kajian kedalaman gerusan pada pilar jembatan tipe tiang pancang

advertisement
KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN TIPE
TIANG PANCANG BERSUSUN
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II
pada Jurusan Magister Teknik Sipil
Sekolah Pascasarjana
Oleh :
MULAT WIDHI HAPSARI
S 100 140 017
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN
TIPE TIANG PANCANG BERSUSUN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
ABSTRAK
Gerusan adalah proses morfologi sungai yang disebabkan oleh angkutan sedimen
yang masuk kebagian tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan transportasi sedimen
yang keluar. Gerusan di sungai sangat kompleks, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti aliran tegangan geser, kecepatan aliran, kecepatan penjalaran gelombang dan
turbulensi. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian kedalaman gerusan pada
pilar jembatan tipe tiang pancang bersusun dengan menggunakan beberapa faktor
pengaruh antara lain bilangan Renold (turbulensi aliran), bilangan Froude dengan beberapa
variasi parameter aliran antara lain variasi kemiringan dasar saluran, variasi debit aliran.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Litbang Teknologi Sungai yang
berada di Surakarta, dibawah Puslitbang SDA. Penelitian fisik di Laboratorium yang
meliputi beberapa tahapan antara lain: studi literatur, persiapan alat, persiapan bahan,
pembuatan model,dan pengumpulan data dari running model, serta analisis dan
pembahasan hasil running model hidrolik.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Kajian Kedalaman Gerusan Pada Pilar
Jembatan Tipe Tiang Pancang Bersusun adalah sebagai berikut, Kedalaman gerusan
maksimum terjadi pada slope 0,02 yaitu sebesar -8,8667 mm pada titik pengamatan 1
(Heksagonal 1) yaitu pilar yang menunjukan arah jam 10 dihulu aliran pada percobaan.
Dari 3 (tiga) variasi slope yang diamati, gerusan seimbang pada waktu yang berbeda- beda.
Pada Slope 0,006 gerusan terlihat stabil pada menit 180, pada slope 0,0125 gerusan terlihat
stabil pada menit ke 270, sedangkan untuk slope 0,020 gerusan terlihat stabil pada menit
ke 270 sampai menit ke 300. Dari penelitian ini didapat 7 (tujuh) persamaan yang
dipergunakan untuk menghitung kedalaman gerusan, akan tetapi hanya 3 (tiga) persamaan
yang mempunyai hasil korelasi terbaik dan dianggap bisa mengikuti perhitungan
kedalaman gerusan hasil laboratorium.
Kata kunci : gerusan, slope, persamaan, pilar, running
ABSTRACT
Scouring is a process of river morphology which caused by quantity of sediment transport
entering the section less then exit sedimen transport. The scouring in the river is very
complex, and it was influenced by several factors, such as shear stress flow, velocity,
flood wave propagation and turbulence.
The purposes of this research is to study the depth of scouring at the Pile foundation of
bridge with several factors influence such as Reynold numbers (turbulence), the Froude
number with some variation of discharge and slope bottom channel.
The research conducted at the Laboratorium Balai Litbang Teknologi Sungai, located in
Surakarta, subordinate of Pusat Penelitian Dan Pengembangan Air, Ministry of Public
Work and Housing. The research carried out by several steps, such as: literature study,
1
preparation of tools and materials preparation, running the scour research and data
collection, analysis and discussion of the results of the scour research.
Based on the results of laboratory research, the maximum scour depth occurs on a slope
of 0.02 is equal to -8.8667 mm at the observation point 1 (Hexagonal 1) that is the pillar
that indicates the direction at 10 o’clock in the upstream. Maximum scouring were
observed with three (3) variations in slope ie : 0.006, 0.0125 and 0.020. On Slope of 0.006
scouring seen stable at 180 minutes, at 0.0125 scour slope is stable at 270 minutes, while
for 0,020 scour slope is stable from minute 270 to 300. from this researches are obtained
seven (7) equation which can used to calculate the depth of scouring, but only 3 (three)
equation which gain to the best correlation results and considered able to follow the depth
scouring calculation from laboratory results.
Keywords: scouring, slope, equation, pillars
I.
PENDAHULUAN
Aliran yang terjadi pada suatu sungai, biasanya disertai dengan proses gerusan. Gerusan
adalah suatu proses yang terjadi di sungai yang mengakibatkan perubahan morfologi.
