gubernur sumatera barat peraturan daerah provinsi

advertisement
GUBERNUR SUMATERA BARAT
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 3 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SUMATERA BARAT,
Menimbang
: a. bahwa pasar rakyat merupakan tempat interaksi para pelaku
ekonomi usaha mikro dan kecil untuk melakukan kegiatan usaha
dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat;
b. bahwa
dalam
rangka
membangun
dan
mengembangkan
perekonomian masyarakat, maka pasar rakyat perlu dibina dan
diberdayakan agar dapat berkembang dan bersaing serta bersinergi
dengan toko swalayan sesuai dengan peraturan perundangundangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat;
Mengingat
: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan
Undang-Undang
Darurat
Nomor
19
Tahun
1957
tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat,
Jambi dan Riau Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1646);
1
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4866);
6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor
5679);
9. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5601);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan
dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara
2
Republik Indonesia Nomor 3743 );
12. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5404);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
14. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko
Modern;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Pasar Desa;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional;
17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013
tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebagaimana telah diubah
dengan
Peraturan
Menteri
Perdagangan
Nomor
56/M-
DAG/PER/9/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
dan Toko Modern;
18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 61/M-DAG/PER/8/2015
tentang
Pedoman
Pembangunan
dan
Pengelolaan
Sarana
Perdagangan;
19. Peraturan
Menteri
Koperasi
dan
UKM
Nomor
10/Per/M.KUMK/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi;
20. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 8 Tahun 2015
tentang Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian Jalan (Lembaran
Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 115);
3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SUMATERA BARAT
dan
GUBERNUR SUMATERA BARAT
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR
RAKYAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
2. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi Sumatera Barat.
4. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Sumatera Barat.
5. Nagari/Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
6. Pemerintah Nagari/Desa adalah Wali Nagari/Kepala Desa dibantu perangkat nagari/desa
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
7. Pembinaan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pasar rakyat.
8. Pemberdayaan Pasar Rakyat yang selanjutnya disebut Pemberdayaan Pasar adalah
segala upaya Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam
melindungi keberadaan Pasar Rakyat agar mampu berkembang lebih baik untuk dapat
bersaing dengan pusat perbelanjaan dan toko swalayan.
9. Perlindungan adalah segala upaya Pemerintah Daerah dalam melindungi pasar rakyat,
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat dengan
pasar modern, toko modern dan sejenisnya, sehingga tetap eksis dan mampu
berkembang menjadi lebih baik sebagai layaknya suatu usaha.
4
10. Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan
Usaha Besar.
11. Pasar Rakyat yang selanjutnya disebut Pasar adalah pasar yang dibangun dan dikelola
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah
Nagari/Desa, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang
dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi
dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar menawar.
12. Pasar Serikat adalah pasar yang dimiliki oleh dua nagari atau lebih;
13. Pengelolaan Pasar Rakyat yang selanjutnya disebut dengan Pengelolaan Pasar adalah
penataan Pasar Rakyat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian Pasar
Rakyat.
14. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat
daerah pada pemerintah kabupaten/kota yang membidangi Pasar.
15. Izin prinsip adalah izin yang harus diajukan oleh dan diberikan kepada orang pribadi
atau badan dan diperoleh sebelum dilakukan pendirian/pembangunan Pasar Rakyat,
yang berfungsi sebagai dasar penerbitan perizinan lain yang terkait dengan
pendirian/pembangunan Pasar Rakyat.
16. Surat Izin Penempatan adalah izin yang harus diajukan oleh dan diberikan kepada
orang pribadi/pedagang, yang telah memenuhi persyaratan dan diperbolehkan untuk
menempati tempat usaha dagang.
17. Usaha Mikro dalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan.
18. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar.
19. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan.
5
20. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Pasal 2
Pengelolaan Pasar Rakyat dilaksanakan berdasarkan atas asas:
a. kekeluargaan;
b. kemanusiaan;
c. keadilan;
d. kemitraan;
e. ketertiban
f. kepastian hukum;
g. kelestarian lingkungan; dan
h. persaingan usaha yang sehat.
Pasal 3
Peraturan
Daerah
ini
dimaksudkan
sebagai
pedoman
bagi
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa dalam mengelola dan memberdayakan Pasar.
Pasal 4
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:
a. meningkatkan kualitas manajemen Pengelolaan Pasar;
b. menciptakan Pasar yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat;
c. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;
d. memperkuat peran Pasar sebagai penggerak sarana perekonomian masyarakat;
e. menciptakan Pasar yang berdaya saing dengan pusat perbelanjaan dan toko swalayan;
dan
f. memberikan perlindungan hukum terhadap Pasar, pengelola dan pedagang Pasar.
Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi:
a. Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar oleh Pemeritah Daerah, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa; dan
b. Pembinaan dan Pemberdayaan terhadap Pengelolaan Pasar oleh Kerapatan Adat Nagari
atau sebutan lainnya dan Koperasi.
6
BAB II
PENGELOLAAN PASAR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Pengelolaan Pasar meliputi:
a. perencanaan;
b. penetapan lembaga pengelola;
c. pelaksanaan; dan
d. pengendalian dan evaluasi.
Pasal 7
(1) Untuk mencapai Pengelolaan Pasar yang lebih berdaya guna dan berhasil guna dapat
dilaksanakan pembangunan, revitalisasi, penghapusan dan/atau pemindahan lokasi.
(2) Pembangunan, revitalisasi, penghapusan dan/atau pemindahan lokasi Pasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan peruntukan tata ruang dan
pertumbuhan ekonomi daerah.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 8
(1) Perencanaan Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
a. rencana fisik; dan
b. rencana non fisik.
(2) Rencana fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penentuan lokasi.
b. penyediaan fasilitas bangunan dan tata letak Pasar; dan
c. sarana pendukung.
(3) Rencana non fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan sesuai dengan standar operasional dan prosedur yang ditetapkan.
(4) Standar operasional dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
a. sistem penarikan retribusi;
b. sistem keamanan dan ketertiban;
c. sistem kebersihan dan pengamanan sampah;
d. sistem perpakiran;
e. sistem pemeliharan sarana Pasar;
7
f. sistem penteraan; dan
g. sistem penanggulangan kebakaran.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan Pasar sebagaimana dmaksud pada ayat
(1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 9
(1) Sarana pendukung Pasar terdiri atas:
a. kantor Pengelola Pasar;
b. area parkir;
c. tempat pembuangan sampah sementara/sarana pengelolaan sampah;
d. air bersih;
e. sanitasi/drainase;
f. tempat ibadah;
g. toilet umum;
h. pos keamanan;
i. tempat pengelolaan limbah/Instalasi Pengelolaan Air Limbah;
j. hidran dan fasilitas pemadam kebakaran;
k. penteraan
l. sarana komunikasi; dan
m. area bongkar muat dagangan.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari
bantuan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan
Pemerintah Nagari/Desa dalam bentuk hibah atau bantuan sosial.
Bagian Ketiga
Penetapan Lembaga Pengelola
Paragraf 1
Umum
Pasal 10
Pasar dikelola oleh:
a. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
b. Pemerintah Nagari/Desa;
c. Kerapatan Adat Nagari atau sebutan lainnya; dan
d. Koperasi.
8
Pasal 11
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan Pengelolaan Pasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, Bupati/Walikota dapat menunjuk dan menetapkan SKPD.
Pasal 12
Pemerintah Nagari/Desa dalam melakukan Pengelolaan Pasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf b, Wali Nagari/Kepala Desa dapat menunjuk dan menetapkan Perangkat
Nagari/Desa.
Pasal 13
Ketentuan mengenai Pengelolaan Pasar yang dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari atau
sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diatur dengan Peraturan
Nagari/Peraturan Desa.
Pasal 14
Ketentuan mengenai Pengelolaan Pasar yang dilakukan oleh Koperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 huruf d diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 15
(1) Pengelolaan Pasar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Nagari/Desa,
dan Kerapatan Adat Nagari atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 huruf a, huruf b, dan huruf c, Bupati/Walikota, Wali Nagari/Kepala Desa, dan
Ketua
Kerapatan
Adat
Nagari
dapat
menunjuk
serta menetapkan
Koperasi,
lembaga/pihak ketiga lainnya sebagai Pengelola Pasar.
