iii kerangka pemikiran

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Teoritis
3.1.1
Definisi Konsumen
Masyarakat awam umumnya mengartikan istilah konsumen sebagai orang
yang membeli dan mengonsumsi barang atau jasa yang diproduksi dan dipasarkan
oleh produsen atau penyedia jasa. Menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, definisi konsumen adalah setiap orang pemakai
barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri,
keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut Sumarwan (2002), konsumen terdiri dari dua yaitu konsumen
individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa
untuk digunakan sendiri. Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis,
yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah dan lembaga lainnya (sekolah,
perguruan tinggi, rumah sakit). Organisasi-organisasi harus membeli peralatan
dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya.
Sedangkan Kotler (1995) mendefinisikan konsumen sebagai individu atau
kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa
untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya.
3.1.2
Perilaku Konsumen
Ada banyak hal menarik yang dapat dipelajari dari konsumen termasuk di
dalamnya adalah perilaku dari konsumen itu sendiri. Setiap konsumen baik
sebagai individu maupun organisasi memiliki perilaku yang berbeda dan selalu
berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan proses pembelajaran yang mereka
terima.
Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang karena
berbagai alasan, berhasrat mempengaruhi atau mengubah perilaku, termasuk
mereka yang kepentingan utamanya adalah pemasaran, pendidikan, dan
perlindungan konsumen serta kebijakan umum (Engel et al. 1994)
Peter dan Jerry C. Oslo dalam Rangkuti (2008), mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan
kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup
mereka. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1994) dalam Rangkuti (2008),
perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan atau jasa termasuk proses keputusan
yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Sementara menurut Sciffman dan
Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2002) perilaku konsumen adalah perilaku yang
diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi
dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka.
Berdasarkan definisi perilaku konsumen di atas, Sumarwan (2002)
menyimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta
proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli,
ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan
hal-hal tersebut atau kegiatan mengevaluasi. Perilaku konsumen penting untuk
dipahami karena jika suatu perusahaan telah memahami perilaku konsumennya
maka implikasinya perusahaan mampu mempertahankan konsumen yang sudah
ada dan mampu bertahan di pasar.
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Faktor Lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial,
pengaruh pribadi, keluarga dan situasi
2. Perbedaan Individu, yang meliputi sumber daya konsumen, motivasi dan
keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi
3. Proses Psikologis, yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan
perilaku
Hubungan ketiga faktor tersebut dengan proses keputusan dijelaskan secara
sederhana pada Gambar 1.
23
PENGARUH
LINGKUNGAN
Budaya
Kelas sosial
Pengaruh peribadi
Keluarga
Situasi
PERBEDAAN INDIVIDU
PROSES KEPUTUSAN
PROSES PSIKOLOGI
Sumberdaya konsumen
Motivasi & keterlibatan
Pengetahuan
Sikap
Kepribadian & Gaya hidup
Demografi
Pengenalan kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Pembelian
Hasil
Pengolahan
Informasi
Pembelajaran
Perubahan
Sikap/perilaku
STRATEGI BAURAN
PEMASARAN
Product/produk
Price/harga
Promotion/Promosi
Place/Tempat
Gambar 1.
3.1.3
Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi
Sumber : Engel, et al. (1994)
Karakteristik Konsumen
Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen,
kepribadian konsumen dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin
tidak termotivasi untuk mencari informasi karena ia sudah cukup dengan
pengetahuan untuk mengambil keputusan. Konsumen yang memiliki kepribadian
yang senang mencari informasi meluangkan waktu untuk mencari informasi yang
banyak.
Beberapa karakteristik demografi yang sangat penting untuk memahami
konsumen adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, status
pernikahan, dan lain sebagainya. Memahami usia konsumen adalah penting
24
karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk atau jasa yang
berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan
terhadap merek.
Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik demografi konsumen
yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang konsumen. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi
pendapatan yang diterimanya. Pendapatan dan pendidikan akan mempengaruhi
proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Tingkat pendidikan seseorang
juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berfikir, cara pandang
bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan
yang lebih baik akan sangat responsive terhadap informasi, pendidikan juga
mempengaruhi
konsumen
dalam
pilihan
produk
maupun
merek
(Sumarwan, 2002).