Gerusan adalah proses morfologi sungai yang disebabkan oleh angkutan sedimen yang
masuk kebagian tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan transportasi sedimen yang
keluar. Gerusan di sungai sangat kompleks, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
aliran tegangan geser, kecepatan aliran, kecepatan penjalaran gelombang dan turbulensi
Melihat pilar adalah bagian dari jembatan yang paling penting karena berfungsi untuk
menahan berat badan jembatan sendiri dan muatan yang melintasinya. Maka pilar
jembatan yang dibangun pada alur sungai kestabilan gerusan lokal akibat pengaruh aliran
air sungai pada sekitar pilar perlu diperhatikan. Gerusan lokal disekitar pilar jembatan
disebabkan oleh adanya perubahan pola aliran. Perubahan ini terjadi akibat adanya bagian
aliran yang ditahan oleh pilar. Selama berlangsungnya hal tersebut aliran yang kearah hilir
akan berbelok ke samping. Jika pertambahan tekanan ini cukup kuat, maka horseshoe
vortex akan terbentuk dengen sendirinya pada dasar pilar. Kemudian pusaran air akan
menjangkau kearah bagian hilir pilar jembatan, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
proses gerusan lokal.
II.
METODE PENELITIAN
2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Litbang Teknologi Sungai Surakarta,
Puslitbang SDA. Penelitian fisik di Laboratorium yang meliputi tahapan: studi literatur,
persiapan alat, persiapan bahan, pembuatan model,dan pengumpulan data dari
2
penyajian model. Sedangkan penelitian hipotetik dan analitik berupa analisa data dan
membuat kesimpulan hasil penelitian.
Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober 2014.
2.2. Bahan / Material Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitin adalah sebagai berikut:
1) Air yang digunakan adalah air yang tersedia di Laboratorium Balai Litbang
Teknologi Sungai, yang dipompa dari bak tando secara sirkulasi sesuai kebutuhan
debit yang diingikan.
2) Bahan material dasar sungai, berupa pasir kali yang diayak dengan anyakan no. 4
sampai no 200, berdimensi 4,75 – 0,074 mm.
3) Kayu, yang digunakan sebagai model miniatur pilar jembatan.
2.3. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan model fisik dan pengujian yang berada di Laboratorium
Hidraulika,
Balai
Litbang
Teknologi
Sungai
Surakarta,
secara
rinci
dapat
diinformasikan nama dan fungsi masing-masing alat yang digunakan sebagai berikut:
1) Saluran jungkit (Recirculating sediment flume), alat ini berukuran panjang 10,00 m,
tinggi 0,60 m lebar 0,40 m. Kapasitas pompa 15 liter/ detik. Diopersikan melalui
indikator operasional yang terdiri kontrol debit aliran, kran pembuka, pengatur
kemiringan dasar saluran dan pintu dibagian hilir. Pintu dibagian hilir berfungsi
untuk mengontrol kedalaman aliran yang diinginkan. Pada bagian hulu dan hilir
dipasang bangunan dasar tetap (rigid bed) yang berfungsi agar selama proses
pengaliran / penelitian berlangsung dasar saluran bagian hulu dan bagian hilir tidak
mengalami gerusan.
2) Seperangkat alat jarum duga (point gauge)
Alat ini digunakan untuk mengukur elevasi muka air (kedalaman air) dan untuk
mengukur kedalaman gerusan yang terjadi.
3) Pintu air pada bagian hilir , yang berfungsi untuk mengatur
elevasi muka air
(kedalaman air).
4) Bangunan pelimpah yang dilengkapi pintu air di hulu alat ukur debit, berfungsi
untuk mengatur debit aliran yang dibutuhkan.
5) Alat ukur debit (Thomson atau V.north) untuk mengukur debit yang dibutuhkan.
3
6) Model pilar, yang digunakan pada penelitian yang terbuat dari kayu dibentuk sesuai
model , dihaluskan dan di cat.
7) Stop watch, digunakan untuk menetukan waktu tiap satuan waktu yang ditentukan,
untuk mengambil data kedalaman gerusan selama pengaliran (running) berlangsung.
8) Camera, digunakan untuk pengambilan data dan dokumentasi selama percobaan
berlangsung.
9) Meteran dan penggaris, digunakan untuk mengukur tinggi material dasar dan
kedalaman aliran di sepanjang
saluran jungkit (flume). Titik atau garis acuan,
digunakan untuk pembacaan data kedalaman gerusan pada sekitar jembatan. Skala
ditulis di pilar jembatan, untuk membaca proses gerusan ketika sedang running.
10) Seperangkat alat Curent meter, untuk mengetahui kecepatan aliran pada masingmasing debit aliran.
