat-tempat yang akan diharuskan menggunakan alat
pelindung diri
d. Menetapkan pekerja yang harus menjalani pemeriksaan audiometri
secara periodik
Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan undang-undang
yang berlaku Dalam melakukan survei dan monitoring kebisingan, beberapa jenis
survei yang dapat dilakukan :
a. Survei Kebisingan Dasar
Survei kebisingan jenis ini dapat mengidentifikasi lokasi kerja dimana
kebisingan tidak merupakan masalah atau berpotensi memberikan gangguan
kepada para pekerja.
b. Survei Kebisingan Detail
Survei detail dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level
Meter (SLM) untuk menetapkan tingkat pemaparan rerata berbobot (TLVTWA). Peralatan lain yang dapat digunakan pada survei kebisingan ini adalah
Octave Band Analyzer dan Noise Dosimeter.
27
Universitas Sumatera Utara
Survei kebisingan harus dapat memberikan gambaran kebisingan (noise
map) pada seluruh lokasi kerja. Noise map menggambarkan lantai kerja dimana
dapat diketahui pembagian lokasi kerja berdasarkan kriteria keanggotaan program
konservasi pendengaran dan prioritas pemakaian alat pelindung telinga (APT).
Ringkasan tertulis hasil survei kebisingan harus disampaikan kepada pimpinan
perusahaan dan kepala departemen terkait. Sementara hasil pengukuran dari tiap
lokasi kerja harus diberitahukan kepada pekerja pada saat pelatihan dan juga
diinformasikan melalui papan pengumuman atau di ruangan kerja.
2.
Pengendalian secara Teknik
Kebisingan yang tinggi harus dikendalikan dengan meredam berbagai
peralatan yang bising sehingga menurunkan pemaparan pada pekerja. Beberapa
alternatif yang dapat dilakukan dalam mengendalikan sumber bising antara lain
desain akustik, substitusi peralatan dengn peralatan lain yang memiliki tingkat
kebisingan lebih rendah, serta mengganti atau memodifikasi proses produksi
(Direktorat Bina Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan, 2006).
Roestam (2004) mengemukakan beberapa cara lain yang dapat digunakan sebagai
usaha pengendalian teknik, yaitu :
a. Pemeliharaan mesin (maintenance), yaitu mengganti, mengencangkan
bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain.
b. Mengurangi getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin, kecepatan
putaran atau isolasi.
28
Universitas Sumatera Utara
c. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan
menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada dinding dan langitlangit kerja.
d. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara.
e. Melakukan isolasi operator ke dalam ruang yang relatif kedap suara.
3.
Pengendalian Administratif
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan menyangkut dua elemen, yaitu lama pemajanan dan
intensitas kebisingan. Oleh karena itu, waktu kerja harus diatur sedemikian rupa
sehingga intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja tidak melebihi Nilai
Ambang Batas. Selain pengaturan jam kerja, beberapa hal lain yang dapat
dilakukan sehubungan dengan pengendalian administratif adalam mengukur jarak
pekerja dan menutup sumber bising (Direktorat Bina Kesehatan Departemen
Kesehatan, 2006).
4.
Pengendalian Perorangan
Elemen program konservasi pendengaran yang keempat menurut
Direktorat Bina Kesehatan Departemen Kesehatan (2006) adalah pengendalian
perorangan. Pada umumnya pengendalian tingkat ini dilakukan dengan
menggunakan alat pelindung diri (dalam hal ini adalah alat pelindung telinga).
Alat pelindung telinga yang biasanya dipakai antara lain :
a. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert protector)
Alat ini dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat
sehingga suara tidak mencapai membran timpani dan dapat mengurangi
29
Universitas Sumatera Utara
bising sampai dengan 30 dB. Sumbat telinga memiliki beberapa tipe, yaitu
formable type, custom molded type, dan premolded type.
b. Tutup telinga (earmuff/insert device/aural insert protector)
Earmuff dapat menutupi seluruh telinga eksternal dan digunakan
untuk mengurangi bising sebesar 40-50 dB.
c. Helmet atau enclosure
APT jenis ini dapat menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk
mengurangi bising maksimum 35 dBA pada 250 Hz dan 50 dBA pada
frekuensi tinggi.
Penggunaan alat pelindung telinga dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut
Roestam (2004), antara lain :
a. Kecocokan
Alat pelindung telinga tidak akan memberikan perlindungan
apabila tidak dapat menutupi liang telinga dengan rapat.
b. Nyaman dipakai
Para pekerja tidak akan mau menggunakan APT apabila alat
tersebut tidak nyaman diapakai.
c. Penyuluhan khusus, terutama tentang cara pemakaian dan perawatan alat
tersebut.