(2) Penunjukan dan penetapan Koperasi sebagai Pengelola Pasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk kerjasama dengan pola:
a. bangun serah guna;
b. bangun guna serah; dan
c. kerjasama pemanfaatan lainnya
(3) Ketentuan mengenai penunjukan dan penetapan Koperasi sebagai Pengelola Pasar oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
Pemerintah Nagari/Desa, dan Kerapatan Adat
Nagari atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
9
Pasal 16
(1) Koperasi yang akan melaksanakan Pengelolaan Pasar wajib memenuhi persyaratan yang
terdiri atas:
a. koperasi primer yang telah berbadan hukum dan memiliki anggaran dasar koperasi;
b. telah melaksanakan rapat anggota tahunan 2 (dua) kali berturut- turut;
c. berkedudukan di nagari/desa dan kelurahan yang sama atau berdekatan dengan lokasi
Pasar;
d. mempunyai anggota pedagang yang dikategorikan pengusaha mikro, kecil, dan
menengah yang beraktifitas dalam Pasar;
e. koperasi yang salah satu usahanya bergerak di bidang perdagangan; dan
f. mempunyai karyawan yang memiliki kecakapan dan kompetensi dalam pengelolaan
Pasar.
(2) Pengelolaan Pasar dilaksanakan oleh Koperasi secara otonom dan terpisah dari unit
usaha lainnya.
Paragraf 2
Struktur Organisasi
Pasal 17
(1) Struktur organisasi pengelola Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit
terdiri atas:
a. kepala Pasar;
b. pejabat keuangan; dan
c. pejabat teknis lainnya sesuai kebutuhan.
(2) Pembentukan struktur organisasi pengelola Pasar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 3
Hak, Kewajiban, dan Larangan Pengelola Pasar
Pasal 18
Pengelola Pasar mempunyai hak:
a. mengelola dan menata serta memperoleh perlindungan dalam Pengelolaan Pasar; dan
b. melakukan kerjasama dan kemitraan dengan badan usaha lainnya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan Pasar dengan prinsip saling menguntungkan.
10
Pasal 19
(1) Pengelola Pasar wajib:
a. menyediakan fasilitas Pasar yang bersih, sehat, aman, tertib dan ruang publik yang
nyaman;
b. membagi blok tempat usaha sesuai dengan penggolongan jenis barang dagangan,
dengan kelengkapan dan kecukupan sistem pendanaan, penerangan, dan sirkulasi
udara baik buatan maupun alami;
c. menyediakan sarana dan prasarana;
d. memfasilitasi terwujudnya kualitas dan kuantitas barang dagangan baik dari segi
kesehatan termasuk keamanan pangan, ukuran dan timbangan serta kehalalan
barang dagangan bagi konsumen;
e. menjamin pemenuhan hak pedagang;
f. melakukan pengawasan terhadap pedagang;
g. menjalin kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi untuk
penyelenggaraan usaha pasar skala besar, menengah dan kecil;
h. meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin kenyamanan konsumen;
i.
menjaga keamanan dan ketertiban tempat usaha;
j.
memelihara kebersihan, keindahan lokasi dan kelestarian lingkungan tempat usaha;
k. mencegah setiap orang yang melakukan kegiatan perjudian dan perbuatan lain yang
melanggar kesusilaan serta ketertiban umum;
l.
mencegah penggunaan tempat usaha untuk kegiatan peredaran pemakaian minuman
keras, obat-obatan terlarang serta barang-barang terlarang lainnya;
m. menyediakan sarana kesehatan, sarana persampahan dan drainase, kamar mandi
dan toilet serta fasilitas ibadah;
n. menyediakan alat pemadam kebakaran yang siap pakai dan mencegah kemungkinan
terjadinya bahaya kebakaran;
o. menerbitkan dan mencantumkan daftar harga yang ditulis dalam rupiah;
p. menyampaikan laporan kegiatan usaha kepada Pemerintah Kabupaten/Kota,
Pemerintah Nagari/ Desa, dan Kerapatan Adat Nagari atau sebutan lainnya; dan
q. melarang pedagang untuk bertransaksi di fasilitas umum di sekitar lokasi Pasar.
(2) Pengelola Pasar yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
pencabutan sementara izin usaha;
c.
pencabutan tetap izin usaha; dan
d.
denda administrasi.
11
Pasal 20
(1) Pengelola Pasar dilarang:
a. menambah atau merubah bentuk konstruksi bangunan kios dan/atau los yang sudah
ada tanpa izin; dan/atau
b. menggunakan fasilitas umum untuk pedagang.
(2) Pengelola Pasar yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:
a. teguran tertulis;
b. pencabutan sementara izin usaha;
c. pencabutan tetap izin usaha; dan
d. denda administrasi.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penerapan sanksi administratif
kepada Pengelola Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Keempat
Pelaksanaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 22
(1) Pengelola Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga untuk:
a. pembangunan Pasar baru;
b. rehabilitasi/revitalisasi Pasar lama; dan/atau
c. Pengelolaan Pasar.
