(Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus

advertisement
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis),
NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN KLUWIH (Artocarpus camansi)
TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7
Pratiwi Widowati dan Haryoto
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
E-mail : [email protected]
Abstrak
Tanaman genus Artocarpus secara tradisional telah digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit
seperti kanker, sirosis, malaria, hipertensi dan diabetes. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
aktivitas sitotoksik dari ekstrak methanol daun sukun, nangka dan kluwih terhadap sel kanker
payudara MCF-7. Penyarian ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dan pelarut metanol. Uji
fitokimia dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis menggunakan fase diam silika GF-254 dan
fase gerak etil asetat : n-heksan (2:8). Uji aktivitas antikanker dilakukan dengan MTT assay dengan
konsentrasi sampel masing-masing sebesar 500, 250, 125, 62,5 dan 31,25 µg/mL. Pembacaan hasil
uji menggunakan ELISA reader. Uji fitokimia menunjukkan adanya kandungan senyawa tanin dan
alkaloid pada ketiga ekstrak. Hasil uji sitotoksik menunjukkan ketiga ekstrak memiliki aktivitas
sitotoksik dengan potensi yang lemah pada sel kanker payudara MCF-7 dengan urutan potensi sukun
> kluwih > nangka dengan nilai IC50 berturut-turut sebesar 120,85 ; 339,46 dan 530,88 µg/mL.
Kata kunci : ekstrak, KLT, sitotoksik, MTT, MCF-7, IC50
Kanker
merupakan
penyebab
kematian dengan urutan ke-2 di dunia dengan
persentase sebesar 13% setelah penyakit
kardiovaskular (Kemenkes, 2014). Data IARC
(International Agency for Research on Cancer)
tahun 2012 menunjukkan kanker payudara
merupakan penyakit kanker dengan persentase
kasus baru tertinggi, yaitu sebesar 43,3% dan
persentase
kematian
sebesar
12,9%
(Kemenkes, 2015). Pengobatan kanker
payudara dengan kemoterapi merupakan
pilihan potensial yang banyak dipilih oleh
penderita kanker di Indonesia. Namun,
pengobatan kanker menggunakan agen
kemoterapi
mengakibatkan
kegagalan
pengobatan
karena
obat
cenderung
menimbulkan resistensi terhadap sel kanker itu
sendiri (Stærk et al., 2002). Eksplorasi bahan
herbal merupakan upaya untuk menemukan
agen kemoterapi antikanker yang mempunyai
daya sitotoksik tinggi dan mempunyai efek
samping yang rendah.
telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak
metanol daun sukun (Artocarpus altilis)
mengandung sejumlah flavonoid yaitu geranyl
dihydrochalcones yang terbukti mempunyai
aktivitas sitotoksik pada sejumlah sel kanker
seperti pada sel adenocarcinoma (SPC-A-1),
sel kanker kolon (SW-480), dan sel kanker
hepatocellular (SMMC-7721) (Wang et al.,
2007). Penelitian lain menyebutkan bahwa
ekstrak metanol kayu nangka (Artocarpus
heterophyllus) mempunyai efek sitotoksik
terhadap sel B16 melanoma dengan IC50
sebesar 10,3 µM dan 12,5 µM pada senyawa
artocarpin dan crudaflavon B (Arung et al.,
2010). Tanaman lain yang juga telah diteliti
aktivitas sitotoksiknya adalah kluwih. Ekstrak
etanol daun kluwih menunjukkan aktivitas
sitotoksik pada sel kanker kolon HCT116
dengan IC50 sebesar 38,18 μg/ml (Tantengco
and Jacinto, 2015). Menurut Saravanan et al.,
(2014) beberapa senyawa dari bahan herbal
seperti flavonoid terbukti berpotensi untuk
dikembangkan menjadi agen kemoterapi
antikanker khususnya pada kanker payudara.
Beberapa tanaman yang dapat
dikembangkan sebagai agen kemoterapi
antikanker adalah tanaman genus Artocarpus
(sukun, nangka dan kluwih). Penelitian yang
Berdasarkan
pada
penelitianpenelitian di atas, maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui aktivitas
antikanker ekstrak metanol daun sukun
THE 5TH URECOL PROCEEDING
803
PENDAHULUAN
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
(Artocarpus altilis), nangka (Artocarpus
heterophyllus) dan kluwih (Artocarpus
camansi) terhadap sel kanker payudara MCF-7
serta mengetahui kandungan senyawa yang
terdapat dalam ketiga ekstrak tersebut. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk
pengembangan agen kemoterapi antikanker
yang lebih baik.