11) Alat bantu lainnya ( alat tulis, blangko untuk isian data dll).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Analisis Keseragaman Butiran
Sebelum melakukan running tes, bahan dasar material yang digunakan untuk tes
kedalaman gerusan pada pilar bersusun ini perlu dilakukan tes Laboratorium Tanah
untuk diketahui distribusi butiran dan berat jenisnya. Bahan dasar yang digunakan
untuk tes gerusan di Laboratorium Sungai adalah butiran pasir sebagai tiruan
material dasar sungai dilapangan.
Penyelidikan kedalaman gerusan pada pilar bersusun ini dilakukan dengan material
bahan dasar yaitu material halus (D. 65 = 0,60 mm).
Dari grafik Grainsize dapat diketahui d60 dan d10 maka dapat dihitung Cu (coefficient
of uniformity). Koefisien keseragaman merupakan fungsi dari diameter butiran yang
lolos 60 % dan 10 %, dan dinyatakan sebagai :
.............................................................................................................. (3.1)
Selain itu bisa dianalisa juga nilai Cg (coefficient of gradation).
...................................................................................................... (3.2)
4
Untuk material pasir, kurva dikatakan bergradasi seragam jika Cu< 6 dan 1 < Cg < 3,
diluar dari ketentuan tersebut maka kurva dikatagorikan bergradasi tidak seragam.
Dari analisa perhitungan keseragaman butiran diatas dapat dilihat bahwa penenlitian
ini termasuk dalam gradasi butiran yang tidak seragam, karena nilai C u dan Cg diluar
ketentuan yang ada dengan demikian bahwa butiran sedimen yang dipakai pada
penelitian ini sudah mendekati kondisi di alam sebenarnya (nature).
3.2
Analisis Kedalaman Aliran Berdasarkan Perumusan
Tabel 3.1 Analisis kedalaman air (h) berdasarkan rumusan
1
2
Debit Aliran
(lt/dt)
3.00
5.00
Kemiringan
Dasar Saluran (i)
0,006
0,006
Kedalaman air
(h) ( cm)
0.028
0.034
3
7.00
0,006
0.040
4
5
8.00
10.00
0,006
0,006
0.043
0.049
1
2
3
4
5
3.00
5.00
7.00
8.00
10.00
0,0125
0,0125
0,0125
0,0125
0,0125
0.022
0.028
0.033
0.035
0.041
1
3.00
0,020
0,019
5.00
7.00
8.00
10.00
0,020
0,028
0,032
0,035
0,038
No
2
3
4
5
Sumber: Hasil Analisis
3.3
0,020
0,020
0,020
Analisis Karakteristik Aliran
Tabel 3.2 Analisis Karakteristik Jenis Aliran
i
n
A (m2)
O (m)
0.028
B
(m)
0.40
0.006
0.02
0.011
0.005
0.034
0.40
0.006
0.02
0.007
0.040
0.40
0.006
0.02
0.008
0.043
0.40
0.006
0.010
0.049
0.40
0.006
3
Q (m /det)
h (m)
0.003
V
(m/det)
0.33
Fr
Re
0.456
R
(m)
0.025
0.62
9161.90
Turbulen
Subkritik
0.014
0.468
0.029
0.37
0.63
12445.20
Turbulen
Subkritik
0.016
0.480
0.033
0.40
0.64
16043.86
Turbulen
Subkritik
0.02
0.017
0.486
0.035
0.42
0.64
17949.84
Turbulen
Subkritik
0.02
0.020
0.498
0.039
0.45
0.65
21955.64
Turbulen
Subkritik
V
(m/det)
0.41
Fr
Re
0.88
9222.97
Turbulen
Subkritik
Jenis aliran
Q (m3/det)
h (m)
B (m)
i
n
A (m2)
O (m)
0.003
0.022
0.40
0.0125
0.02
0.01
0.44
R
(m)
0.02
0.005
0.028
0.40
0.0125
0.02
0.01
0.46
0.02
0.47
0.90
12903.55
Turbulen
Subkritik
0.007
0.033
0.40
0.0125
0.02
0.01
0.47
0.03
0.52
0.91
16985.15
Turbulen
Subkritik
0.008
0.035
0.40
0.0125
0.02
0.01
0.47
0.03
0.54
0.92
19161.89
Turbulen
Subkritik
0.010
0.041
0.40
0.0125
0.02
0.02
0.48
0.03
0.58
0.93
23763.20
Turbulen
Subkritik
5
Jenis aliran
V
(m/det)
0.52
Fr
Re
0.44
R
(m)
0.02
1.12
11632.83
Turbulen
Superkritik
0.0105
0.45
0.02
0.58
1.13
15098.73
Turbulen
Superkritik
0.02
0.0121
0.46
0.03
0.62
1.15
18863.43
Turbulen
Superkritik
0.020
0.02
0.0129
0.46
0.03
0.65
1.15
20849.34
Turbulen
Superkritik
0.020