(2) Kerjasama Pengelola Pasar dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan dengan pola:
a. bangun serah guna;
b. bangun guna serah; dan
c. kerjasama pemanfaatan lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama yang dilakukan oleh pengelola Pasar dengan
pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
12
Paragraf 2
Perizinan
Pasal 23
(1) Setiap pedagang
yang menempati toko/kios/los pada Pasar wajib memiliki SIP yang
diberikan oleh Pengelola Pasar.
(2) Untuk memperoleh SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pedagang mengajukan
permohonan secara tertulis kepada pengelola Pasar dengan melampirkan persyaratanpersyaratan yang terdiri atas:
a. foto copi KTP;
b. foto copi KK;
c. pas foto;
d. surat izin penempatan yang lama apabila terjadi pemindahan hak;
e. foto copi Kartu Retribusi Pasar;
f. surat penyerahan toko/kios/los apabila terjadi pemindahan hak; dan
g. tanda lunas retribusi.
(3) SIP berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Permohonan perpanjangan SIP diajukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa
berlaku SIP lama berakhir.
(5) Setiap pemindahan hak penempatan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari
Pengelola Pasar dengan melengkapi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Apabila pedagang tidak menempati toko/kios/los paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat teguran dari pengelola Pasar kepada Pedagang, SIP Pedagang dicabut oleh
Pengelola Pasar.
(7) Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan administrasi penempatan pedagang pada
Pasar diatur dengan peraturan Pengelola Pasar Rakyat.
Paragraf 3
Hak, Kewajiban, dan Larangan Pedagang Pasar
Pasal 24
Pedagang Pasar mempunyai hak:
a. mendapatkan jaminan fasilitas Pasar yang bersih, aman, dan nyaman untuk melakukan
usaha dari pihak pengelola Pasar;
b. mendapatkan pelayanan dan penataan adil, transparan dan proporsional;
c. mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan, penataan, pembinaan dan
pemberdayaan;
d. mendapatkan jaminan perlindungan dan kepastian hukum dalam melakukan usaha;
13
e. mempunyai hak untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat yang bebas
dari tekanan pihak manapun;
f. mendapatkan jaminan perbaikan atas kerusakan fasilitas Pasar di luar kesalahan
pedagang; dan
g. menjalankan dan mengembangkan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Pedagang dalam menjalankan kegiatan usaha di Pasar wajib:
a. mempergunakan tempat berjualan sesuai dengan fungsinya;
b. menyediakan tempat/bak sampah;
c. menjaga dan memelihara kebersihan toko/kios/los dan lingkungan sekitarnya;
d. menjaga dan memelihara ketertiban dan keamanan Pasar;
e. mencegah kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran;
f. membuang sampah pada TPS;
g. meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin kenyamanan konsumen;
h. membayar biaya rekening listrik;
i. memanfaatkan toko/kios/los sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
j. meletakkan barang dagangan di dalam toko/kios/los; dan
k. membayar retribusi pelayanan pasar.
(2) Pedagang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:
a. teguran tertulis;
b. pencabutan sementara izin pedagang;
c. pencabutan tetap izin pedagang; dan
d. denda administrasi.
Pasal 26
(1) Pedagang Pasar dilarang :
a. melakukan penguasaan barang dan/atau jasa secara monopoli;
b. menggunakan bahu jalan dan/atau jalan umum sebagai tempat berjualan;
c. mengosongkan atau menelantarkan toko/kios/los yang ditempati;
d. menambah, mengurangi dan/atau merubah bentuk konstruksi bangunan toko/kios/los
yang sudah ada;
e. mempergunakan tempat berjualan tidak sesuai dengan peruntukan;
f. meletakan kendaraan bermotor maupun tidak bermotor di lorong-lorong Pasar;
14
g. melakukan usaha dagang yang membahayakan kesehatan, keamanan dan ketertiban
umum serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
h. menjual barang yang kadaluarsa;
i. mengurangi timbangan dan/atau ukuran barang dagangan yang dibeli konsumen;
j. menimbun bahan kebutuhan pokok masyarakat di dalam gudang dalam jumlah yang
melebihi kewajaran untuk tujuan spekulasi;
k. mengalihfungsikan toko/kios/los;
l. melakukan kegiatan bongkar muat yang tidak pada tempatnya;
m.menempatkan grobak di sembarang tempat; dan
n.membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan.
(2) Pedagang Pasar yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:
a. teguran tertulis;
b. pencabutan sementara izin pedagang;
c. pencabutan tetap izin pedagang; dan
d. denda administrasi.