METODE PENELITIAN
Preparasi sampel simplisia. Sampel daun
sukun, nangka dan kluwih didapatkan dari
Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Daun
dicuci bersih dan diangin-anginkan sampai
air yang menempel pada daun hilang,
kemudian dijemur dibawah sinar matahari
selama 4-5 hari sampai kering (simplisia).
Simplisia diserbuk dan ditimbang hasilnya
Ekstraksi simplisia daun. Serbuk simplisia
sebanyak 200 gram direndam (maserasi)
menggunakan 750 mL metanol selama 24
jam, kemudian disaring dengan vakum
Buchner dan didapatkan larutan. Larutan
tersebut dievaporasi sampai dihasilkan
ekstrak kental. Ampas diremaserasi
sebanyak 4x dengan perlakuan yang sama.
Hasil evaporasi dipindah ke dalam cawan
porselen dan diletakkan di atas waterbath
untuk menguapkan sisa pelarut dan
mendapatkan ekstrak kental.
18 February 2017
dibuang, kemudian ditambahkan 100 µL
sampel dalam tiap sumuran dengan variasi
kadar 500, 250, 125, 62,5 dan 31,25 µg/mL.
Selanjutnya plate 96 diinkubasi dalam
inkubator CO2 5% selama 48 jam pada suhu
37ºC. Pada akhir inkubasi, media pada
masing-masing sumuran dibuang kemudian
ditambahkan 100 µL MTT 5mg/ mL dalam
PBS. Plate 96 diinkubasi lagi selama 2-4 jam
dalam inkubator CO2 5% dengan suhu 37ºC.
Sel hidup akan bereaksi dengan MTT (3(4,5-dimetiltiazol-2il)-2,5-difenil
tetrazolium bromida) membentuk formazan
yang berwarna ungu. Reaksi pembentukan
formazan dihentikan dengan penambahan
100 µL larutan SDS (Sodium Dodecyl
Sulphate) 10% dalam HCl 0,01N ke dalam
masing-masing sumuran, lalu dibungkus
kertas dan disimpan selama semalam pada
suhu kamar di tempat yang gelap. Pada akhir
masa inkubasi serapan dibaca dengan ELISA
reader pada panjang gelombang 594 nm.
Persentase sel hidup dihitung melalui data
absorbansi sel kemudian dibuat kurva
hubungan log konsentrasi versus nilai % sel
hidup dan dihitung harga IC50-nya.
Absorbansi yang didapat dari pembacaan
dengan ELISA reader digunakan untuk
menghitung persentase sel hidup dengan
rumus :
%
Uji skrining fitokimia. Optimasi fase gerak
dilakukan dengan 5 perbandingan fase gerak
(etil asetat : n-heksan) yaitu (5:5), (4:6),
(3:7), (2:8) dan (1:9). Masing-masing ekstrak
ditotolkan pada plat KLT dan dimasukkan
dalam chamber berisi fase gerak yang
optimal dan telah dijenuhkan. Elusi
dilakukan dengan fase gerak optimal nheksan : etil asetat (2:8). Plat kemudian
disemprot untuk melihat kandungan senyawa
secara kualitatif dengan beberapa reagen
yaitu reagen dragendorff untuk deteksi
alkaloid, FeCl3 untuk deteksi tanin dan
sitroborat untuk deteksi flavonoid (Saifudin,
2014).
UAD, Yogyakarta
sel
hidup
x 100%
Selanjutnya dibuat persamaan garis : y =
Bx + A, dengan y = % sel hidup dan x =
log konsentrasi (dibuat grafik log
konsentrasi versus persentase sel hidup
dan dihitung regresi liniernya). Untuk
memperoleh nilai IC50 dimasukkan y = 50
pada persamaan regresi linier dan dicari x
nya kemudian dihitung antilog dari
konsentrasi tersebut (CCRC, 2013). Nilai
IC50 menunjukkan konsentrasi yang dapat
menyebabkan kematian 50% dari
populasi.