0.02
0.0145
0.47
0.03
0.69
1.16
25013.61
Turbulen
Superkritik
Q (m3/det)
h (m)
B (m)
i
n
A (m2)
O (m)
0.003
0.0223
0.40
0.020
0.02
0.0089
0.005
0.0263
0.40
0.020
0.02
0.007
0.0302
0.40
0.020
0.008
0.0322
0.40
0.010
0.0362
0.40
Jenis aliran
Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan analisis Froude number dan Reynold number seperti yang terlihat pada tabel
4.2 di atas. Nampak bahwa nilai Fr < 1 maka kondisi aliran tersebut termasuk dalam aliran
Sub kritik, dan Re >1000 termasuk dalam aliran turbulen Dengan demikian pada penelitian
ini menunjukkan bahwa proses gerusan terjadi pada kondisi aliran subkritik dan turbulen,
artinya bahwa aliran pada kondisi subkritik menunjukkan gerusan terjadi pada kondisi
Clear-water sedangkan kalau diturunkan elevasinya muka air di bawah kritik maka aliran
menjadi superkritik maka akan terjadi gerusan kondisi Live-bed (live-bed scour).
3.4
Analisis Kedalaman Gerusan pada Pilar Tiang Pancang Bersusun (Hasil
Laboratorium)
Adapun yang dimaksud dengan pilar Tiang Pancang Bersusun, yaitu pilar yang terdiri dari
tiang-tiang pancang yang dipasang dan disusun menjadi satu kesatuan yang diikat dengan
Cap-pile membentuk Hexahedron (rangkaian segi enam), dalam satu rangkaian terdiri dari
7 tiang pancang. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 berikut. Masingmasing tiang berdiameter 1,50 cm, kemudian dipasang dua rangkaian pilar Hexagonal
dengan jarak 16,00 cm seperti pada Gambar 4.3. Kemudian selanjutnya debit dengan 5
variasi (3, 5, 7, 8, 10 liter/detik) dialirkan dan kedalaman gerusan diamati untuk masingmasing kemiringan dasar saluran tertentu, dalam hal ini kemiringan dasar saluran terdiri
dari 3 variasi yaitu 0,006 ; 0,0125 ; dan 0,020.
Arah
Aliran
1
2
Gambar 3.1 Perletakan pilar tiang pancang bersusun- Tampak Atas
1
cm
Muka air
2
= 1,50 cm
Bahan dasar pasir
Gambar 3.2 Titik Pengukuran Gerusan pada pilar tiang pancang bersusun
6
Gambar 3.3 Grafik Hubungan kedalaman gerusan dengan waktu pada pilar tipe tiang
pancang bersusun, debit 3 liter/detik dengan bahan dasar pasir Dm = 0,60
mm.
Berdasarkan grafik Gambar 3.3 dapat dikaji sebagai berikut :
Pada titik pengamatan 1 (pada Hexagonal-1):
Menit 0-10 Terjadi gerusan mendadak, pada menit pertama langsung ke -1,90 cm, gerusan
terdalam mencapai – 1,90 cm, pada menit ke 5
Menit 10-20 Gerusan tidak stabil, dasar saluran bergelombang, naik turun cenderung turun
Dari –1,70 s/d -2,50 cm
Menit 20- 40 Gerusan cenderung menurun bergelombang dari -2,50 sampai dengan –
3,60 cm,
Menit 40- 60 Gerusan cenderung menurun liniair dari -3,60 s/d – 4,50 cm,
Menit 60- selesai (270) Gerusan mulai stabil, tetapi cenderung turun Dari kedalaman
gerusan -5,20 s/d – 7,90 cm
Pada titik pengamatan 2 (pada Hexagonal-2) :
Menit 0-10 Terjadi gerusan mendadak, pada menit pertama mencapai -1,30 cm, gerusan
terdalam mencapai – 1,45 cm pada menit ke 10
Menit 10-20 Gerusan stabil, dasar saluran hampir datar, cenderung turun, -1,45 s/d – 2,20
cm
Menit 20- 40 Gerusan cenderung naik liniair dari -2,20 s/d – 3,30 cm
Menit 40- 60 Gerusan cenderung menurun liniair dari -1,10 s/d – 4,00 cm,
Menit 60- selesai (180) Gerusan mulai stabil, tetapi cenderung turun Dari kedalaman
gerusan - 4,00 s/d – 7,53 cm
7
3.5
Analisis Kedalaman Gerusan (ds/h)
Menggunakan alternative persamaan berdasarkan pada bilangan tak berdimensi sebagai
variabel bebas yaitu bilangan Froude ( Fr) dan bilangan Renold (Re), sedangkan untuk
variabel terikatnya adalah (ds/h).