3.1.4
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Ada suatu proses sebelum akhirnya konsumen memutuskan untuk
mengonsumsi suatu produk. Proses ini akan membawa konsumen tiba pada suatu
tahap keputusan untuk membeli produk tersebut. Keputusan seorang pembeli juga
dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan
ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan
dalam melakukan pembelian.
Menurut Engel et al. (1994) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu
keputusan untuk melakukan pembelian, antara lain:
1.
Pengenalan Kebutuhan
Pengenalan kebutuhan dapat didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan
antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk
menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pada dasarnya pengenalan
kebutuhan bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada antara
keadaan aktual (yaitu situasi konsumen sekarang) dan keadaan yang
diinginkan (yaitu situasi yang diinginkan oleh konsumen).
Kebutuhan dapat timbul karena adanya rangsangan internal atau eksternal.
Rangsangan internal merupakan kebutuhan dasar konsumen seperti rasa lapar,
haus, dan lain-lainnya yang akan timbul suatu saat pada suatu tingkat tertentu
25
dan menjadi sebuah dorongan yang memotivasi orang itu untuk segera
memuaskan dorongan tersebut.
2.
Pencarian informasi
Pencarian informasi didefinisikan sebagai aktivitas termotivasi dari
pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi
dari lingkungan. Pencarian yang dilakukan dapat bersifat internal yang
melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan atau pencarian
dapat bersifat eksternal yang terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar.
Engel et al. (1994) juga mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pencarian informasi meliputi situasi pencarian, produk,
lingkungan eceran dan karakteristik konsumen. Salah satu sumber pengaruh
situasi adalah tekanan waktu. Situasi mendesak mengakibatkan konsumen
hanya memiliki sedikit waktu untuk melakukan pencarian yang ekstensif dan
teliti.
Ciri-ciri produk yang dapat mempengaruhi pencarian konsumen
diantaranya adalah tingkat diferensiasi produk, harga produk dan stabilitas
kategori produk. Karakteristik konsumen seperti pengetahuan, keterlibatan,
kepercayaan dan sikap serta demografi juga merupakan faktor-faktor yang
dapat
mempengaruhi
menjalankan
fungsi
proses
yang
pencarian
berbeda
konsumen.
dalam
Tiap
informasi
mempengaruhi
keputusan
pembelian. Menurut Kotler (2000), sumber informasi konsumen digolongkan
ke dalam empat kelompok, yaitu:
a) sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan
b) sumber komersial : iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko
c) sumber publik : media massa, organisasi penentu peringkat konsumen
d) sumber pengalaman : penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.
Konsumen selalu mempunyai minat atau dorongan untuk mencari
informasi. Apabila dorongan tersebut kuat dan obyek yang dapat memuaskan
kebutuhan itu tersedia maka konsumen akan bersedia untuk membelinya.
3.
Evaluasi Alternatif
Engel et al. (1994) mendefinisikan evaluasi alternatif sebagai proses
dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi
26
kebutuhan konsumen. Konsumen akan mempunyai pilihan yang tepat dan
membuat pilihan alternatif secara teliti terhadap produk yang akan dibelinya.
Evaluasi alternatif menggambarkan tahap pengambilan keputusan dimana
konsumen mengevaluasi alternatif-alternatif untuk membuat pilihan. Pada
tahap ini konsumen harus menentukan kriteria evaluasi yang digunakan untuk
menilai alternatif, memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan,
menilai kinerja dari alternatif yang dipertimbangkan, dan memilih dan
menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan akhir.
4.
Keputusan Pembelian
Pada tahap ini konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu : kapan
membeli, dimana membeli (tempat pembelian dilakukan) dan bagaimana
membayar. Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas
merek-merek dalam kumpulan pilihan yang diikuti dengan adanya
kemungkinan konsumen membentuk niat untuk membeli produk yang paling
disukai.
Niat pembelian dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu produk
dan merek, dan kelas produk. Kategori produk dan merek umunya disebut
sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya. Pembelian berdasarkan
kategori produk dan merek akan menjadi lebih selektif karena konsumen akan
lebih bersedia menginvestasikan waktu dan energi dalam berbelanja. Niat
pembelian yang masuk kategori kelas produk dapat disebut sebagai
pembelian yang terencana jika pilihan merek terjadi di tempat pembelian.
