2. tinjauan pustaka

advertisement
4i
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Deskripsi Spesies
2.1.1. Klasifikasi Ikan Belida (Chitala lopis)
Klasifikasi
ikan
belida
(Chitala
lopis)
menurut
Bleeker
(1851)
in
www.fishbase.com (2009) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Osteoglossiformes
Famili
: Notopteridae
Genus
: Chitala
Spesies
: Chitala lopis
Sinonim
: Notopterus chitala
Nama lokal
: Pangaju
(Jawa),
Lopis
(Jawa
Barat),
Belidah/Blidah
(Kalimantan Barat), Pipih (Kalimantan Selatan) (Schuster &
Djajadiredja 1952), Belido (Palembang) (www.dkp.go.id)
Nama umum
: Giant featherback
Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis)
(Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)
Ikan belida (Chitala lopis) merupakan spesies ikan air tawar yang menghuni
perairan umum di Indonesia. Ikan belida tergolong ikan purba dengan bentuk
tubuh yang unik. Bersifat predator dan nokturnal pada siang hari mereka
5
bersembunyi di antara vegetasi (Kottelat et al. 1993). Sebagai predator air tawar
ikan belida hidup di habitat sungai dan daerah yang sering tergenang banjir di
dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993).
Menurut Robert (1913) in Madang (1999) genus Notopterus hanya terdiri dari satu
spesies yaitu Notopterus notopterus. Notopterus chitala merupakan anggota genus
Chitala dan N. borneensis digolongkan sebagai junior Chitala lopis. Famili
Notopteridae telah direvisi oleh Robert (1992b) in Wibowo et al. (2008) yang
menyatakan bahwa semua Chitala yang berasal dari Indonesia merupakan satu
spesies yaitu Chitala lopis.
2.1.2. Karakter Morfologis
Ikan belida memiliki bentuk tubuh simetri bilateral, kepala kecil dan
bungkuk di bagian tengkuk. Sirip ekor langsung bersambungan dengan sirip anal.
Mulut dapat disembulkan dengan posisi terminal. Posisi sirip perut terhadap sirip
dada abdominal. Sirip dorsal kecil seperti bulu. Tubuh agak licin, bagian atas
kehitaman agak kelabu sedangkan bagian bawah keperakan. Garis lurus (linea
lateralis) satu buah, lengkap tidak terputus (Direktorat Bina Sumberhayati 1990).
Morfologi khusus dari ikan belida (Chitala lopis) antara lain memiliki bentuk
kepala dekat punggung cekung, rahang semakin panjang sesuai dengan
meningkatnya umur sampai jauh melampui batas belakang mata. Sisik
preoperkulum lebih dari 10 baris, 117-127 jari-jari pada sirip dubur, 43-49 pasang
duri kecil di sepanjang perut. Pola warna berkisar dari 3 fase yaitu, fase maculosus
(150-270 mm), dimana seluruh badan ditutupi bintik bulat kecil. Fase borneensis,
(300-600 mm), banyak baris miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan badan
bagian belakang, dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip badan. Tidak ada
tanda-tanda lain kecuali bintik hitam pada pangkal sirip dada pada fase
hypselonotus (> 600 mm) dan beberapa spesimen tidak memiliki tanda-tanda pada
badan pada fase lopis dengan kisaran ukuran tidak dikenal (Kottelat et al. 1993).
2.2.
Habitat dan Distribusi
Ikan belida termasuk kategori spesies yang seluruh daur hidupnya berada di
air tawar (Adjie et al. 1999) dan hidup pada perairan bersifat reaksi sekitar netral,
6
bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah (Adjie dan Utomo 1994). Hidup di
dataran rendah dengan ketinggian tidak lebih dari 30 m dpl (Widyastuti 1993).
Sjafei et al. in Madang (1999) menyatakan bahwa ikan Notopteridae merupakan
contoh ikan yang berdistribusi di dataran rendah. Gambaran kondisi kualitas
perairan yang banyak dijumpai ikan belida, yang paling tidak merupakan habitat
ikan belida yaitu:
Tabel 1. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan
belida (Chitala lopis)
No. Parameter
Satuan
Nilai
o
1.