Gerusan/ Scoring sangat dipengaruhi oleh kecepatan, tegangan geser, kecepatan penjalaran
gelombang, kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga persamaan yang diusulkan adalah
persamaan yang mengandung parameter aliran tersebut yaitu ds/h , h mewakili tegangan
geser dan bilangan Renold (Re) mewakili turbulensi aliran serta bilangan Froude (Fr)
mewakili kecepatan aliran dan kecepatan penjalaran gelombang.
Beberapa persamaan yang diusulkan adalah sebagai berikut :
a.
Persamaan 1
Persamaan yang pertama ini diusulkan dengan pemahaman bahwa gerusan yang
terjadi dipengaruhi oleh angka froude (Fr). Secara realitas gerusan yang terjadi
dipengaruhi oleh kecepatan rerata aliran dan kecepatan penjalaran banjir. Penurunan
persamaan dengan least Square error, adalah sebagai berikut ini.
............................................................................................................... (3.3)
Di dalam penurunan dengan least Square error, parameter a dan b yang akan dihitung,
supaya persamaan tersebut mempunyai jumlah error yang minimum. Secara matematika
penurunan LSE (least Square error) adalah sebagai berikut ini.
persamaan tersebut dilinierkan (dengan dilog-kan ) sebagai berikut ini.
log( /h) = log a + b.log(Fr)
Dengan prinsip least Square
Supaya error minimum
8
Unjukkerja dari persamaan tersebut setelah diturunkan dengan least Square error
digambarkan sebagai berikut ini.
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 3.4 Unjukkerja Persaman 1
Unjukkerja persamaan tersebut kurang baik, hal ini dapat dicermati dari gambar di
atas. Secara visual persamaan tersebut kurang dapat mewakili dari data percobaan yang
ada, terutama percobaan pada sloope saluran 0.006 dan 0.02. Secara matematik unjukkerja
persamaan regresi dapat dicermati dari korelasi ds/h hasil percobaan dengan ds/h
persamaan yang diusulkan. Korelasi antara keduanya pada slope saluran 0.006 adalah
0.097, slope 0.0125 sebesar 0.826 dan slope saluran 0.02 sebesar -0.028. Secara detail
perhitungan dari regresi disajikan pada lampiran. Korelasi negatif maksudnya, jika data
percobaan semakin membesar akan tetapi hasil perhitungan dari persamaan semakin kecil.
9
Persamaan 2.
Persamaan 2 dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh
terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser ( ) dan turbulensi aliran
(Re). Penurunan persamaan regresi adalah sebagai berikut ini.
................................................................................................................ (3.4)
.................................................................................................. (3.5)
Persamaan 3
Persamaan 3 diusulkan dengan pengertian menggabungkan dua parameter yaitu bilangan
Froude dan bilangan Renould.
......................................................................................... (3.6)
Persamaan 4
Persamaan ini dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh
terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser ( ) dan turbulensi aliran
(Re). Persamaan ini merupakan persamaan berpangkat 4,
.............................................................. (3.7)
........... (3.8)
Persamaan 5
Persamaan 5 dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh
terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser ( ) dan turbulensi aliran
(Re). Persamaan ini merupakan persamaan berpangkat 3,
............................................................................. (3.9)
................................... (3.10)
Persamaan 6
Persamaan 6 dipilih dengan pengertian bahwa parameter aliran yang sangat berpengaruh
terhadap gerusan adalah kecepatan aliran (v), tegangan geser( ) dan turbulensi aliran
(Re). Penurunan persamaan regresi adalah sebagai berikut ini.
............................................................................................................. (3.11)
................................................................................................. (3.12)
10
Persamaan 7
Persamaan berikut dipilih dengan memasukan nilai perbandingan lebar proyeksi pilar (B)
dan panjang proyeksi pilar (L) sebagai fungsi kuadrat terkecil.
....................................................................................................... (3.13)
................................................................................ (3.14)
Dari ke 7 (tujuh) persamaan tersebut dipilih persamaan yang terbaik, yaitu persamaan yang
menghasilkan angka korelasi (r ) mendekati 1 (satu) atau 1 (satu).