Setelah konsumen mempunyai evaluasi alternatif maka konsumen akan
membuat keputusan untuk membeli. Penilaian keputusan menyebabkan
konsumen membentuk pilihan merek diantara beberapa merek yang tersedia.
Dalam penjelasan tentang proses keputusan pembelian ini Engel et al.
(1994) menggambarkannya dalam suatu model dimana sebelum mencapai
keputusan pembelian terdapat tiga faktor yang akan mempengaruhi keputusan
pembelian tersebut. Ketiga faktor itu adalah pengaruh lingkungan (budaya,
kelas sosial, keluarga, situasi), perbedaan individu ( sumberdaya konsumen,
motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian dan gaya hidup,
27
demografi) dan proses psikologi (pemrosesan informasi, pembelajaran,
perubahan sikap dan perilaku).
5.
Pasca Pembelian
Perilaku proses keputusan tidak berhenti begitu pembelian dilakukan.
Evaluasi lebih jauh terjadi dalam bentuk pembandingan kinerja produk atau
jasa berdasarkan harapan. Hasilnya adalah kepuasan atau ketidakpuasan.
Pada Gambar 2 dapat dilihat dengan jelas tahapan-tahapan proses keputusan
pembelian konsumen secara sederhana.
Pengenalan
Kebutuhan
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Pasca
Pembelian
Gambar 2.
3.1.5
Tahap-Tahap Proses Keputusan Pembelian
Sumber : Engel, et al (1994)
Kepuasan Konsumen
Perusahaan sebagai penyedia produk maupun jasa memiliki kewajiban
untuk menyediakan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dan melayani
permintaan konsumen. Semua ini dilakukan perusahaan untuk memberikan
kepuasan bagi konsumen.
Menurut Kotler (2000), kepuasan yang timbul dari dalam hati konsumen
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu
produk dan harapan-harapannya. Kepuasan ini berfungsi mengukuhkan loyalitas
konsumen sebagai pembeli sementara. Ketidakpuasan dapat menyebabkan adanya
keluhan, komunikasi lisan yang negatif dan upaya konsumen untuk menuntut
ganti rugi melalui sarana hukum (Engel et al. 1994). Sementara menurut Rangkuti
(2008), kepuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap ketidaksesuaian
28
antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya
setelah pemakaian. Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh kualitas produk, harga,
dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat situasi sesaat.
Kepuasan menurut Umar (2000) dapat dibagi menjadi dua jenis kepuasan
yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologikal. Kepuasan fungsional
adalah kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan,
sedangkan kepuasan psikologikal merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut
yang bersifat tidak berwujud dari produk.
Jika kinerja perusahaan berada di bawah harapan yang diinginkan oleh
konsumen maka konsumen akan merasakan tidak puas. Konsumen yang tidak
puas ini jika mengambil tindakan, maka tindakannya dapat berupa mengeluh,
memperingatkan kawan, mengeluh pada yang berwenang, dan mengambil
tindakan hukum bahkan konsumen dapat langsung menghentikan pembelian
terhadap produk atau jasa (Simamora, 2003). Sebaliknya jika kinerja perusahaan
memenuhi harapan yang diinginkan konsumen, maka konsumen akan merasa puas
dan akan melakukan pembelian berulang terhadap produk/jasa.
Menurut Kotler (2000) terdapat empat metode untuk mengukur kepuasaan
pelanggan, yaitu:
1.
Complaint and Suggestion System (Sistem keluhan dan saran)
Banyak perusahaan yang berhubungan dengan pelanggan membuka kotak
saran dan menerima keluhan-keluhan yang dialami oleh langganan. Ada juga
perusahaan yang memberi amplop yang telah ditulis alamat perusahaan untuk
digunakan menyampaikan saran keluhan serta kritik setelah mereka sampai di
tempat tujuan. Saran-saran tersebut dapat juga disampaikan melalui kartu
komentar, customer hot line. Informasi ini dapat memberikan ide-ide dan
masukan kepada perusahaan yang memungkinkan perusahaan mengantisipasi
dan cepat tanggap terhadap kritik dan saran tersebut.
2.
Customer Satisfaction Surveys (Survei Kepuasaan Pelanggan)
Tingkat keluhan yang disampaikan oleh konsumen tidak bisa disimpulkan
secara umum untuk mengukur kepuasaan konsumen pada umumnya.