Uji sitotoksik. Suspensi sel sebanyak 100
µL dimasukkan ke dalam plate 96 dan
diinkubasi selama 24-48 jam dalam
inkubator CO2 5%. Pada akhir inkubasi,
media pada masing-masing sumuran
THE 5TH URECOL PROCEEDING
=
(Absorbansi perlakuan−Absorbansi kontrol media)
(Absorbansi kontrol sel−Absorbansi kontrol media)
804
ISBN 978-979-3812-42-7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ekstraksi simplisia dengan
methanol menghasilkan rendemen sebesar
10,39% untuk ekstrak daun nangka, 11,85%
untuk daun sukun dan 10,60% untuk daun
kluwih. Hasil optimasi fase gerak pada uji
pendahuluan adalah perbandingan etil asetat :
n-heksan (2:8). Fase diam yang digunakan
untuk analisis adalah silica GF-254 yang
mampu
berfluoresensi
pada
panjang
gelombang 254 nm. Uji skrining fitokimia
dilakukan untuk senyawa flavonoid, tanin dan
alkaloid. Hasil analisis KLT menunjukkan
ekstrak metanol daun sukun, nangka dan
kluwih mengandung tanin pada deteksi dengan
reagen semprot FeCl3. Hasil positif ditandai
dengan adanya bercak berwarna abu-abu pada
sinar tampak (Saifudin, 2014). Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Pradhan et al.
(2012) yang menunjukkan adanya senyawa
tanin dalam ekstrak metanol daun sukun. Hasil
penelitian Moura Burci et al. (2015)
menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat nangka
mempunyai kandungan tanin, sehingga hasil
tersebut sesuai dengan penelitian ini karena
senyawa tanin juga dihasilkan pada uji
fitokimia ekstrak tetapi pelarut yang digunakan
adalah metanol. Hasil deteksi dengan reagen
semprot Dragendorff menunjukkan ekstrak
metanol daun sukun, nangka dan kluwih positif
mengandung alkaloid yang ditunjukkan
dengan bercak berwarna kecoklatan pada sinar
tampak (Saifudin, 2014). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Khan et al. (2003)
yang menghasilkan senyawa alkaloid dalam
ekstrak metanol daun nangka. Penelitian yang
dilakukan oleh Tehubijuluw and Tenggara
(2013) menyatakan bahwa ekstrak metanol
daun sukun mengandung alkaloid yang sejalan
dengan penelitian ini. Deteksi dengan reagen
semprot sitroborat menunjukkan hasil yang
negatif terhadap senyawa flavonoid dalam
ekstrak metanol daun sukun, nangka dan
kluwih. Hasil yang positif ditandai dengan
adanya bercak berwarna kuning-kehijauan
pada UV 366 nm (Markham, 1988). Hasil
penelitian Apsari (2007) menunjukkan adanya
senyawa flavonoid dalam ekstrak metanol kulit
batang kluwih, sehingga hasilnya berbeda
dengan penelitian ini. Hal ini disebabkan
karena bagian tanaman yang digunakan
berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
(Mohan et al., 2012) menyatakan bahwa
senyawa alkaloid mempunyai aktivitas sebagai
agen antikanker dengan menghambat enzim
topoisomerase yang terlibat dalam replikasi
DNA, menginduksi apoptosis dan ekspresi gen
p53.
Uji sitotoksik dilakukan dengan
melarutkan ekstrak dalam DMSO. Kadar akhir
DMSO yang digunakan adalah 0,01% v/v.
Secara teori penggunaan DMSO pada
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan
kematian sel. Namun, penelitian oleh
Jamalzadeh et al. (2016) menyatakan
penggunaan DMSO hingga konsentrasi 0,5%
v/v tidak mempengaruhi viabilitas sel MCF-7.
Pengamatan morfologi sel menunjukkan tidak
adanya perbedaan antara kontrol sel MCF-7
dan kontrol perlakuan DMSO. Hasil uji ekstrak
metanol daun sukun, nangka dan kluwih
memperlihatkan nilai IC50 sebesar 120,85 ;
530,88 dan 339,46 μg/mL (Tabel 1). Perubahan
morfologi sel terjadi karena perlakuan ekstrak.
Secara teori hubungan antara persentase sel
hidup dan konsentrasi ekstrak merupakan suatu
hubungan yang berbanding terbalik. Semakin
rendah konsentrasi ekstrak yang diberikan
maka semakin tinggi persentase sel hidup
(fenomena dose dependent) (Khademvatan et
al., 2016; Shiezadeh et al., 2013). Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya fenomena
dose dependent (Gambar 1).