Suhu
C
27 – 30
2.
Kecerahan
cm
15 – 45
3.
pH
unit
5,5 – 7,5
4.
Oksigen terlarut
ppm
1,7 – 9,4
Sumber: Adjie dan Utomo (1994) in Wibowo dan Sunarno (2006)
Sebagian besar ikan belida cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian
lagi di tempat-tempat terdalam yang tergenangi air, pada saat debit air kecil di
musim kemarau, sedangkan pada saat air melimpah di musim hujan mereka
menyebar ke rawa banjiran dan persawahan baik untuk memijah maupun mencari
makan (Adji dan Utomo 1994 in Wibowo dan Sunarno 2006). Ikan ini
menggunakan kayu pohon yang terendam dalam air sebagai tempat pemijahan,
induk ikan belida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada 1.52 m di bawah permukaan air (Adjie dan Utomo 1994). Dalam perikanan, ikan
belida memiliki nilai ekonomis sebagai ikan hias dan konsumsi.
Ikan belida hidup pada perairan danau, rawa dan sungai yang banyak hutan
rawa dataran rendah (Utomo dan Krismono 2006). Ikan belida di Indonesia
menghuni perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Penyebaran ikan belida di
Sumatra Selatan banyak ditemukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan
Komering Ulu, Muara Enim, Musi Banyu Asin, Musi Rawas, Kotamadya
Palembang dan sebagian kecil di Kabupaten Lahat (Widyastuti 1993).
2.3.
Karakter Morfometrik, Meristik dan Fluktuasi Asimetri
Menurut Imron (1998) perbedaan morfologis antar populasi atau spesies
digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara keseluruhan atau dengan
7
ciri-ciri anatomis tertentu. Morfometrik adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan
ukuran tubuh atau bagian tubuh ikan misalnya panjang total, panjang baku,
panjang cagak, dan sebagainya sedangkan meristik adalah ciri-ciri yang berkaitan
dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan misalnya jumlah sisik pada garis
rusuk, jumlah jari-jari keras dan lemah pada sirip punggung dan sebagainya
(Affandi et al. 1992 in Widiyanto 2008). Afrianto et al. (1996) menyatakan bahwa
morfometrik adalah ukuran dalam satuan panjang atau perbandingan ukuran
bagian-bagian tubuh luar organisme, sedangkan meristik adalah sifat-sifat yang
menunjukkan jumlah bagian-bagian tubuh luar seperti jumlah jari-jari sirip yang
digunakan untuk penentuan klasifikasi. Fluktuasi asimetri adalah perbedaan
antara karakter sisi kiri dan sisi kanan yang menyebar secara normal dengan rataan
mendekati nol sebagai akibat dari ketidakmampuan individu untuk berkembang
secara tepat dan normal (van Valen 1962). Fluktuasi asimetri sering digunakan
sebagai ukuran ketidakstabilan / ketidaksamaan perkembangan, di bawah asumsi
bahwa organisme memiliki mekanisme homeostatik yang mengendalikan sifat
perkembangan (van Valen 1962). Pada ikan, peningkatan fluktuasi asimetri dapat
diamati melalui jari-jari sirip perut, jari-jari sirip dada, tapis insang atas bagian
bawah serta pori-pori rahang atau mandibular pores.