Umumnya penelitian mengenai kepuasaan pelanggan dilakukan melalui
survei, melalui pos surat, telepon, atau wawancara pribadi. Ada juga
29
perusahaan yang mengirimkan angket ke orang-orang tertentu. Survei-survei
tersebut meliputi:
a) Laporan kepuasaan secara langsung, yaitu dengan memberikan
pertanyaan mengenai faktor pelayanan yang berhubungan dengan
konsumen dengan menyediakan suatu skala tersendiri dari angka-angka
yang akan dipilih oleh konsumen untuk menyatakan pendapatnya.
Menanyakan kepada konsumen tentang harapan mereka terhadap
pelayanan yang diberikan.
b) Analisis konsumen, yaitu menganalisis penyebab ketidakpuasan terhadap
pelayanan.
c) Data-data kepentingan, yaitu variabel yang dianggap paling berperan
dalam pembentukan kualitas pelayanan sehingga tercipta suatu
kepuasaan.
3.
Ghost Shopping (Pembeli bayangan)
Dalam hal ini perusahaan menyuruh orang-orang tertentu sebagai pembeli
ke perusahaan lain atau ke perusahaannya sendiri. Pembeli-pembeli misteri
ini
melaporkan
keunggulan
dan
kelemahan
pelayan-pelayan
yang
melayaninya. Ia juga melaporkan segala sesuatu yang bermanfaat sebagai
bahan mengambil keputusan oleh manajemen. Bukan saja orang-orang lain
yang disewa untuk menjadi pembeli bayangan tetapi juga manajer sendiri
harus juga turun ke lapangan, belanja ke toko saingan dimana ia tidak
dikenal. Pengalaman ini sangat penting karena data dan informasi yang
diperoleh langsung dialami sendiri
4.
Lost Customer Analysis (Analisis pelanggan yang beralih)
Perusahaan-perusahaan
yang
kehilangan
pelanggan
mencoba
menguhubungi pelanggan tersebut. Mereka dibujuk untuk mengungkapkan
mengapa mereka berhenti, pindah ke perusahaan lain, adakah sesuatu masalah
yang terjadi yang tidak bisa diatasi. Dari kontak semacam ini akan diperoleh
informasi dan akan memperbaiki kinerja perusahaan sendiri agar tidak ada
lagi pelanggan yang lari dengan cara meningkatkan kepuasaan mereka.
30
3.1.6
Loyalitas Konsumen
Semakin banyak kemunculan perusahaan-perusahaan baru dewasa ini,
maka produk yang ditawarkan di pasaran akan semakin banyak. Hal terpenting
saat ini, menurut Kotler, Jain dan Maisincee dalam Durianto et al. (2004) adalah
kenyataan bahwa pasar berubah lebih cepat daripada pemasaran. Karena itu,
pemasaran harus didekonstruksi, diredefinisi, dan dibentangkan seluas mungkin.
Dengan demikian kegiatan pemasaran harus dapat beradaptasi dengan keadaan
tersebut. Kegiatan pemasaran saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku
konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Perusahaan harus bisa
mengenali karakter konsumen agar konsumen tersebut dapat menjadi pembeli
yang potensial.
Menurut Griffin (1995), loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat
dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk
atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang. Menurut Kotler
(2002), loyalitas konsumen mencerminkan tingkat kepuasan yang diperoleh
konsumen terhadap kinerja suatu produk atau harapan konsumen tersebut.
Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek atau produk
tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun
yang terjadi dengan merek tersebut. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan
melanjutkan pembelian walaupun dihadapkan pada banyak alternatif pilihan.
Sebaliknya, pelanggan yang tidak loyal akan mudah beralih pembelian apabila
dihadapkan dengan alternatif pilihan yang menawarkan produk alternatif.
Keinginan perusahaan adalah menciptakan dan memiliki pelanggan yang loyal
sehingga secara langsung atau tidak langsung perusahaan akan mendapatkan
keuntungan dan kelangsungan hidup perusahaan akan terjamin. Griffin (2002)
mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila
memiliki pelanggan yang loyal. Keuntungan-keuntungan tersebut meliputi:
1.
Mengurangi biaya pemasaran yang mahal untuk menarik pelanggan.
Perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana yang besar untuk biaya pemasaran
karena pelanggan sudah loyal
2.
Mengurangi biaya transaksi seperti biaya negosiasi kontrak dan pemrosesan
pesanan
31
3.
Mengurangi biaya turn over pelanggan karena penggantian pelanggan sedikit
4.
Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar
perusahaan.
5.
Word of Mouth lebih menunjukkan respon positif dengan asumsi bahwa
pelanggan yang loyal berarti mereka puas
6.
Mengurangi biaya kegagalan seperti biaya penggantian
Menurut Griffin (1996), pelanggan yang loyal adalah mereka yang sangat
puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga mempunyai antusiasme untuk
memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal. Menurut Griffin
(1996), karakteristik pelanggan yang loyal antara lain:
1.
Melakukan pembelian secara teratur
2.
Membeli di luar lini produk atau jasa
3.
Menolak produk atau jasa dari perusahaan lain
4.
Kebal terhadap daya tarik pesaing
5.
Menarik pelanggan baru untuk perusahaan
6.
Kelemahan atau kekurangan akan diberitahukan kepada perusahaan
3.1.7
Tingkatan Loyalitas Merek
Dalam kaitannya dengan loyalitas suatu produk, didapati adanya beberapa
tingkatan loyalitas.
Masing-masing tingkatannya
menunjukkan tantangan
pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun
tingkatan loyalitas menurut Durianto (2004) adalah sebagai berikut:
1.
Switcher ( berpindah-pindah)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai
pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi
pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merekmerek lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak
loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apa
pun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil
dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini
adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.
32
2.
Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan
sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau
setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi
merek produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan
yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli produk yang lain
atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha,
biaya maupun berbagai pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli
ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3.
Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka
memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching
cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja
yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik
minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing
perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang
masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup
besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).
4.
Liking the brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai
perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja
didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman
dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh
kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun
demikian sering kali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit
diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam
sesuatu yang spesifik.
5.
Committed buyer (pembeli yang komit)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka
memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek
33
tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya
maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada
tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh
tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada
pihak lain.
Tiap tingkatan loyalitas merek mewakili tantangan pemasaran yang berbeda
dan juga mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya.
Tampilan piramida loyalitas merek yang umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Committed buyer
Liking the brand
Satisfied buyer
Habitual buyer
Switcher
Gambar 3. Model Piramida Loyalitas yang Belum Memiliki Ekuitas Merek Kuat
Sumber: Durianto, 2004
Dari piramida loyalitas tersebut terlihat bahwa bagi merek yang belum
memiliki ekuitas merek yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada
tingkatan switcher dan porsi terkecil ditempati oleh commited buyer. Meskipun
demikian bagi merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat, tingkatan dalam
loyalitas mereknya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Maksudnya makin ke
atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah commited buyer yang lebih besar
daripada switcher seperti tampak pada Gambar 4.
Committed buyer
Liking the brand
Satisfied buyer
Habitual buyer
Switcher
Gambar 4. Model Piramida Loyalitas yang Memiliki Ekuitas Merek yang Kuat
Sumber: Durianto, 2004
34
3.1.8 Bauran Pemasaran Jasa
Bauran pemasaran pada produk barang berbeda dengan bauran pemasaran
pada produk jasa. Bauran Pemasaran produk barang mencakup 4P yaitu: product,
price, place dan promotion, ditambah tiga indikator lagi untuk produk jasa yaitu:
people, process dan physical evidence (Lupiyaodi 2001, diacu dalam
Soemawinata 2010). Ketiga indikator terakhir yang terkait dengan sifat jasa,
dimana produksi atau operasi hingga konsumen merupakan suatu rangkaian yang
tidak dapat dipisahkan dan mengikutsertakan konsumen dan pemberi jasa secara
langsung, dengan kata lain terjadi interaksi langsung antara keduanya, sehingga
bila salah satu tidak tepat pengorganisasiannya akan mempengaruhi strategi
pemasaran secara keseluruhan. Adapun karakteristik-karakteristik pemasaran jasa
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Product (Produk)
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk
diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan
keinginan dan kebutuhan (Kotler, 2000). Strategi dalam bauran produk
memerlukan berbagai keputusan yang terkoordinasi antara bagian produksi
dan pemasaran. Sebuah perencanaan suatu klasifikasi produk sangat berguna
sebagai alat bagi seorang manajer untuk membantu merencanakan programprogram strategi pemasaran.