Korelasi tiap- tiap persamaan ditampilkan dalam tambel berikut ini :
Tabel Rangkuman Korelasi persamaan berdasarkan Slope
Dari table diatas dapat dilihat bahwa persamaan yang bisa mengikuti hasil kedalaman
gerusan laboratorium adalah persamaan 4 (empat), dengan hasil korelasi 1 (satu) pada
masing- masing slope.
3.6
Telaah Hasil Percobaan Laboratorium
Jika mencermati hasil percobaan di atas, dapat dicermati bahwa untuk slope 0.02 dan slope
dasar saluran 0.0125, hasil percobaan menunjukkan trend ds/hn yang mengecil jika debit
membesar, akan tetapi pada slope 0.006 pada percobaan ke 3 (7lt/dt) nilai ds/hn paling
besar dibanding percobaan pada debit yang lainnya. Beberapa alasan mengapa nilai ds/hn
pada percobaan ke 3 (Q = 7 lt/dt) adalah sebagai berikut ini.
a. Kemungkinan terjadi pembukaan kran yang lebih cepat dibanding dengan pembukaan
kran pada debit-debit yang lainnya, sehingga kenaikan debit pada masa transisi sebelum
debit dari kran stabil cenderung lebih besar dibanding pada percobaan lainnya. Laju
perubahan debit yang lebih besar dibanding dengan laju perubahan debit lainnya inilah
yang membuat angkutan sedimen (gerusan) di dekat pilar membesar dibanding
percobaan lainnya.
b. Terjadi pembukaan dan penutupan kran
yang tiba-tiba, contohnya adalah pada
pembukaan pertama relatif lebih besar dari pembukaan yang diinginkan, setelah itu di
tutup akan tetapi terus dibesarkan lagi karena penutupan debit yang tidak sesuai dengan
debit yang diinginkan. Hal ini menyebabkan terjadinya kedalaman gerusan yang lebih
besar dibandingkan dengan debit yang lainnya.
11
Jika persamaan ini akan diterapkan pada studi yang lain, tentu saja hal ini hanya berlaku
untuk range debit dan slope yang telah dilakukan pada percobaan ini.
3.7
Beberapa hal yang perlu dievaluasi pada percobaan ini
a. Pada percobaan ini asumsi kekasaran manning (n = 0.02), dan kedalaman aliran
disesuaikan dengan nilai kekasaran manning ini. Jika diperhatikan secara cermat,
kekasaran saluran pada percobaan ini adalah kekasaran komposit, dinding saluran dari
acrelic, dan dasar saluran dari butiran sedimen sungai. Seharusnya penentuan nilai
kekasaran manning adalah kekasaran komposit, seperti yang dipaparkan oleh French
sebagai berikut ini.
b. Telaah mengenai kekasaran saluran, teori yang lengkap dipaparkan oleh Chezy dengan
teori steady uniform flow. Teori ini diteruskan oleh prandtl pada aliran turbulen untuk
hidraulika saluran terbuka dan menghasilkan hubungan antara kekasaran Chezy adalah
sebagai berikut ini.
........................................................................................ (3.15)
dengan
k
= kekasaran saluran
δ
= tebal lapisan laminar (δ = 11, 6ν/U*
= U* = (ghIo)0.5 (kecepatan geser)
Dengan menyetarakan persamaan manning dan chezy, didapat persamaan berikut ini.
.................................................................................................. (3.16)
......................................................................................... (3.17)
Menurut Van Rijn, k dapat disetarakan dengan d , dan jika nilai k sangat lebih besar
dibanding 2 /7, maka nilai 2 /7 dapat diabaikan. Sehingga persamaan di atas menjadi
berikut ini.
.............................................................................................. (3.18)
Jika persamaan ini dimasukkan ke persamaan debit didapatkan persamaan berikut ini.
............................................................................................. (3.19)
Jika
...................................................................................... (3.20)
12
Persamaan
Slope
0.006
Slope
0.0125
Slope
0.02
1
2
3
4
5
6
7
0.181
-0.132
0.180
1
0.671
0.111
0,181
0.985
-0.978
0.985
1
0.999
0.986
0,985
0.957
0.957
-0.051
1
0.991
0.954
0.957
nilai h dapat ditrial sehingga ruas kiri sama dengan ruas kanan dan nilai h adalah sebagai
berikut ini untuk masing-masing slope dasar saluran. Penyelesaian dari persamaan ini
dapat dilakukan jika sungai/saluran lebar, dengan R = h (dengan syarat h<5%B). Jika
bukan merupakan sungai lebar, maka penyelesaiannya adalah mensintesakan kekasaran
manning komposit dengan kekasaran Chezy serta persamaan debit. Solusi akhir persamaan
ini adalah sebagai berikut ini.