30
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Pedoman Dalam Pemilihan dan Pemakaian APT
Tingkat Bising (dBa)
Pemakaian ATP
Pemilihan ATP
<85
Tidak wajib
Bebas Memilih
85-89
Optional
Bebas Memilih
90-94
Wajib
Bebas Memilih
95-99
Wajib
Pilihan Terbtas
>100
Wajib
Pilihan Sangat Terbatas
Sumber : Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI Tahun 2006
APT harus tersedia di tempat kerja tanpa harus membebani pekerja dari
segi biaya atau dengan kata lain, perusahaan harus menyediakan APT tersebut.
5.
Pelatihan dan Pendidikan Pekerja
Program pendidikan dan pelatihan menekankan bahwa program konversi
pendengaran sangat bermanfaat untuk melindungi pendengaran tenaga kerja, dan
mendeteksi perubahan ambang pendengaran akibat paparan bising. Tujuan
pendidikan adalah untuk menekankan keuntungan tenaga kerja jika mereka
memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya. Lebih lanjut penyuluhan tentang
hasil audiogram mereka, sehingga tenaga kerja temotivasi untuk berpartisispasi
melindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui penyuluhan diharapkan tenaga
kerja mengetahui alasan melindungi telinga serta cara penggunaan alat pelindung
telinga.
6.
Audiometri
Audiometri adalah salah satu cara mengetes kemampuan pendengaran
seseorang. Ada beberapa tipe audiogram, yaitu :
a. Pre-employment/preplacement/baseline, bagi para karyawan yang baru
mulai bekerja di tempat bising.
31
Universitas Sumatera Utara
b. Annual monitoring, yaitu pemeriksaan berkala bagi para pekerja yang
terpajan bising lebih dari nilai ambang batas.
c. Exit, diperuntukkan bagi pekerja yang pindah/keluar dari tempat kerja yang
bising, atau saat pensiun.
4. Evaluasi dan Dokumentasi
Menurut Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI (2006), evaluasi
program ditujukan untuk mengevaluasi hasil program-program konservasi,
dengan sasaran:
a. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya, misalnya
pelatihandan
penyuluhan,
kesertaan
supervisor
dalam
program,
pemeriksaan masing-masing area untuk meyakinkan apakah semua
komponen program telah dilaksanakan
b. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada daerah lain yang
perlu dikontrol lebih lanjut
c. Kontrol engineering dan administratif
d. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya, bandingkan data
audiogram dengan baseline untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan
program
e. APD yang digunakan
5. Audit Program
Audit ini diperuntukkan bagi semua rangkaian kegiatan program
konservasi pendengaran dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :
32
Universitas Sumatera Utara
a. Audit Eksternal, dapat dilakukan program audit oleh pihak luar untuk
mengetahui cost-effectiveness dan cost-benefit dari program konservasi
pendengaran
b. QQ program (Quality Qontrol Program) dilakukan secara internal, terus
menerus untuk menilai efektivitas program konservasi pendengaran.
2.3.8. Peraturan Perundang-Undangan
Terdapat cukup banyak peraturan perundang-undangan nasional yang
menjadi dasar dasar dari pengaturan kebisingan di tempat kerja. Peraturan
perudang-undangan tersebut antara lain adalah Undang-Undang No.23 tahun 1992
tentang Kesehatan, teruatam pasal 23 mengenai kesehatan kerja. Selain itu, ada
juga Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 mengenai Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Lingkungan Kerja.
Indonesia menetapkan Nilai Ambang Batas kebisingan sebesar 85 dBA
untuk waktu pemajanan 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, dengan Exchange
Rate sebesar 3 dB(A). Nilai tersebut mengadopsi dari Threshold Limit Value-Time
Weighted Average (TLV-TWA) yang ditetapkan oleh American Conference of
Governmental Industrial Hygienist (ACGIH).
33
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Kerangka konsep
Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat
digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Tingkat kebisingan
operator turbin
Keluhan kesehatan
Nonauditory pada pekerja
ruang dan di sekitar ruangan :
1. Gangguan
komunikasi.
2. Gangguan fisiologis.
3. Gangguan psikologis.
PERMEN TENAGA
KERJA DAN
TRASMIGRASI NO
PER.13/MEN/X/2011
NAB FAKTOR
ADA
TIDAK
ADA
Kategori tidak
baik apabila
hasil ukur
kebisingan > 85
dB
Kategori baik
apabila hasil
ukur kebisingan
≤ 85 dB
34
Universitas Sumatera Utara
Download