2.
Price (Harga)
Harga merupakan determinan penting bagi konsumen dalam melakukan
keputusan pembelian terhadap barang yang diinginkan. Harga adalah
sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari
barang beserta pelayanannya (Kolter, 2000). Harga merupakan variabel yang
berubah dengan cepat karena adanya perubahan faktor-faktor penyusunnya.
Meskipun demikian, bauran harga merupakan satu-satunya variabel yang
menghasilkan pendapat, sementara variabel lainnya menimbulkan biaya.
Perusahaan harus dapat menentukan strategi harga yang tepat agar dapat
berhasil dalam memasarkan produk yang dihasilkannya
35
3.
Place (Tempat)
Tempat adalah berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
membuat produk dan sekaligus memasarkannya. Hal-hal yang diperlakukan
dalam menentukan lokasi adalah:
a) Place, hal ini berhubungan dengan letak atau posisi. Apakah di tengah
komunitas yang besar atau di daerah pinggiran atau bahkan di tepi jalan
yang dekat daerah penduduknya.
b) Parking, apakah tempat parkir merupakan bagian dari properti
perusahaan atau tempat parkir umum.
c) Accesibility, hal ini menyangkut ketersediaan jalan yang memudahkan
untuk mencapai perusahaan tersebut.
d) Viability, perusahaan tersebut sebaiknya mudah dilihat dan diketahui
orang banyak.
4.
Promotion (Promosi)
Promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan
mengkomunikasikan dan menyampaikan produknya kepada pasar sasaran dan
membujuk konsumen untuk membeli produk tersebut. Adapun program
promosi yang digunakan oleh perusahaan dalam memasarkan produknya
antara lain promosi periklanan dan promosi penjualan.
5.
People (Orang)
Orang merupakan unsur bauran pemasaran yang memiliki peran penting
karena terlibat langsung dalam kegiatan penyampaian produk ke tangan
konsumen. Menurut Umar (2003), yang dimaksud orang disini adalah semua
partisipan yang memainkan sebagian penyajian jasa, yaitu peran selama
proses dan komunikasi jasa berlangsung dalam waktu riil jasa, oleh karenanya
dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Yang dimaksud dengan partisipan ini
diantaranya adalah staf perusahaan, konsumen, dan konsumen lain dalam
lingkungan jasa tersebut. Dengan menyadari kontribusi orang dalam menarik
dan mempertahankan konsumen, didalam pemasaran keseluruhan, kinerja
kompetitif perusahaan jasa secara substansial akan meningkat.
36
6.
Process (Proses)
Proses meliputi prosedur, tugas-tugas, jadwal-jadwal, mekanisme,
kegiatan dan rutinitas dimana suatu produk disampaikan kepada konsumen
yang diatur dalam manajemen proses. Payne (2001) menyatakan bahwa
seluruh kegiatan adalah proses. Hal ini melibatkan keputusan kebijakan
tentang keterlibatan pelanggan dan keleluasaan karyawan. Manajemen proses
ini melibatkan unsur orang yang merupakan salah satu unsur bauran
pemasaran jasa sehingga kedua bauran pemasaran jasa ini saling berinteraksi
terutama dalam layanan konsumen.
7.
Physical Evidence (Bukti fisik)
Bukti fisik merupakan lingkungan fisik perusahaan jasa dimana layanan
diciptakan, penyediaan jasa dan konsumen berinteraksi, ditambah unsur-unsur
berwujud yang ada dan dipakai untuk berkomunikasi atau mendukung peran
jasa. Dalam bisnis jasa, pemasar harus berusaha mengimbangi kondisi dengan
menyediakan petunjuk-petunjuk fisik untuk menguatkan positioning dan citra
(Payne,2001).
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional
Globalisasi yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi telah membawa
banyak perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat. Salah satunya adalah
perubahan gaya hidup terutama dalam pola mengkonsumsi pangan. Aktivitas
masyarakat khususnya perkotaan yang padat dan memiliki waktu luang yang
sempit mendorong masyarakat perkotaan cenderung memilih untuk makan di
restoran yang menyajikan kepraktisan daripada membuat makanan sendiri. Hal ini
membuat pertumbuhan rumah makan atau restoran di perkotaan semakin tinggi
yang menyebabkan persaingan ketat.