Jika B=0,4 m (lebar saluran), maka kekasaran komposit dirumuskan sebagai berikut ini
....................................................................... (3.21)
dari persamaan di atas dimasukan ke persamaan debit
.................................................................................................................. (3.22)
.......................................................................................... (3.23)
....................................................................................... (3.24)
Dengan memasukkan persamaan nco ke dalam persamaan di atas, maka solusi dari
persamaan ini adalah dengan melakukan trial sehingga ruas kiri sama dengan ruas kanan.
Debit yang digunakan untuk percobaan ini ada 5 variasi yaitu 3lt/dt, 5lt/dt, 7lt/dt, 8 lt/dt
dan 10lt/dt, dengan 3 variasi slope saluran (0,0006, 0,0125 dan 0,020). Iterasi untuk
mendapatkan h dilakukan dengan menggunakan goal seek di MS Excel 2007. Hasil trial h
dari solusi persamaan diatas dan dibandingkan kedalaman aliran yang diaplikasikan di
laboratorium (dengan menganggap n = 0,02 m-1/3/dt), adalah sebagai berikut ini.
13
Sumber : Hasil Analisis
Gambar 3.5 Grafik Perbandingan H data dan H Trial
Perbedaan antara htrial (yang dianggap paling benar) dengan h data di laboratorium
yang paling besar adalah 35% pada slope saluran 0,006, dan perbedaan yang paling kecil
adalah 8%. Dari telaah kedalaman aliran yang harus diseting di laboratorium (htrial)
dengan kekasaran komposit, ternyata penelitian ini masih memerlukan perbaikan yang
serius. Hal ini disebabkan karena dengan setting h yang berubah hal itu juga langsung
mempengaruhi dari kedalaman gerusan, waktu untuk mencapai gerusan stabil maupun pola
dari gerusan kelompok tiang tersebut. Logika pemikirannya adalah jika h berubah, maka
kecepatan aliran juga berubah, tegangan geser akan berubah serta bilangan Froude
maupun angka Renold juga berubah. Hal inilah yang menyebabkan kedalaman dan pola
gerusan berubah. Hasil penelitian dari perbaikan kedalaman aliran jika diterapkan di
laboratorium kemungkinan juga berbeda dari penelitian ini. Akhirnya evaluasi yang cukup
pendek ini kiranya dapat sebagai bekal penulis untuk meneliti maupun bekerja secara lebih
baik di bidang keairan lagi.
IV.
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Kajian Kedalaman Gerusan Pada Pilar Jembatan
Tipe Tiang Pancang Bersusun yang dilakukan di Laboratorium Balai Litbang Teknologi
Sungai di Surakarta, dapat disimpulan sebagai berikut :
1) Kedalaman gerusan maksimum terjadi pada slope 0,02 yaitu sebesar -8,8667 mm
pada titik pengamatan 1 (Heksagonal 1) yaitu pilar yang menunjukan arah jam 10
dihulu aliran pada percobaan.
14
2) Pada pengamatan kedalaman gerusan pada tiang pancang bersusun ini gerusan
seimbang pada waktu yang berbeda- beda.
Pada Slope 0,006 gerusan terlihat stabil pada menit 180, pada slope 0,0125 gerusan
terlihat stabil pada menit ke 270, sedangkan untuk slope 0,020 gerusan terlihat stabil
pada menit ke 270- 300.
3) Dari analisis penelitian ini didapat 7 (tujuh) persamaan untuk menghitung kedalaman
gerusan pada percobaan.
4.2
Kesimpulan
Untuk penelitian selanjutnya disarankan sebagai berikut ini :
1. Penentuan kekasaran saluran dengan kekasaran komposit, sehingga penentuan
kedalaman aliran dapat ditrial.
2. Percobaan tentang gerusan umum seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum
gerusan total dan penelitian tentang gerusan lokal dihasilkan dari gerusan total
dikurangi dengan gerusan umum.
3. Waktu dan cara pembukaan kran air seharusnya seragam sehingga efek dari
penjalaran gelombang debit (banjir) tidak berpengaruh terhadap profil dan
kedalaman gerusan.
4. Dilakukan
kajian lanjut tentang bentuk dan penjalaran kontur gerusan dengan
geometri fractal (pola gerusan).
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrosyid Jaji, 2004. Kajian Pengendalian Gerusan di Sekitar Abutmen Jembatan Pada
Kondisi Adanya Angkutan Sedimen. Tesis S2, Program Pasca Sarjana UGM,
Yogyakarta.