Dewantoro (2001) in Widiyanto (2008) menyatakan bahwa perbedaan ciri-ciri
yang berkaitan dengan jumlah bagian tertentu pada tubuh ikan dapat disebabkan
oleh faktor lingkungan seperti suhu perairan dan salinitas, atau karena faktor
genetik yang tidak seimbang. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun umur ikan dari suatu
spesies sama, ukuran mutlaknya dapat berbeda. Pengukuran ciri morfometrik
dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda yaitu metoda pengukuran
baku dan metoda “truss morfometrik”. Namun metoda baku mengandung
kelemahan misalnya pengukuran lebar badan tidak mengikuti anatomi ikan
sehingga tidak konsisten dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya dan
pengukuran panjang tubuh masih terlalu umum dalam menggambarkan bentuk
ikan. Sedangkan metoda “truss morfometrik” digunakan untuk menggambarkan
secara lebih tepat bentuk ikan dengan memilih titik-titik homologus tertentu di
sepanjang tubuh dan mengukur jarak antara titik-titik tersebut. Dengan cara ini
pengukuran lebih konsisten, memberikan informasi yang terinci dengan
8
menggambarkan bentuk ikan dan memperkecil kesalahan pengukuran (Nugroho et
al. 1991 in Brojo 1999).
2.4.
Hubungan Kekerabatan
Studi
morfometrik
secara
kuantitatif
memiliki
tiga
manfaat
yaitu,
membedakan jenis kelamin dan spesies, mendeskripsikan pola-pola keragaman
morfologis antar populasi atau spesies, serta mengklasifikasikan dan menduga
hubungan filogenik (Strauss dan Bond 1990 in Imron 1998). Karakter morfometrik
juga dapat digunakan untuk membedakan antara satu jenis ikan dengan jenis ikan
lainnya (Madang 1999), antara jenis ikan yang sama dari geografis atau tempat
yang berbeda dan antar varietas ikan (Sumantadinata dan Taniguchi 1990 in
Dewantoro 2001 in Widiyanto 2008). Perbedaan morfologis antar populasi atau
spesies biasanya digambarkan sebagai kontras dalam bentuk tubuh secara
keseluruhan atau ciri-ciri anatomis tertentu. Meskipun deskripsi secara kualitatif
ini mungkin dianggap cukup memadai, tetapi seringkali diperlukan untuk
mengekspresikan perbedaan tersebut secara kuantitatif dengan mengambil
berbagai ukuran dari individu-individu dan menyatakan statistik (misalnya ratarata, kisaran, ragam, dan korelasi dari ukuran-ukuran tersebut). Hal yang sama
dapat dilakukan pada ciri-ciri meristik (ciri-ciri yang dihitung) misalnya jari-jari
sirip. Tetapi terdapat perbedaan mendasar antara ciri morfometrik dan meristik
dimana ciri-ciri meristik lebih stabil jumlahnya selama masa pertumbuhan sampai
ukuran tubuh mantap tercapai sedang karakter morfometrik (panjang badan dan
bobot badan) berubah secara kontinu seiring dengan ukuran dan umur (Strauss &
Bond 1990 in Hidayat 2007).
2.5.
Kondisi Umum Perairan Sungai Kampar
Sungai Kampar adalah salah satu sungai besar di Sumatera, tepatnya di
Provinsi Riau. Sungai Kampar memiliki panjang 400 km dengan kedalaman ratarata sekitar 6 m, hulunya dari pegunungan Bukit Barisan (Lubuk Bangkul,
Payakumbuh) dan bermuara di Selat Malaka (Tanjung Alai) (Sunarno et al. 2005).
Sungai Kampar mempunyai dua anak sungai utama yaitu Sungai Kampar Kiri dan
Sungai Kampar Kanan (Siregar 1989). Salah satu bentuk badan air dari Sungai
9
Kampar adalah rawa banjiran (flood plain) yang merupakan habitat yang sangat
sesuai untuk migrasi makan dan reproduksi ikan belida (Adjie dan Utomo 1994 in
Sunarno et al. 2005). Daerah Aliran Sungai Kampar terletak antara 0o10’ LU – 0o19’
LS dan 100o38’-102o34’ BT. Perairan umum Sungai Kampar beserta rawa dan danau
yang terdapat di sepanjang aliran sungai ini merupakan salah satu sumber utama
hasil ikan air tawar daerah Riau, dan memegang peran penting dalam penyediaan
protein hewani terutama bagi penduduk di daerah Kabupaten Kampar yang
berdiam di bagian pedalaman dan daerah lain yang berdekatan seperti Kotamadya
Pekanbaru (Fauzi 1982 in Siregar 1989).
Download