Persaingan bisnis restoran yang tinggi menimbulkan berbagai tantangan
baru bagi Restoran D’Cost untuk merebut hati konsumen dan merupakan peluang
besar bagi peningkatan kegiatan usaha dalam menghadapi persaingan. Restoran
D’Cost dituntut untuk lebih fleksibel dalam menyikapi perubahan lingkungan.
Restoran D’Cost perlu menerapkan strategi pasar yang tepat dengan
menitikberatkan kepada kepentingan konsumen, karena konsumen memegang
peranan penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Oleh sebab itu penting
37
bagi Restoran D’Cost untuk menganalisis perilaku konsumen, yang meliputi
analisis karakteristik dan proses keputusan pembelian konsumen, analisis
kepuasan konsumen dan analisis loyalitas konsumen.
Karakteristik konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan
dalam melakukan pembelian. Karakteristik konsumen dan proses keputusan
pembelian dapat dianalisis secara deskriptif. Karakteristik konsumen yang
dianalisis terdiri dari jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir,
pekerjaan, dan pendapatan rata-rata per bulan.Kepuasan pelanggan diukur dengan
melihat tingkat kinerja dan kepentingan atribut dan dapat dianalisis dengan
menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) dan Costumer Satisfaction
Index (CSI). Atribut yang digunakan untuk mengukur tingkat kepentingan dan
tingkat kinerja restoran yaitu yaitu penyajian makanan dan minuman, makanan
dan minuman yang higienis, aroma makanan, kesegaran bahan baku, penataan
interior dan eksterior, kebersihan ruangan, kenyamanan ruang makan,
pencahayaan ruang makan, perlengkapan makan yang higienis, tersedianya
wastafel, kebersihan dan kerapian pramusaji, kemudahan untuk memperoleh
informasi dan promosi, citarasa makanan dan minuman (mutu makanan), porsi
menu, menu yang bervariasi, harga yang terjangkau (relatif murah), kecepatan dan
ketanggapan dalam pelayanan penyajian, kecepatan bertransaksi, kecepatan dalam
menyelesaikan keluhan pelanggan, keramahan dan kesopanan pramusaji,
pengetahuan pramusaji mengenai menu, reputasi restoran, kepekaan pramusaji
dalam menerima keluhan pelanggan, dan pelayanan tanpa memilih pelanggan.
Pengukuran loyalitas konsumen dapat dianalisis dengan menggunakan
lima atribut yaitu faktor perubahan harga (Switcher buyer), kebiasaan (Habitual
buyer), kepuasan (Satisfied buyer), kesukaan terhadap merek (Liking the brand),
dan kesetiaan (Committed buyer). Pengukuran loyalitas konsumen diukur dengan
menggunakan analisis tingkat loyalitas. Hasil dari ketiga analisis tersebut
menghasilkan implikasi yang dapat direkomendasikan dalam alternatif strategi
pemasaran. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
38
Globalisasi
Perubahan Gaya Hidup
Perkembangan jumlah Restoran di Jakarta Pusat menyebabkan
persaingan ketat
Restoran D’Cost
1. Fluktuasi jumlah pengunjung restoran yang
menyebabkan tidak mencapai target restoran
2. Keinginan mengevaluasi kinerja D’Cost
3. Lingkungan Mall Atrium yang sangat kompetitif
Analisis Perilaku Konsumen
*Karakteristik
 Jenis Kelamin
 Usia
 Pendidikan
 Pekerjaan
 status pernikahan
 pendapatan
*Proses
Keputusan
pembelian Konsumen





Analisis Kepuasan
Konsumen
Analisis Tingkat Kinerja dan
Kepentingan Atribut
Importance
Performance
Analysis
Customer
Satisfaction
Index
Analisis Loyalitas
Konsumen
-Switcher Buyer
- Habitual Buyer
-Satisfied Buyer
-Liking The Brand
-Comitted Buyer
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Hasil (Pasca Pembelian)
Analisis
Deskriptif
Informasi Tingkat Kepuasan dan
Loyalitas
Rekomendasi Strategi
Pemasaran
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
39
Download