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penerapan sanksi administrasi
kepada Padagang Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kelima
Pengendalian dan Evaluasi
Pasal 28
(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa
melalui SKPD/perangkat Nagari/Desa melakukan pengendalian dan evaluasi Pengelolaan
Pasar.
(2) Pengendalian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. kebijakan Pengelolaan Pasar;
b. pengelola dan pedagang Pasar;
c. pendapatan dan belanja Pengelolaan Pasar; dan
d. sarana dan prasarana Pasar.
(3) Pengendalian dan evaluasi Pengelolaan Pasar yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
15
BAB III
PERLINDUNGAN
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Nagari/Desa
memberikan perlindungan terhadap Pasar dan pedagang.
(2) Perlindungan terhadap Pasar dan pedagang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah,
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, dan
Pemerintah
Nagari/Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:
a. lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan Pasar;
b. kepastian hukum dan jaminan usaha di Pasar dalam aspek lokasi;dan
c. kepastian hukum dalam status hak sewa untuk menjamin keberlangsungan usaha, jika
terjadi musibah yang menghancurkan harta benda yang diperdagangkan.
BAB IV
PEMBERDAYAAN
Pasal 30
(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Nagari/Desa
melakukan Pemberdayaan Pasar yang meliputi:
a. pemberdayaan terhadap Pasar dan pedagang;
b. pemberdayaan terhadap sarana dan prasarana Pasar;
c. pemberian subsidi kepada Pasar;
d. peningkatan kualitas dan pembenahan sarana fisik Pasar;
e. pengembangan Pasar;
f.
memfasilitasi pengembangan sumber daya manusia Pedagang;
g. upaya revitalisasi dalam menciptakan Pasar yang bersih, teratur, nyaman, aman,
memiliki keunikan, dan menjadi citra baik daerah;
h. meningkatkan profesionalisme pengelola Pasar;
i. meningkatkan kompetensi pedagang Pasar; dan/atau
j. fasilitasi kemitraan dan permodalan baik sarana dan prasarana maupun keuangan.
(2) Peningkatan kualitas dan pembenahan sarana fisik Pasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d antara lain:
a. pembenahan tata letak;
b. pengaturan lalu lintas orang dan barang di dalam Pasar;
c. peningkatan kualitas konstruksi;
d. pembenahan sistem air bersih dan limbah;
e. pembenahan sistem elektrikal;
16
f. penggunaan sistem pencegah kebakaran; dan
g. pembenahan sistem penanganan sampah.
(3) Peningkatan profesionalisme pengelola Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
h melalui:
a. penetapan visi, misi dan kebijakan pengembangan Pasar;
b. penerapan manajemen yang profesional;
c. pembentukan struktur organisasi dan uraian tugas yang jelas;dan
d. ketersediaan standar operasional dan prosedur.
(4) Peningkatan kompetensi pedagang Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
antara lain:
a. pembinaan disiplin pedagang dan pembeli;
b. bimbingan kepada para pedagang untuk menarik para pembeli;
c. peningkatan pengetahuan dasar bagi para pedagang; dan
d. memahami perilaku pembeli.
Pasal 31
Bupati/Walikota melalui SKPD, melakukan:
a. memberikan prioritas tempat usaha kepada pedagang lama, dalam hal dilakukan renovasi
dan/atau relokasi Pasar;
b. penataan terhadap pedagang kaki lima agar tidak mengganggu ketertiban Pasar;
c. fasilitasi perbankan dalam memberikan kredit kepada pedagang Pasar; dan
d. fasilitasi pembentukan wadah/assosiasi pedagang Pasar.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Gubernur melakukan pembinaan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar.
(2) Pembinaan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD terkait.
(3) Pembinaan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar yang dilakukan oleh
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a. sosialisasi kebijakan Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar di provinsi;
b. koordinasi Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar antar kabupaten/kota dalam wilayah
provinsi;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pengelolaan dan
Pemberdayaan Pasar dalam wilayah provinsi;
17
d. mengupayakan
sumber-sumber
alternatif
pendanaan
untuk
Pemberdayaan
Pasar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
e. pematauan dan evaluasi pelaksanaan Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar dalam
wilayah provinsi.
Pasal 33
(1) Bupati/Walikota melakukan pembinaan secara teknis, administrasi, dan keuangan
kepada pengelola Pasar di wilayahnya.
(2) Pembinaan teknis, administrasi, dan keuangan kepada pengelola Pasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD terkait.