Abdurrosyid Jaji, 2005. Gerusan di Hilir Kolam Olak Bendung. Jurnal Dinamika Teknik
Sipil, Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta.
Achmadi Tri, 2001. Model Hidraulik Gerusan Pada Piar Jembatan. Tesis S2, Magister
Teknik Sipil, Universitas Diponegoro Semarang, Semarang
Afridec Steven., 2013. Perbedaan Pola Gerusan Lokal Di Sekitar Pilar Jembatan Antara
Pilar Silinder Dengan Ellips. Tugas Akhir Universitas Mercu Buana.
Balai Sungai.,2014. Kajian Pengaruh Perekayasaan Alur Terhadap Morfologi Sungai
dengan Uji Model Hidraulik Fisik. Laporan Output Kegiatan Penelitian Balai
Sungai.
15
Chow, V.T., 1995, (ed. Suyatman, dkk.). Hidraulika Saluran Terbuka. Pen. Erlangga,
Jakarta
Fitriana Nur., 2014. Analisis Gerusan Di Hilir Bendung Tipe Vlughter (Uji Model
Laboratorium), Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol.2.No.3, Universitas
Sriwijaya . Sumatera Selatan
Garde, R.J. dan Ranga Raju, K. G., 1977. Mechanics of Sediment Transportation and
Alluvial Problems. Wiley Ed, New Delhi.
Graf, W.H., 1984. Hydraulics of Sediment Transport. Mc. Graf Hill, N.Y., USA.
Halim Fuad., 2014. Pengaruh Debit Terhadap Pola Gerusan di Sekitar Abutmen Jembatan
(Uji Laboratorium DenganS Model Jembatan Megawati), Jurnal Ilmiah Media
Engineering Vol.4 No.1, Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado
I.T. Eldho, 2010. Physical Model Study of Scoring Effects on Peir Foundations of Bridges,
Indian Geotechnical Conference
Istiarto.,2012. Gerusan Lokal. Teknik Sungai. Bahan Ajar Teknik Sipil Universitas
Gajahmada
Ikhsan, J., & Hidayat, W., 2006. Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi
Gerusan Lokal. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 9, No. 2 , 124-132.
Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Yogyakarta
Kironoto, B. A., 2003. Hidraulika Transpor Sedimen, Diktat Kuliah S2-Teknik Sipil
UGM, Yogyakarta.
Kironoto, B. A & Graf Walter H., 1994. Turbulence Characteristics In Rough Uniform
Open – Cjannel Flow. Article in ICE Proceedings Water Maritime and Energy.
Luknanto Djoko., 2015.Hidraulika Terapan, Bahan Ajar S1 dan S2 UGM
Mardjikoen, P., 1987. Angkutan Sedimen, PAU-IT. Yogyakarta
Pudyono, Sunik., 2013. Penentuan Kedalaman dan Pola Gerusan Akibat Aliran Superkritik
Di Hilir Pintu Air Menggunakan End Sill Dan Buffle Block Dengan Simulasi
Model Integrasi Numerik, Jurnal Rekayasa Sipil, Vol. 7, No. 2, ISSN 1978-5658,
Universitas Brawijaya, Malang
Raudkivi, A.J. and Ettema, R., 1983. Clear-Water Scour at Cylindrical Piers. Journal of
Hydraulic Engineering, Vol 109, No. 3, Am. Soc. Civ. Engrs., pp. 338-350.
16
Qudus Nur & Agustina Suprapti Asih, 2007. Mekanisme Perilaku Gerusan Lokal pada
Pilar Tunggal dengan Variasi Diameter, Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol.
9, No. 2. Universitas Negeri Semarang, Semarang
Raju, Ranga K.G., 1986, (ed. Yan Piter Pangaribuan). Aliran Melalui Saluran Terbuka.
Pen. Erlangga, Jakarta
Rijn Van., 1993. Principles Of Sediment Transport In Rives, Estuaries and Coastal Seas
Simon, D. dan Senturk F., 1992, Sediment Transport Technology: Water and Sediment
Dynamic. Water Resources Pubns., New-York.
Sharp A Jeremy & McAnally. H. William, 2012, Numerical Modeling of Surge
Overtopping of a Leevee.Digital Commons@University of Nebraska – Lincoln, US
Army Research
Triatmodjo Bambang, 2008, Hidraulika I(cetakan 12), Beta Offset, Yogyakarta
Vanoni, V. A., 1975. Sedimentation Engineering. ASCE, N.Y., USA.
17
Download