% sel hidup
THE 5TH URECOL PROCEEDING
100
80
ekstrak daun
sukun
60
40
20
0
ekstrak daun
nangka
0
200
400
ekstrak daun
kluwih
konsentrasi (μg/mL)
Gambar 1. Hubungan konsentrasi ekstrak
metanol daun sukun, nangka dan kluwih
dengan persentase sel hidup MCF-7
Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa ekstrak metanol daun sukun
mempunyai aktivitas sitotoksik yang paling
tinggi dibandingkan dengan ekstrak nangka
dan kluwih. Berdasarkan kriteria dari United
805
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
States National Cancer Institute, suatu
senyawa diklasifikasikan mempunyai efek
sitotoksik yang potensial jika nilai IC50 ≤ 20
μg/mL. Melihat hasil perolehan nilai IC50 pada
penelitian ini, dapat dikatakan bahwa tiga
ekstrak dari genus Artocarpus ini memiliki
UAD, Yogyakarta
aktivitas sitotoksik yang lemah terhadap sel
kanker payudara MCF-7 dengan urutan
potensi sebagai berikut, ekstrak sukun >
kluwih > nangka. Hasil penelitian ini
menunjukkan perbedaan dengan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya (Tabel 1).
Tabel 1. Data uji sitotoksik pada penelitian terdahulu
Jenis
tanaman
Bagian
tanaman
Pelarut
Jenis sel kanker
Kandungan
senyawa
IC50
Pustak
a
Geranil
dihidrokalkon
28,14
µM
34,62
µM
49,86
µM
Wang
et al.,
2007
SPC-A-1
(adenocarsinoma)
Daun
Metanol
SMMC-7721
(hepatocelullar)
Sukun
Kulit kayu
Nangka
SW-480 (kolon)
Dieter etil
T47D
Artocarpin
6,19
µg/mL
Etanol
H460 (paru-paru)
PC-3 (prostat)
Artocarpin
7,9 µM
8,3 µM
Metanol
A549 (paru-paru)
Flavonoid
35,26
µg/mL
Daun
38,18
µg/mL
HCT116 (kolon)
Kluwih
Daun
Etanol
_
MCF-7 (payudara)
Melihat data tersebut, penelitian ini
mempunyai nilai IC50 yang jauh berbeda
dengan penelitian terdahulu. Hal ini
disebabkan karena jenis sel kanker yang
digunakan untuk uji sitotoksik berbeda, selain
itu bagian tanaman dan pelarut ekstraksi yang
digunakan juga berbeda. Kandungan senyawa
yang berpotensi menimbulkan aktivitas
sitotoksik pada penelitian terdahulu adalah
flavonoid dan turunannya. Senyawa tersebut
tidak ditemukan pada penelitian ini, sehingga
hasil perolehan IC50-nya berbeda.
b. Ekstrak metanol daun sukun,
nangka dan kluwih mempunyai
nilai IC50 masing-masing sebesar
120,85 ; 530,88 dan 339,46
µg/mL.
c. Golongan
senyawa
yang
terkandung
dalam
ekstrak
metanol daun sukun, nangka dan
kluwih adalah alkaloid dan tanin.
Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka dapat
disarankan sebagai berikut :
a. Perlu dilakukan uji sitotoksik
menggunakan tanaman yang
masih
dalam
satu
genus
Artocarpus.
b. Perlu dilakukan uji sitotoksik
pada jenis sel kanker yang
berbeda menggunakan bagian
tanaman lain dari tanaman sukun,
nangka dan kluwih.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah
dituliskan, maka kesimpulan pada
penelitian ini adalah :
a. Ekstrak metanol daun sukun,
nangka dan kluwih mempunyai
aktivitas sitotoksik terhadap sel
kanker payudara MCF-7 dengan
potensi lemah.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
9,58
µg/mL
Arung
et al.,
2009
Di,
2013
Patel
and
Patel,
2011
Tanten
gco
and
Jacinto
, 2015
806
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
REFERENSI
Apsari K., 2007, Isolasi dan Karakterisasi
Senyawa Kimia Dari Ekstrak n-heksan
Kulit Batang Kluwih (Artocarpus altilis
Park) Serta Efek Sitotoksiknya Terhadap
Sel HeLa, Phytochemistry, 7 (2), 45–51.