(3) Pembinaan terhadap pengelola Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) meliputi:
a. sosialisasi
kebijakan
Pengelolaan
dan
Pemberdayaan
Pasar
di
wilayah
Kabupaten/Kota;
b. koordinasi Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar antar kabupaten/kota dalam di
wilayah Kabupaten/Kota;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pengelolaan dan
Pemberdayaan Pasar di wilayah kabupaten/kota;
d. meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola Pasar;
e. memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar
yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar;
f. mengupayakan
sumber-sumber
alternatif
pendanaan
untuk
Pemberdayaan
Pasar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
g. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar di
wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 34
(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa
melakukan pengawasan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan oleh SKPD dan Perangkat
Nagari/Desa terkait.
18
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat.
Ditetapkan di Padang
pada tanggal 20 Juni 2016
GUBERNUR SUMATERA BARAT,
dto
IRWAN PRAYITNO
Diundangkan di Padang
pada tanggal 20 Juni 2016
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
SUMATERA BARAT,
dto
ALI ASMAR
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 NOMOR : 3
NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT : (3/134/2016)
19
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
NOMOR 3 TAHUN 2016
TENTANG
PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT
I.
UMUM
Perkembangan Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu tempat tujuan investasi
yang semakin hari semakin mengalami peningkatan berdampak pada tumbuhnya
secara subur berbagai sarana perdagangan yang didukung dengan kepemilikan
modal yang besar seperti Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan termasuk juga
rantai distribusi yang bersifat umum telah membuat entitas Pasar Rakyat yang
merupakan urat nadi perekonomian masyarakat menengah ke bawah menjadi
semakin tersaingi. Terkait hal tersebut di atas, maka Pemerintah Provinsi Sumatera
Barat berkewajiban melakukan pembinaan dan pemberdayaan agar Pasar Rakyat
menjadi sarana perdagangan yang efektif dan menguntungkan bagi masyarakat kelas
menengah ke bawah. Untuk itu sudah seharusnyalah Pasar Rakyat mendapatkan
dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk pembinaan,
pemberdayaan maupun dalam bentuk revitalisasi (peremajaan pasar), pengawasan
yang dilakukan secara ketat serta berkesenambungan di tengah bermunculannya
lokasi-lokasi Pasar Rakyat yang tumbuh secara alamiah/simultan tanpa adanya
perizinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
yang merubah berbagai definisi serta nomenklatur dari berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Swalayan, maka berbagai peraturan perundang-Undangan seperti Peraturan
Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebagaimana kemudian peraturan ini juga
diadopsi dalam Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah, yakni: Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/M/DAG/PER/12/2013 tentang
Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor: 56/M-DAG/PER/9/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
20
Perdagangan Nomor: 70/M/DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern harus disesuaikan
dengan ketentuan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan, sesuai dengan tata hirarkhi peraturan perundang-undangan
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-Undangan.
Atas
dasar
hal-hal
tersebut
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, perlu menetapkan Peraturan Daerah yang
mengatur tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah persaudaraan/setia
kawan dan kesadaran pribadi. Kehendak untuk bersatu, bekerjasama dan
tolong-menolong atas sesamanya bertolak demi rasa setia kawan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah adanya kesadaran
sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi
nurani
manusia
dalam
hubungannya
dengan
norma-norma
dan
kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia
di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna kulit, serta bersifat
universal.
Huruf c
Yang
dimaksud
dengan
“asas
keadilan”
adalah
keadilan
yang
memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya,
di mana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak
dari seseorang.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah kerja sama dalam
keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip
saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang
melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan Usaha Besar.
21
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban” adalah yaitu aturan yang
mengharuskan segala sesuatu supaya berjalan sejalan agar tidak
berantakan dan teratur.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah merupakan
keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun
organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh
aturan hukum.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian lingkungan” adalah upaya
melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan sumber daya
suatu
tempat dengan adaptasi terhadap
fungsi baru, tanpa
menghilangkan makna kehidupan budaya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas persaingan usaha yang sehat” adalah suatu
kondisi di Pasar dimana antara usaha mikro, kecil, menengah dan besar
menjaga persaingan harga yang wajar dan tidak saling mematikan.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
22
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “Standar Operasional dan Prosedur” adalah tata cara
atau tahapan yang dilakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu
proses kerja tertentu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
23
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Menambah atau merubah bentuk konstruksi bangunan kios dan/atau
los dilakukan berdasarkan izin dari pemilik Pasar.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
24
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 123.
25
Download