Arung E.T., Yoshikawa K., Shimizu K. and
Kondo R., 2010, Isoprenoid-substituted
Flavonoids from Wood of Artocarpus
heterophyllus on B16 Melanoma Cells :
Cytotoxicity and Structural Criteria,
Fitoterapia, 81 (2), 120–123.
CCRC, 2013, Uji Sitotoksik Metode MTT,
Terdapat
di:
http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/ [Diakses
pada 15 Mei 2016].
Haidara K., Zamir L., Shi Q. and Batist G.,
2005, The flavonoid Casticin has
multiple
mechanisms
of
tumor
cytotoxicity action, Cancer Letters, 1–
11.
Haryoto, 2013, Teknik Uji Hayati Untuk
Pengembangan Obat (TUHPO), Fairuz
Media, Surakarta.
Jamalzadeh L., Ghafoori H., Sariri R., Rabuti
H., Nasirzade J., Hasani H. and
Aghamaali M.R., 2016, Cytotoxic
Effects of Some Common Organic
Solvents on MCF-7, RAW-264.7 and
Human Umbilical Vein Endothelial
Cells, Avicenna Journal of Medical
Biochemistry, In press.
Khademvatan S., Eskandari A., Saki J.,
Foroutan-Rad M., Khademvatan S.,
Eskandari A., Saki J. and Foroutan-Rad
M., 2016, Cytotoxic Activity of
Holothuria leucospilota Extract Against
Leishmania infantum In Vitro, Advances
in Pharmacological Sciences, 2016, 1–6.
Khan M.R., Omoloso A.D. and Kihara M.,
2003,
Antibacterial
Activity
of
Artocarpus heterophyllus, Fitoterapia,
74 (5), 501–505.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi
Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata, 15, Penerbit ITB,
Bandung.
Mohan K., Jeyachandran R. and Mohan
Assistant Professor K., 2012, Alkaloids
as Anticancer Agents, Annals of
Phytomedicine, 1 (1), 46–53.
Moura Burci L., Bezerra da Silva C., de
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
Oliveira M., Dalarmi L., Maria
Warumby Zanin S., Gomes Miguel O.,
de Fátima Gaspari Dias J. and Dallarmi
Miguel M., 2015, Determination of
Antioxidant,
Radical
Scavenging
Activity and Total Phenolic Compounds
of Artocarpus heterophyllus (Jackfuit)
Seeds Extracts, Journal of Medicinal
Plants Research, 8 (40), 1013–1020.
Pradhan C., Mohanty M. and Rout A., 2012,
Phytochemical
Screening
and
Comparative Bioefficacy Assessment of
Artocarpus altilis Leaf Extracts for
Antimicrobial Activity, Frontiers in Life
Science, 6 (3–4), 71–76.
Saifudin A., 2014, Senyawa Alam Metabolit
Sekunder (Teori, Konsep, dan Teknik
Pemurnian), Deepublish, Yogyakarta.
Saravanan R., Brindha P. and Ramalingam S.,
2014, A Review on the Role of
Phytoconstituents in Breast Cancer Cells,
International Journal of PharmTech
Research, 6 (2), 799–808.
Shiezadeh F., Mousavi S.H., Amiri M.S.,
Iranshahi M., Tayarani-Najaran Z. and
Karimi G., 2013, Cytotoxic and
Apoptotic
Potential
of
Rheum
turkestanicum Janisch Root Extract on
Human Cancer and Normal Cells.,
Iranian journal of pharmaceutical
research : IJPR, 12 (4), 811–9.
Tantengco O.A.G. and Jacinto S.D., 2015,
Cytotoxic Activity of Crude Extracts and
Fractions from Premna odorata
(Blanco), Artocarpus camansi (Blanco)
and Gliricidia sepium (Jacq.) Against
Selected Human Cancer Cell lines, Asian
Pacific Journal of Tropical Biomedicine,
5 (12), 1037–1041.
Tehubijuluw H. and Tenggara A., 2013,
Screening Of Phytochemicals and
Bioactivity Test of The Leaves
Breadfruit (Artocarpus altilis), Ind. J.
Chem. Res., 1, 28–32.
Wang Y., Xu K., Lin L., Pan Y. and Zheng X.,
2007, Geranyl Flavonoids from The
Leaves
of
Artocarpus
altilis,
Phytochemistry, 68 (9), 1300–1306.
808
ISBN 978-979-3812-42-7
Download